Anda di halaman 1dari 16

TSUNAMI TOHOKU 2011

Disusun untuk memenuhi tugas Ujian Akhir Semester mata kuliah


Sejarah Jepang.

Herwinda Aulia W.
13020222140131
Kelompok 13

PRODI BAHASA DAN KEBUDAYAAN JEPANG


FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2023
ABSTRAK

Penulisan makalah “Tsunami Tohoku 2011” ini bertujuan untuk


dokumentasi sejarah, pendidikan, kesadaran kemanusiaan, pembelajaran
dari pengalaman masa lalu, dan menumbuhkan perspektif global
mengenai respons dan kesiapsiagaan bencana. Makalah ini membahas
tentang pengenalan tsunami, mekanisme terjadinya tsunami, kronologi
tsunami Tohoku, dampak yang ditimbulkan, serta mitigasi terhadap
bencana tersebut. Metode penulisan yang dipilih dalam penyusunan
makalah ini menggunakan metode studi. Hasil yang diperoleh dari
penulisan makalah ini dapat disimpulkan bahwa Gempa bumi dan tsunami
Tohoku pada tahun 2011 menandai babak yang menghancurkan dalam
sejarah, meninggalkan dampak yang berkepanjangan bagi Jepang dan
dunia.
Peristiwa bencana ini menyoroti kekuatan alam yang tidak dapat diprediksi
dan kerentanan wilayah pesisir. Dampak yang ditimbulkan, termasuk
bencana nuklir Fukushima Daiichi, menggarisbawahi tantangan kompleks
yang melekat dalam penanganan krisis tersebut. Pembelajaran dari
bencana Tohoku terus memberikan masukan bagi upaya global dalam
kesiapsiagaan, respons, dan pemulihan bencana. Saat kita merenungkan
peristiwa tragis ini, peristiwa ini menjadi pengingat yang menyedihkan
akan pentingnya ketahanan, kerja sama internasional, dan upaya
berkelanjutan untuk memitigasi dampak bencana alam.
Kata kunci : Gempa bumi, Tsunami, Tohoku, Jepang, 11 Maret 2011,
Magnitudo 9,0, Fukushima Daichii, Bencana nuklir,.
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tsunami merupakan istilah yang diambil dari bahasa Jepang yang
berarti “ombak besar di pelabuhan”. Merupakan istilah yang tepat,
karena gelombang raksasa ini sering kali membawa kematian dan
kehancuran di pelabuhan dan desa-desa pesisir Jepang. Selama
lebih dari dua ribu tahun, orang Jepang telah mencatat bahaya
yang ditimbulkan oleh tsunami, dan kekuatan dahsyat gelombang
ini digambarkan dalam cetakan terkenal abad kesembilan
belas karya Hokusai (Dudley, 1998).

Gempa bumi dan tsunami Tohoku tahun 2011 merupakan bencana


alam dahsyat yang melanda pantai timur laut Jepang pada tanggal
11 Maret 2011. Peristiwa tersebut dipicu oleh gempa bumi bawah
laut besar berkekuatan 9,0, salah satu gempa terkuat yang pernah
tercatat. Gempa bumi tersebut menimbulkan tsunami kolosal yang
menggenangi wilayah pesisir, menyebabkan kerusakan luas dan
korban jiwa.

Gelombang tsunami mencapai ketinggian hingga 40 meter (130


kaki) dan bergerak ke daratan sejauh beberapa kilometer, melanda
kota, desa, dan lahan pertanian. Dampaknya mengakibatkan
bencana nuklir Fukushima Daiichi, ketika tsunami melumpuhkan
pasokan listrik dan sistem pendingin pembangkit listrik tenaga
nuklir, yang menyebabkan kehancuran dan pelepasan bahan
radioaktif.
Bencana ini mempunyai konsekuensi sosial, ekonomi, dan
lingkungan yang besar, dengan lebih dari 15.000 orang kehilangan
nyawa, ratusan ribu orang mengungsi, dan kerusakan parah pada
infrastruktur. Dampaknya mendorong respons kemanusiaan global
dan meningkatkan kesadaran tentang kerentanan wilayah pesisir
terhadap peristiwa bencana tersebut. Gempa bumi dan tsunami
Tohoku pada tahun 2011 menjadi pengingat yang tajam akan
kekuatan alam yang tidak dapat diprediksi dan pentingnya
kesiapsiagaan dan ketahanan terhadap bencana.

