Anda di halaman 1dari 7

ANALISIS TINGKAT KESUKAAN BAKSO TAHU DENGAN

PENAMBAHAN BUBUR WORTEL (Daucus carrota L.)


Dadi Naripi1)*, Erny J. N. Nurali2), Tineke M. Langi2)

1) Mahasiswa Program Studi Teknologi Pangan


2) Dosen Program Studi Teknologi Pangan

Jurusan Teknologi Pertanian Universitas Sam Ratulangi Manado


Jl. Kampus UNSRAT Manado, 95115.
*Email: (dadinaripi@gmail.com)

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah menganalisis sifat sensoris pada produk bakso
tahu dengan konsentrasi penambahan bubur wortel yang berbeda. Penelitian ini
menggunakan Rancangan Acak Lengkap Faktorial (FAL) dengan Konsentrasi
bubur wortel yang berbeda. A (30% Bubur Wortel), B (40% Bubur Wortel), C
(50% Bubur Wortel), D (60% Bubur Wortel), dengan 3 kali pengulangan. Hasil
penelitian menunjukkan perlakuan D (60% Bubur Wortel) dapat diterima oleh
panelis dengan rata-rata penilaian atribut rasa (5,36), warna (5,48), aroma (4,44) ,
dan tekstur (5,10).

Kata Kunci : Bakso, Tahu, Wortel, Bakso Tahu

PENDAHULUAN produk pangan ini terus mengalami


perubahan dan tetap menjadi
Tingkat konsumsi masyarakat
makanan yang digemari. Bakso dapat
Indonesia terhadap produk pangan
dibuat dari berbagai macam daging
sangat didukung dengan banyaknya
yaitu daging sapi, daging ayam,
produk olahan pangan baru yang
maupun ikan (Yovinarti, 2018). Pada
terus mengalami peningkatan. Salah
penelitian ini, peneliti tidak
satu produk pangan yang mengalami
menggunakan daging pada proses
peningkatan dalam masyarakat
pengolahan bakso, namun
adalah bakso. Bakso umumnya
menggunakan tahu sebagai pengganti
hanya terbuat dari daging yang
protein yang biasanya didapatkan
digiling dengan campuran tepung
dari daging dengan penambahan
tapioka dan rempah. Namun pada
perkembangannya di masyarakat,

1
bubur wortel (Daucus carrota) tepung tapioka, tepung terigu, daun
sebagai pewarna alami bakso. bawang, bawang putih, merica
Pengolahan produk olahan bubuk, garam, gula.
bakso tahu dengan penambahan Alat yang digunakan pada
bubur wortel diharapkan dapat penelitian ini adalah untuk pisau,
diterima oleh kalangan umum. Pada grinder/parutan, wadah adonan,
proses pengolahan produk ini sendiri cetakan bakso, timbangan digital,
peneliti berupaya menggunakan saringan, kompor.
bahan pangan yang umum Alat untuk analisis adalah wadah
dikonsumsi dengan maksud saling penyimpanan produk, wadah sampel,
melengkapi zat gizi dalam produk garpu.
akhir. Tahu dan wortel merupakan Rancangan Penelitian
bahan pangan yang sudah umum Penelitian ini menggunakan
dikonsumsi oleh berbagai kelompok Rancangan Acak Lengkap dengan 3
masyarakat, sehingga diversifikasi pengulangan, yaitu :
pangan menggunakan bahan tersebut A = 30%
diharapkan dapat memperkaya B = 40%
produk olahan yang memiliki C = 50%
kelengkapan zat gizi yang baik. D = 60%
METODOLOGI PENELITIAN Prosedur Penelitian
Tempat dan Waktu Pembuatan Bubur Wortel

