Anda di halaman 1dari 19

MODUL

PELATIHAN
PENGARUSUTAMAAN GENDER TINGKAT
DASAR

BPPM DIY

2
MODUL PELATIHAN
PENGARUSUTAMAAN GENDER TINGKAT DASAR
Kata Pengantar
Pengarusutamaan gender dalam pembangunan merupakan upaya
strategis untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan dalam seluruh
proses, sumberdaya serta hasil-hasil pembangunan. Indikator yang
dipakai untuk mengukur pelaksanaan pengarusutamaan gender adalah
akses, partisipasi, manfaat dan kontrol masyarakat laki-laki dan
perempuan secara adil dalam pembangunan.
Sebagaimana telah diketahui, Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia menjamin hak setiap warga negaranya untuk
menikmati dan berpartisipasi dalam pembangunan di berbagai bidang.
Namun demikian, kesetaraan dan keadilan gender terhadap sumberdaya
antara penduduk perempuan dan laki-laki masih belum setara.
Sebagai sebuah proses besar dalam pembangunan, disadari
bahwa pengarusutamaan gender bukanlah hal mudah untuk
dilaksanakan. Upaya melaksanakan pengarusutamaan gender
memerlukan pra kondisi yang kondusif antara lain pemahaman yang baik
di kalangan pemerintah dan masyarakat, tata kelembagaan yang
mendukung untuk mengefektifkan fungsi koordinasi serta didukung oleh
kebijakan operasional dan anggaran yang memadai dalam
pelaksanaannya.
Advokasi pengarusutamaan gender oleh berbagai pihak dalam
pembangunan termasuk pembangunan daerah merupakan kebutuhan
mendesak karena lebih dari satu dasawarsa upaya tersebut telah
dilakukan. Selama ini, sudah ada beragam materi komunikasi, informasi
dan edukasi mengenai pengarusutamaan gender. Buku, poster, leaflet,
selebaran dan berbagai bentuk lain telah dihasilkan untuk
menyosialisasikan mengenai pengarusutamaan gender kepada semua
pihak.
Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan peningkatan
kualitas sumberdaya manusia terkait pengarusutamaan gender dalam
pembangunan. Untuk menghasilkan kualitas peningkatan sumberdaya
manusia yang efektif maka diperlukan sebuah Modul Pelatihan
Pengarusutamaan Gender Tingkat Dasar yang dapat dijadikan bahan
bacaan dan panduan bagi para peserta pelatihan.
Melalui buku modul ini diharapkan pemahaman yang utuh
mengenai pengarusutamaan gender bagi instansi pemerintah, swasta,
perguruan tinggi dan organisasi masyarakat dapat terwujud secara
optimal. Buku ini menekankan penggunaan metode-metode interaktif,

4
melalui; dinamika kelompok, curah pendapat serta penggunaan berbagai
sarana pembelajaran dengan metode pembelajaran orang dewasa
terhadap semua materi yang ada. Buku Modul Pelatihan
Pengarusutamaan Gender Tingkat Dasar ini diharapkan dapat
menghasilkan sumber daya manusia yang dapat dijadikan agen
perubahan bagi dirinya sendiri maupun masyarakat dalam upaya
mencapai pembangunan yang berkeadilan dan berkesetaraan gender.
Buku Modul Pelatihan Pengarusutamaan Gender Tingkat Dasar ini
merupakan hasil kerjasama yang dilakukan antara Badan Pemberdayaan
Perempuan dan Masyarakat (BPPM) Derah Istimewa Yogyakarta dengan
LSM dan organisasi masyarakat yang bergerak di isu gender dan
pembangunan dalam rangka membangun kapasitas pemerintah dan
masyarakat yang lebih baik dan efektif. Kami mengucapkan terimakasih
kepada semua pihak yang terlibat dalam penyusunan modul ini,
diharapkan buku ini dapat menjadi acuan dalam upaya meningkatkan
kapasitas sumber daya manusia dalam mengarusutamakan gender
dalam pembangunan.

