Anda di halaman 1dari 39

STUDI KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA AN. G DENGAN DIAGNOSA MEDIS


DIARE AKUT DEHIDRASI RINGAN SEDANG

DI RUANG ANAK NAKULA SADEWA

RSUD DR. SOETOMO SURABAYA

Disusun Oleh:
ANDIK MARA PUTRA, S.Kep., Ns.
NIP 19910907 202204 1 001

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR


SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH
RSUD DR. SOETOMO SURABAYA
TAHUN 2022
LEMBAR PERSETUJUAN

Nama : Andik Mara Putra, S.Kep., Ns.

NIP : 199109072022041001

Judul : Asuhan Keperawatan pada An. A dengan Diare Akut Dehidrasi Ringan
Sedang di Ruang Anak Nakula Sadewa RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Diajukan sebagai salah satu tugas selama masa orientasi CPNS di RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Menyetujui
Surabaya, 9 Mei 2022

Kepala Ruangan Nakula Sadewa Penulis

Elmi Aris Rahayu, S.Kep., Ns. M.Kep. Andik Mara Putra, S.Kep., Ns.
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Diare adalah suatu kondisi dimana seseorang buang air besar dengan konsistensi lembek
atau cair, bahkan dapat berupa air saja dan frekuensinya lebih sering (lebih dari tiga kali) dalam
satu hari. Diare akut berlangsung kurang dari 1 minggu dengan konsistensi cair dan frekuensi
lebih dari 3 kali sehari (IDAI, 2011). Survei Kesehatan Nasional tahun 2006 menempatkan diare
pada posisi tertinggi kedua sebagai penyakit paling berbahaya pada balita. Diare dilaporkan telah
membunuh 4 juta anak setiap tahun di negara-negara berkembang (Kemenkes RI, 2010).
Penyakit diare sering dijumpai pada anak-anak. Menjelang akhir dekade milenium ketiga
ini, diare pada anak dibawah usia lima tahun masih menjadi penyebab kedua kematian di dunia.
Hampir setiap tahun diare membunuh sekitar 525 ribu anak di usia tersebut, dan secara global
kasus diare pada masa bayi setiap tahunnya mencapai angka 1,7 milyar (WHO, 2017). Diare
masih menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat yang perlu mendapat perhatian karena
angka morbiditas dan mortilitasnya masih tinggi. Data dari Riskesdas tahun 2007 menyebutkan
bahwa penyakit diare dari tahun ke tahun masih menjadi penyebab utama kematian bayi dan
balita di Indonesia (Anggraeni dan Farida, 2011). Di dunia sekitar lima juta anak meninggal
dunia karena diare akut, dimana sebagian besar terjadi di negara berkembang termasuk Indonesia
(Widoyono, 2011).
Secara klinis penyebab diare dapat dikelompokkan dalam 6 golongan besar yaitu infeksi
(disebabkan oleh bakteri, virus atau infestasi parasit), malabsorpsi, alergi, keracunan,
imunodefisiensi dan sebab-sebab lainnya. Penyebab yang sering ditemukan di lapangan ataupun
secara klinis adalah diare yang disebabkan infeksi dan keracunan (Departemen Kesehatan RI,
2011). Kelompok umur yang paling rawan terkena diare adalah kelompok anak usia balita. Pada
usia ini, anak mulai mendapat makanan tambahan seperti makanan pendamping dan susu
formula, sehingga kemungkinan termakan makanan yang sudah terkontaminasi oleh agen
penyebab penyakit diare menjadi lebih besar (Hiswani, 2003). Selain itu beberapa faktor yang
dapat memicu kerentanan terhadap diare pada bayi dan anak-anak, antara lain: pemberian ASI
kurang dari 2 tahun, kekurangan gizi, imunodefisiensi, imunosupresi, faktor lingkungan dan
faktor prilaku (Adisasmito, 2007).
Tata laksana di rumah maupun di sarana kesehatan sangat mempengaruhi keselamatan jiwa
anak yang menderita diare terutama dengan dehidrasi (Mafazah, 2013). Pemberian cairan adalah
yang utama pada penderita diare karena sebagian besar kasus terutama anak-anak yang dibawa
ke rumah sakit sudah terjadi komplikasi berupa dehidrasi sehingga diperlukan cairan rehidrasi
yang sesuai. Pemberian cairan untuk rehidrasi yang direkomendasikan WHO adalah cairan
rehidrasi oral yaitu oralit 200 yang diberikan pada kasus diare dengan dehidrasi ringan-sedang
yang efektif untuk mengembalikan cairan dan juga menurunkan volume feces serta menurunkan
muntah (Depkes, 2008). Salah satu faktor resiko terjadinya diare pada anak adalah keracunan
makanan. Keracunan makanan tersebut disebabkan karena anak mengkonsumsi makanan yang
tidak terjamin kebersihannya (Wong, 2009). Resiko akibat diare dapat dikurangi dengan terapi
yang tepat. Terapi pertama bagi penderita diare akut tanpa dehidrasi, dan dehidrasi ringansedang
adalah dengan pemberian CRO (cairan rehidrasi oral). Pemberian CRO yang tepat dengan
jumlah yang memadai merupakan modal yang utama mencegah dehidrasi. Terapi lain yang dapat
diberikan adalah adsorben (attapulgit dan pektin), dan antiemetik (metoklopramid, domperidon,
dan ondansentron). Pemberian antibiotik hanya diindikasikan pada keadaan tertentu seperti diare
yang terindikasi infeksi patogen serta diare pada bayi dan anak dengan keadaan
immunocompromised (Gunawan, 2007).
Kebersihan dalam kehidupan seharihari merupakan hal yang sangat penting dan harus
diperhatikan karena kebersihan akan mempengaruhi kesehatan seseorang. Seseorang mengalami
sakit, biasanya masalah kebersihan kurang diperhatikan, hal ini terjadi karena menganggap
bahwa masalah kebersihan diri adalah masalah sepele, padahal jika hal tersebut dibiarkan dapat
mempengaruhi kasehatan secara umum bisa menyebabkan penyakit seperti diare (Tarwoto dan
Wartonah, 2008). Kebersihan lingkungan pada hakekatnya adalah kondisi atau keadaan
lingkungan yang optimum sehingga berpengaruh positif terhadap status kesehatan yang
optimum. Ruang lingkup kebersihan lingkungan antara lain mencakup : perumahan,
pembuangan kotoran manusia (tinja), penyediaan air bersih, pembuangan sampah, pembuangan
air kotor (air limbah), rumah hewan ternak (kandang) dan sebagainya (Anwar, 2003).

