Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN PRAKTIKUM

PENILAIAN MUTU PANGAN DENGAN ANALISIS SENSORI

DISUSUN OLEH :
SARJANA TERAPAN GIZI DAN DIETETIKA TINGKAT 2 SEMESTER 4
DOSEN PLP : NIVALAYANTI GAGU, S.Gz

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN MANADO


JURUSAN GIZI
2022
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Memperoleh jaminan akan kecukupan dan keamanan pangan adalah hak asasi
manusia. Pengakuan akan hal tersebut tercantum pada kesepakatan para pemimpin dunia
dalam sidang World Health Organization (WHO) mengenai keamanan pangan.
Kemampuan negara untuk dapat memberikan pangan yang aman bagi semua orang tidak
akan terlepas dari adanya komitmen bersama antara pemerintah, pelaku industri, dan
konsumen yang disertai dengan pembagian tanggung jawab semua pihak di dalamnya.
Sosialisasi dan pemahaman akan kebijakan serta peraturan yang menyertainya sangat
diperlukan oleh semua pelaku bidang pangan. Produk pangan terbaik dapat dikembangkan
dan dihasilkan oleh industri yang memperhatikan faktor sensori sebagai bagian utama dan
dilakukan secara profesional, lebih dari sekadar pengujian rutin. Faktor sensori yang harus
diperhatikan, antara lain adalah pengukuran atribut mutu sensori dan cara-cara
melaksanakan penilaian mutu sensori
Pengawasan mutu merupakan program atau kegiatan yang tidak dapat terpisahkan
dengan dunia industri, yaitu dunia usaha yang meliputi proses produksi, pengolahan dan
pemasaran produk. Industri mempunyai hubungan yang erat sekali dengan pengawasan
mutu karena hanya produk hasil industri yang bermutu yang dapat memenuhi kebutuhan
pasar, yaitu masyarakat konsumen. Seperti halnya proses produksi, pengawasan mutu
sangat berlandaskan pada ilmu pengetahuan dan teknologi. Makin modern tingkat industri,
makin kompleks ilmu pengetahuan dan teknologi yang diperlukan untuk menangani
mutunya. Demikian pula, semakin maju tingkat kesejahteraan masyarakat, makin besar dan
makin kompleks kebutuhan masyarakat terhadap beraneka ragam jenis produk pangan.
Oleh karena itu, sistem pengawasan mutu pangan yang kuat dan dinamis diperlukan untuk
membina produksi dan perdagangan produk pangan.
Pengawasan mutu mencakup pengertian yang luas, meliputi aspek kebijaksanaan,
standardisasi, pengendalian, jaminan mutu, pembinaan mutu dan perundang-undangan
(Soekarto, 1990). Hubeis (1997) menyatakan bahwa pengendalian mutu pangan ditujukan
untuk mengurangi kerusakan atau cacat pada hasil produksi berdasarkan penyebab
kerusakan tersebut. Hal ini dilakukan melalui perbaikan proses produksi (menyusun batas
dan derajat toleransi) yang dimulai dari tahap pengembangan, perencanaan, produksi,
pemasaran dan pelayanan hasil produksi dan jasa pada tingkat biaya yang efektif dan
optimum untuk memuaskan konsumen (persyaratan mutu) dengan menerapkan
standardisasi perusahaan /industri yang baku. Tiga kegiatan yang dilakukan dalam
pengendalian mutu yaitu, penetapan standar (pengkelasan), penilaian kesesuaian dengan
standar (inspeksi dan pengendalian), serta melakukan tindak koreksi (prosedur uji).
Menurut Undang-Undang RI No. 7 Tahun 1996 tentang pangan, mutu pangan adalah
nilai yang ditentukan atas dasar kriteria keamanan pangan, kandungan gisi (gizi) dan
standar perdagangan terhadap bahan makanan, makanan dan minuman. Berdasarkan
pengertian tersebut, mutu pangan tidak hanya mengenai kandungan gisi, tetapi mencakup
keamanan pangan dan kesesuaian dengan standar perdagangan yang berlaku.
Pengawasan mutu pangan juga mencakup penilaian pangan, yaitu kegiatan yang
dilakukan berdasarkan kemampuan alat indera. Cara ini disebut penilaian inderawi atau
organoleptik. Di samping menggunakan analisis mutu berdasarkan prinsip-prinsip ilmu
yang makin canggih, pengawasan mutu dalam industri pangan modern tetap
mempertahankan penilaian secara inderawi/organoleptik. Nilai-nilai kemanusiaan yaitu
selera, sosial budaya dan kepercayaan, serta aspek perlindungan kesehatan konsumen baik