Yogyakarta, Juni 2016


Kepala,

dr. R.A Arida Oetami, M.Kes


NIP. 19600408 198802 2 001

5
Daftar Isi

Kata Pengantar
Daftar Isi
Persiapan Pelatihan
BAB I Pendahuluan
A. Latar Belakang
B. Maksud dan Tujuan
C. Sasaran Penggunaan
D. Sistematika Penulisan
E. Filosofi Pembelajaran
F. Metode Pelatihan
G. Garis-Garis Besar Program Pembelajaran
BAB II Modul Pelatihan
Modul 1 Sejarah Perjuangan Kesetaraan Gender
A. Pokok Bahasan
B. Tujuan Pembelajaran
C. Proses Pembelajaran
D. Metode
E. Media
F. Sumber Belajar
G. Alokasi Waktu
H. Struktur dan Rincian Kegiatan Belajar
I. Materi Belajar
Modul 2 Kebijakan PUG di Tingkat Nasional, Daerah, dan Daerah
Istimewa Yogyakarta
A. Pokok Bahasan
B. Tujuan Pembelajaran
C. Proses Pembelajaran

6
D. Metode
E. Media
F. Sumber Belajar
G. Alokasi Waktu
H. Struktur dan Rincian Kegiatan Belajar
I. Materi Belajar
Modul 3 Konsep Gender
A. Pokok Bahasan
B. Tujuan Pembelajaran
C. Proses Pembelajaran
D. Metode
E. Media
F. Sumber Belajar
G. Alokasi Waktu
H. Struktur dan Rincian Kegiatan Belajar
I. Materi Belajar
Modul 4 Pengarusutamaan Gender
A. Pokok Bahasan
B. Tujuan Pembelajaran
C. Proses Pembelajaran
D. Metode
E. Media
F. Sumber Belajar
G. Alokasi Waktu
H. Struktur dan Rincian Kegiatan Belajar
I. Materi Belajar
Modul 5 Identifikasi Permasalahan Gender atau Analisis Gender
A. Pokok Bahasan
B. Tujuan Pembelajaran

7
C. Proses Pembelajaran
D. Metode
E. Media
F. Sumber Belajar
G. Alokasi Waktu
H. Struktur dan Rincian Kegiatan Belajar
I. Materi Belajar
Modul 6 Gender dan Permasalahan Sektor
A. Pokok Bahasan
B. Tujuan Pembelajaran
C. Proses Pembelajaran
D. Metode
E. Media
F. Sumber Belajar
G. Alokasi Waktu
H. Struktur dan Rincian Kegiatan Belajar
I. Materi Belajar
Modul 7 Data Terpilah Gender
A. Pokok Bahasan
B. Tujuan Pembelajaran
C. Proses Pembelajaran
D. Metode
E. Media
F. Sumber Belajar
G. Alokasi Waktu
H. Struktur dan Rincian Kegiatan Belajar
I. Materi Belajar
Modul 8 Perencanaan Penganggaran Responsif Gender
A. Pokok Bahasan

8
B. Tujuan Pembelajaran
C. Proses Pembelajaran
D. Metode
E. Media
F. Sumber Belajar
G. Alokasi Waktu
H. Struktur dan Rincian Kegiatan Belajar
I. Materi Belajar
BAB III Penutup
Daftar Pustaka
Lampiran

9
Persiapan Pelatihan

Sebagai pelatihan dengan pendekatan pendidikan orang dewasa,


beberapa prasyarat berikut menjadi bagian yang menentukan efektivitas
metode dan pendekatan pelatihan. Check-list berikut bisa menjadi alat
untuk mengecek ketersediaan perangkat pendukung yang penting bagi
pelatihan.
1. Peserta
• Pastikan bahwa peserta yang mengikuti kegiatan pelatihan ini
sudah sesuai dengan kualifikasi yang diharapkan.
• Informasi tentang pendekatan, agenda dan aspek teknis pelatihan
kepada peserta. Ini untuk menghindarkan harapan yang tidak tepat
atau berlebihan terhadap pelatihan.
• Jumlah peserta maksimal adalah 30 orang, sehingga
memungkinkan fasilitator mengelola proses pelatihan dengan baik.
Jumlah peserta yang terlalu banyak perlu dihindari, karena bisa
membuat proses pelatihan menjadi tidak efektif.
• Peserta akan dibagikan dalam kelompok kerja yang ditetapkan oleh
fasilitator sebelum pelatihan. Komposisi kelompok tersebut tidak
akan berubah selama pelatihan untuk memperkuat pengalaman
belajar bersama.
2. Ruangan Pelatihan
• Penggunaan metode pembelajaran orang dewasa mensyaratkan
kebutuhan akan ruang pelatihan yang cukup luas. Ini diperlukan
sehingga penggunaan metode-metode pembelajaran seperti role-
play dan game bisa dilakukan. Perhatikan bahwa ruangan yang
terlalu sempit akan menyulitkan peserta untuk bergerak, walaupun
ruangan yang terlampau luas juga perlu dihindari karena bisa
mengganggu efektivitas proses pembelajaran.
• Selain diperlukan satu ruangan yang besar untuk pleno, pelatihan
juga memerlukan minimal dua ruang yang lebih kecil yang akan
digunakan sebagai tempat untuk melakukan praktikum
• Aspek teknis dari ruangan seperti bentuk ruangan yang terlalu
memanjang kalau bisa dihindari, atau disiasati dengan layout
ruangan yang pas. Usahakan memilih ruangan yang tidak