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dirumuskan masalah sebagai berikut “Bagaimana
Asuhan Keperawatan pada anak dengan Diare Akut Dehidrasi Ringan Sedang di Ruang Anak
Nakula Sadewa RSUD Dr. Soetomo Surabaya?”

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk memperoleh pengalaman nyata melakukan Asuhan Keperawatan pada anak
dengan Diare Akut Dehidrasi Ringan Sedang di Ruang Anak Nakula Sadewa RSUD
Dr. Soetomo Surabaya.
2. Tujuan Khusus
a. Melakukan pengkajian pada anak dengan Diare Akut Dehidrasi Ringan Sedang di
Ruang Anak Nakula Sadewa RSUD Dr. Soetomo Surabaya.
b. Merumuskan diagnosis keperawatan pada anak dengan Diare Akut Dehidrasi
Ringan Sedang di Ruang Anak Nakula Sadewa RSUD Dr. Soetomo Surabaya.
c. Menyusun rencana asuhan keperawatan pada anak dengan Diare Akut Dehidrasi
Ringan Sedang di Ruang Anak Nakula Sadewa RSUD Dr. Soetomo Surabaya.
d. Melaksanakan tindakan keperawatan pada anak dengan Diare Akut Dehidrasi
Ringan Sedang di Ruang Anak Nakula Sadewa RSUD Dr. Soetomo Surabaya.
e. Melakukan evaluasi keperawatan pada anak dengan Diare Akut Dehidrasi Ringan
Sedang di Ruang Anak Nakula Sadewa RSUD Dr. Soetomo Surabaya.
f. Mendokumentasikan hasil asuhan keperawatan pada anak dengan Diare Akut
Dehidrasi Ringan Sedang di Ruang Anak Nakula Sadewa RSUD Dr. Soetomo
Surabaya.