Penelitian ini dilaksanakan pada Wortel yang akan digunakan

bulan Januari 2022 di Tasikmalaya disortir dan dicuci, kemudian

dengan analisis tingkat kesukaan dilakukan pemotongan. Wortel yang

pada produk Bakso tahu dengan sudah dipotong tipis kemudian

penambahan bubur wortel. dikukus selama 5 menit. Pengukusan

Bahan dan Alat dilakukan untuk mengeluarkan

Bahan-bahan yang digunakan warna pada wortel. Setelah itu,

dalam pembuatan bubur wortel wortel dihaluskan menggunakan

adalah wortel dan air. blender hingga menjadi bubur

Bahan-bahan yang digunakan wortel. Dalam proses penghalusan,

dalam pembuatan bakso adalah tahu, wortel ditambahkan air dengan


perbandingan 2:1 (Purukan, 2013)

2
Pembuatan Bakso Tahu pada perlakuan D (bubur wortel
Pembuatan bakso dalam 60%), sedangkan yang terendah
penelitian ini menggunakan tahu, adalah 4,24 perlakuan A (bubur
sehingga tidak adanya lagi daging wortel 30%).Hasil rata-rata uji
dalam proses pengolahannya. Setiap organoleptik tingkat kesukaan
perlakuan menggunakan tahu panelis terhadap rasa bakso tahu
sebanyak 300g. Tahu yang sudah dengan penambahan bubur wortel
disiapkan dan timbang kemudian dapat dilihat pada tabel 1.
dihancurkan atau dihaluskan hingga Tabel 1. Rata-rata Tingkat Kesukaan
Panelis Terhadap Rasa Bakso Tahu
tidak ada yang bergumpal besar. dengan Penambahan Bubur Wortel
Tambahkan tepung tapioka dan (Daucus carrota L.)
Perlakuan Rata-rata Notasi (*)
tepung terigu, bawang putih, merica
A 4,24 a
bubuk, garam halus dan gula
B 4,56 a
secukupnya lalu haluskan
C 4,88 a
menggunakan food processor atau
D 5,36 ab
blender. Angkat adonan, tambahkan
BNT 5% = 0.79 (*) Notasi yang berbeda
daun bawang yang telah diiris tipis
menunjukkan perbedaan yang nyata
dan kecil. Aduk adonan lalu bentuk
Berdasarkan hasil analisis sidik
adonan dengan dibulatkan sambil
ragam (α= 0,05) F hitung lebih besar
dipadatkan. Masukkan kedalam air
dari F tabel, hal tersebut
mendidih yang telah disediakan.
menunjukkan bahwa penambahan
Masak hingga adonan bakso
bubur wortel berpengaruh terhadap
mengapung yang menandakan bakso
tingkat kesukaan rasa bakso tahu
telah matang (Sufi, 2002).
sehingga dilanjutkan dengan uji
HASIL DAN PEMBAHASAN
BNT. Berdasarkan hasil uji BNT 5%
Uji Hedonik
menunjukkan bahwa perlakuan A
Rasa
(bubur wortel 30%), perlakuan B
Tingkat kesukaan panelis
(bubur wortel 40%) dan perlakuan C
terhadap rasa bakso dengan
(bubur wortel 50%) tidak memiliki
penambahan bubur wortel berkisar
perbedaan yang nyata, namun
antara 4,24-5,36 (netral-agak suka)
perlakuan A (bubur wortel 30%)
dengan nilai tertinggi adalah 5,36
memiliki perbedaan yang nyata