10
membatasi partisipasi dalam berbagai bentuk berikut ini: pilar yang
menghalangi di tengah ruangan, atau ruangan yang terlampau
gelap atau pengap. Pastikan terdapat ruang yang leluasa bagi
fasilitator, yang memungkinkannya bergerak.
• Setting ruangan seperti kursi dan meja juga perlu diperhatikan.
Setting ruangan dengan format meja bundar memungkinkan
peserta untuk bisa saling terlibat dan mengambil peran dalam
metode-metode partisipatoris.
3. Perlengkapan yang Dibutuhkan
• Kebutuhan perlengkapan yang standar untuk pelaksanaan
pelatihan ini antara lain:
a. Laptop, LCD projector, printer
b. Kamera
c. Papan pinboard, 6 buah
d. Kertas kartu metaplan, minimal 4 warna dalam beragam
bentuk, dengan jumlah minimal 600 lembar.
e. Paku untuk menempelkan kertas kartu metaplan
f. Spidol aneka warna,
g. Gunting, 6 buah
h. Selotip dan lem
i. Media massa/koran harian berjumlah sekitar 40 eksemplar,
kalau bisa beragam jenis media dan tanggalnya
• Bahan dan alat bantu pelatihan sudah digandakan dan diperoleh
peserta sebelum pelatihan dilaksanakan.
4. Fasilitator
Pelatihan ini membutuhkan dua orang fasilitator yang telah mengikuti
pelatihan ini sebelumnya, dan mempunyai pemahaman yang kuat tentang
materi modul ini.
5. Waktu untuk Persiapan
Dua minggu sebelum hari penyelenggaraan pelatihan, fasilitator maupun
para peserta sudah ditetapkan secara pasti, termasuk tempat
penyelenggaraan pelatihan. Berbagai macam perlengkapan yang
dibutuhkan juga sudah harus siap tiga hari sebelum memulai pelatihan.

11
Kegiatan Persiapan Waktu Persiapan
1. Penyusunan kerangka acuan Tiga minggu sebelum pelaksanaan
kegiatan pelatihan pelatihan
2. Identifikasi fasilitator pelatihan, Tiga minggu sebelum pelatihan
termasuk penyusunan TOR dan
aspek administrasinya
3. identifikasi awal peserta pelatihan Tiga minggu sebelum pelatihan
dan pengiriman undangan
4. Penetapan fasilitator dan peserta; Dua minggu sebelum pelatihan
tempat penyelenggaraan
5. Penyiapan kebutuhan pelatihan Satu minggu hingga tiga hari
(materi/bahan fotokopi, bahan sebelum pelatihan.
presentasi dan alat bantu lainnya,
perlengkapan, dll)

12
BAB I
PENDAHULUAN

13
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia telah cukup lama memberikan perhatian pada
pentingnya perwujudan kesetaraan gender dan pemberdayaan
perempuan. Persoalan ketidaksetaraan gender di Indonesia tidak terlepas
dari kondisi kelembagaan sosial, budaya, hukum dan ekonomi yang ada.
Hal yang perlu dipertimbangkan di dalam memperjuangkan kesetaraan
antara perempuan dan laki-laki sebagai dasar tujuan penyusunan strategi
dan kebijakan adalah persoalan akses pada sumber daya, kesempatan
untuk mempergunakannya dan peran serta dalam mengambil keputusan
untuk pemakaiannya, serta bagaimana perempuan dan laki-laki mendapat
manfaat dari proses pembangunan tersebut.
Landasan hukum yang menjamin keadilan dan kesetaraan gender
dirumuskan dalam Undang-Undang Dasar 1945:
• Pasal 27: Segala warga negara bersamaan kedudukannya di
dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan
pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya dan pada Bab X A
tentang Hak Asasi Manusia.
• Pasal 28C ayat 1 yang menyatakan setiap orang berhak
mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya,
mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu
pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, meningkatkan mutu
hidup dan kesejahteraan umat manusia.
• Pasal 28 I ayat (2) setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang
bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan
perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu.