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Profesi Keperawatan
Dapat memberikan informasi baru dan sebagai bahan perbandingan maupun referensi
bagi perkembangan ilmu keperawatan berkaitan dengan Asuhan Keperawatan Anak
Dengan Diare Akut Dehidrasi Ringan Sedang di Ruang Anak Nakula Sadewa RSUD
Dr. Soetomo Surabaya.
2. Bagi Penulis
Memberikan pengalaman yang nyata serta menambah pengetahuan untuk melakukan
asuhan keperawatan pada anak, khususnya tentang Asuhan Keperawatan Anak
Dengan Diare Akut Dehidrasi Ringan Sedang di Ruang Anak Nakula Sadewa RSUD
Dr. Soetomo Surabaya.
3. Bagi Rumah Sakit
Diharapkan menjadi referensi maupun evaluasi dalam upaya meningkatkan mutu
pelayanan kepada pasien di RSUD Dr. Soetomo Surabaya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Diare


1. Pengertian dan Epidemiologi
Diare adalah suatu kondisi dimana seseorang BAB dengan konsistensi lembek atau
cair, bahkan dapat berupa air saja dan frekuensinya lebih sering ( biasanya tiga kali
atau lebih) dalam satu hari. Secara klinis penyebab diare antara lain infeksi
(disebabkan oleh bakteri, virus, atau infestasi parasit), malabsorbsi, alergi, keracunan,
dan imunodefisiensi (Depkes, 2011). Penyakit diare masih merupakan masalah
kesehatan masyarakat di negara berkembang seperti di Indonesia, karena morbiditas
dan mortalitasnya yang masih sangat tinggi. Survei morbiditas yang dilakukan oleh
subdit diare Departemen Kesehatan dari tahun 2000 s/d 2010 terlihat kecenderungan
insidens naik. Pada tahun 2000 IR penyakit diare 301/1000 penduduk, tahun 2003 naik
menjadi 374/1000 penduduk, tahun 2006 naik menjadi 423/1000 penduduk dan tahun
2010 menjadi 411/1000 penduduk. Kejadian Luar Biasa (KLB) diare juga masih
sering terjadi dengan CFR yang masih tinggi. Pada tahun 2008 terjadi KLB di 69
Kecamatan dengan jumlah kasus 8.133 orang, dengan kematian 239 orang (CFR 2,94
%). Tahun 2009 terjadi KLB di 24 Kecamatan dengan jumlah kasus 5.756 orang,
dengan kematian 100 orang (CFR 1,74 %), sedangkan tahun 2010 terjadi KLB diare di
33 Kecamatan dengan jumlah penderita 4.204 orang dengan kematian 73 orang (CFR
1,74 %) (Depkes, 2011).
2. Etiologi
Secara klinis penyebab diare antara lain infeksi (disebabkan oleh bakteri, virus, atau
infestasi parasit), ma labsorbsi, alergi, keracunan, dan imuno defisiensi Penyebab yang
paling sering ditemukan di lapangan atau secara klinis adalah diare yang disebabkan
oleh infeksi dan keracunan (Depkes, 2011).
Mansoer, 2009 mengemukakan etiologi dari diare antara lain :
a. Faktor infeksi
1) Infeksi internal : infeksi saluran pencernaan makanan yangmerupakan
penyebab utama gastroenteritis pada anak, meliputiinfeksi internal sebagai
berikut:
a) Infeksi bakteri : vibrio, ecoly, salmonella shigella, capylabactor,
versiniaaoromonas dan sebagainya.
b) Infeksi virus : entero virus ( v.echo, coxsacria, poliomyelitis).
c) Infeksi parasit : cacing ( ascaris, tricuris, oxyuris, srongyloidis, protozoa,
jamur).
2) Infeksi parenteral : infeksi di luar alat pencernaan seperti : OMA, tonsilitis,
bronkopneumonia, dan lainnya.
b. Faktor malabsorbsi
1) Malabsorbsi karbohidrat : disakarida (intoleransi laktosa, maltosa,dan sukrosa),
mosiosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa, dangalatosa).
2) Malabsorbsi lemak.
3) Malabsorbsi protein
c. Faktor makanan, Makanan basi, beracun dan alergi terhadap makanan.
d. Faktor psikologis, Rasa takut dan cemas (jarang tetapi dapat terjadi pada anak yang
lebih besar).
3. Manifestasi Klinis
Mula-mula bayi dan anak menjadi cengeng, gelisah, suhu tubuh biasanya meningkat,
nafsu makan berkurang atau tidak ada, kemudian timbul diare. Tinja cair dan mungkin
disertai lendir dan atau darah. Warna tinja makin lama berubah menjadi kehijau-
hijauan karena tercampur dengan empedu. Anus dan daerah sekitarnya lecet karena
seringnya defekasi dan tinja makin lama makin asam sebagai akibat makin banyaknya
asam laktat yang berasal dari laktosa yang tidak dapat diabsorbsi usus selama diare.
Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare dan dapat disebabkan oleh
lambung yang turut meradang atau akibat gangguan keseimbangan asam-basa dan
elektrolit. Bila penderita telah banyak kehilangan cairan dan elektrolit, maka gejala
dehidrasi makin tampak. Berat badan menurun, turgor kulit berkurang, mata dan ubun-
ubun membesar menjadi cekung, selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak
kering. Berdasarkan banyaknya cairan yang hilang dapat dibagi menjadi dehidrasi
ringan, sedang, dan berat, sedangkan berdasarkan tonisitas plasma dapat dibagi
menjadi dehidrasi hipotonik, isotonik, dan hipertonik. (Mansjoer, 2009).
Penentuan derajat dehidrasi menurut WHO:
No Tanda dan Dehidrasi Dehidrasi Dehidrasi Berat
Gejala Ringan Sedang
1 Keadaan Umum Sadar, gelisah, Gelisah, Mengantuk, lemas,
haus mengantuk anggota gerak
dingin, berkeringat,
kebiruan, mungkin
koma, tidak sadar.
2 Denyut nadi Normal, kurang Cepat dan lemah Cepat, halus,
dari 120 kali 120-140 kali per kadang-kadang
permenit menit tidak teraba, lebih
dari 140 kali
permenit
3 Pernafasan Normal Dalam dan Dalam dan cepat
mungkin cepat
4 Ubun-ubun Normal Cekung Sangat cekung
besar
5 Kelopak mata Normal Cekung Sangat cekung
6 Mata Ada Tidak ada Sangat kering
7 Selaput lendir Lembab Kering Sangat kering
8 Elastisitas kulit Pada pencubitan Lambat Sangat lambat
klulit secara (lebih dari 2 detik)
elastis kembali
secara normal
9 air seni Normal berkurang Tidak kencing

