Anda di halaman 1dari 70

MODUL PELATIHAN

INTEGRASI GENDER DALAM PERENCANAAN DESA

BPPM DIY


2
Kata Pengantar
Kepala Badan Pemberdayaan Perempuan dan Masyarakat (BPPM)
Daerah Istimewa Yogyakarta

Adanya Undang-Undang No. 6 tahun 2014 tentang Desa, disertai


dengan peraturan perundangan di bawahnya memberikan angin baru bagi
desa untuk mengatur dan mengelola wilayah sesuai dengan kewenangan
dan kapasitasnya. Hal ini merubah paradigma tentang pembangunan di
desa, dahulu desa hanya menjadi sebuah obyek pembangunan namun
sekarang desa menjadi subyek pembangunan. Oleh karena itu, agar di
dalam mengatur dan mengelola kebijakan, program maupun kegiatan
yang ada di desa menjadi lebih berkeadilan dan berkesetaraan gender
maka perlu adanya upaya peningkatan kapasitas di dalam
pengarusutamaan gender.
Dalam upaya meningkatkan kemampuan dibidang
pengarusutamaan gender, pemerintah memberikan perhatian besar
terhadap pengembangan sumberdaya manusia. Salah satu upaya yang
dilakukan adalah melalui pelatihan Integrasi Gender dalam perencanaan
desa bagi aparat pemerintah, masyarakat, organisasi masyarakat,
maupun pemangku kepentingan lainnya. Untuk menghasilkan kualitas
pelatihan yang efektif diperlukan Buku Panduan Integrasi Gender dalam
Perencanaan Desa yang dapat dijadikan bahan bacaan bagi peserta latih.
Melalui Buku Panduan Integrasi Gender dalam Perencanaan Desa
ini diharapkan dapat memberikan pemahaman mengenai bagaimana cara
mengintegrasikan gender di dalam sebuah perencanaan desa. Buku ini
menekankan penggunaan metode-metode interaktif, melalui; dinamika
kelompok, curah pendapat serta penggunaan berbagai sarana
pembelajaran dengan metode pembelajaran orang dewasa terhadap
semua materi yang ada. Buku Panduan Integrasi Gender dalam
Perencanaan Desa ini diharapkan dapat menghasilkan sumber daya
manusia yang dapat dijadikan agen perubahan bagi dirinya sendiri
maupun masyarakat dalam upaya mencapai pembangunan desa yang
berkeadilan dan berkesetaraan gender.
Buku Panduan Integrasi Gender dalam Perencanaan Desa ini
merupakan hasil kerjasama yang dilakukan antara Badan Pemberdayaan
Perempuan dan Masyarakat (BPPM) Derah Istimewa Yogyakarta dengan
LSM dan organisasi masyarakat yang bergerak di isu gender dan
pembangunan dalam rangka membangun kapasitas pemerintah dan
masyarakat yang lebih baik dan efektif. Kami mengucapkan terimakasih
kepada semua pihak yang terlibat dalam penyusunan modul ini,
diharapkan buku ini dapat menjadi acuan dalam upaya meningkatkan
kapasitas sumber daya manusia dalam integrasi gender dalam
perencanaan desa.

Yogyakarta, Juni 2016


Kepala,

dr. R.A Arida Oetami, M.Kes


NIP. 19600408 198802 2 001

4
Ucapan Terima Kasih

Banyak pihak yang telah berkontribusi dalam penyusunan buku ini.


Buku ini dikembangkan oleh Tim Penyusun Buku Panduan Integrasi
Gender dalam Perencanaan Desa yang terdiri dari BPPM Daerah Istimewa
Yogykarta dengan LSM dan organisasi masyarakat yang bergerak di isu
gender dan pembangunan.
Buku panduan ini isinya disusun pada suatu FGD dan Workshop pada
bulan Januari 2015. Partisipasi dengan semangat tinggi dari peserta baik
dari SKPD Pemerintah Daerah DIY maupun Kabupaten/Kota dan
organisasi masyarakat yang terkait isu gender dan pembangunan desa
merupakan masukan berharga hingga terwujudnya buku ini. Di samping
itu juga pengalaman langsung dari perangkat desa, serta organisasi yang
ada di desa di Daerah Istimewa Yogyakarta turut melengkapinya.

5
Pendahuluan

Pada hakikatnya pembangunan manusia menempatkan manusia


sebagai tujuan akhir dari pembangunan dan bukan sebagai alat bagi
pembangunan. Keberhasilan pembangunan yang dilaksanakan oleh
pemerintah, swasta maupun masyarakat sangat tergantung pada peran
serta seluruh masyarakat baik laki-laki maupun perempuan. Selain
sebagai pelaku, perempuan dan laki-laki sekaligus sebagai pemanfaat
hasil akhir dari pembangunan. Pembangunan dalam arti yang luas
tentunya juga harus menyasar semua lapisan masyarakat termasuk yang
tinggal di pedalaman maupun pedesaan.

Secara historis desa merupakan cikal bakal terbentuknya


masyarakat politik dan pemerintahan jauh sebelum negara Indonesia
terbentuk. Sejarah perkembangan desa-desa di Indonesia telah
mengalami perjalanan yang sangat panjang, bahkan lebih tua dari
Republik Indonesia sendiri. Sebelum masa kolonial, di berbagai daerah
telah dikenal kelompok masyarakat yang bermukim di suatu wilayah atau
daerah tertentu dengan ikatan kekerabatan atau keturunan.

Berdasarkan Undang-undang nomor 6 tahun 2014 yang dimaksud


Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah
yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan,
kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak
asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam
sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pembangunan
Desa bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa dan
kualitas hidup manusia serta penanggulangan kemiskinan melalui
pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan sarana dan prasarana Desa,
pengembangan potensi ekonomi lokal, serta pemanfaatan sumber daya
alam dan lingkungan secara berkelanjutan.

Pembangunan Desa meliputi tahap perencanaan, pelaksanaan, dan

6
pengawasan dengan mengedepankan kebersamaan, kekeluargaan, dan
kegotongroyongan guna mewujudkan pengarusutamaan perdamaian dan
keadilan sosial. Keadilan sosial tidak akan pernah terwujud jika
dalam proses pembangunan di desa masih mengabaikan kesetaraan
gender dalam seluruh proses pembangunan. Landasan hukum yang
menjamin keadilan dan kesetaraan gender dirumuskan dalam Undang-
Undang Dasar 1945:

• Pasal 27: Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam


hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan
pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya dan pada Bab X A
tentang Hak Asasi Manusia.

• Pasal 28C ayat 1 yang menyatakan setiap orang berhak


mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya,
mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu
pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, meningkatkan mutu
hidup dan kesejahteraan umat manusia.

• Pasal 28 I ayat (2) setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang
bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan
perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu.

Beberapa kebijakan atau peraturan perundang-undangan lainnya


adalah sebagai berikut:
• Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1984 tentang
Pengesahan Konvenan Internasional mengenai Penghapusan Segala
Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (Convention on The
Elimination of All Forms of Discrimination Against Women);
• Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara;
• Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional;
• Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

7
Daerah;
• Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian
Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah
Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota;
• Undang-undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa.
• Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata
Cara Penyusunan, Pengendalian, dan Evaluasi Perencanaan
Pembangunan Daerah;
• Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2010-
2014;
• Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan
Gender dalam Pembangunan Nasional;
• Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 67 Tahun 2011 Tentang
Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun
2008 Tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Pengarusutamaan
Gender Di Daerah;

Pengarusutamaan Gender (PUG) merupakan strategi yang


dibangun untuk mengintegrasikan perpektif gender menjadi satu dimensi
integral dari perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan dan
evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan. Pelaksanaan
integrasi PUG ke dalam siklus perencanaan dan penganggaran di tingkat
pusat dan daerah diharapkan dapat mendorong pengalokasian sumber
daya pembangunan menjadi lebih efektif, dapat dipertanggungjawabkan,
dan adil dalam memberikan manfaat pembangunan bagi seluruh
penduduk Indonesia, baik perempuan maupun laki-laki.

Meskipun beberapa kebijakan di atas sudah cukup


merepresentasikan keberadaan negara di dalam upaya mewujudkan
kesetaraan dan keadilan gender, namun realitasnya nilai-nilai sosial dan
budaya yang bias gender, telah sangat melekat dan mengakar dan

8
kemudian melahirkan berbagai macam ketidakadilan pada perempuan. Di
samping itu pemahaman masyarakat secara umum terkait dengan
persoalan gender masih simpang siur. Banyak pemahaman di masyarakat
yang mengidentikkan bahwa berbicara gender hanya melulu persoalan
tentang perempuan dan beranggapan bahwa konsep gender tersebut
berasal dari barat sehingga tidak sesuai dengan budaya timur.

Terlebih dalam pembangunan Desa, kesenjangan gender pastinya


sangat nyata ada di sekitar masyarakat, sementara peraturan
perundangan yang mendorong integrasi gender dalam pembangunan
masih terhenti di level Kabupaten, belum masuk ke level desa. Dengan
segenap kesenjangan dan potensi yang dimiliki desa sebenarnya upaya
mengarusutamakan gender dalam pembangunan akan lebih mudah
diimplementasikan karena desa merupakan struktur pemerintahan
terkecil di Indonesia.

Oleh karena itu dibutuhkan sebuah modul pembelajaran pada


tingkat dasar bagi masyarakat desa khususnya untuk memberikan
pemahaman terkait dengan gender dan bagaimana mengintegrasikannya
dalam semua tahapan pembangunan di Desa, sehingga diharapkan dapat
mengurangi kesenjangan gender yang ada dalam masyarakat bawah.

9
Daftar Isi

KATA PENGANTAR
UCAPAN TERIMA KASIH
PENDAHULUAN
DAFTAR ISI
Cara menggunakan buku
Persiapan Pelatihan
Kurikulum Buku modul
Sesi 1. Perkenalan, Harapan, dan Kontrak Belajar.
Sesi 2. Pengantar Pelatihan
Sesi 3. Konsep Dasar Gender dan Ketidakadilan Gender
Sesi 4. Tinjauan Umum UU Desa dan Indeks Pembangunan Gender di Desa
Sesi 5. Pengarusutamaan Gender di Desa
Sesi 6. Perencanaan Desa yang Responsif Gender
Sesi 7. Anggaran Desa Responsif Gender dan PPRG
Sesi 8. Integrasi Gender dalam Musrenbang
Sesi 9. Rencana Tindak Lanjut
Sesi 10. Evaluasi
Daftar pustaka
Lampiran-lampiran.