3
dengan perlakuan D (bubur wortel bumbu yang digunakan dalam
60%). Sedangkan perlakuan B penelitian tersebut.
(bubur wortel 40%) dan perlakuan C Warna
(bubur wortel 50%) tidak memiliki Warna adalah salah satu
perbedaan yang nyata dengan komponen yang sangat penting untuk
perlakuan D (bubur wortel 60%). menentukan kualitas atau derajat
Penerimaan panelis terhadap rasa penerimaan suatu produk. warna
bakso tahu semakin menurun dengan dapat mempengaruhi penerimaan
semakin sedikitnya konsentrasi konsumen terhadap suatu produk dan
penambahan bubur wortel. Rasa unsur penilaian terhadap aroma, rasa
yang dihasilkan dari produk ini dan tekstur (Winarno, 2004). Nilai
adalah rasa bakso dengan dominan rata-rata tingkat kesukaan panelis
rasa tahu sedangkan untuk terhadap warna bakso tahu dengan
penambahan bubur wortel pada penambahan bubur wortel yaitu
perlakuan A (bubur wortel 30%), B berkisar antara 4,12 – 5,48 (netral-
(bubur wortel 40%), C (bubur wortel agak suka). Hasil rata-rata uji
50%) belum mempengaruhi rasa organoleptik tingkat kesukaan
bakso, namun untuk perlakuan D panelis terhadap warna bakso tahu
(bubur wortel 60%) memiliki rasa dengan penambahan bubur wortel 15
wortel, yaitu agak manis. Rasa tahu dapat dilihat pada tabel 2.
pada penelitian ini berasal dari bahan Tabel 1. Rata-rata Tingkat Kesukaan
Panelis Terhadap Rasa Bakso Tahu
baku utama yang digunakan. Selain dengan Penambahan Bubur Wortel
dari rasa tahu yang dominan, rasa (Daucus carrota L.)
Perlakuan Rata-rata Notasi (*)
yang dihasilkan pada bakso tahu ini
A 4,12 a
juga terbentuk dari rempah dan
B 4,76 a
bumbu-bumbu yang digunakan.
C 4,8 a
Sama halnya dengan penelitan yang
D 5,48 ab
dilakukan oleh Purukan (2013),
BNT 5% = 0.78 (*) Notasi yang berbeda
dimana rasa yang terbentuk dari
menunjukkan perbedaan yang nyata.
bakso ikan gabus dengan
Hasil analisis sidik ragam (α=
penambahan bubur wortel dan
0,05) menunjukkan bahwa nilai F
tapioka disebabkan karena adanya
hitung lebih besar dari nilai F tabel,

4
sehingga dinyatakan bahwa (bubur wortel 60%) adalah jingga,
penambahan bubur wortel hal ini disebabkan karena zat warna
berpengaruh terhadap warna bakso alami karotenoid yang terdapat pada
tahu yang dihasilkan, kemudian wortel.
dilanjutkan dengan uji BNT. Aroma
Berdasarkan hasil uji BNT 5% Hasil uji organoleptik tingkat
menunjukkan bahwa perlakuan A kesukaan panelis terhadap aroma
(bubur wortel 30%), perlakuan B bakso tahu dengan penambahan
(bubur wortel 40%) dan perlakuan C bubur wortel ada pada skala 4,00-
(bubur wortel 50%) tidak memiliki 4,44 (agak suka) dengan nilai
perbedaan yang nyata, namun tertinggi 4,44 pada perlakuan D
perlakuan A (bubur wortel 30%) (bubur wortel 60%) dan yang
memiliki perbedaan yang nyata terendah dengan skala 4,00 pada
dengan perlakuan D (bubur wortel perlakuan A (bubur wortel 30%).
60%). Sedangkan perlakuan B berkisar antara 3,12-4,68.
(bubur wortel 40%) dan perlakuan C Berdasarkan hasil analisis sidik
(bubur wortel 50%) tidak memiliki ragam (α= 0,05) F hitung lebih kecil
perbedaan yang nyata dengan dari F tabel, hal tersebut
perlakuan D (bubur wortel 60%). menunjukkan bahwa penambahan
Penerimaan panelis terhadap warna bubur wortel tidak berpengaruh
bakso tahu semakin meningkat nyata terhadap tingkat kesukaan
dengan semakin tingginya aroma bakso tahu dan tidak
konsentrasi penambahan bubur dilanjutkan dengan uji BNT. Aroma
wortel. Warna yang dihasilkan bakso yang ditimbulkan dari suatu produk
tahu cenderung memiliki tingkatan berasal dari bahan yang ditambahkan
yang berbeda tetapi tidak signifikan. kedalam pembuatan produk tersebut.
Warna pada perlakuan A (bubur Aroma yang dihasilkan pada produk
wortel 30%), B (bubur wortel 40%), bakso tahu dengan penambahan
dan C (bubur wortel 50%) adalah bubur wortel ini memiliki aroma
pucat dengan sedikit warna jingga, tepung dengan rempah dan bumbu.
sedangkan warna yang dihasilkan Hal ini disebabkan rempah yang
bakso tahu dengan perlakuan D ditambahkan memiliki senyawa