Beberapa kebijakan atau peraturan perundang-undangan lainnya


adalah sebagai berikut:
• Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1984 tentang
Pengesahan Konvenan Internasional mengenai Penghapusan
Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (Convention on
The Elimination of All Forms of Discrimination Against Women);
• Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara;

14
• Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional;
• Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah;
• Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian
Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah
Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota;
• Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun tahun 2007 tentang
Organisasi Perangkat Daerah;
• Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata
Cara Penyusunan, Pengendalian, dan Evaluasi Perencanaan
Pembangunan Daerah;
• Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2010-
2014;
• Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan
Gender dalam Pembangunan Nasional;
• Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2010 tentang Percepatan
Pelaksanaan Prioritas Pembangunan Nasional Tahun 2010;
• Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2010 tentang Program
Pembangunan yang Berkeadilan;
• Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 tentang
Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13
Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah
(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 310);
• Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 tentang
Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun
2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah;
• Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 tentang
Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun
2007;
• Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2010 tentang
Peraturan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun
2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian, dan
Evaluasi Perencanaan Pembangunan Daerah;

15
• Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 67 Tahun 2011 Tentang
Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun
2008 Tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Pengarusutamaan
Gender Di Daerah;
Salah satu upaya yang dilakukan dengan adanya beberapa
kebijakan tersebut adalah untuk mempercepat terwujudnya kesetaraan
dan keadilan gender. Dengan diterbitkannya Inpres No. 9 Tahun 2000
tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional yang
menyatakan bahwa seluruh Departemen maupun Lembaga Pemerintah
Non Departemen dan pemerintah propinsi dan kabupaten/kota harus
melakukan pengarusutamaan gender dalam perencanaan, pelaksanaan,
pemantauan dan evaluasi dari seluruh kebijakan dan program
pembangunan. Dan ditindaklanjuti dengan adanya Permendagri No. 67
Tahun 2011 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan PUG di Daerah yang
menginstruksikan kepada seluruh Pemerintah Daerah, termasuk Gubernur
dan Bupati/Walikota untuk melaksanakan Pengarusutamaan Gender
(PUG) di seluruh wilayah Indonesia. Pemerintah Daerah diwajibkan untuk
melekatkan seluruh proses pembangunan mulai dari penyusunan
perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi yang berperspektif
gender dengan melibatkan peran serta warga negara baik laki-laki
maupun perempuan.
Pengarusutamaan Gender (PUG) merupakan strategi yang
dibangun untuk mengintegrasikan perpektif gender menjadi satu dimensi
integral dari perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan dan
evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan. Pelaksanaan
integrasi PUG ke dalam siklus perencanaan dan penganggaran di tingkat
pusat dan daerah diharapkan dapat mendorong pengalokasian sumber
daya pembangunan menjadi lebih efektif, dapat dipertanggungjawabkan,
dan adil dalam memberikan manfaat pembangunan bagi seluruh
penduduk Indonesia, baik perempuan maupun laki-laki.
Meskipun beberapa kebijakan di atas sudah cukup
merepresentasikan keberadaan negara di dalam upaya mewujudkan
kesetaraan dan keadilan gender, namun realitasnya nilai-nilai sosial dan
budaya yang bias gender, telah sangat melekat dan mengakar dan
kemudian melahirkan berbagai macam ketidakadilan pada perempuan. Di
samping itu pemahaman masyarakat secara umum terkait dengan
persoalan gender masih simpang siur. Banyak pemahaman di masyarakat
yang mengidentikkan bahwa berbicara gender hanya melulu persoalan