4. Patofisiologi
Diare akut infeksi diklasifikasikan secara klinis dan patofisiologis menjadi diare
non inflamasi dan Diare inflamasi. Diare Inflamasi disebabkan invasi bakteri dan
sitotoksin di kolon dengan manifestasi sindroma disentri dengan diare yang disertai
lendir dan darah. Gejala klinis yang menyertai keluhan abdomen seperti mulas sampai
nyeri seperti kolik, mual, muntah, demam, tenesmus, serta gejala dan tanda dehidrasi.
Pada pemeriksaan tinja rutin secara makroskopis ditemukan lendir dan/atau darah,
serta mikroskopis didapati sel leukosit polimorfonuklear.
Pada diare non inflamasi, diare disebabkan oleh enterotoksin yang mengakibatkan
diare cair dengan volume yang besar tanpa lendir dan darah. Keluhan abdomen
biasanya minimal atau tidak ada sama sekali, namun gejala dan tanda dehidrasi cepat
timbul, terutama pada kasus yang tidak mendapat cairan pengganti. Pada pemeriksaan
tinja secara rutin tidak ditemukan leukosit. Mekanisme terjadinya diare yang akut
maupun yang kronik dapat dibagi menjadi kelompok osmotik, sekretorik, eksudatif
dan gangguan motilitas. Diare osmotik terjadi bila ada bahan yang tidak dapat diserap
meningkatkan osmolaritas dalam lumen yang menarik air dari plasma sehingga terjadi
diare. Contohnya adalah malabsorbsi karbohidrat akibat defisiensi laktase atau akibat
garam magnesium.
Diare sekretorik bila terjadi gangguan transport elektrolit baik absorbsi yang
berkurang ataupun sekresi yang meningkat. Hal ini dapat terjadi akibat toksin yang
dikeluarkan bakteri misalnya toksin kolera atau pengaruh garam empedu, asam lemak
rantai pendek, atau laksantif non osmotik. Beberapa hormon intestinal seperti gastrin
vaso active intestinal polypeptide (VIP) juga dapat menyebabkan diare sekretorik.
Diare eksudatif, inflamasi akan mengakibatkan kerusakan mukosa baik usus halus
maupun usus besar. Inflamasi dan eksudasi dapat terjadi akibat infeksi bakteri atau
bersifat non infeksi seperti gluten sensitive enteropathy, inflamatory bowel disease
(IBD) atau akibat radiasi. Kelompok lain adalah akibat gangguan motilitas yang
mengakibatkan waktu tansit usus menjadi lebih cepat. Hal ini terjadi pada keadaan
tirotoksikosis, sindroma usus iritabel atau diabetes melitus. Diare dapat terjadi akibat
lebih dari satu mekanisme. Pada infeksi bakteri paling tidak ada dua mekanisme yang
bekerja peningkatan sekresi usus dan penurunan absorbsi di usus. Infeksi bakteri
menyebabkan inflamasi dan mengeluarkan toksin yang menyebabkan terjadinya diare.
Infeksi bakteri yang invasif mengakibatkan perdarahan atau adanya leukosit dalam
feses.
Pada dasarnya mekanisme terjadinya diare akibat kuman enteropatogen meliputi
penempelan bakteri pada sel epitel dengan atau tanpa kerusakan mukosa, invasi
mukosa, dan produksi enterotoksin atau sitotoksin. Satu bakteri dapat menggunakan
satu atau lebih mekanisme tersebut untuk dapat mengatasi pertahanan mukosa usus
(Ciesla, 2013; Manatsathit et al, 2012; Soewondo, 2012) .