5
volatile yang dapat menguap ketika perebusan adonan untuk menjadi
dimasak, sementara untuk bahan bakso merupakan hal yang penting.
baku utama sendiri yaitu tahu tidak Semakin lama waktu perebusan
memiliki aroma yang kuat ketika maka semakin lembek bakso yang
diolah menjadi produk bakso. dihasilkan
Tekstur
Hasil uji organoleptik tingkat Uji Organoleptik Keseluruhan
kesukaan panelis terhadap tekstur Uji organoleptik keseluruhan
bakso tahu berkisar antara 4,40-5,12 merupakan penilaian dari
(agak suka-suka). Perlakuan A keseluruhan atribut sensoris berupa
(bubur wortel 30%) merupakan warna, aroma, rasa, dan kekentalan
perlakuan dengan nilai rata-rata pada setiap perlakuan. Hasil dari
terendah yaitu dengan skala keseluruhan uji organoleptik
penilaian 4,40, sedangkan perlakuan disajikan pada gambar 1.
D (bubur wortel 60%) merupakan
perlakuan dengan nilai rata-rata
tertinggi yaitu 5,12. Hasil analisis
sidik ragam (α= 0,05) F hitung lebih
kecil dari F tabel, hal tersebut
menunjukkan bahwa penambahan
bubur wortel tidak berpengaruh
Gambar 1. Keseluruhan uji organoleptik
nyata terhadap tingkat kesukaan
bakso tahu.
tekstur bakso tahu, sehingga tidak
Berdasarkan gambar 1 dapat
dilanjutkan dengan uji BNT.
diketahui bahwa penilaian
Bakso tahu yang dihasilkan
keseluruhan perlakuan yang
memiliki tekstur yang agak lembek
memiliki radar paling luas dan
dan tidak terlalu kenyal karena
seimbang ada pada perlakuan D
penambahan bubur wortel pada
dengan konsentrasi bubur wortel
penelitian ini cenderung banyak atau
60% dengan rata-rata penilaian
tergantung dengan jumlah perlakuan
atribut rasa (5,36), warna (5,48),
yang digunakan. Pada proses
aroma (4,44) , dan tekstur (5,10).
pengolahan bakso sendiri, waktu
Hasil penilaian yang disajikan

6
menunjukkan bahwa perlakuan D Pustaka Sinar Harapan.
Jakarta.
(Konsentrasi bubur wortel 60%)
dapat diterima oleh panelis. Yovinarti, 2018. Pemaparan Pb dan
Cd dalam berbagai jenis bakso
di Yogyakarta dan Solo.
KESIMPULAN DAN SARAN
Skripsi. Program Studi Biologi.
Kesimpulan
Fakultas Bioteknologi.
Universitas Kristen Duta
Dari hasil penelitian diperoleh bahwa Wacana. Yogyakarta.
bakso tahu yang paling disukai
adalah bakso tahu dengan
penambahan bubur wortel sebanyak
60% dengan rata-rata skala penilaian
5,1 (agak suka).
Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih
lanjut untuk mengetahui
karakteristik fisikokimia dan daya
simpan bakso tahu dengan
penambahan bubur wortel.

DAFTAR PUSTAKA
Purukan, O.P.M., 2013. Pengaruh
penambahan bubur wortel 22
(Daucus carrota) dan Tepung
Tapioka terhadap sifat
fisikokimia dan sensoris bakso
ikan gabus (Ophiocephalus
striatus). Jurnal. Jurusan
Teknologi Pertanian Fakultas
Pertanian. Universitas Sam
Ratulangi. Manado.
Sufi, S. Y., 2002. 210 Resep
Masakan Pilihan Ragam Rasa
Terfavorit untuk menu sehari-
hari dan Resepsi. PT Gramedia
Pustaka Utama. Jakarta.
Winarno F. G., dan Rahayu T. S.,
1994. Bahan Tambahan untuk
Makanan dan Kontaminan.

Anda mungkin juga menyukai