Anda di halaman 1dari 9

TUGAS PAPER GEMPA BUMI JEPANG 2011

MATA KULIAH TEKNIK GEMPA

POLITEKNIK NEGERI BALI

Oleh :

I KADEK SUARJA

2115124099/20

4D D4 MANAJEMEN PROYEK KONSTRUKSI

JURUSAN TEKNIK SIPIL

D4 MANAJEMEN PROYEK KONSTRUKSI

POLITEKNIK NEGERI BALI

2023
Paper Gempa Bumi Di Negara Jepang Tahun 2011

LATAR BELAKANG
Jepang adalah suatu negara kepulauan yang memiliki luas sebesar 377.873 km2.
Kepulauan Jepang tersebut mencakup empat pulau utama, yakni pulau Hokkaido, pulau
Honshu, pulau Shikoku, dan pulau Kyushu. Kepulauan Jepang pun memiliki 47
perfektur.Jepang terletak di salah satu daerah yang paling aktif untuk gempa bumi, berada
pada persimpangan lempeng tektonik sehingga sering terjadi gempa maupun tsunami.
Kejadian yang terkahir terjadi pada tanggal 11 Maret 2011, gempa bumi yang diikuti oleh
tsunami di wilayah Tohoku, bagian timur Pulau Honshu, Jepang. Episenter gempa berada
pada 38,322°LU 142,369°LS. Gempa yang berkekuatan 9.0 Skala Richter tersebut
merupakan kejadian gempa dan tsunami yang paling parah yang pernah mengguncang Jepang
dalam kurun waktu 140tahun (USGS). Gempa ini terjadi akbat hasil dari thrust faulting di
dekat pertemuan zona subduksi antara lempeng Pasifik dengan lempeng Amerika Utara.
Lokasi, kedalaman, dan mekanisme fokus kejadian gempa 11 Maret ini konsisten
dengan kejadian-kejadian patahan yang saling mendorong yang terjadi akibat subduksi di
sepanjang perbatasan lempeng. Kejadian gempa ini kemudian mengakibatkan kerak bumi di
wilayah Jepang terus bergerak secara aktif dan dinamis (Alfred Wegener, 1960). Hal ini
dibuktikan dengan bergesernya Pulau Honshu sejauh 2,5 meter ke arah timur.
Gempa 11 Maret ini diawali oleh sekumpulan gempa susulan dari sebuah gempa besar
dalam dua hari belakangan. Pada tanggal 9 Maret 2011 terjadi gempa dengan besar M 7.2
yang lokasinya berjarak sekitar 40 km dari gempa 11 Maret. Gempa ini diikuti oleh tiga
gempa dengan kekuatan M 6 pada hari yang sama.
Makalah ini akan membahassecara rinci tentang gempa yang terjadi di Jepang pada 11
maret 2011. Batasan pembahasan ini meliputi episentrum, magnitude, hazard dan dampak
dari gempa tersebut. Pembahasan dilakukan dengan mereview jurnal dan paper yang telah
dipublikasi sebelumnya.

GEMPA BUMI
Pada 11 Maret 2011, gempa berkekuatan 9,0 terjadi di perairan internasional Pasifik
Barat dan memicu tsunami besar. Bencana alam melanda bagian timur laut Jepang dan
menyebabkan banyak korban, kerugian property yang besar dan krisis nuklir yang parah
dengan dampak panjan. Pada tanggal 1 April, pemerintah Jepang resmi menamakan bencana
ini “Gempa Tohoku 2011”.
Bencana gempa melanda Jepang pada 14:46 waktu Tokyo pada tanggal 11 Maret 211.
Pusat gempa diperkirakan di 38,322 N dan 142,369 E, hanya berjarak 77 km dari pantai timur
pulau Honshu, 129 km dari Sendai, 177 km dari Fukushima dan 373 km dari Tokyo.
Hiposenter itu di terletak pada kedalaman 32 di bawah laut. USGS merilis perkiraan gempa
sebesar 8,8 namun direvisi menjadi 8,9 pada hari yang sama. Pada tanggal 14 Maret akhirya
ditetapkan pada 9,0. Gempa ini adalah gempa yang terbesar ketiga sepanjang sejarah setelah
gempa Chile 1960 sebesar 9,5 SR dan Alaska 1964 sebesar 9,2 SR.