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi tsunami?
2. Bagaimana mekanisme terjadinya tsunami?
3. Bagaimana kronologi peristiwa tsunami Tohoku?
4. Bagaimana dampak yang ditimbulkan dari peristiwa tsunami
Tohoku?
5. Apa mitigasi Jepang terhadap Tsunami Tohoku?
BAB II

PEMBAHASAN

1. Definisi Tsunami
Tsunami dalam bahasa Jepang terdiri dari kata Tsu berarti
“pelabuhan” dan Nami berarti “ombak”, secara harfiah didefinisakan
sebagai “ombak besar di Pelabuhan” (Denpasar, 2022). Kata
“Tsunami” diciptakan oleh para pelaut Jepang yang mendapati
gelombang besar telah menghancurkan desa mereka. Tsunami
adalah serangkaian gelombang air yang disebabkan oleh
perpindahan sejumlah besar perairan, umumnya lautan atau danau
besar. Guncangan, letusan gunung berapi, dan ledakan bawah air
lainnya (termasuk ledakan perangkat nuklir bawah air), tanah
longsor, gletser yang mencair, dampak meteorit, dan gangguan lain
di atas atau di bawah air semuanya berpotensi
menimbulkan tsunami (Awate, 2017).

Secara kurang tepat, gelombang tsunami juga biasa disebut


sebagai gelombang laut seismik atau gelombang pasang karena
penyebab paling utama tsunami adalah gempa bumi. Faktor
terbesar penyebab tsunami juga disebabkan oleh letusan gunung
berapi bawah laut yang berpotensi menghasilkan gelombang
dengan kekuatan dahsyat. Peristiwa letusan gunung berapi
Krakatau di Indonesia pada tahun 1883 menghasilkan gelombang
dahsyat mencapai ketinggian hingga 40 meter di atas permukaan
air laut dan menewaskan 35.000 orang dan menyapu habis banyak
desa pesisir. Semua wilayah samudera di dunia dapat
mengalaminya tsunami. Namun peristiwa ini lebih sering terjadi di
Samudera Pasifik dan laut marginalnya. Tsunami yang masif lebih
berpotensi terjadi akibat banyaknya gempa besar yang terjadi
sepanjang itu pinggiran Samudera Pasifik.

Jepang merupakan negara dengan catatan tsunami terbanyak di


dunia. Bencana paling awal yang tercatat adalah gempa Kakuho
tahun 684 M. jumlah tsunami signifikan di Jepang berjumlah 195
sejak tahun 684 M dengan rata-rata satu kejadian setiap 6,7 tahun
yang merupakan tingkat kejadian tertinggi di dunia. Gelombang ini
melanda dengan dahsyat menghancurkan seluruh kota. Tsunami
berkekuatan dahsyat terkini terjadi pada tahun 2011 akibat gempa
Touhoku (Gupta & Gahalaut, 2014).

Kecepatan gelombang tsunami bergantung pada kedalaman laut,


bukan jarak dari sumber gelombang. Gelombang tsunami dapat
bergerak secepat pesawat jet di perairan dalam, namun melambat
ketika mencapai perairan dangkal. Meskipun tsunami sering
disebut sebagai gelombang pasang, nama ini tidak disarankan oleh
para ahli kelautan karena pasang surut tidak ada hubungannya
dengan gelombang tsunami. Di kedalaman lautan, gelombang
tsunami merambat hingga ke dasar lautan dengan kecepatan
melebihi 800 kilometer per jam, dengan tinggi gelombang beberapa
puluh sentimeter atau kurang. Tsunami berbeda dengan gelombang
laut biasa dengan panjangnya yang besar, seringkali melebihi 100
km atau lebih di laut dalam, jarak waktu antara gelombang satu
dengan gelombang yang lain berkisar antara 10 menit hingga satu
jam. Saat mereka mencapai perairan dangkal pantai, gelombang
melambat dan air dapat menerjang ke dinding pemecah dengan
tinggi ombak setinggi puluhan meter (30 kaki) atau lebih.
Gelombang tsunami yang menerjang daratan sangat berdampak
pada teluk, pelabuhan, atau laguna. Tsunami besar diketahui
tingginya lebih dari 30 meter (100 kaki). Bahkan sebuah tsunami
setinggi 3–6 meter bisa sangat merusak dan menyebabkan banyak
kematian dan cedera.