10
Cara Menggunakan Modul

Modul ini dibuat berdasarkan pengalaman bagaimana upaya


mengarusutamakan gender dalam proses pembangunan harus dilakukan
tidak hanya di tingkat pusat dan daerah, namun juga harus menyasar ke
wilayah pedesaan, terlebih lagi di wilayah DIY. Bahwa dalam setiap
perencanaan pembangunan, hampir dipastikan banyak persoalan-
persoalan yang muncul. Modul Integrasi Gender dalam Perencanaan Desa
ini menekankan pada kemudahan metode dan materi, penggunaan
bahasa yang mudah dimengerti, kepraktisan langkah-langkahnya dan
penggunaan alat yang minimal sehingga dapat dilakukan di mana saja.
Dibuat demikian supaya memudahkan pengguna untuk menerapkannya.
Setiap materi dalam modul berisi beberapa bagian, yaitu: alokasi
waktu, tujuan, metode, alat, catatan fasilitator dan materi. Semua
petunjuk tersebut digunakan untuk mempermudah fasilitator dalam
menyampaikan materi. Keberadaan catatan fasilitator dimaksudkan
untuk mempermudah cara menggali informasi dari peserta pelatihan,
selain itu juga untuk memberikan petunjuk singkat bagi fasilitator
supaya materi dapat tersampaikan dengan baik.
Modul ini dimulai dengan pendahuluan, yang terdiri dari
perkenalan, pemetaan tujuan dan harapan serta kontrak belajar. Proses
perkenalan dapat dilakukan dengan berbagai permainan yang dapat
melumerkan suasana sehingga peserta dan fasilitator dapat lebih akrab.
Acara kemudian dilanjutkan dengan pemetaan tujuan dan harapan dari
peserta dalam mengikuti pelatihan tersebut, sehingga fasilitator dapat
memperjelas tujuan pelatihan serta membantu peserta mencapai
manfaat yang optimal dalam pelatihan. Sedangkan kontrak belajar
diadakan supaya kegiatan dapat berjalan dengan lancar, tertib dan
mencapai tujuannya.
Bagian ke-2 sampai ke-6 adalah materi pelatihan yang terdiri dari
enam bagian yaitu tentang Konsep Dasar Gender dan Ketidakadilan

11
Gender, Tinjauan Umum UU Desa dan Indeks Pembangunan Gender di
Desa, Pengarusutamaan Gender di Desa, Perencanaan Desa yang
Responsif Gender, Anggaran Desa Responsif Gender dan PPRG, Integrasi
Gender dalam Musrenbang, Rencana Tindak Lanjut, dan Evaluasi. Bagian
terakhir dari modul adalah evaluasi dan penutup. Evaluasi dilakukan
pada materi, fasilitator, panitia, tempat serta akomodasi selama proses
pelatihan berlangsung. Apakah sudah berjalan dengan baik atau belum,
sehingga untuk kegiatan yang akan datang dapat menjadi pembelajaran
agar lebih baik lagi.

12
Persiapan Pelatihan

Sebagai pelatihan dengan pendekatan pendidikan orang dewasa,


beberapa persyaratan berikut menjadi bagian yang menentukan
efektifitas metode dan pendekatan pelatihan.
Check–list berikut bisa menjadi alat untuk mengecek ketersediaan
perangkat pendukung yang penting bagi pelatihan.

1. Peserta
• Pastikan bahwa peserta sudah melalui proses seleksi dan
memenuhi kualifikasi minimal yang disyaratkan untuk mengikuti
pelatihan ini, Proses ini sangat menentukan keberhasilan
pelatihan, karena pelatihan ini bukanlah pelatihan bagi para
pemula dan pengalaman partisipan menjadi bagian penting dari
proses pembelajaran
• Informasi tentang pendekatan, agenda dan aspek teknis pelatihan
kepada peserta. Ini untuk menghindari harapan yang tidak tepat
atau berlebihan terhadap pelatihan
• Jumlah peserta maksimal 30 orang, sehingga memungkinkan
fasilitator mengelola proses pelatihan dengan baik.
• Peserta akan dibagikan dalam kelompok kerja yang ditetapkan
oleh fasilitator sebelum pelatihan berdasarkan kompetensi,
pengalaman sebelumnya.

2. Ruangan Pelatihan
• Penggunaan metode pembelajaran orang dewasa mensyaratkan
kebutuhan akan ruang pelatihan yang cukup luas. Ini diperlukan
sehingga penggunaan metode-metode pembelajaran seperti role
play dan game bisa dilakukan. Perhatikan bahwa ruangan yang
terlalu sempit akan menyulitkan peserta untuk bergerak,

13
walaupun ruangan yang terlampau luas juga perlu dihindari karena
bisa mengganggu efektifitas proses pembelajaran
• Selain diperlukan satu ruangan yang besar untuk pleno, pelatihan
juga memerlukan minimal dua ruang yang lebih kecil yang akan
digunakan sebagai tempat untuk melakukan praktikum
• Aspek teknis dari ruangan seperti bentuk ruangan yang terlalu
memanjang kalau bisa dihindari, ataupun disiasati dengan layout
ruangan yang pas. Usahakan memilih ruangan yang tidak
membatasi partisipasi dalam berbagai bentuk berikut ini: pilar
yang menghalangi di tengah ruangan, atau ruangan yang
terlampau gelap atau pengap. Pastikan terdapat ruang yang
leluasa bagi fasilitator, yang memungkinkan bergerak.
• Setting seperti kursi dan meja perlu diperhatikan. Setting ruangan
dengan format meja bundar memungkinkan peserta untuk bisa
saling terlibat dan mengambil peran dalam metode-metode
partisipatoris.

3. Perlengkapan yang Dibutuhkan


• Kebutuhan perlengkapan yang standar untuk pelaksanaan
pelatihan ini antara lain :
a. Laptop, LCD projector, printer
b. Kamera
c. Papan pinboard / papan untuk menempel
d. Kertas metaplan, minimal 4 warna dalam beragam bentuk,
dengan jumlah minimal 600 lembar
e. Kertas plano, minimal sehari 50 - 100 lembar
f. Paku pinboard untuk menempelkan kertas kartu metaplan
g. Spidol aneka warna (besar dan kecil)
h. Selotip kertas dan lem semprot

14
• Bahan dan alat bantu pelatihan sudah digandakan dan diperoleh
peserta sebelum pelatihan dilaksanakan.

4. Fasilitator
• Pelatihan ini membutuhkan fasilitator yang benar-benar tahu
tentang pengarusutamaan Gender dan perencanaan desa serta
sudah mengikuti pelatihan sebelumnya dan mempunyai
pemahaman yang kuat tentang panduan buku ini.

5. Waktu Untuk Persiapan


• Dua minggu sebelum hari penyelenggaraan pelatihan, fasilitator
maupun para peserta sudah ditetapkan secara pasti, termasuk
tempat penyelenggaraan pelatihan. Berbagai macam
perlengkapan yang dibutuhkan juga sudah harus siap tiga hari
sebelum memulai pelatihan.

Kegiatan Persiapan Waktu Persiapan

1. Penyusunan kerangka acuan 1. Tiga minggu sebelum


kegiatan pelatihan pelaksanaan pelatihan
2. Identifikasi fasilitator 2. Tiga minggu sebelum
pelatihan, termasuk pelatihan
penyusunan TOR dan aspek
administrasinya
3. Identifikasi awal peserta 3. Tiga minggu sebelum
pelatihan dan pengiriman pelatihan
undangan kepada peserta
4. Penetapan fasilitator dan 4. Dua minggu sebelum
peserta, tempat pelatihan
penyelenggaraan
5. Penyiapan kebutuhan 5. Satu minggu hingga tiga hari

15
pelatihan (materi/bahan sebelum pelatihan
foto copy, bahan presentasi
dan alat bantu lainnya,
perlengkapan dll)

16
Kurikulum Buku Modul

A. Tujuan Umum
Menyediakan buku panduan yang dapat digunakan oleh pemerintah
daerah dan para pemangku kepentingan lain dalam upaya
pengembangan kapasitas untuk mengintegrasikan Gender dalam
perencanaan desa.

B. Output
Setelah menggunakan buku ini, para pengguna diharapkan memiliki :
1. Pemahaman peserta tentang apa itu gender dalam perencanaan
desa.
2. Ketrampilan tehnis pada proses perencanaan desa bisa
dilaksanakan dengan baik.
3. Keterampilan menyusun strategi integrasi gender dalam
musrenbang
4. Ketrampilan sebagai fasilitator pendamping organisasi masyarakat
dalam intergrasi gender dalam perencanaan desa.

C. Pengguna Modul
Buku ini dirancang untuk fasilitator yang akan memfasilitasi proses
pelatihan integrasi gender dalam perencanaan pembangunan desa,
fasilitator hendaknya memiliki kompetensi dasar sebagai berikut :
1. Memiliki pemahaman yang memadai mengenai konsep dan prinsip
dasar perencanaan desa
2. Memiliki pemahaman yang memadai mengenai konsep-konsep
gender dan Pengarusutamaan Gender
3. Memiliki pemahaman yang memadai mengenai alur musrenbang,
Isu Gender dalam perencanaan pembangunan, serta Bagaimana
mengintegrasikannya dalam Musrenbang.
4. Memiliki pengalaman dan ketrampilan sebagai fasilitator.

17
D. Pendekatan Modul
Buku ini dirancang dengan prinsip pembelajaran orang dewasa (POD)
yang menekankan pada kreatifitas dan interaksi peserta dalam
membangun pengetahuan dan ketrampilan bersama.
Secara substansi, buku ini akan bertumpu pada tiga aspek
pembelajaran yakni :
1. Presentasi yang bertujuan untuk memberikan pengantar/input
terhadap satu tema tertentu
2. Curah gagasan/diskusi interaksi antara fasilitator dan peserta yang
bertujuan untuk memperdalam materi berdasarkan pengalaman
3. Praktikum dalam kelompok yang bertujuan untuk meningkatkan
kemampuan teknis atas materi-materi tertentu.

E. Durasi Pelaksanaan
Agenda pelatihan selama tiga (3) hari dibagi sebagai berikut :
Hari I : Pengantar dan pembuka untuk masuk ke dalam pelatihan,
Konsep Dasar Gender dan Ketidakadilan Gender, Tinjauan Umum UU
Desa dan Indeks Pembangunan Gender di Desa.
Hari II : Pengarusutamaan Gender di Desa, Perencanaan Desa yang
Responsif Gender, Anggaran Desa Responsif Gender dan PPRG.
Hari III : Integrasi Gender dalam Musrenbang, Rencana Tindak Lanjut
(RTL), dan Evaluasi.







18
SESI 1
Perkenalan, Harapan dan Kontrak Belajar

1. Perkenalan antara peserta dan fasilitator


Pokok Bahasan
2. Pemetaan harapan peserta

3. Kontrak belajar

1. Peserta dan fasilitator dapat saling mengenal.


Tujuan
2. Sesama peserta dapat saling mengenal lebih dalam,
masing-masing karakter atau sisi positif.