16
tentang perempuan dan beranggapan bahwa konsep gender tersebut
berasal dari barat sehingga tidak sesuai dengan budaya timur.
Oleh karena itu dibutuhkan sebuah modul pelatihan tingkat dasar
bagi masyarakat pada umumnya untuk memberikan pemahaman terkait
dengan gender. Harapannya dengan adanya modul pelatihan PUG tingkat
dasar dapat mengurangi kesenjangan yang terjadi karena pemahaman
yang berbeda-beda mengenai gender.
B. Maksud dan Tujuan
Maksud disusunnya modul pelatihan PUG tingkat dasar ini adalah
untuk memperoleh pemahaman terkait dengan gender dan
pengarusutamaannya bagi masyarakat pada umumnya serta mengurangi
adanya kesenjangan pemahaman yang berbeda-beda mengenai gender
itu sendiri. Sedangkan tujuannya adalah terwujudnya modul pelatihan
sebagai bahan acuan dalam penyelenggaraan pelatihan maupun
sosialisasi yang terkait dengan pemahaman mengenai gender dan
pengarusutamaannya.
C. Sasaran Penggunaan
Sasaran dari modul pelatihan PUG tingkat dasar ini adalah
masyarakat pada umumnya yang akan menyelenggarakan kegiatan
pelatihan ataupun sosialisasi mengenai gender dan pengarusutamaannya.
D. Sistematika Penulisan
Modul pelatihan ini terbagi dalam 3 (tiga) bab sebagai berikut:
BAB I : Menguraikan latar belakang, tujuan, sasaran, dan sistematika
modul pelatihan.
BAB II : Bab II terbagi dalam delapan kegiatan belajar yang akan
disampaikan di dalam pelatihan. Kegiatan belajar tersebut
terdiri dari 8 (delapan) modul :
Modul 1 : Sejarah Perjuangan Kesetaraan Gender
Modul 2 : Kebijakan PUG di tingkat Nasional, Daerah, dan
DIY.
Modul 3 : Konsep Gender
Modul 4 : Pengarusutamaan Gender
Modul 5 : Identifikasi Permasalahan Gender atau Analisis
Gender
Modul 6 : Gender dan Permasalahan Sektor

17
Modul 7 : Data Terpilah Gender
Modul 8 : Perencanaan Penganggaran Responsif Gender
Tiap-tiap kegiatan belajar terbagi dalam beberapa bagian
yang memuat tujuan, proses belajar, metode pembelajaran,
sumber belajar, media dan alokasi waktu.
BAB III : Bab III merupakan penutup sekaligus memuat kesimpulan dan
harapan dari penyusunan modul ini.
E. Filosofi Pembelajaran
Peserta pembelajaran PUG bagi masyarakat umum ini diselenggarakan
dengan memperhatikan:
1. Prinsip Andragogy atau pembelajaran orang dewasa, yaitu selama
pembelajaran peserta berhak untuk:
a. Didengarkan dan dihargai pengalamannya mengenai kegiatan
terkait dengan PUG.
b. Dipertimbangkan setiap ide, dan pendapat, sejauh berada di dalam
konteks pelatihan.
c. Tidak dipermalukan, dilecehkan ataupun diabaikan.
2. Berorientasi kepada peserta, di mana peserta berhak untuk:
a. Mendapatkan 1 paket bahan belajar tentang PUG.
b. Mendapatkan pelatih profesional yang dapat memfasilitasi dengan
berbagai metode, melakukan umpan balik, dan menguasai materi
PUG.
c. Belajar sesuai dengan gaya belajar yang dimiliki, baik secara visual,
auditorial maupun kinestetik (gerak).
d. Belajar dengan modal pengetahuan yang dimiliki masing-masing
tentang PUG.
e. Melakukan refleksi dan memberikan umpan balik secara terbuka
f. Melakukan evaluasi dan dievaluasi
3. Prinsip Partisipatif, di mana peserta pembelajaran terlibat aktif dalam
setiap kegiatan pembelajaran.
4. Berorientasi untuk perubahan, peserta pembelajaran diharapkan
memperoleh perubahan yang lebih baik lagi dalam memahami PUG.
5. Berbasis kompetensi, yang memungkinkan peserta untuk:

18
a. Mengembangkan ketrampilan langkah demi langkah dalam
memperoleh kompetensi yang diharapkan dalam PUG.
b. Memperoleh sertifikat setelah dinyatakan berhasil mendapatkan
kompetensi yang diharapkan pada akhir pembelajaran.
6. Learning by doing yang memungkinkan peserta untuk:
a. Berkesempatan melakukan eksperimentasi berbagai kasus terkait
isu gender menggunakan metode pembelajaran antara lain
demonstrasi/ peragaan, studi kasus, dan praktik baik secara
individu maupun kelompok.
b. Melakukan pengulangan ataupun perbaikan yang dirasa perlu.
F. Metode Pelatihan
Berikut ini merupakan beberapa metode pelatihan yang dapat digunakan:
1. Brainstorming
2. Diskusi
3. Ceramah dan Tanya Jawab (Ceratab)
4. Role play (Permainan) Studi Kasus
5. Pemutaran film
H. Garis-Garis Besar Program Pembelajaran
Modul pelatihan PUG tingkat dasar ini mengacu pada Garis-Garis Besar
Program Pembelajaran (GBPP) sebagai berikut.

19

Anda mungkin juga menyukai