2. Mekanisme dan Dampak Tsunami Tohoku 2011


Gempa bumi merupakan 90% penyebab utama terjadinya tsunami.
Sebagian besar gempa penyebab tsunami disebabkan oleh
pergeseran lempeng tektonik di dasar permukaan laut yang
melepaskan energi dengan kekuatan dahsyat. Energi tersebut
merambat ke permukaan air dan menyebabkan peningkatan
ketinggian permukaan jauh melebihi batas normal tinggi permukaan
air. Gravitasi bumi menarik kembali permukaan menyebabkan
energi tersebut bergerak keluar secara horizontal dan melahirkan
gelombang tsunami.

Gelombang tsunami bergerak dengan kecepatan lebih dari 800


km/jam dengan periode gelombang yang lama mencapai 60 menit.
Gelombang tsunami hampir tidak bisa terdeteksi ketika gelombang
tersebut terlahir dari titik yang jauh dari pantai dikarenakan
gelombang tersebut bergerak di kedalaman laut. Namun, ketika
mencapai laut dangkal serangkaian ombak mulai bermunculan
karena laut dangkal memiliki air yang lebih sedikit. Energi yang
masif terkompresi dan kecepatan ombak menurun, sementara
tinggi gelombang meningkat hingga mencapai ketinggian lebih dari
30 meter (Bagaimana tsunami bekerja - Alex Gendler - YouTube,
t.t.).

Jika lembah tsunami mencapai pantai terlebih dahulu, air laut akan
jauh lebih surut dari biasanya sebelum ombak dating. Peristiwa
tersebut sangat berbahaya karena banyak orang tidak mengenali
ciri tersebut yang merupakan ciri-ciri akan datangnya gelombang
tsunami. Tsunami tidak hanya menenggelamkan orang pesisir
pantai, namun juga menerjang daratan hingga lebih dari 1,5
kilometer dari pantai.

Pada tahun 2011, gempa berkekuatan 9,0 terjadi pada pukul 14.46
berlokasi sekitar 80 mil (130 km) sebelah timur kota Sendai,
prefektur Miyagi, dan berpusat di kedalaman 18,6 mil (30 km) di
bawah permukaan air laut sebelah barat Samudra Pasifik. Gempa
bumi tersebut disebabkan oleh dorongan patahan pada lempeng
yang membatasi antara lempeng Pasifik dan Amerika Utara.
Lempeng Pasifik bergerak ke arah barat dengan kecepatan 8,5 cm
per tahun dan menunjam ke bawah lempeng Amerika Utara di
Palung Jepang. Studi sumber gempa menunjukkan bahwa patahan
terjadi dengan besaran slip sebesar 30 m, pada area sekitar 450
km kali 150 km.

Dorongan tiba-tiba secara horizontal dan vertical dari


Lempeng Pasifik yang perlahan-lahan bergerak ke bawah Lempeng
Eurasia dekat Jepang, mendorong air di atasnya dan menimbulkan
serangkaian gelombang tsunami yang sangat dahsyat. Gelombang
setinggi 130 kaki (40 meter) menerjang pantai dan menyapu
sebagian Kota Sendai termasuk bandara dan pedesaan sekitarnya.
Gelombang ini melanda pesisir Prefektur Iwate, tepat di utara
Prefektur Miyagi, dan Fukushima, Ibaraki, dan Chiba (prefektur
yang membentang di sepanjang pantai pasifik Miyagi) (Japan
earthquake and tsunami of 2011 | Facts & Death Toll | Britannica,
t.t.).
Gelombang tsunami tersebut melampaui sistem pertahanan dan
dan membanjiri reaktor di pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN)
Fukushima. PLTN Fukushima Daichii terletak di kota Okuma,
Prefektur Fukushima, berlokasi di pesisir timur pantai Jepang
sekitar 220 kilometer kearah timur laut dari Tokyo.