3. Peserta merasa relaks dan enjoy sehingga dapat


mengikuti pelatihan dengan baik.

4. Memetakan harapan peserta dan mengintegrasikan


dengan menu pelatihan.

1. Permainan Interaktif, untuk sesi perkenalan.


Metode (alternatif lain Tebak wajah atau Perahu pecah)

2. Metaplan harapan peserta.

1. Kertas Metaplan

2. Kertas HVS
Media, Alat dan
Bahan 3. Alat tulis untuk semua peserta.

4. Flipchart/kertas plano.

5. Selotip kertas.

6. Spidol besar
Waktu 1 JPL
Penjelasan alur
per sesi

1. Bukalah pelatihan, perkenalkan diri dan ajaklah

19
Proses peserta memasuki game perkenalan.
sesi 1 2. Fasilitator membuka dengan memperkenalkan diri,
45’ setelah itu menyiapkan kertas metaplan 2 warna
(merah dan biru).

3. Bagikanlah kertas metaplan untuk masing-masing


peserta 2 buah yaitu warna merah dan warna biru.

4. Peserta diminta menuliskan namanya sendiri pada


kertas warna merah dan program serta kegiatan di
desa yang paling diingat pada kertas metaplan
warna biru.

5. Setelah selesai, peserta diminta untuk


menempelkan nama dan program serta kegiatan di
desa di papan tulis.

6. Fasilitator mengacak susunan nama peserta,


kemudian membagikannya secara acak kepada
peserta.

7. Selanjutnya peserta diminta untuk mencari pemilik


nama tersebut dan menempelkannya di dada.

8. Hal tersebut akan membuat ruangan menjadi riuh


dan kacau, saling mencari dan bertanya serta
bersinggungan tetapi biarkan hingga masing-masing
nama menempel di pemiliknya yang tepat.

9. Tanyakan kepada peserta kesan dan tanggapan dari


metode perkenalan tadi.

10. Sementara untuk tulisan peserta di kertas warna


biru akan dikelompokkan oleh fasilitator sesuai
dengan program dan kegiatan, namun tidak akan di
bahas. Hanya untuk mengetahui seberapa tahu

20
peserta tentang program dan kegiatan di desa.

11. Ajaklah peserta menuliskan harapan dan


kekhawatirannya terhadap pelatihan ini. Mintalah
peserta menempelkannya pada kertas plano dan
sekaligus mengelompokkan berdasarkan kesamaan
harapan dan kekhawatirannya.

12. Bahas hasil meta plan, dengan membuat tabel apa


yang diketahui dan bisa diberikan olah fasilitator,
dan apa yang diketahui dan bisa diberikan peserta,
sebagai alat untuk mencapai tujuan dari pelatihan
tersebut (metode permintaan dan penawaran atau
metode saya tahu, anda tidak tahu)

SAYA TAHU SAYA TAHU

ANDA TAHU ANDA TIDAK TAHU

SAYA TIDAK TAHU SAYA TIDAK TAHU

ANDA TAHU ANDA TIDAK TAHU

Atau lembar permintaan dan penawaran

PERMINTAAN DAN PENAWARAN

Selama pelatihan ini, saya ...... berharap dapat


memperoleh pengetahuan, informasi dan keterampilan
teknis tentang:

1. ........................

2. ........................

Selain itu, saya memiliki pengalaman, informasi dan


ketrampilan teknis yang bisa saya bagikan kepada
rekan-rekan peserta lain, yakni :

21
1. .......................

2. .......................

Catatan Fasilitator:
1. Permainan bisa ditambahkan dengan bernyanyi ataupun senam supaya
acara lebih meriah.
2. Fasilitator dapat menggunakan permainan lain yang dikuasainya.
3. Fasilitator jangan tegang supaya peserta juga santai.
4. Bila waktu terbatas, peserta dapat diminta untuk menjawab secara
lisan pertanyaan "Apa yang menjadi tujuan dan apa yang diharapkan
mereka pada pelatihan tersebut".
5. Fasilitator dapat memberikan petunjuk atau contoh aturan main yang
dapat didiskusikan.
6. Fasilitator dapat mengusulkan aturan main bila ada aturan main yang
dirasakan penting namun belum diusulkan oleh peserta.

22
SESI 2
Pengantar Pelatihan (Tujuan, Alur, Agenda, dan Pendekatan
Pelatihan)

1. Isi Modul
Pokok Bahasan
2. Alur/Jadwal Pelatihan

1. Peserta dan fasilitator mempunyai kesepahaman


Tujuan tentang modul dan alur pelatihan.

2. Ada kesepakatan bersama antara peserta dan


fasilitator.

1. Presentasi Alur dan isi pelatihan


Metode
2. Diskusi pleno

1. Power point Alur dan Jadwal Pelatihan

2. Kertas Plano/flipchart
Media, Alat dan
Bahan 3. Selotip Kertas

4. Papan untuk menempel atau tembok

5. Spidol

6. LCD proyektor
Waktu 1 JPL
Penjelasan alur
per sesi

1. Fasilitator menayangkan paparan yang berisi Alur


Proses dan Jadwal pelatihan selama 3 hari.
sesi 1
2. Peserta diminta menanggapi apakah alur dan jadwal
45’
pelatihan sesuai dengan yang diharapkan ataukah
akan ada perubahan.

23
3. Bahas lebih detil lagi alur dan jadwal pelatihan yang
ada dengan diskusi pleno. Hingga akhirnya
ditemukan kesepahaman untuk melakukan kegiatan
pelatihan.

Alat Bantu:
2.1 Tabel Jadwal Pelatihan
No Waktu Sesi Metode
HARI I
07.30 – 08.00 Pendaftaran peserta
08.00 – 08.45 Perkenalan, Harapan • Permainan
dan Kontrak belajar • Metaplan
• Kontrak belajar
08.45 – 09.00 Break
09.00 – 09.45 Pengantar Pelatihan • Pemaparan alur
09.45 – 12.00 Konsep Dasar Gender • Ceramah
dan Ketidakadilan • Diskusi Kelompok
Gender • Brainstorming
12.00 – 13.00 Istirahat
13.00 – 13.45 Lanjutan Konsep Dasar
Gender dan
Ketidakadilan Gender
13.45 – 16.00 Tinjauan Umum UU • Ceramah
Desa dan Indeks • Diskusi Kelompok
Pembangunan Gender
di Desa
Hari II
08.00 – 08.15 Snack dibawa masuk
dan Review hari I

24
08.15 – 11.15 Pengarusutamaan • Ceramah
Gender di Desa • Diskusi Kelompok
11.15 – 12.00 Perencanaan Desa yang • Ceramah
Responsif Gender • Praktek
12.00 – 13.00 Istirahat siang
13.00 – 15.15 Lanjutan Perencanaan
Desa yang Responsif
Gender
15.15 – 16.00 Anggaran Desa • Ceramah
Responsif Gender dan • Diskusi Kelompok
PPRG
HARI III
08.00 – 08.15 Snack dibawa masuk
dan Review Hari II
08.15 - 10.30 Lanjutan Anggaran
Desa Responsif Gender
dan PPRG
10.30 – 12.00 Integrasi Gender dalam • Diskusi Kelompok
Musrenbang • Praktek
12.00 – 13.00 Istirahat siang
13.00 - 14.30 Lanjutan Integrasi
Gender dalam
Musrenbang
14.30 – 15.15 Rencana Tindak Lanjut • Diskusi Kelompok
15.15 – 16.00 Evaluasi • Curah pendapat

25
2.2 Powerpoint alur pelatihan

Catatan Fasilitator:
1. Fasilitator sekaligus dapat mengetahui seberapa tingkat kapasitas
peserta terhadap materi-materi yang ada di dalam modul.
2. Fasilitator harus mampu menyesuaikan penyampaian materi sesuai
dengan kemampuan peserta.

26
SESI 3
Konsep Dasar Gender dan Ketidakadilan Gender

1. Konsep dasar sex-gender, ketidakadilan gender


Pokok Bahasan 2. Pengantar Analisis Gender
metode harvard
metode GAP
3. Identifikasi dan Pemetaan permasalahan gender di
desa dengan menggunakan Harvard dan GAP

1. Partisipan memahami sex-gender dan ketidakadilan


Tujuan gender
2. Partisipan dapat melakukan analisis gender Harvard
dan GAP
3. Partisipan dapat mengidentifikasi dan memetakan
permasalahan gender di desa dengan menggunakan
Harvard dan GAP
1. Ceramah
Metode 2. Tabel GAP-HARVARD
3. Diskusi kelompok
4. Brainstorming/curah pendapat
1. Kertas Metaplan
2. Table GAP dan Harvard
Media, Alat dan 3. Flipchart
Bahan 4. kertas plano
5. Selotip klobot
6. Lem semprot
7. Spidol mata besar dan mata kecil
Waktu 4 JPL
Penjelasan alur
per sesi
1. Sampaikan tujuan session dan mintalah komentar
Proses partisipan atas tujuan session.
sesi 1 2. Ajak peserta untuk mengidentifikasi ciri laki-laki

27
45’ dan perempuan
3. Pengantar tentang sex dan gender
4. Ajak mereka untuk mengidentifikasi mana sex dan
mana gender
5. Jelaskan tentang konsep ketidakadilan gender
6. Mintalah partisipan menjelaskan mengapa terjadi
ketidakadilan gender dan akar masalahnya

1. Sampaikan tujuan session dan mintalah komentar 1


Proses partisipan atas tujuan session
sesi 2 2. Berikan pengantar tentang analisis gender
45’ 3. Beri contoh analisis gender GAP dan Harvard
4. Ajak partisipan membagi diri kedalam 2 kelompok
untuk melakukan analisis GAP
5. Minta mereka mempresentasikan hasil analisis

1. Sampaikan tujuan session dan mintalah komentar 1


Proses partisipan atas tujuan session
sesi 3 2. Bagi peserta dalam dua kelompok untuk
90’ mengidentifikasi dan memetakan permasalahan
gender di desanya
3. Minta mereka presentasi hasil dan ajak partisipan
untuk saling mengkritisi hasil kelompok lain
4. Ajak partisipan merumuskan satu hasil identifikasi
dan pemetaan masalah gender

Catatan Fasilitator:
1. Berikan contoh-contoh yang terjadi di lingkungan sekeliling peserta,
namun apabila kesulitan dapat membuat perbandingan dengan kondisi
wilayah lain.

28
2. Pakailah bahasa yang sederhana, mudah dipahami dan dapat
dimengerti oleh peserta, bila mungkin diselingi dengan humor.
3. Jangan ragu-ragu untuk mengulang, perbanyak diskusi dan tanya
jawab.