Gambar perkiraan episenter (sumber: USGS)

Sejumlah gempa susulan terjadi sebelum dan setelah gempa utama, tercatat gempa
pertama kali terjadi pada 11 April 2011. Ribuan gempa telah tercatat sejak 11 April hingga 11
Maret 2011. Gempa dengan kekuatan besar akhirnya diikuti oleh tsunami, dengan estimasi
ketinggian gelombang menapai 38 m (berita kyodo) dan menurut observasi yang dilakukan
oleh Port and Airport Research Institute gelombang mempunyai ketinggian 24 m.
Berdasarkan analisa dari JMRI (Japan Meteorological Research Institut) gelombang tsunami
menyapu daerah sepanjang 550 km dari utara menuju ke selatan, dan sepanjang 200 km dari
timur ke barat. Efek dari tsunami ini juga dirasakan lebih dari 20 negara meliputi Jepang,
Rusia, Filipina, Indonesia, Australia, Selandia Baru, Papua Nugini, Meksiko, dan beberapa
negara lainnya. Berdasarkan analisa yang dilakukan oleh USGS menunjukkan bahwa gempa
terjadi akibat tumbuan antara lempeng pasifik dan lempeng eurasia yang terjadi di bawah
Jepang. Sebelum bencana ini terjadi, lempeng pasifik bergerak menjauhi Amerika Utara
beberapa sentimeter setiap tahunnya.

DAMPAK

a. Dampak Geofisik
Adanya gempa dengan intemsitas yang tinngi dan aktifitas seismik yang ada
mengakibatkan Pulau Honsu Jepang bergeser sebesar 3,6 m ke arah timur dan rotasi
bumi dipercepat 1,8 mikrodetik (Chai 2011; CBS news 2011). Miyagi-Ken yang
terletak di barat laut pusat gempa telah bergeser sekitar 5,3 m ke arah tenggara
menuju pusat gempa.
b. Dampak Penduduk
Menurut data statistik dari pemerintah Jepang pada 13 April 2011 ada total 13392
orang tewas dan 15133 dinyatakan menghilang. Lebih dari 335000 pengungsi di timur
laut Jepang kekurangan makanan, air, tempat penampungan dan perawatan medis
c. Dampak Bangunan
Hingga 13 April 2011 tercatat ada 190000 bangunan yang rusak antara 45700 hancur
total. Bangunan yang rusak diantaranya Miyagi, Iwate dan Fukushima dengan
kerusakan masing-masing 29500, 12500 dan 2400.
d. Dampak Infrastruktur Penting
Beberapa pembangkit listrik tenaga nuklir dan pembangkit listrik termal rusak berat
dalam bencana ini. Catu daya dari Tokyo Electric Power Company (TEPCO)
berkurang sebesar 21 GW, menggakibatkan pemdaman untuk 4,4 juta keluarga di
Jepang timur. Gempa juga mempengaruhi sistem transportasi di Jepang. Setelah
terjadinya gempa semua pelabuhan di Jepang ditutup dan 15 pelabuhan yang terkena
dampak tsunami ditutup hingga 29 Maret. Begitu juga dengan kereta cepat yang
ditutup hingga 24 Maret, bandara Sendai mengalami kerugian besar akibat banjir satu
jam setelah gempa. Bandara Narita Tokyo ditutup selama 24 jam.
e. Dampak Perekonomian
Diperkirakan 23600 hektar lahan pertanian hancur dan 3-4 % dari produksi beras di
Jepang dipengaruhi gempa besar ini. Banyak produsen skala besar mobil, baja dan
bahan kimia mengalami penurunan poduksi secara global.
f. Dampak Krisis Nuklir
Gempa bumi dan tsunami mengakibatkan krisis nuklir yang serius di Jepang timur
meliputi 11 pembangkit tenaga nuklir. Akibatnya pembangkit pertama dan kedua
power plant di Fukusima dan power plant di Onagawa berhenti beroperasi secara
otomatis. Selain itu, sistem pendingin pada nuklir juga berhenti bekerja dan
mengakibatkan temperatur naik signifikan. Meskipun pihak pemerintah dan operator
dari TEPCO telah berupaya meminimalisir akibat dari kenaikan temperatur, tetapi
kecelakaan nuklir telah memasuki level 7 setara dengan bencana Chernobyl tahun
1986. Radiasi nuklir telah mencemari sayuran, susu, air minaeral dan mencemari
lautan pasifik.