Sistem PLTN mendeteksi gempa bumi dan secara otomatis


mematikan reaktor nuklir. Generator darurat bertenaga diesel
dibiarkan menyala supaya pendingin tetap dipompa di sekitar inti
reaktor yang masih sangat panas bahkan setelah reaktor berhenti.
Namun, tak lama kemudian gelombang setinggi lebih dari 14 meter
menghantam Fukushima. Air berhasil menenggelamkan dinding
penghalang, membanjiri PLTN dan mematikan generator darurat.

Para pekerja segera menyalakan kembali listrik, namun dalam


beberapa hari setelahnya bahan bakar nuklir pada ketiga reaktor
tersebut terlalu panas dan melelehkan sebagian ini sehingga terjadi
kebocoran nuklir (nuclear meltdown) (“Tsunami di Jepang 10 tahun
lalu, bagaimana kelanjutan proyek nuklir Fukushima?,” t.t.).

Korban yang tercatat akibat bencana ini sejumlah 15.269 tewas,


5.363 terluka, dan 8.526 hilang di enam prefektur (警察庁 Web サイ
ト , t.t.). Dikonfirmasi dua kereta dengan jumlah penumpang yang
tidak diketahui menghilang di daerah pantai selama bencana
tsunami . Selain itu, sebuah kapal yang mengangkut 100 orang
terbawa oleh tsunami. Keadaan kapal hingga saat ini belum
diketahui. Lebih dari 90% kematian diakibatkan oleh tenggelam
akibat tsunami. Kerugian yang diakibatkan bencana ini mencapai
$360 miliar atau setara dengan 5 trilliun rupiah (Reid, 2019).

Akibat bencana ini, seluruh pelabuhan, utamanya di pantai timur


Jepang ditutup untuk sementara waktu. Penutupan pelabuhan ini
jelas akan mengganggu aktivitas ekspor dan impor serta membawa
dampak buruk bagi perekonomian global karena Jepang
merupakan salah satu urat nadi perekonomian global-internasional
(Solopos.com, 2011). Industri pariwisata Jepang juga sangat
terpuruk akibat dampak darurat nuklir di Fukushima. Banyak turis
asing yang membatalkan perjalanan karena kekhawatiran akan
dampak radioaktif dari pabrik yang lumpuh tersebut. Di Tokyo,
Agence France-Presse melaporkan bahwa hotel-hotel telah kosong
dan beberapa bahkan tutup karena orang asing meninggalkan
negara tersebut, wisatawan domestik tetap tinggal di rumah dan
dunia usaha menunda pertemuan karena krisis nuklir masih belum
terselesaikan. Pembatalan massal ini tidak diragukan lagi akan
berdampak besar pada rencana Jepang untuk menarik 11 juta
wisatawan tahun ini. Tahun lalu, negara ini menerima 8,6 juta
pengunjung (Japan’s Triple Disaster Impacts Domestic and Global
Tourism, t.t.).

3. Mitigasi Tsunami Tohoku


Pada 11 Maret di negara Jepang dikejutkan lagi dengan gempa
dahsyat yang melanda. Salah satu dampak yang fatal dari musibah
tersebut yaitu kecelakaan bocornya reaktor nuklir di Fukushima.
Oleh karena itu, beberapa wilayah tersebut tidak dihuni oleh
penduduk untuk mencegah terjadinya sisa-sisa kebocoran. Gempa
ini melanda daerah Jepang tepatnya di Tohoku, khususnya
Prefektur Miyagi dan Fukushima.