Alat Bantu:
3.1 Perbedaan antara sex dan gender

Perbedaan antara sex dan gender

SEX GENDER

Biologis Kultural

Sejak Lahir Disosialisasikan

Berbeda setiap tempat dan


Berlaku sama dimanapun
waktu yang berbeda

Maka: Maka:

tidak dapat berubah dapat berubah

Contoh: Contoh:

Hanya perempuan yang Perempuan dan laki – laki bisa


bisa melahirkan bekerja sebagai guru, insinyur,
tukang bangunan, dll.
Hanya laki – laki yang bisa Perempuan dan laki – laki bisa
menghamili. mengasuh anak-anak dan
orangtua

3.2 Perbedaan sex (jenis kelamin biologi) laki-laki dan perempuan

Laki-laki Perempuan
• Tidak mempunyai peranakan/rahim, • Mempunyai rahim dan
dan tidak dapat hamil atau mempunyai kapasitas untuk
melahirkan anak menjadi hamil dan melahirkan
• Mempunyai penis, testis (buah anak
zakar), sperma, hormon • Mempunyai Vagina
testosteron, kelenjar prostate • Mempunyai buah dada yg
• Mempunyai buah dada yang tidak berkembang/tumbuh
berkembang atau tumbuh • Janggut tidak tumbuh
• Janggut yang tumbuh

29
3.3 Perbedaan gender (jenis kelamin sosial) maskulin dan feminin
Orang sering menganggap perempuan secara otomatis feminin,
sementara laki-laki secara otomatis maskulin. Ini nampak dalam
pembakuan konsep laki-laki dan perempuan yang dikonstruksi secara
sosial budaya dan diturunkan dari generasi ke generasi sebagaimana
nampak dalam tabel berikut. Padahal sebetulnya, masing-masing
karakter ini bisa dipertukarkan dan tidak kodrati.
Laki-laki Perempuan
• Kuat • Lemah lembut
• Keras kepala • Sabar
• Tampan • Cantik
• Rambut pendek • Rambut panjang
• Egois • Mengalah
• Maskulin • Feminin
• Pencari nafkah utama • Pencari nafkah tambahan
• Publik • Domestik

3.4 Secara detail perbedaan sex dan gender sebagai berikut:


Sex Gender
Seks adalah alami Gender bersifat sosial budaya dan
merupakan buatan manusia
Seks bersifat biologis. Ini mengacu Gender bersifat sosial budaya dan ini
pada perbedaan yang kelihatan dalam mengacu pada kualitas feminin dan
alat kelamin dan perbedaan dalam maskulin, pola, perilaku, peran, tanggung
hubungan dengan fungsi prokreasi jawab, dan lain-lain
Jenis kelamin biologis Jenis kelamin sosial
Laki-laki dan perempuan Maskulinitas dan feminitas
Seks bersifat tetap, ini sama di setiap Gender merupakan variabel, dapat berubah
tempat dari waktu ke waktu, dari satu budaya ke
budaya lain, dari satu keluarga ke keluarga
lain.

3.5 Ketidakadilan gender


merupakan kondisi tidak adil akibat dari sistem dan struktur sosial
yang di dalamnya baik perempuan maupun laki-laki menjadi korban
dari sistem tersebut. Berbagai pembedaan peran dan kedudukan

30
antara perempuan dan laki-laki baik secara langsung berupa
perlakuan dan sikap, maupun tidak langsung berupa dampak suatu
perundang-undangan dan kebijakan yang menimbulkan berbagai
ketidak-adilan yang telah berakar dalam sejarah dan budaya serta
dalam berbagai struktur yang ada dalam masyarakat.
Bentuk-bentuk manifestasi ketidakadilan gender yaitu:
1. Marjinalisasi (pemiskinan)
suatu proses penyisihan yang mengakibatkan kemiskinan bagi
perempuan atau laki-laki.
Contohnya macam-macam antara lain, terpinggirkannya karier
perempuan untuk menjadi pimpinan, promosi atau pendidikan
lanjut karena dianggap tidak sesuai jadi pimpinan. Perempuan
tidak perlu pendidikan tinggi karena akhirnya nanti ke dapur
juga. Pada laki-laki, adanya anggapan bahwa mereka penyangga
ekonomi keluarga sehingga banyak yang drop-out karena harus
bekerja.
2. Subordinasi (penomorduaan)
sikap atau tindakan masyarakat yang menempatkan perempuan
pada posisi yang lebih rendah dibanding laki-laki. dibangun atas
dasar keyakinan satu jenis kelamin dianggap lebih penting atau
lebih utama dibanding yang lain.
Contohnya macam-macam antara lain, perempuan sebagai kanca
wingking, perempuan dikalahkan dari laki-laki dalam pendidikan
oleh keluarganya, perempuan dianggap tidak cocok dalam
beberapa pekerjaan, mengurus rumah tangga dianggap kodrat
perempuan.
3. Stereotype (pelabelan negatif)
suatu sikap negatif masyarakat terhadap perempuan yang
membuat posisi perempuan selalu pada pihak yang dirugikan.
Contohnya, perempuan bersolek dianggap memancing lawan
jenis, perempuan janda dianggap sebagai penggoda, perempuan

31
dianggap perayu dan lain-lain.
4. Violence (kekerasan terhadap perempuan)
segala bentuk kekerasan yang akibatnya berupa kerusakan atau
penderitaan fisik, seksual, psikologis pada perempuan termasuk
ancaman-ancaman dari perbuatan semacam itu.
Contoh, paksaan atau perampasan yang semena-mena terjadi
atas kemerdekaan, baik yang terjadi di tempat umum atau di
dalam kehidupan pribadi seseorang seperti kekerasan dalam
rumah tangga (KDRT), perkosaan, dan lain-lain. Kekerasan
tersebut meliputi fisik, ekonomi, seksual dan psikologis.
5. Doble burden (beban ganda)
pembagian tugas dan tanggung jawab yang memberatkan salah
satu jenis kelamin.
Contoh, seorang perempuan selain mengurus urusan domestik
juga menjadi pencari nafkah utama.

3.6 Analisis Gender


analisis gender adalah proses menganalisis data dan informasi
secara sistematik tentang status laki-laki dan perempuan dalam
program pembangunan dan faktor yang mempengaruhinya untuk
menemukan kesenjangan gender dalam hal akses, peran, kontrol
dan manfaatnya.
Tujuannya untuk mengetahui kesenjangan dalam hal akses,
partisipasi, kontrol dan manfaat pembangunan bagi laki-laki dan
perempuan. Di samping itu juga mengetahui latar belakang
terjadinya kesenjangan gender tersebut serta menghimpun
permasalahan yang ada dan bagaimana pemecahannya. Dan
mengidentifikasi langkah-langkah tindakan/intervensi yang
diperlukan.
Model analisis gender ada bermacam-macam, seperti:
1. Model analisis gender Harvard (akses, partisipasi, kontrol dan

32
manfaat)
model ini lebih fokus pada pembagian kerja gender, peran
dalam pengambilan keputusan, dan kontrol atas sumber daya
yang kelihatan. Ada tiga kategori yang perlu diperhatikan yaitu:
• Profil Aktivitas/kegiatan
- alat ini dipergunakan untuk mengidentifikasi seluruh tugas
dengan mengajukan beberapa pertanyaan kunci,
yakni: siapa melakukan apa, kapan,dan dimana?
Dan berapa banyak alokasi waktu yang diperlukan?
- rinciannya tergantung pada konteks proyek: pertanian,
peternakan, perikanan, (mata pencaharian lain), dan umur
(apakah laki-laki dan perempuan dewasa, perempuan
remaja, dan anak-anak).
• Profil Akses dan Kontrol
siapa yang memiliki akses dan kontrol dalam kebijakan,
sumber daya dan proses produksi?
• Faktor yang berpengaruh/ relasi antara profil aktiitas, akses
dan kontrol Apa faktor yang mempengaruhi perbedaan (dan
pembedaan) dalam pembagian kerja berbasis gender, serta
akses dan kontrol atas sumber daya?

Tabel profil kegiatan.


Jenis Kegiatan Perempuan/anak Laki-laki/anak laki-laki
perempuan
Kegiatan produktif
contoh:
pertanian/peternakan
- kegiatan...
-kegiatan....
Kegiatan reproduksi
contoh:
yang berkaitan dengan

33
kebutuhan air bersih.
pengasuhan anak.
penyiapan makanan.
kebersihan dan perbaikan
rumah.
Kegiatan komunitas
contoh:
upacara dan perayaan.
pertemuan warga.
kegiatan sosial (kematian,
pernikahan, dll).

Tabel profil akses dan kontrol.


AKSES KONTROL
perempuan laki-laki perempuan laki-laki
PERTANIAN
Sumberdaya:
-Tanah/Lahan -
Peralatan
- Uang
- Pendidikan /
pelatihan
Manfaat:
- Pendapatan
dalam bentuk
uang
- Pendapatan
dalam bentuk
lain
- Pendidikan
atau
ketrampilan
- Kepemilikan
- Kebutuhan
Pokok (pangan,
sandang)

34
- Kekuasaan
Politik/Prestige

Tabel faktor yang berpengaruh.


Faktor-faktor yang mempengaruhi
deskripsi dampak kesempatan hambatan
sosial Mangkaro- hanya untuk Jenis pekerjaan Masih banyak
budaya kalo: laki-laki spt sebenarnya orang
pembersihan bisa dilakukan percaya
saluran air oleh P+L bahwa kalau
Mangkaro-kalo dilanggar ada
sebenarnya Bisa efek negaBf.
menjadi media Ada
sosialisai & kepercayaan
pendidikan mitos bahwa
kesetaraan kalau
gender perempuan
Perempuan terlibat maka
punya waktu air tdk
lbh untuk mengalir
kegiatan lain yg
lebih
relevan/penting
ekonomi
politik
dll.

2. Model GAP (Gender Analysis Pathway)


• GAP merupakan instrumen untuk menganalisis isu gender
dalam perencanaan, program, dan kegiatan yang bertujuan
untuk mereformulasi tujuan, menetapkan rencana,
menetapkan baseline, dan terakhir adalah untuk merumuskan
indikator-indikator yang dapat mengatasi kesenjangan gender
dalam akses, partisipasi, kendali/kontrol, dan manfaat.

