Pak Wahyudi mengisahkan bagaimana kondisi awal Desa Panggungharjo.
Penduduk Panggungharjo rata-rata miskin, tata kelola pemerintahan desa awalnya kurang transparan, birokrasi berbelit-belit sehingga warga kehilangan kepercayaan kepada aparat pemerintah desa. Kondisi itu membuat Pak Wahyudi yang semula enggan menjadi bagian dari birokrasi terpanggil untuk membuat perubahan. Dengan modal seadanya, ia pun nekat mencalonkan diri menjadi kepala desa pada 2013 dan terpilih tanpa sepeser pun menghalalkan politik uang. Hal itu sekaligus membuktikan bahwa menjadi pejabat tak harus dengan politik uang. Pak Wahyudi pun langsung membuktikan niat dan ketulusannya untuk memajukan desa. Ia memulai dari hal-hal kecil namun sangat mendasar dan mampu mendobrak budaya lama aparatur pemerintah desa yang sudah puluhan tahun mewabah. Kemudian, ia membangun pola hubungan yang baru antara pemerintah desa dan warga desa dengan cara mengembangkan dimensi pelayanan publik tidak hanya sebatas pelayanan administrasi publik saja, tetapi juga mengembangkan pelayanan barang dan jasa publik yang kemudian diikuti dengan melakukan penyesuaian tata kelembagaan desa melalui pemberdayaan lembaga lembaga desa serta membangun kultur birokrasi pemerintahan desa yang meliputi upaya untuk membangun akuntabilitas, membangun partisipasi serta membangun transparansi. Langkah-langkah internal dan eksternal itu ia rintis demi mewujudkan terselenggarannya visi pemerintahan desa yang bersih, transparan, dan bertanggung jawab. Penyusunan Anggaran Begitu menjabat kepala desa, Pak Wahyudi langsung membuat skala prioritas pembangunan. Pada enam tahun pertama berusaha mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik agar pemerintah dapat mendukung kesinambungan upaya memandirikan dan menyejahterakan masyarakat. Hampir 40 persen anggaran desa diprioritaskan untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan desa yang baik. Tahun 2013 diletakkanlah dasar-dasar reformasi birokrasi dengan jalan membangun pola hubungan yang baru antara pemerintah desa dan masyarakat desa. Kemudian melakukan penyesuaian tata kelembagaan desa, dan membangun kultur birokrasi aparat pemerintahan desa yang baru. Untuk mewujudkan akuntabilitas desa, sejalan dengan berlakunya Undang- Undang (UU) No 6 Tahun 2014 tentang Desa, dalam proses pengelolaan anggaran yang bersumber dari pemerintah desa, Pak Wahyudi mengirimkan surat ke Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) agar diberikan asistensi pelaksanaan UU itu. Kala itu, Panggungharjo menjadi satu-satunya desa yang berani mengundang auditor negara dalam upaya membangun akuntabilitas. Pengukuran Kinerja Desa Panggungharjo berhasil dalam membangun tata kelola pemerintahan yang transparan dan akuntabel. Sistem informasi publik Desa Panggungharjo hingga saat ini termasuk yang terbaik di Indonesia dan selalu terbarui. Terbaik karena untuk pemenuhan hak publik atas keterbukaan informasi, sistem yang dibangun sekaligus untuk menentukan arah kebijakan pembangunan desa. Panggungharjo mengembangkan sistem perencanaan berbasis data spasial, yang setidaknya mengelola ada lima metadata. Pertama, data kependudukan yang dikelola melalui layanan administrasi di ruang pelayanan. Data itu terhubung secara langsung dengan data kependudukan yang dikelola di kabupaten. Alhasil, setiap ada perubahan data kependudukan baik kelahiran, mutasi. Hal itu berguna sebagai acuan basis perencanaan di desa. Kedua, data biofisik yang mengelola data infrastruktur lingkungan permukiman. Dengan data itu masyarakat tahu kualitas infrastruktur, seperti panjang jalan dan kondisinya, lokasi infrastruktur yang rusak, rumah-rumah penduduk yang tidak layak huni, bahkan hingga kepemilikan jamban pada tiap rumah pun bisa diketahui. Ketiga adalah data sosial yang memuat sebaran penduduk berdasarkan tingkat kesejahteraan, termasuk data tentang penyandang masalah kesejahteraan sosial. Keempat, data ekonomi, yakni menyangkut sumber penghidupan ekonomi warga desa, termasuk data UMKM dan sebarannya. Keempat metadata itu kemudian dikompilasikan dengan data keuangan melalui sistem aplikasi keuangan desa. Dari sana proses perencanaan dibangun, dan dikonsultasikan dalam forum- forum musyawarah desa ataupun musyawarah perencanaan pembangunan desa. Manajemen Kompensasi Pak Wahyudi membuat analisis jabatan dari 38 orang total perangkat desa. Kini setiap perangkat memiliki tugas yang jelas. Kualifikasi tugas disesuaikan dengan tingkat pendidikan dan kemampuan. Bagi yang ingin karirnya naik tapi pendidikan belum cukup, maka diberikan kesempatan bersekolah. Pada 2015, ada tujuh perangkat desa ditugaskan belajar di Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa "APMD" Yogyakarta. Agar perangkat desa lebih bersemangat, Wahyudi juga memberikan insentif dan tunjangan yang disahkan melalui Perdes (Peraturan Desa). Ruangan kerja ditata dengan konsep terbuka. Dengan demikian warga tahu apa yang dilakukan perangkat desa, dan bisa berbicara langsung untuk layanan yang dibutuhkan tanpa dipungut biaya.