Pasca gempa, pemerintah Jepang memberikan respon yang


berkaitan dengan bagaimana cara mengurangi resiko bencana
alam dan dapat membentuk masyarakat yang tanggap akan
bencana yang akan melanda suatu hari nanti. Negara Jepang telah
memiliki sejarah yang panjang dalam menghadapi bencana gempa
bumi. Bertempat tinggal di sebuah negara dengan kondisi geografis
yang kurang menguntungkan dengan potensi gempa bumi dan
tsunami yang besar dan sumber daya alam yang rendah telah
membuat bangsa Jepang banyak belajar dari pengalamannya
menghadapi tantangan-tantangan ini. Jepang yang memiliki
pengalaman buruk dengan bom nuklir, justru mengembangkan
nuklir sebagai pemasok energi.

Sebagai negara yang sering dilanda bencana alam, tetapi Jepang


tidak berdiam diri saja. Jepang menerapkan mitigasi bencana untuk
penanganan dalam usaha pembangunan kembali pasca bencana.
Tidak hanya dari segi infrastruktur saja, bahkan Jepang berusaha
membentuk pola pikir masyarakat supaya tanggap akan bencana.
Apalagi Jepang terkenal dengan bencana gempa maka pemerintah
juga menerapkan aturan tentang pembuatan rumah dan gedung
yang tahan gempa.

Bencana tsunami yang juga pernah menewaskan ribuan korban


jiwa orang Jepang menggerakan pemerintah negara Jepang
berinovasi untuk memberikan mitigasi bencana kepada
masyarakat. Salah satunya dengan cara membangun sistem
peringatan dini, sistem evakuasi yang tertib serta teratur ketika
menghadapi bencana, membuat peraturan tentang bangunan yang
tahan gempa, dan penanaman kesadaran tentang bencana.
tindakan pencegahan terhadap resiko yang ditimbulkan dari
bencana alam membutuhkan kerjasama dari berbagai pihak, mulai
dari instansi terkait hingga masuk ke lini masyarakat. Jepang akan
melakukan sosialisasi sebelum terjadinya bencana yang mana
tindakan ini bersifat edukasi, seperti pelatihan evakuasi saat terjadi
bencana, kampanye tentang keselamatan, dan menyebarkan
poster yang berkaitan dengan hal-hal yang harus dilakukan saat
terjadi bencana. Selain itu, tindakan setelah bencana lebih
diarahkan pada inspeksi lokasi kejadian dan lain sebagainya.
Untuk mendukung keefektifan mitigasi bencana, negara Jepang
bekerjasama dengan instansi terkait (organisasi atau perusahaan)
dan lapisan masyarakat supaya penanaman edukasi mitigasi
bencana di Jepang supaya dapat mengoptimalkan pencapaian
secara menyeluruh. Partisipasi dalam kelompok kecil tanggap
bencana ini umumnya bersifat sukarela. Selain itu, dalam lembaga
pendidikan sekolah di Jepang juga diberikan pendidikan ketahanan
bencana yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan dan
sikap proaktif mencegah bencana, dan pada saat terjadi bencana,
dengan meningkatkan kesadaran ketahanan terhadap bencana
masing-masing individu.

Banyaknya bencana yang sering terjadi di Jepang yang dan


adanya beberapa mitigasi bencana maka setiap tanggal 1
September atau yang bisa disebut dengan peringatan Bousai no Hi
(Hari Kesiapan dan Keselamatan Bencana Alam di Jepang) ini
sebagai penanaman kesadaran akan kesigapan terhadap bencana.
Kegiatan memperingati Bousai no Hi ini berlangsung selama satu
pekan. Negara lainnya, terutama negara Indonesia dapat
mengaplikasikan sistem mitigasi bencana seperti di Jepang,
Indonesia sendiri termasuk salah satu negara yang rawan bencana
bencana alam yang hampir sama. Selain itu, kondisi alam dan
sistem administrasinya Indonesia masih kurang dalam mengatasi
bencana. Seluruh kebijakan yang ada di Jepang dapat diterapkan
supaya Indonesia berpartisipasi dalam penanganan bencana
sehingga masyarakat Indonesia termasuk pemerintah, lembaga
kemanusiaan, badan penanganan bencana, relawan, dan
profesional dapat bertanggung jawab secara masing-masing.
Dengan demikian, seluruh negara yang rawan bencana harus
berkaca dan belajar dari masyarakat Jepang yang memiliki
langsung tanggap dalam mengatasi resiko bencanaya yang tinggi
kita paham cara menanggulangi bencana maka keadaan
lingkungan akan sejahtera dan hidup makmur.