5. Pemeriksaan Diagnostik
a. Feses
Evaluasi laboratorium pasien tersangka diare infeksi dimulai dari
pemeriksaan feses adanya leukosit. Kotoran biasanya tidak mengandung leukosit,
jika ada itu dianggap sebagai penanda inflamasi kolon baik infeksi maupun non
infeksi. Karena netrofil akan berubah, sampel harus diperiksa sesegera mungkin.
Sensitifitas lekosit feses terhadap inflamasi patogen (Salmonella, Shigella dan
Campylobacter) yang dideteksi dengan kultur feses bervariasi dari 45% - 95%
tergantung dari jenis patogennya (Lung E, 2013).
Penanda yang lebih stabil untuk inflamasi intestinal adalah laktoferin.
Laktoferin adalah glikoprotein bersalut besi yang dilepaskan netrofil,
keberadaannya dalam feses menunjukkan inflamasi kolon. Positip palsu dapat
terjadi pada bayi yang minum ASI. Pada suatu studi, laktoferin feses, dideteksi
dengan menggunakan uji agglutinasi lateks yang tersedia secara komersial,
sensitifitas 83 – 93 % dan spesifisitas 61 – 100 % terhadap pasien dengan
Salmonella,Campilobakter, atau Shigella spp, yang dideteksi dengan biakan
kotoran (Lung E, 2013).
Biakan kotoran harus dilakukan setiap pasien tersangka atau menderita diare
inflammasi berdasarkan klinis dan epidemiologis, test lekosit feses atau latoferin
positip, atau keduanya. Pasien dengan diare berdarah yang nyata harus dilakukan
kultur feses untuk Entherohaemoragic E. Coli (Ciesla, 2013).
b. Darah
Pasien dengan diare berat, demam, nyeri abdomen, atau kehilangan cairan harus
diperiksa kimia darah, natrium, kalium, klorida, ureum, kreatinin, analisa gas
darah dan pemeriksaan darah lengkap (Hendarwanto, 2016) .
c. Radiologi
Pemeriksaan radiologi seperti sigmoidoskopi, kolonoskopi dan lainnya biasanya
tidak membantu untuk evaluasi diare akut infeksi (Jones, 2014).