35
• GAP merupakan intrumen analisis gender yang diperuntukkan
bagi para perencana untuk menganalisis
kebijakan/program/kegiatan dengan menggunakan perspektif
gender.
• GAP terdiri dari 9 langkah yaitu:
1. Analisis tujuan kebijakan
2. Menyajikan data terpilah (kuantitatif & kualitatif)
3. Mengenal isu kesenjangan gender
4. Menemukenali isu kesenjangan gender (internal)
5. Menemukenali isu kesenjangan gender (eksternal)
6. Merumuskan kebijakan
7. Menyusun rencana aksi
8. Pengukuran hasil/baseline
9. Indikator Gender

36
SESI 4
Tinjauan Umum UU Desa dan Indeks Pembangunan Gender di Desa
1. Pengantar: kewenangan Desa berdasar UU Desa no.6
Pokok Bahasan tahun 2014
2. Indeks pembangunan Gender di Desa (atau
Kabupaten) dan data pilah gender (monografi desa)
1. Partisipan memahami kewenangan desa berdasarkan
Tujuan UU Desa no 6
2. Partisipan dapat memahami konsep data pilah
gender dan pentingnya data pilah gender
3. Peserta memahami konsep indeks pembangunan
gender
1. Ceramah
Metode 2. Analisis IPG dan Monografi desa
3. Diskusi kelompok
1. Kertas Metaplan
2. Flipchart
Media, Alat dan 3. kertas plano
Bahan 4. Selotip klobot
5. Lem semprot
6. Spidol mata besar dan mata kecil
Waktu 2 JPL
Penjelasan alur
per sesi
1. Sampaikan tujuan session dan mintalah komentar
Proses partisipan atas tujuan session.
sesi 1 2. Pengantar tentang UU Desa no 6 tahun 2014 serta
45’ kewenangan desa
3. Ajak peserta untuk tanya jawab dan berdiskusi

37
1. Sampaikan tujuan session dan mintalah komentar 1
Proses partisipan atas tujuan session
sesi 2 2. Berikan pengantar indeks pembangunan gender
45’ 3. Berilah contoh hasil IPG di kabupaten setempat
4. Ajak peserta membandingkan dengan hasil
identifikasi permasalahan gender
5. Tanyakan pada mereka tentang keberadaan data
pilah desa
6. Jelaskan tentang pentingnya data pilah
7. Ajak peserta berdiskusi tentang permasalahan data
pilah

Catatan Fasilitator:
1. Fasilitator harus dapat menjelaskan secara sederhana mengenai
kebijakan terkait dengan desa mulai dari UU Desa hingga
turunannya.
2. Fasilitator juga memberikan contoh mengenai data pilah yang ada di
tingkat kabupaten dan turun hingga ke desa

Alat Bantu:
4.1 Presentasi: Kebijakan tentang Desa, Kesenjangan gender di DIY.

4.2 Indeks Pembangunan Gender (IPG)


• Indeks Pembangunan Gender/IPG (Gender Development
Index/GDI): indeks pencapaian kemampuan dasar pembangunan
manusia yang sama seperti IPM dengan memperhitungkan
ketimpangan gender. IPG dapat digunakan untuk mengetahui
kesenjangan pembangunan manusia antara laki-laki dan
perempuan. Kesenjangan gender bisa dilihat dari selisih nilai IPM
dengan IPG, dan semakin tinggi selisihnya, maka kesenjangan
semakin lebar

38
• Indeks Pemberdayaan Gender/IDG (Gender Empowerment
Measure/GEM) yaitu adalah indeks komposit yang mengukur peran
aktif perempuan dalam kehidupan ekonomi dan politik. Peran
aktif perempuan dalam kehidupan ekonomi dan politik mencakup
partisipasi berpolitik, partisipasi ekonomi dan pengambilan
keputusan serta penguasaan sumber daya ekonomi.
• Secara relatif, profil gender di DIY sudah jauh lebih baik daripada
standar nasional dan juga daerah-daerah yang lain
• Walaupun begitu, masalah-masalah gender terkait dengan banyak
bidang kehidupan masih menjadi persoalan dan perlu segera di
selesaikan
• Juga persoalan ketimpangan antar wilayah, dimana masih
terdapat daerah yang IPG nya lebih rendah daripada rata-rata
nasional, sementara ada yang jauh melampaui. Ini bisa
berimplikasi pada masalah distribusi kesetaraan dan keadilan
gender.
• Beberapa ketimpangan tersebut terkait dengan rendahnya
keterwakilan perempuan dalam jabatan publik, dalam hal akses
pendidikan dasar, angka harapan hidup, perlindungan pekerja
perempuan, trafficking dan pekerja anak, serta kekerasan
terhadap perempuan dan anak.

4.3 Data pilah gender


• Data terpilah dan informasi terpilah berdasarkan jenis kelamin
(sex disaggregated data) adalah data kuantitatif atau
data/informasi kualitatif yang dikumpulkan dan dipresentasikan
berdasarkan jenis kelamin, penduduk laki-laki dan perempuan
atau anak laki-laki dan anak perempuan.
• Data terpilah menurut jenis kelamin adalah variabel-variabel yang
sudah terpilah antara laki-laki dan perempuan berdasarkan topik

39
bahasan/hal-hal yang menjadi perhatian.
• Data dan informasi terpilah menggambarkan peran, kondisi umum
dari laki dan perempuan dalam setiap aspek kehidupan di
masyarakat, misalnya angka melek huruf, tingkat pendidikan yang
ditamatkan, kepemilikan usaha, lapangan pekerjaan, perbedaan
upah, kepemilikan rumah dan tanah, serta pinjaman dan lainnya.
• Tujuan pentingnya pengumpulan data terpilah adalah memperoleh
informasi pembuka wawasan yang dapat menggambarkan kondisi,
kebutuhan, persoalan yang dihadapi perempuan dan laki-laki
terkait dengan akses, partisipasi, kontrol dan manfaat dalam
pembangunan, sehingga memudahkan dalam proses perencanaan
dan penganggaran program dan kegiatan pembangunan.

40
SESI 5
Pengarusutamaan Gender di Desa
1. Studi kasus PUG yang dilakukan di desa (studi kasus
Pokok Bahasan dari desa lain lalu dicarikan contoh di desa sendiri)
2. Pengantar pengarusutamaan gender
3. Permasalahan dalam penerapan PUG di desa: Analisis
pohon masalah.
1. Partisipan dapat melakukan analisis desa dengan PUG
Tujuan baik dan tidak
2. Partisipan memahami bagaimana penerapan PUG yang
baik di desa sendiri
3. Partisipan dapat memahami konsep pengarusutamaan
gender
4. Peserta dapat melakukan analisis permasalahan
penerapan PUG
1. Ceramah
Metode 2. studi kasus
3. Diskusi kelompok
4. brainstorming
1. Kertas Metaplan
2. Contoh kasus
Media, Alat dan 3. Flipchart
Bahan 4. kertas plano
5. Selotip klobot
6. Lem semprot
7. Spidol mata besar dan mata kecil
Waktu 4 JPL
Penjelasan alur
per sesi
1. Sampaikan tujuan session dan mintalah komentar

41
Proses partisipan atas tujuan session.
sesi 1 2. Minta peserta membagi diri kedalam dua kelompok
45’ 3. Bagikan contoh kasus
4. Minta mereka mengisi tabel untuk membandingkan
PUG di desa mereka dan contoh kasus
5. Minta mereka mempresentasikan
6. Ajak peserta untuk Tanya jawab dan berdiskusi

1. Sampaikan tujuan session dan mintalah komentar 1


Proses partisipan atas tujuan session
sesi 2-3 2. Tanyakan pada peserta pemahaman mereka tentang
90’ PUG
3. Berikan pengantar pengarusutamaan gender
4. Ajak peserta membagi diri dalam 4 kelompok
5. Mintalah peserta melakukan analisis pohon masalah
atas penerapan PUG di desa mereka
6. Mintalah mereka untuk presentasi
7. Ajak peserta berdiskusi tentang permasalahan dalam
penerapan PUG di desa mereka

Catatan Fasilitator:
1. Fasilitator hendaknya dapat memancing imajinasi peserta dalam
mendiskusikan sebuah studi kasus.
2. Fasilitator juga dapat memberikan sebuah contoh studi kasus yang ada di
daerah sekitar peserta.

Alat Bantu:
5.1 Pengarusutamaan gender
• Strategi yang dibangun untuk mengintegrasikan gender menjadi
satu dimensi integral dari perencanaan, penyusunan, pelaksanaan,
pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan, program, dan kegiatan

42
pembangunan di daerah.
• Pengarusutamaan gender adalah proses untuk menjamin
perempuan dan laki-laki mempunyai akses dan kontrol terhadap
sumber daya, memperoleh manfaat pembangunan dan
pengambilan keputusan yang sama di semua tahapan proses
pembangunan, dan seluruh proyek, program dan kebijakan
pemerintah (Inpres No.9/2000 tentang PUG dalam Pembangunan
Nasional).
• Tujuan dari PUG adalah:
a. Membentuk mekanisme untuk memformulasi kebijakan yang
responsif gender.
b. Memberikan perhatian khusus pada kelompok-kelompok yang
mengalami marjinalisasi sebagai dampak dari bias gender.
c. Meningkatkan pemahaman dan kesadaran semua pihak baik
pemerintah maupun non pemerintah sehingga mau
melakukan tindakan yang sensitif gender di bidang masing-
masing.
d. Memastikan apakah laki-laki dan perempuan memiliki akses,
partisipasi, kontrol dan mendapatkan manfaat yang sama
terhadap hasil pembangunan.
e. Mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender dalam
pembangunan.
• Pentingnya PUG karena:
Ø Pemerintah dapat bekerja lebih efisien dan efektif dalam
menghasilkan kebijakan-kebijakan publik yang adil dan
responsif gender bagi masyarakat baik laki-laki dan
perempuan.
Ø Adanya kebijakan, pelayanan, program dan perundang-
undangan yang adil dan responsif gender akan membuahkan
manfaat yang adil bagi semua rakyat laki-laki dan
perempuan.

43
Ø PUG merupakan upaya untuk menegakkan hak-hak
perempuan dan laki-laki atas kesempatan yang sama,
pengakuan yang sama, dan penghargaan yang sama di
masyarakat.
Ø PUG mengantar kepada pencapaian kesetaraan gender dan
karenanya PUG meningkatkan akuntabilitas pemerintah
terhadap rakyatnya.
Ø Keberhasilan pelaksanaan PUG memperkuat kehidupan sosial
budaya, politik dan ekonomi suatu bangsa.
Ø PUG merupakan aspek yang penting dalam good governance
untuk memastikan bahwa institusi kebijakan dan program
menjawab kebutuhan dan kepentingan perempuan dan juga
laki-laki, serta mendistribusikan manfaat secara adil dan
setara diantara perempuan dan laki-laki.

5.2 Analisis pohon masalah


• suatu langkah pemecahan masalah dengan mencari sebab dari
suatu akibat.
• Analisis pohon masalah merupakan suatu alat atau teknik atau
pendekatan untuk mengidentifikasi dan menganalis masalah.
• Analisis pohon masalah menggambarkan rangkaian hubungan
sebab akibat dari beberapa faktor yang saling terkait.

• Alat atau teknik analisis pohon masalah umumnya digunakan pada


tahap perencanaan.