ANALISA
Tokyo terletak di pulau utama Honshu Jepang, yang berada pada tiga lempeng benua
yaitu Eurasia, Pasifik dan Laut Filipina. Lempeng-lempeng yang perlahan bergerak dan
saling bergesekan antara satu dengan yang lainnya, menyebabkan tekanan gempa di Jepang
menjadi besar sehingga menimbulkan kekuatan gempa yang sangat dahsyat. Gunung berapi
dan parit samudra sekitar Cekungan Pasifik yang melingkari Jepang yang dijuluki dengan
The Ring of Fire, memiliki andil sebagai penyebab tingginya frekuensi gempa di Jepang.
Jepang menyumbang sekitar 20 persen dari gempa bumi di dunia yang kekuatannya rata-rata
lebih dari 6 Skala Richter, dan hampir setiap lima menit sekali terjadi gempa.
Berdasarkan data worldbank gempa merupakan bencana dengan frekuensi terbesar
kedua yang terjadi sepanjang waktu di Jepang. 17.6 persen bencana yang terjadi di Jepang
merupakan gempa bumi. Sedangkan dampak dari gempa bumi itu sendiri merupakan yang
terbesar hingga 91.1 % dari seluruh kerusakaan akibat bencana di Jepang.
Gambar Frekuensi bencana di Jepang

Gambar kerusakan akibat bencana di Jepang.

Gempa bumi yang terjadi di Honshu, Jepang pada tanggal 11 maret 2011 merupakan
gempa yang terbesar yang pernah terjadi di Jepang. Gempa tersebut menimbulkan banyak
kerusakan dan korban jiwa. Untuk penanganan pasca bencana pemerintah jepang
memobilisasi Pasukan Bela Diri Jepang di berbagai zona bencana gempa. Sejumlah
pembangkit listrik tenaga nuklir secara otomatis dipadamkan untuk mencegah kerusakan dan
kebocoran radiasi. Selain itu, pemerintah Jepang mendirikan kantor darurat di kantornya
untuk mengkoordinasikan respon pemerintah.

Disisi lain, berdasarkan artikel yang ada jepang tidak siap dalam menghadapi bencana
besar ini. Pengalaman di negara lain menunjukkan bahwa bencana skala besar tidak dapat
diatasi dengan hanya oleh kapasitas lokal tetapi bantuan dari luar daerah yang dilanda adalah
sangat diperlukan. Pada bencana gempa bumi ini, daerah yang rusak / terpengaruh begitu luas
hingga kelompok pemerintah daerah untuk kota dan Prefektur menjadi lumpuh. Tidak hanya
sektor publik, tetapi juga banyak sektor swasta tidak mampu menyediakan layanan selama
bencana karena infrastruktur yang rusak. Layanan ini termasuk memberikan energi, makanan
dan air, dan perawatan medis. Sebuah contoh khas dari kesulitan-kesulitan ini adalah
perbedaan frekuensi daya antara Jepang Timur dan Barat Jepang. Di daerah Kansai frekuensi
listrik adalah 60 Hz, sementara di daerah Kanton itu adalah 50 Hz. Meskipun ada dua stasiun,
kapasitas terbatas untuk 1 GW, jauh di bawah drop karena kegagalan pembangkit listrik.