6. Penatalaksanaan
Penanganan diare akut ditunjukan untuk mencegah atau menanggulangi dehidrasi serta
gangguan keseimbangan elektrolit dan asam basa, kemungkinan terjasinya intoleransi,
mengobati kausa dari diare yang spesifik, mencegah dan menaggulangi gangguan gizi
serta mengobati penyakit penyerta (Subijanto, 2014; Perangin-angin, 2014). Secara
teori terdapat lima langkah tata laksana diare, yaitu :
a. Rehidrasi
Rehidrasi dilakukan utuk terapi diare dehidrasi ringan/sedang, dilakukan rencana
terapi sebagai berikut :
1) Berikan oralit dalam 3 jam pertama. Bila BB tidak diketahui berikan oralit
sesuai tabel di bawah ini :
Umur 4 bulan 4-12 bulan 12-24 bulan 2-5 tahun
Berat badan <6 kg 6-10 kg 10-12 kg 12-19 kg
Jumlah cairan 200-400 400-700 700-900 900-1400
Keterangan :
- Jika berat badan diketahui, maka jumlah oralit yang diperlukan adalah 75
ml/kh berat badan.
- Jika anak menginginkan lebih banyak oralit, berikanlah.
- Jika kelopak mata anak bengkak, hentikanlah pemberian oralit dan beri
minum air matang atau ASI.
2) Teruskan pemberian ASI
Untuk bayi < 6 bulan yang tidak mendapatkan ASI, berikanlah 100-200 ml
air masak selama masa ini. Untuk anak > 6 bulan, tunda pemberian makan
selama 3 jam kecuali ASI dan oralit.
3) Berikan zinc selama 10 hari berturut-turut.
Setelah 3-4 jam, nilai kembali keadaan anak dan berikan rencana terapi
rehidrasi sesuai dengan keadaannya.Terapi cairan yang diberikan pada pasien
diare dengan dehidrasi ringan/sedang adalah pemberian oralit, namun jika
pasien muntah tiap kali diberikan minum maka dipilih rehidrasi dengan
menggunakan ringer laktat atau ringer asetat (atau jika tidak tersedia,
gunakanlah larutan NaCl) sebanyak 70 ml x berat badan (kg).
Umur Pemberian 70 ml/kg selama
Bayi (dibawah umur 12 bulan) 5 jam
Anak (12 bulan sampai 5 tahun) 2,5 jam
Agar tidak terjadi dehidrasi berulang, pasien diberikan cairan rumatan sesuai
dengan kebutuhan berat badannya (Depkes RI, 2011).
b. Dukungan Nutrisi
Pada kasus diare akut dengan dehidrasi ringan-sedang diberikan tambahan
cairan lebih banyak dari biasanya. Pemberian ASI diberikan lebih seringdan
lebih lama. Pemberian makanan selama diare harus diteruskan dan ditingkatkan
setelah sembuh,tujuannya adalah memberikan makanan yang kaya nutrient
sebanyak anak mampu menerima. Sebagian besar anak dengan diare cair, nafsu
makannya timbul kembali setelah dehidrasi teratasi. Meneruskan pemberian
makanan akan mempercepat kembalinya fungsi usus yang normal termasuk
kemampuan menerima dan mengabsorbsi berbagai nutrient, sehingga
memburuknya status gizi dapat dicegah atau paling tidak dapat dikurangi. ASI
memberikan imunitas atau kekebalan yang belum dapat dibuat sendiri oleh bayi
yang baru lahir.
c. Suplementasi Zinc
Zinc sulfat diberikan pada usia >6bulan sama dengan 20 mg per hari yang
dilarutkan sehingga dalam terapi yang diberikan pada kasus ini sudah sesuai yaitu
Zinc sirup yang mengandung zinc sulfat 10mg, diberikan 1x2 sendok takar. Zinc
merupakan salah satu zat gizi mikro yang penting untuk kesehatan dan
pertumbuhan anak. Zinc meningkatkan kekebalan tubuh sehingga mencegah