• Ada dua model dalam membuat pohon masalah, yaitu:


a. Model pertama, pohon masalah dibuat dengan cara
menempatkan masalah utama pada sebelah kiri dari gambar.
Selanjutnya, penyebab munculnya persoalan tersebut
ditempatkan pada sebelah kanannya (arah alur proses dari
kiri ke kanan).

44
b. Model kedua, pohon masalah dibuat dengan cara
menempatkan masalah utama pada titik sentral atau di
tengah gambar. Selanjutnya, penyebab munculnya persoalan
tersebut ditempatkan di bagian bawahnya (alur ke bawah)
dan akibat dari masalah utama ditempatkan di bagian
atasnya (alur ke atas).

45
SESI 6
Perencanaan Desa yang Responsive Gender
1. Pengantar perencanaan yang responsive gender
Pokok Bahasan 2. Perumusan isu strategis gender di desa
3. Review GAP
4. Memasukkan GAP dalam dokumen perencanaan
desa.
1. Partisipan memahami perencanaan yang responsive
Tujuan gender
2. Partisipan dapat merumuskan isu strategis gender di
desa
3. Partisipan dapat melakukan GAP dengan baik dan
benar
4. Partisipan dapat memasukkan GAP dalam dokumen
perencanaan desa
1. Ceramah
Metode 2. Tabel
3. Diskusi
4. Brainstorming/curah pendapat
5. praktek
1. Alat bantu belajar table analisis GAP
2. Dokumen perencanaan desa tersebut
Media, Alat dan 3. Kertas Metaplan
Bahan 4. Flipchart
5. kertas plano
6. Selotip klobot
7. Lem semprot
8. Spidol mata besar dan mata kecil
Waktu 4 JPL
Penjelasan alur

46
per sesi
1. Sampaikan tujuan session dan mintalah komentar
Proses partisipan atas tujuan session.
sesi 1 2. Mintalah partisipan menuliskan pengalaman terlibat
45’ dalam perencanaan lengkap dengan tahunnya.
3. Pengantar tentang perencanaan yang responsive
gender
4. Mintalah partisipan menjelaskan perbedaan
pengalaman perencanaan yang diikutinya
dibandingkan dengan konsep perencanaan yang
responsive gender
5. Ajaklah partisipan mendiskusikan apa dampak
perencanaan yang tidak responsive gender dan
bagaimana strategi mengatasi masalah tersebut

1. Sampaikan tujuan session dan mintalah komentar 1


Proses partisipan atas tujuan session
sesi 2 2. Pengantar tentang isu strategis
45’ 3. Mintalah partisipan membagi diri dalam 3 kelompok
kemudian bersama-sama menyusun isu strategis di
desa mereka berbasis analisis masalah yang sudah
pernah dibuat
4. Mintalah partisipan untuk mempresentasikan hasil
kerja kelompok
5. Ajaklah partisipan mendiskusikan hasil presentasi
dan menentukan isu strategis dalam 4 kewenangan
desa berskala local

1. Sampaikan tujuan session dan mintalah komentar 1


Proses partisipan atas tujuan session

47
sesi 3 2. partisipan membagi diri sesuai kelompok dalam
45’ penyusunan GAP dalam materi pengantar
3. Mintalah partisipan mereview GAP yang sudah
dihasilkan dalam materi pengantar
4. Mintalah partisipan untuk menjelaskan apa
perbedaan GAP yang dihasilkan sebelum mendapat
materi PUG dan setelahnya
5. Ajaklah partisipan mendiskusikan penjelasan
mereka

1. Jelaskan tujuan session


Proses 2. Mintalah partisipan membagi diri dalam 3 kelompok
sesi 4 3. Bagikan contoh dokumen perencanaan desa
45’ (dokumen desa tersebut)
4. Ajak partisipan untuk mencermati dan memasukkan
GAP ke dalam dokumen tersebut
5. Ajak partisipan mendiskusikan kendala dalam
memasukkan GAP dalam dokumen perencanaan desa

Alat Bantu:
6.1 Presentasi: Perencanaan Pembangunan Desa Partisipatif,
Perencanaan yang Responsif Gender, Isu Strategis Gender, Gender
Analysis Pathway (GAP).

6.2 Proses Perencanaan Pembangunan


• adalah proses yang berlangsung dalam sebuah daur atau siklus,
dan memiliki peran yang strategis dalam perencanaan
pembangunan yang berdampak pada pemenuhan beragam hak
masyarakat.
• Menurut UU No.25 tahun 2004, perencanaan adalah suatu proses
untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui

48
urutan pilihan dengan memperhitungkan sumber daya yang
tersedia.
• Ada beberapa pendekatan dalam proses perencanaan
pembangunan, diantaranya model politik, model teknokratik,
model partisipatif dan model birokratik (top down-bottom up).

6.3 Isu Strategis Gender


• Isu gender: Ketimpangan dalam hal akses, partisipasi, kontrol dan
manfaat pembangunan karena pandangan baku laki-laki dan
perempuan dalam kaitan dengan peran gender ( KNPP).
• Contoh Isu Gender:
- Indikasi peningkatan jumlah perempuan kepala keluarga.
- Trafficking/perdagangan perempuan.
- Rendahnya angka melek huruf pada perempuan.
- Rendahnya keterwakilanperempuan dalam jabatan politik dan
publik.
- Kekerasan terhadap perempuan.
• Syarat Isu strategis gender, yaitu:

49
- Memenuhi unsur isu gender.
- Cakupan luas (dirasakan oleh banyak orang di banyak tempat).
- Mendesak untuk segera diselesaikan.
- Efek karambol (kalau diselesaikan berdampak pada isu gender
lain).
- Berorientasi pada perubahan sistemik, yakni perubahan relasi
laki-laki dan perempuan.

6.4 Gender Analysis Pathway (GAP)


• GAP merupakan instrumen untuk menganalisis isu gender dalam
perencanaan, program, dan kegiatan yang bertujuan untuk
mereformulasi tujuan, menetapkan rencana, menetapkan
baseline, dan terakhir adalah untuk merumuskan indikator-
indikator yang dapat mengatasi kesenjangan gender dalam akses,
partisipasi, kendali/kontrol, dan manfaat.
• GAP merupakan intrumen analisis gender yang diperuntukkan bagi
para perencana untuk menganalisis kebijakan/program/kegiatan
dengan menggunakan perspektif gender.
• GAP terdiri dari 9 langkah, yaitu:
1. Nama Kebijakan/ Merupakan langkah 1;
Program/Kegiatan Berisi nama kebijakan/ program/ kegiatan yang
dipilih untuk dianalisis berikut tujuan dan sasaran.
Kebijakan/ program/ kegiatan yang dipilih
merupakan kebijakan/ program/ kegiatan yang:
a) Mendukung pencapaian prioritas pembangunan
nasional dan target-target SPM dan MDGs.
b) Merupakan prioritas pembangunan daerah
c) Mempunyai alokasi anggaran yang besar
d) Penting terkait isu gender.
2. Data Pembuka Wawasan Merupakan langkah 2;
Berisi data terpilah menurut jenis kelamin dan usia
atau data terkait isu gender. Data dapat berupa
hasil kajian, riset, dan evaluasi yang digunakan
sebagai pembuka wawasan untuk melihat apakah
ada kesenjangan gender (baik data kualitatif
maupun kuantitatif). Jika data terpilah tidak
tersedia, dapat menggunakan data-data proksi dari
sumber lainnya.
3. Faktor Kesenjangan Merupakan Langkah 3; Berisi hasil identifikasi

50
faktor-faktor penyebab kesenjangan berdasarkan:
a) akses, yaitu identifikasi apakah
kebijakan/program pembangunan telah
memberikan ruang dan kesempatan yang adil bagi
perempuan dan laki-laki;
b) partisipasi, yaitu identifikasi apakah kebijakan
atau program pembangunan melibatkan secara adil
bagi perempuan dan laki-laki dalam menyuarakan
kebutuhan, kendala, termasuk dalam pengambilan
keputusan;
c) kontrol, yaitu identifikasi apakah
kebijakan/program memberikan kesempatan
penguasaan yang sama kepada perempuan dan
laki-laki untuk mengontrol sumberdaya
pembangunan
d) manfaat, yaitu identifikasi apakah
kebijakan/program memberikan manfaat yang adil
bagi perempuan dan laki- laki
4. Sebab Kesenjangan Merupakan Langkah 4;
Internal Berisi sebab kesenjangan di internal lembaga
(budaya organisasi) yang menyebabkan terjadinya
isu gender.
5. Sebab Kesenjangan Merupakan Langkah 5;
Eksternal Berisi sebab kesenjangan di eksternal lembaga,
yaitu di luar unit kerja pelaksana program, sektor
lain, dan masyarakat/lingkungan target program.
6. Reformulasi Tujuan Merupakan Langkah 6;
Berisi reformulasi tujuan kebijakan, program dan
kegiatan pembangunan menjadi responsif gender
(bila tujuan yang ada belum responsif gender).
Reformulasi ini harus menjawab kesenjangan dan
penyebabnya yang diidentifikasi di langkah 3, 4,
dan 5.
7. Rencana Aksi Merupakan Langkah 7;
Berisi rencana aksi yang mencakup prioritas,
output dan hasil yang diharapkan dengan merujuk
isu gender yang telah diidentifikasi. Rencana aksi
tersebut merupakan rencana kegiatan untuk
mengatasi kesenjangan gender.
8. Basis Data Merupakan Langkah 8;
Berisi base-line atau data dasar yang dipilih untuk
mengukur suatu kemajuan atau progres
pelaksanaan kebijakan atau program. Data dasar
tersebut dapat diambil dari data pembuka
wawasan yang relevan dan strategis untuk menjadi
ukuran.
9. Indikator Kinerja Merupakan Langkah 9;
Berisi indikator kinerja yang mencakup capaian
output maupun outcome yang mengatasi
kesenjangan gender di langkah 3, 4, dan 5.