Sistem respon Jepang ini tidak efisien. Sebuah pelajaran berharga yang diambil dari
pengalaman Cina dalam menangani gempa Wenchuan tahun 2008 (Shi et al. 2009) adalah
pentingnya kekuatan terpusat dalam menghadapi bencana skala besar. Dalam bencana
gempa-tsunami ini, pemerintah Jepang tampaknya tidak dalam menyelesaikan banyak
masalah, terutama dengan sehubungan dengan krisis nuklir. Koordinasi antara Pemerintah
(respon markas darurat), Tokyo Electric Power Company, dan nuklir dan industry badan
keamanan tidak cukup terorganisir. Informasi tidak secara bersamaan bersama setelah
bencana, pengambilan keputusan tertunda. Akhirnya, Jepang, serta mungkin semua negara
nuklir di dunia, tidak benar-benar siap untuk krisis nuklir.

Untuk kedepannya perlu adanya persiapan yang matang pada manajemen bencana,
meliputi:

1. Sistem informasi. Kerangka kesiapan bencana akan dapat dijalankan secara


optimal jika seluruh stakeholder yang ada paham akan berbagai informasi
berkenaan dengan tingkat kerentanan yang dihadapinya. Oleh karena itu, peran
sistem informasi menjadi sangat penting untuk menciptakan kesiapan tersebut.
Seluruh pihak perlu memahami informasi ancaman bahaya sepanjang waktu.
Jaminan distribusi informasi yang berkelanjutan dan valid ini menjadi tugas dari
institusi fungsional yang resmi seperti Badan Meteorologi dan Geofisika. Namun
demikian akurasi dan kontinuitas informasi bukanlah merupakan jaminan kondisi
kesiapan publik. Lembaga fungsional yang berwenang tadi juga harus menjamin
agar informasi yang tepat, sampai pada orang yang tepat, dengan cara yang tepat
pula. Oleh karena itu, penggunaan cara-cara informatif yang sesuai dengan
kondisi penerima informasi harus mendapat perhatian yang cukup. Informasi ini
juga diharapkan akan menjadi sebuah bentuk peringatan dini bagi pihak-pihak
yang terkait, sehingga masing-masing pihak akan mampu menentukan tindak
lanjut dari informasi tersebut secara tepat.
2. Sistem peringatan. Upaya untuk menciptakan kesiapan bencana pada publik juga
hendaknya dilengkapi dengan sistem peringatan yang efektif bagi masyarakat,
dalam arti dijamin akan dipatuhi oleh masyarakat. Sistem peringatan ini pun
hendaknya harus diciptakan dengan asumsi bahwa sistem komunikasi tidak
berfungsi pada saat bencana terjadi, sehingga dimungkinkan untuk menciptakan
sistem peringatan alternatif. Cara-cara peringatan yang diarahkan untuk menjaga
ingatan publik juga hendaknya diciptakan sebagai cara untuk tetap mengendalikan
berbagai prilaku masyarakat serta menciptakan kewaspadaan diri.

Mekanisme respon. Perencanaan mekanisme respon terhadap bencana haruslah ditetapkan


dengan matang dan komprehensif. Prosedur evakuasi dan SAR, keadaan daerah yang terkena
bencana, tim penilai, mekanisme aktivasi instalasi dan prasarana khusus, penyiapan distribusi
bantuan, tempat perlindungan serta perencanaan pengaktifan program emergensi untuk
bandara, pelabuhan dan transportasi darat merupakan hal-hal minimal yang harus tercover
dalam mekanisme respon bencana.
DAFTAR PUSTAKA
Norio Okada, Yoshio Kajitani, Peijun Shin. 2011. “2011 Eastern Japan Great Earthquake
Disaster : Overview and Comments”. Tokyo : Disaster Prevention Research Institute (Int.
Journal Disaster Risk Sci 2011 (1) : 32-42
Istiyanto Dinar C. 2011. “Belajar dari Bencana Jepang”. Institute for Science and
Technology Studies (ISTECS)
Supardiono, Handika Widiarto. 2014. “Analisis Sumber Gempa pada Proses Deformasi
Kerak Bumi yang Berpotensi Tsunami 11 Maret 2011 di Lepas Pantai Timur Pulau Honshu
Jepang”. Universitas Negeri Surabaya : Program Studi Fisika. Jurna Fisika volume 03 nomor
03 tahun 2014.

Anda mungkin juga menyukai