resiko terulangnya diare selama 2 sampai 3 bulan setelah anak sembuh dari
diare.penggunaan zinc selama diare akut diperkirakan akan mempengaruhi fungsi
imun atau fungsi dan struktur intestinal serta proses pemulihan epitel selama
diare, sehingga akan mencegah diare lebih lanjut dan mempercepat proses
penyembuhan.
d. Pemberian antibiotik
Pemberian antibiotik harus berdasarkan indikasi yang sesuai, seperti diare
berdarah atau diare karena kolera, atau diaredengan disertai penyakit lain.
e. Edukasi Orang Tua
Edukasi yang diberikan kepada orang tua pasien berupa pemahaman tentang
penyakit diare dan terapinya, meliputi cara pemberian oralit, zinc, nutrisi yang
cukup, kebersihan diri dan makanan. Pada orang tua juga diberikan edukasi
apabila menemukan tanda-tanda pada anak seperti BAB cair lebih sering, muntah
berulang, mengalami rasa haus yang nyata, makan minum sedikit, demam, tinja
berdarah, atau tidak membaik dalam 3 hari maka anak harus segera dibawa ke
fasilitas kesehatan terdekat.
f. Terapi tambahan
Terapi tambahan pada diare anak dapat berupa pemberian probiotik ataupun
antipiretik bila anak demam. Probiotik adalah bakteri hidup atau bakteri
campuran yang mempuanyai efek menguntungkan pada saluran pencernaan dan
saluran nafas manusia melalui kemampuan nya memperbaiki keseimbangan mikro
flora usus. Bakteri ini termasuk mikroba dari golongan asam laktat yang bekerja
mempertahankan kesehatan manusia. Terdapat tiga genus bakteri asamlaktat yang
sering dipakai sebagai probiotik antara lainLactobacilus,Bifdobacterium dan
Streptococcus. Selain itu, bakteri yang juga sering digunakan untuk probiotik
adalah Lactococcus dan Enterococcus (Wawan,2010).
Fungsi pemberian probiotikantaralain sebagai:
1) Fungsi pertahanan mukosa, fungsi proteksi dan pertahanan imunitas saluran
cerna seperti misalnya lapisan epitel, lapisan mukus, peristaltik, dan
deskuamasi epitel, serta sekresi Imunnoglobulin A (IgA), sangat berpengaruh
terhadap perlekatan kuman patogen.
2) Modulasisistem imun lokal dan sistemik, duafungsi imunitas disaluran cerna
yang penting adalah:
a) Sebagai peran proteksi/supresi, mencegah respon imun terhadap protein,
dan menghindar ireaksi hipersensitvitas.
b) Induksi respon imun spesifik dengan sekresi IgA di dalam lumen saluran
cerna yang bertujuan untuk mencegah kolonisasi kuman patogen. Banyak
penelitan melaporkan adanya perbaikan klinis pada diare yang disebabkan
karena infeksi virus rota atau traveler’s diarrhea, diare yang disebabkan
karena Clostridium dificile, sembuh dengan pemberian probiotik. Selain
itu, probiotik jugadapat digunakan untuk mengobati diare yang
berhubungan dengan penggunan antibiotic (antibioticasosiateddiarrhea)
(Wawan, 2010). Kombinasi zinc dan probiotik dapat memperpendek
lamadiare selama kurang lebih 2 hari dibandingkan dengan yang diberikan
terapi probiotik saja (Lolopayung M dkk, 2013; Karuniawati, 2010;
Meneng P, 2009). World Health Organization (WHO) sendiri tidak
menyarankan ataupun melarang penggunaan probiotik dalam terapi diare
akut (Kemenkes RI, 2011).
g. Bila demam
Bila anak demam, anak dapat diberikan paracetamol sirup dengan dosis
10mg/kgBB tiap pemberian.