51
SESI 7
Anggaran Desa Responsif Gender dan PPRG
1. Pengantar ARG/PPRG, kategori ARG, proses dan
Pokok Bahasan dokumen kunci
2. Identifikasi kegiatan responsive gender di desa
3. Penyusunan gender budget statement dan kerangka
acuan kegiatan responsive gender
1. Partisipan memahami dan mengenali ARG/PPRG,
Tujuan kategori ARG, proses dan dokumen kunci
2. Partisipan dapat mengidentifikasi kegiatan
responsive gender di desa
3. Partisipan dapat merumuskan GBS dan kerangka
acuan kegiatan responsive gender
1. Ceramah
Metode 2. Tabel GBS
3. Diskusi kelompok
4. Kuis/games
1. Kertas Metaplan
2. Alat bantu belajar tabel GBS
Media, Alat dan 3. Contoh kerangka acuan kegiatan responsive gender
Bahan 4. contoh dokumen kunci
5. Flipchart
6. kertas plano
7. Selotip klobot
8. Lem semprot
9. Spidol mata besar dan mata kecil
Waktu 4 JPL
Penjelasan alur
per sesi
1. Sampaikan tujuan session dan mintalah komentar

52
Proses partisipan atas tujuan session.
sesi 1 2. Pengantar tentang ARG/PPRG, kategori ARG, proses
45’ penganggaran
3. Tunjukkan pada partisipan dokumen kunci anggaran,
tanyakan siapa yang pernah melihat dokumen
tersebut siapa yang belum
4. Mintalah partisipan menjelaskan mengapa belum
pernah melihat dokumen tersebut dan sebaliknya

1. Sampaikan tujuan session dan mintalah komentar 1


Proses partisipan atas tujuan session
sesi 2 2. Ajak partisipan membagi diri kedalam 2 kelompok
45’ lalu dilanjutkan dangan kuis tentang ragam kegiatan
responsive gender
3. Berikan pengantar tentang kegiatan responsive
gender
4. Ajaklah partisipan mendiskusikan pandangan mereka
tentang kegiatan responsive gender

1. Sampaikan tujuan session dan mintalah komentar 1


Proses partisipan atas tujuan session
sesi 3 2. Berikanlah pengantar tentang pentingnya GBS dan
90’ kerangka acuan kegiatan
3. contoh tentang GBS dan kerangka acuan kegiatan
pemerintah daerah
4. Ajak partisipan membagi diri kedalam 2 kelompok
untuk menyusun GBS dan kerangka acuan kegiatan
responsive gender di desa
5. Mintalah partisipan untuk mempresentasikan hasil
kerja mereka

53
6. Ajaklah partisipan mendiskusikan hasil kerja tersebut

Alat Bantu:
7.1 Presentasi: Anggaran yang Responsif Gender, Perencanaan dan
Penganggaran Responsive Gender (PPRG), Pernyataan Anggaran
Gender (GBS).

7.2 Anggaran yang Responsif Gender


• adalah anggaran yang merespon kebutuhan, permasalahan,
aspirasi dan pengalaman perempuan dan laki-laki yang tujuannya
untuk mewujudkan kesetaraan gender.
• Ada 3 kategori dalam penerapannya, yaitu:

1. Anggaran khusus target gender, adalah alokasi anggaran yang


diperuntukkan guna memenuhi kebutuhan dasar khusus
perempuan atau kebutuhan dasar khusus laki-laki berdasarkan
hasil analisis gender.

54
2. Anggaran kesetaraan gender, adalah alokasi anggaran untuk
mengatasi masalah kesenjangan gender. Berdasarkan analisis
gender dapat diketahui adanya kesenjangan dalam relasi
antara perempuan dan laki-laki dalam akses, partisipasi,
manfaat dan kontrol terhadap sumberdaya.
3. Anggaran pelembagaan kesetaraan gender, adalah alokasi
anggaran untuk penguatan pelembagaan pengarusutamaan
gender, baik dalam hal pendataan maupun peningkatan
kapasitas sumberdaya manusia.

7.3 Pernyataan Anggaran Gender (GBS)


• GBS adalah instrumen, yang menurut Pedoman PPRG merupakan:
(dokumen) akuntabilitas-spesifik gender dan disusun oleh
lembaga pemerintah untuk menginformasikan bahwa suatu
kegiatan telah responsif terhadap isu gender yang ada, dan
apakah telah dialokasikan dana pada kegiatan bersangkutan untuk

55
menangani permasalahan gender tersebut. GBS diartikan pula
sebagai dokumen yang menyatakan tentang adanya kesetaraan
gender dalam perencanaan dan penganggaran suatu kegiatan.
• GBS bermakna pula bahwa rencana, program, dan kegiatan telah
disusun melalui analisis gender sesuai instrumen GAP.
• GBS memuat komponen-komponen sebagai berikut:
1. Kebijakan/ Merupakan informasi mengenai
Program/Kegiatan kebijakan/program/kegiatan telah dianalisis dan
dialokasikan anggarannya untuk merespon isu
gender, dimana rumusannya sesuai hasil
restrukturisasi program/ kegiatan yang tercantum
dalam dokumen perencanaan (RKA). Jika program
yang dicantumkan merupakan program multi
years, maka GBS disusun cukup satu saja, tetapi
setiap tahun dilakukan penyesuaian sesuai dengan
capaian program.
2. Analisis Situasi Berisi uraian ringkas yang menggambarkan
persoalan yang akan ditangani/dilaksanakan oleh
kegiatan yang menghasilkan output. Analisis ini
mencakup data pembuka wawasan, faktor
kesenjangan, dan penyebab permasalahan
kesenjangan gender, serta menerangkan bahwa
keluaran dan hasil kegiatan yang akan dihasilkan
mempunyai pengaruh kepada kelompok sasaran
tertentu. Pengambilan butir- butir dari langkah
GAP disusun dalam bentuk narasi yang singkat,
padat dan mudah dipahami. Isu gender dapat
diidentifikasi melalui aspek akses, partisipasi,
kontrol dan manfaat.
3. Rencana Aksi Terdiri atas kegiatan, berikut masukan, keluaran,
dan hasil yang diharapkan. Tidak semua kegiatan
dicantumkan. Kegiatan yang dicantumkan
merupakan kegiatan prioritas yang secara langsung
mengubah kondisi ke arah kesetaraan gender.
4. Indikator Kinerja Merupakan indikator-indikator kinerja yang akan
dicapai dengan adanya kegiatan-kegiatan untuk
mendukung tercapainya tujuan program. Capaian
program terdiri dari tolok ukur serta indikator dan
target kinerja yang diharapkan.
5. Anggaran Merupakan jumlah keseluruhan alokasi anggaran
yang dibutuhkan untuk pencapaian tujuan dari
program yang dianalisis.
6. Tanda Tangan Penandatangan GBS adalah Kepala SKPD.

56
SESI 8
Integrasi Gender dalam Musrenbang
1. Pengantar musrenbang dan perencanaan daerah
Pokok Bahasan 2. Identifikasi aktor kunci dalam musrenbang
3. Role play musrenbang
4. Diskusi kelompok permasalahan dan tantangan
dalam pengintegrasian gender dalam musrenbang
1. Partisipan memahami dan mengenali beragam
Tujuan musrenbang dan perencanaan daerah
2. Partisipan dapat mengidentifikasi aktor kunci dalam
musrenbang desa
3. Partisipan mengetahui bagaimana proses
musrenbang, dapat melaksanakan musrenbang, serta
dapat mengintegrasikan gender dalam musrenbang
4. Partisipan dapat mengenali permasalahan dan
tantangan dalam pengintegrasian gender dalam
musrenbang serta bagaimana mengatasi
permasalahan dan tantangan tersebut
1. Ceramah
Metode 2. Pemutaran film
3. Diskusi kelompok
4. Role play
5. Analisis stakeholder
1. Kertas Metaplan
2. Diagram perencanaan daerah
Media, Alat dan 3. Diagram musrenbang
Bahan 4. Tabel analisis stakeholder
5. Flipchart
6. kertas plano
7. Selotip klobot

57
8. Lem semprot
9. Spidol mata besar dan mata kecil
10. LCD/Laptop
Waktu 4 JPL
Penjelasan alur
per sesi
1. Sampaikan tujuan session dan mintalah komentar
Proses partisipan atas tujuan session.
sesi 1 2. Pengantar tentang musrenbang dan perencanaan
45’ daerah
3. Tunjukkan pada diagram perencanaan daerah
4. Tanyakan siapa yang pernah mengikuti musrenbang
dan siapa yang belum
5. Mintalah partisipan menjelaskan mengapa tidak
mengikuti musrenbang dan sebaliknya

1. Sampaikan tujuan session dan mintalah komentar 1


Proses partisipan atas tujuan session
sesi 2 2. Penjelasan tentang analisis stakeholder
45’ 3. Ajak partisipan membagi diri kedalam 3 kelompok
lalu melakukan analisis stakeholder
4. Minta partisipan mempresentasikan hasil kerja
mereka
5. Ajaklah partisipan mendiskusikan hasil kerja tersebut

1. Sampaikan tujuan session dan mintalah komentar 1


Proses partisipan atas tujuan session
sesi 3-4 2. Minta peserta membagi diri dalam tiga kelompok
90’ roleplay, yang pertama kelompok pengusaha desa,
kelompok tokoh desa dan kelompok perempuan

58
3. Berikanlah pengantar tentang tata cara roleplay dan
aturan main
4. Beri waktu 15 menit untuk merencanakan roleplay
sesuai penugasan
5. Persilakan kelompok untuk melakukan roleplay
selama 45 menit maksimal
6. Mintalah partisipan merefleksikan hasil roleplay dan
menjelaskan apa kendala dalam mengintegrasikan
gender dalam musrenbang
7. Bersama dengan peserta susunlah rekomendasi
musrenbang yang responsive gender

Alat Bantu:
8.1 Presentasi: Integrasi Gender dalam Perencanaan dan pembangunan.

8.2 Proses Perencanaan Tahunan

59
8.3 Tahapan Perencanaan Pembangunan Desa

TAHAPAN KETERANGAN
Tahap 1. Pemetaan permasalahan dan potensi.
Persiapan 2. Perumusan kebutuhan.
3. Penyusunan program dan kegiatan.
4. Menyusun indikator pencapaian.
a. Spesific (spesifik), punya ciri tersendiri dan tidak sekedar
berbeda dengan desa lain; berciri detil, bukan gambaran
yang bersifat umum.
b. Measurable (terukur), dapat "diukur", bukan sekedar
mimpi atau imajinasi;
c. Achievable,attainable (dapat dicapai), indikator yang
ditetapkan merupakan indikator yang berada dalam
jangkauan, bisa dicapai;
d. Relevant, reliable (relevan, dapat diandalkan), indikator
yang ditetapkan merupakan indikator yang relevan dan
dapat diandalkan/dipercaya; diidentifikasi dari potensi
dan masalah menurut pandangan masyarakat sendiri.
e. Time bound, indikator yang ditetapkan merupakan
indikator yang terikat dalam kerangka waktu untuk
pencapaiannya.
Agenda 1. Paparan rancangan RPJM-Desa termasuk di dalamnya
Acara rancangan RKP Desa tahun pertama, sesuai hasil kegiatan
prosesing data,
2. Paparan RPJM Daerah khususnya KUA.
3. Tanya jawab tentang rancangan RPJM Desa.
4. Diskusi kelompok untuk mengkritisi rancangan RPJM Desa.
5. Presentasi hasil diskusi kelompok.
6. Penyepakatan RPJM Desa dan RKP Desa tahun pertama.
7. Penentuan/pemilihan delegasi Musrenbang Kecamatan.
8. Penandatanganan berita acara.