kesehatan fisik yang berhubungan dengan penyakit maupun kesehatan rohani yang
berkaitan dengan agama dan kepercayaan juga harus dipertimbangkan.
Mutu pangan merupakan seperangkat sifat atau faktor pada produk
pangan yang membedakan tingkat penerimaan konsumen terhadap produk tersebut. Mutu
pangan bersifat multidimensi dan mempunyai banyak aspek. Aspek-aspek mutu pangan tersebut,
antara lain adalah aspek gizi (seperti karbohidrat, protein, lemak, mineral, vitamin, dan lain-lain);
aspek sensori (seperti enak, menarik, segar); aspek bisnis (standar mutu dan kriteria mutu); serta
aspek kesehatan (jasmani dan rohani). Kepuasan konsumen berkaitan dengan keseluruhan aspek
mutu tersebut.
Dalam laporan ini akan dibahas aspek mutu yang berkaitan dengan sifat sensori (mutu
sensori). Mutu sensori merupakan sifat komoditas/produk pangan yang diukur dengan proses
pengindraan menggunakan penglihatan (mata), penciuman (hidung), pengecap (lidah), perabaan
(ujung jari tangan dan permukaan rongga mulut termasuk lidah), dan/atau pendengaran (telinga).
Evaluasi sensori digunakan sebagai alat pemeriksa terhadap mutu produk pangan yang
dihubungkan dengan pengendalian proses pada sepanjang rantai proses produk pangan.
Beberapa parameter penting dalam mutu sensori, antara lain adalah bentuk, ukuran,
warna, tekstur, aroma dan rasa. Kekhasan mutu sensori adalah penggunaan manusia sebagai
instrumen pengukur yang disebut dengan panelis. Oleh karena itu, hasil reaksinya bersifat fisiko-
psikologik dan sering kali sulit dideskripsikan. Selain itu, pengolahan informasi yang diperoleh dari
suatu kegiatan evaluasi sensori bersifat spesifik. Sifat mutu sensori semata dicerminkan dari sifat
mutu sensori yang tidak berhubungan dengan sifat fisiknya.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Penilaian Mutu Pangan
Mutu pangan merupakan seperangkat sifat atau factor pada produk pangan yang
membedakan tingkat pemuas / aseptabilitas produk itu bagi pembeli / konsumen. Mutu
pangan bersifat multi dimensi dan mempunyai banyak aspek. Aspek-aspek mutu pangan
tersebut antara lain adalah aspek gizi (kalori, protein, lemak, mineral, vitamin, dan lain-
lain) serta aspek selera (inderawi, enak, menarik, segar) aspek bisnis (standar mutu, kriteria
mutu); serta aspek kesehatan(jasmani dan rohani). Kepuasan konsumen berkaitan
dengan mutu.
Mutu pangan (food quality) adalah nilai yang ditentukan atas dasar kriteria keamanan
pangan, kandungan gizi dan standar perdagangan terhadap bahan makanan, makanan dan
minuman (UU RI No.7 Tahun 1996). Kramer dan Twigg (1983) mengklasifikasikan
karakteristik mutu bahan pangan menjadi dua kelompok, yaitu :
(1) karakteristik fisik / tampak, meliputi penampilan yaitu warna, ukuran, bentuk, dan
cacat fisik; kinestetika yaitu tekstur, kekentalan dan konsistensi; flavor yaitu sensasi dari
kombinasi bau dan cicip.
(2) karakteristik tersembunyi, yaitu nilai gizi dan keamanan mikrobiologis. Berdasarkan
karakteristik tersebut, profil produk pangan umumnya ditentukan oleh ciri organoleptik
kritis, misalnya kerenyahan pada keripik.
Namun demikian, ciri organoleptik lain seperti bau, aroma, rasa, dan warna, juga ikut
menentukan profil produk pangan . Pemenuhan spesifikasi dan fungsi produk pada produk
pangan yang bersangkutan dilakukan menurut standar estetika (warna, rasa, bau dan
kejernihan), kimiawi (mineral, logam berat dan bahan kimia yang ada dalam bahan
pangan) dan mikrobiologi (tidak menganding bakteri Eschericia coli dan pathogen). Mutu
harus dirancang dan dibentuk ke dalam produk (Kadarisman,1996)
Penilaian menurut Griffin & Nix (1991) suatu pernyataan berdasarkan sejumlah fakta
untuk menjelaskan karakteristik seseorang atau sesuatu. Penilaian merupakan salah satu
implementasi fungsi manajemen yang bertujuan untuk menilai pelaksanaan kegiatan
sesuai dengan rencana dan kebijaksanaan yang disusun sehingga dapat mencapai
sasaran (Depkes RI, 2003).