BAB III

KESIMPULAN

Gempa bumi dan tsunami Tohoku tahun 2011 merupakan bencana alam
dahsyat yang melanda pantai timur laut Jepang pada tanggal 11 Maret.
Dipicu oleh gempa besar bawah laut berkekuatan 9,0, tsunami yang
terjadi kemudian menimbulkan gelombang dengan ketinggian yang belum
pernah terjadi sebelumnya, mencapai hingga 40 meter. Hal ini
menyebabkan kerusakan luas di wilayah pesisir, kota, dan desa. Bencana
tersebut juga menyebabkan bencana nuklir Fukushima Daiichi, sehingga
memperburuk krisis.

Dampaknya ditandai dengan dampak yang signifikan terhadap manusia


dan lingkungan, dengan lebih dari 15.000 nyawa hilang, ratusan ribu
orang mengungsi, dan kerusakan parah pada infrastruktur. Peristiwa ini
mendorong respons kemanusiaan, menekankan perlunya kesiapsiagaan
bencana dan kerja sama internasional. Pembelajaran dari tsunami Tohoku
telah berkontribusi pada perbaikan sistem peringatan dini, strategi
tanggap bencana, dan langkah-langkah keselamatan nuklir secara global.
Ketahanan masyarakat yang terkena dampak dan upaya kolektif dalam
membangun kembali merupakan bukti semangat kemanusiaan dalam
menghadapi kesulitan. Bencana Tohoku menjadi pengingat yang
menyedihkan akan kekuatan alam yang tidak dapat diprediksi dan
pentingnya mitigasi dampak bencana besar tersebut.
REFERENSI

Awate, S. J. (2017). Environmental Geography. Lulu.com.

Bagaimana tsunami bekerja—Alex Gendler—YouTube. (t.t.). Diambil 17

Desember 2023, dari https://www.youtube.com/watch?v=Wx9vPv-

T51I

Denpasar, B. W. I. (2022, April 2). BMKG | Balai Besar MKG Wilayah III

Denpasar. https://balai3.denpasar.bmkg.go.id

Dudley, W. C. (1998). Tsunami!: Second Edition. University of Hawaii

Press.

Gupta, H. K., & Gahalaut, V. K. (2014). Three Great Tsunamis: Lisbon

(1755), Sumatra-Andaman (2004) and Japan (2011). Springer

Science & Business Media.

Japan earthquake and tsunami of 2011 | Facts & Death Toll | Britannica.

(t.t.). Diambil 17 Desember 2023, dari

https://www.britannica.com/event/Japan-earthquake-and-tsunami-

of-2011

Japan’s triple disaster impacts domestic and global tourism. (t.t.). Diambil

17 Desember 2023, dari https://www.travelweekly-asia.com/Travel-

News/Japan-s-triple-disaster-impacts-domestic-and-global-tourism
Reid, K. (2019, Mei 8). 2011 Japan earthquake and tsunami: Facts, FAQs,

how to help. World Vision. https://www.worldvision.org/disaster-

relief-news-stories/2011-japan-earthquake-and-tsunami-facts

Solopos.com, R. (2011, Maret 15). Dampak ekonomi tsunami Jepang.

Solopos.com. https://www.solopos.com/dampak-ekonomi-tsunami-

jepang-149260

Tsunami di Jepang 10 tahun lalu, bagaimana kelanjutan proyek nuklir

Fukushima? (t.t.). BBC News Indonesia. Diambil 17 Desember

2023, dari https://www.bbc.com/indonesia/dunia-56335029

Intergovernmental Oceanographic Commission. 2012. Tsunami, The Great


Waves, Second Revised Edition. Paris, UNESCO, 16 pp., illus. IOC
Brochure 2012-4. (English.)

https://www.ec.emb-japan.go.jp/document/sr_koshimura_2.pdf

Anda mungkin juga menyukai