Partisipan 1. Keterwakilan wilayah dusun/kampung, RT dan RW.


2. Keterwakilan kelompok atau individu beberapa sektor
(ekonomi, pertanian, kesehatan, pendidikan, lingkungan,
dll).
3. Keterwakilan kelompok usia (anak, remaja/muda, dan
generasi tua).
4. Keterwakilan kelompok sosial, jenis kelamin (tokoh
masyarakat, tokoh agama, tokoh adat, bapak-bapak, ibu-ibu,
dan kelompok marjinal).
5. Keterwakilan 3 (tiga) pilar utama unsur tata pemerintahan
(pemerintah, NGO, dan masyarakat umum).
6. Perwakilan lembaga dan atau organisasi masyarakat yang
termasuk pemangku kepentingan dalam pembangunan desa.
Output/ 1. Dokumen Peraturan Desa (Perdes) tentang Rencana
keluaran/ Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDesa), beserta
hasil lampiran-lampirannya:
• Profil desa.
• Proses pengumpulan data (identifikasi potensi dan
masalah).
• Proses pengolahan data (pemrosesan data) beserta hasil
rumusannya.

60
• Visi dan Misi desa.
• Daftar rencana pembangunan jangka menengah desa.
• Berita acara musrenbang RPJMDesa.
2. Surat keputusan Kepala Desa tentang RKP Desa dan
lampiran-lampirannya
• Daftar rencana kegiatan pembangunan desa (RKPDesa).
• Berita acara musrenbangdes RKPDesa.
3. Daftar delegasi (utusan) untuk mengikuti musrenbang
kecamatan tahun pertama.
Tujuan dan Tujuan
manfaat • Penyusunan dokumen rencana kerja pembangunan desa
RKPDesa (RKPDesa) mempunyai tujuan sebagai berikut:
a. Menjamin konsistensi perencanaan dan penganggaran
desa.
b. Sebagai dasar/pedoman kegiatan pembangunan desa
tahunan.
c. Sebagai masukan penyusunan APBDesa tahun berikutnya.
• Manfaat RKPDesa
a. Lebih menjamin kesinambungan pembangunan.
b. Pembangunan desa lebih terfokus.
c. Menumbuhkembangkan swadaya dan partisipasi
masyarakat.
Masukan Dari Desa
• Dokumen RPJMDesa.
• Hasil evaluasi pembangunan (belum ada dasar hukumnya,
kasus di Kabupaten Kebumen, bentuknya hasil lokakarya
desa sebagai pra musrenbang).
Dari kabupaten
• Draft rancangan RKPD
• Draft rancangan Renja SKPD.

8.4 Analisa Stakeholder


• Stakeholder adalah siapa saja yang berkepentingan atau terkena
dampak atas suatu proyek/program, di mana informasi dan peran
aktif mereka sangat diperlukan termasuk dalam menjalankan
fungsi kontrol atas pelaksanaan proyek/program tersebut.
• Analisa stakeholder menjadi alat penting dalam mengidentifikasi
para pelaku pembangunan.
• Tujuan analisa stakeholder:
1. Untuk mengidentifikasi berbagai stakeholder yang relevan
dengan perencanaan pembangunan.
2. Memetakan peran dan kontribusi stakeholder dalam
pembangunan.

61
3. Untuk memaksimalkan peran dan kontribusi setiap
stakeholder.
• Contoh pemetaan stakeholder berdasarkan pengaruh dan
kepentingan pada perencanaan pembangunan:
Pengaruh rendah Pengaruh tinggi
Kepentingan rendah Kelompok stakeholder Kelompok yang
yang paling rendah bermanfaat untuk
prioritasnya merumusan atau
menjembatani keputusan
dan opini
Kepentingan tinggi Kelompok Stakeholder Kelompok stakeholder
yang penting namun yang paling kritis
barangkali perlu
pemberdayaan

8.5 Roleplay musrenbang


Petunjuk roleplay
• Peserta diminta memerankan suasana pertemuan Musrenbang di
tingkat desa.
• Agendanya adalah pembahasan program prioritas dan pemilihan
delegasi desa ke Musrenbang di tingkat kecamatan.
• Suasana pertemuan cukup ramai karena muncul usulan yang sama-
sama dianggap penting, baik fisik maupun nonfisik
Tokoh yang diperankan:
• Kepala desa
• Sekretaris desa
• Pengurus PKK desa
• Kader posyandu
• Guru SD
• Kepala dukuh
• Kepala dukuh
• Anggota LPMD
• Tomas/Toga

62
Karakteristik tokoh:
• Kepala desa yang popular tetapi tidak terlalu paham detail
kebijakan termasuk prosedur penyelenggaraan Musrenbang, laki-laki.
• Sekretaris desa, usia 53 tahun, sudah 13 tahun menjabat sebagai
sekretaris desa, berpengalaman dengan aspek-aspek pemerintahan
desa dan pengelolaan pembangunan.
• Pengurus PKK desa, perempuan, istri dari sekretaris desa.
• Kader posyandu di tingkat desa, perempuan, usia 42 tahun, sudah
belasan tahun menjadi kader.
• Guru SD, laki-laki, usia 50 tahun, tokoh masyarakat yang menjadi
pemimpin sidang Musrenbang.
• Kepala dukuh, laki-laki, usia 59 tahun, yang dusunnya merupakan
pusat desa, pengusaha kerajinan.
• Kepala dukuh, laki-laki, usia 38 tahun, petani, menjadi kepala
dukuh di wilayah termiskin di kawasan perbukitan yang setiap tahun
mengalami longsor dan krisis air bersih.

• Anggota LPMD, laki-laki, seorang wiraswasta yang sedang merintis


bisnis konstruksi.

• Tomas/Toga, laki-laki, usia 55 tahun seorang ustad di kawasan


perbukitan.

63
SESI 9
Rencana Tindak Lanjut (RTL)

1. Rencana Tindak Lanjut


Pokok Bahasan
2. Pentingnya ada waktu lebih untuk membuat rencana
aksi.

3. Rencana aksi bagaimana mengintegrasikan gender di


dalam program/proyek dan dukungan lebih lanjut yang
diperlukan.

• Peserta mampu membuat rencana tindak lanjut yang


Tujuan
terintegrasi gender di dalam program/proyek mereka.

1. Kerja kelompok
Metode
2. Tugas/Latihan studi kasus

3. Presentasi

1. Kertas Plano/flipchart

2. Selotip Kertas
Media, Alat dan
Bahan 3. Papan untuk menempel atau tembok

4. Spidol

5. LCD proyektor
Waktu 1 JPL
Penjelasan alur
per sesi

1. Fasilitator memandu peserta dalam pembuatan


Proses rencana aksi terkait program-program pembangunan.
sesi 1
2. Fasilitator mendiskusikan bersama peserta di bagian
45’
mana integrasi gender dilakukan dalam program

64
tersebut.

3. Fasilitator meminta setiap kelompok untuk


mendiskusikan rencana kegiatan yang akan dilakukan
setelah selesai pelatihan, dengan menggunakan
lembar kerja 9.1

4. Setelah selesai kemudian masing-masing kelompok


mempresentasikan hasil untuk dapat dibahas secara
bersama-sama.

Alat Bantu:
9.1 Lembar kerja Menyusun RTL
Masa Kegia Tuju Lokasi/sa Out Kebutu Angga Sum Wak Penanggung
lah tan an saran put han ran ber tu jawab
dana

65
SESI 10
Evaluasi

1. Hal apa saja yang di evaluasi dalam sebuah pelatihan


Pokok Bahasan
2. Bagaimana model evaluasi yang dilakukan dalam
sebuah pelatihan

1. Peserta mampu memberikan masukan mengenai


Tujuan kelebihan dan kekurangan dari pelatihan.

2. Peserta mampu mampu memperbaiki dan mengoreksi


kekurangan yang ada dari pelatihan.

3. Mendapatkan masukan/feedback dan saran-saran dari


peserta

1. Mengisi lembar evaluasi


Metode
2. curah pendapat dari peserta

1. Kertas Plano/flipchart

2. Selotip Kertas
Media, Alat dan
Bahan 3. Papan untuk menempel atau tembok

4. Spidol

5. LCD proyektor
Waktu 1 JPL
Penjelasan alur
per sesi

1. Fasilitator memaparkan sebentar tentang apa saja


Proses komponen yang di evaluasi dalam sebuah pelatihan.
sesi 1
2. Diskusi dan tanya jawab terkait dengan paparan
45’
materi.

66
3. Peserta kemudian dibagi lembar evaluasi untuk
mengisikan masukan dan saran-saran, maupun
kritikan.

4. Setelah selesai mengisikannya, kemudian curah


pendapat terkait dengan hasil evaluasi yang telah
dilakukan.

Alat Bantu:
10.1 Lembar Evaluasi
Komponen Evaluasi Baik (alasannya) Sedang (alasannya) Kurang (alasannya)
Materi Pelatihan
Metode Pelatihan
Fasilitator
Partisipan
Sarana Prasarana
Panitia

67
DAFTAR PUSTAKA

Fakih, Mansour (1997), "Analisis Gender dan Transformasi Sosial",


Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Idea (2012), "Modul 04 Integrasi RAM-PRB dalam Perencanaan


Pembangunan", Yogyakarta: Perkumpulan Idea.

Institut Hak Asasi Perempuan (2005), "Advokasi Pengarusutamaan


Gender", Yogyakarta: IHAP dan ACCESS.

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dan GIZ


(2011), "Modul Pelatihan Fasilitator Perencanaan dan Penganggaran
Daerah yang Responsif Gender (PPRG)", Jakarta.

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (2012),


"Petunjuk Pelaksanaan PPRG untuk Pemerintah Daerah Lampiran 2",
Jakarta.

Mosse, Julia Cleves (1996), "Gender dan Pembangunan", Yogyakarta:


Rifka Annisa Women’s Crisis Center dan Pustaka Pelajar.

Nugroho, Riant (2011), "Gender dan Strategi Pengarus-Utamaannya di


Indonesia", Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Trisakti Handayani, Sugiarti (2006), "Konsep dan Teknik Penelitian


Gender", Malang: UMM Press.

Undang-Undang No. 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan


Pembangunan Nasional.

Undang-Undang No. 6 tahun 2014 tentang Desa.

Peraturan Pemerintah No. 43 tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan


Undang-Undang No. 6 tahun 2014 tentang Desa.

Instruksi Presiden Nomor 9 tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender


Dalam Pembangunan Nasional.

Permendagri Nomor 67 tahun 2011 tentang Perubahan Atas Permendagri


Nomor 15 tahun 2008 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan
Pengarusutamaan Gender di Daerah.

68
LAMPIRAN-LAMPIRAN

69
70

Anda mungkin juga menyukai