B. Spesifikasi Dan Pengawasan Mutu (Quality Control)


Penentuan spesifikasi produk dalam industri dan pemasaran produk pangan sangat
penting dalam praktik perdagangan. Dalam hal ini, mutu merupakan kumpulan dari
berbagai sifat (features) dan karakteristik suatu barang atau jasa dalam kaitannya untuk
memenuhi kepuasan atau kebutuhan penggunanya. Apabila diaplikasikan pada produk
pangan, definisi ini terlihat dari dua elemen sensori, yaitu
(1) atribut sensori yang diinginkan dalam suatu sifat atau karakteristik produk dan
(2) persepsi subjektif oleh konsumen atas suatu produk (kepuasan/kebutuhan).
Spesifikasi mutu sensori suatu produk adalah kegiatan yang mengidentifikasi secara jelas
karakteristik sensori yang penting dalam suatu produk dan dapat diwujudkan atas dasar
kesepakatan antara pembeli dan penjual atau produsen produk tersebut. Spesifikasi suatu
produk terdiri dari berbagai karakteristik yang tidak hanya berkaitan dengan faktor sensori
tetapi juga hal lain, seperti pelabelan, standar gizi, dan sebagainya. Lima parameter mutu
yang berkaitan dengan faktor sensori adalah penampakan (warna), cita rasa (rasa dan
aroma/bau), tekstur, ukuran, dan bebas dari kecacatan.

C. Cara- cara peneilaian mutu pangan


1. Subjectif
Uji organoleptik merupakan pengujian secara subjektif, Pengujian secara
sensoris/organoleptik dilakukan dengan sensasi dari rasa, bau/ aroma, penglihatan,
sentuhan/rabaan, dan suara/pendengaran pada saat makanan dimakan. Sebagai
contoh rasa enak adalah hasil dari sejumlah faktor pengamatan yang masing-masing
mempunyai sifat tersendiri. Contoh keterlibatan panca indera dalam uji organoleptik,
yaitu:
a. Rasa (“taste”) dengan 4 dasar sifat rasa, yaitu manis, asam, asin dan pahit.
b. Tekstur (“konsistensi”) adalah hasil pengamatan yang berupa sifat lunak, liat,
keras, halus, kasar, dan sebagainya.
c. Bau (“odour”) dengan berbagai sifat seperti harum, amis, apek, busuk, dan
sebagainya.
d. Warna merupakan hasil pengamatan dengan penglihatan yang dapat membedakan
antara satu warna dengan warna lainnya, cerah, buram, bening, dan sebagainya.
e. Suara merupakan hasil pengamatan dengan indera pendengaran yang akan
membedakan antara kerenyahan (dengan cara mematahkan sampel), melempem,
dan sebagainya.

Pengujian organoleptik adalah pengujian yang didasarkan pada proses pengindraan.


Pengindraan diartikan sebagai suatu proses fisio-psikologis, yaitu kesadaran atau
pengenalan alat indra akan sifat-sifat benda karena adanya rangsangan yang diterima alat
indra yang berasal dari benda tersebut. Pengindraan dapat juga berarti reaksi mental
(sensation) jika alat indra mendapat rangsangan (stimulus). Reaksi atau kesan yang
ditimbulkan karena adanya rangsangan dapat berupa sikap untuk mendekati atau menjauhi,
menyukai atau tidak menyukai akan benda penyebab rangsangan. Kesadaran, kesan dan
sikap terhadap rangsangan adalah reaksi psikologis atau reaksi subyektif. Pengukuran
terhadap nilai / tingkat kesan, kesadaran dan sikap disebut pengukuran subyektif atau
penilaian subyektif. Disebut penilaian subyektif karena hasil penilaian atau pengukuran
sangat ditentukan oleh pelaku atau yang melakukan pengukuran.

2. Objektif
a. Fisik
Kualitas produk diukur secara objektif berdasarkan hal-hal fisik yang
nampak dari suatu produk. Metode penilaian mutu dengan alat dapat digunakan
untuk mengungkapkan karakteristik atau sifat-sifat mutu pangan yang
tersembunyi. Umumnya, hasil pengukuran karakteristik mutu dengan uji
sensori memiliki nilai korelasi yang tinggi dengan hasil pengukuran
karakteristik mutu dengan alat. Metode pengukuran uji fisik digunakan untuk
menguji warna, volume, tekstur, viskositas atau kekentalan dan konsistemsi,
keempukan dan keliatan, serta bobot jenis
Sifat fisik memiliki kaitan sangat erat dengan mutu bahan pangan karena
dapat digunakan sebagai informasi dasar dalam menentukan tingkat metode
penanganan dan atau bagaimana mendisain peralatan pengolahan terutama
peralatan pengolahan yang bersifat otomatis.

b. Kimia
Metode penilaian untuk uji kimia dibagi dua kelompok, yaitu:
Analisis kualitatif, yaitu komponen makro (protein, lemak, karbohidrat) maupun
unsur mikro yang dapat dijadikan suatu indicator melihat seberapa baik mutu
ataupun kualitas dari pangan itu sendiri
c. Mikrobiologi
Metode penilaian uji mikrobiologis, digunakan untuk analisis kualitatif
mikroorganisme, seperti bakteri, kapang, ragi dan protozoa. untuk mengetahui
keberadaan cemaran mikroorganisme dalam bahan pangan.sebagai indikator
apakah makanan tersebut tercemar atau tidak. Serts jenis mikroorganisme yang
mencemari bahan pangan dapat berubah / berganti akibat proses pengolahan.

Anda mungkin juga menyukai