7. Penularan
Junadi, purnawan dkk, (2002) menjelaskan bahwa penularan penyakit diare pada balita
biasanya melalui jalur fecal oral terutama karena: (1) Menelan makanan yang
terkontaminasi (makanan sapihan dan air). (2) Beberapa faktor yang berkaitan dengan
peningkatan kuman perut : (a) Tidak memadainya penyediaan air bersih, (b)
kekurangan sarana kebersihan dan pencemaran air oleh tinja, (c) penyiapan dan
penyimpanan makanan tidak secara semestinya.Cara penularan penyakit diare adalah
Air (water borne disease), makanan (food borne disease), dan susu (milk borne
disease). Menurut Budiarto (2002) bahwa secara umum faktor resiko diare pada
dewasa yang sangat berpengaruh terjadinya penyakit diare yaitu faktor lingkungan
(tersedianya air bersih, jamban keluarga, pembuangan sampah, pembuangan air
limbah), perilaku hidup bersih dan sehat, kekebalan tubuh, infeksi saluran pencernaan,
alergi, malabsorbsi, keracunan, imunodefisiensi, serta sebab-sebab lain. Sedangkan
menurut Sutono (2008) bahwa pada balita faktor resiko terjadinya diare selain faktor
intrinsic dan ekstrinsik juga sangat dipengaruhi oleh perilaku ibu dan pengasuh balita
karena balita masih belum bisa menjaga dirinya sendiri dan sangat bergantung pada
lingkungannya, dengan demikian apabila ibu balita atau ibu pengasuh balita tidak bisa
mengasuh balita dengan baik dan sehat maka kejadian diare pada balita tidak dapat
dihindari. Diakui bahwa faktor-faktor penyebab timbulnya diare tidak berdiri sendiri,
tetapi sangat kompleks dan sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor yang berkaitan
satu sama lain, misalnya faktor gizi, sanitasi lingkungan, keadaan social ekonomi,
keadaan social budaya, serta faktor lainnya. Terjadinya diare sangat dipengaruhi oleh
kerentanan tubuh, pemaparan terhadap air yang tercemar, system pencernaan serta
faktor infeksi itu sendiri. Kerentanan tubuh sangat dipengaruhi oleh faktor genetik,
status gizi, perumahan padat dan kemiskinan

8. Komplikasi
Sebagai akibat kehilangan cairan dan elektrolit secara mendadak, dapat terjadi
berbagai macam komplikasi seperti:
a. Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonic atau hipertonik).
b. Renjatan hipovolemik.
c. Hipokalemia (dengan gejala meteorismus, hipotoni otot, lemah, bradikardia,
perubahan pada elektrokardiogram).
d. Hipoglikemia.
e. Intoleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defisiensi enzim lactase karena
kerusakan vili mukosa usus halus.
f. Kejang, terutama pada dehidrasi hipertonik.
g. Malnutrisi energy protein, karena selain diare dan muntah penderita juga
mengalami kelaparan (Easy, 2016).

9. Prognosis
Prognosis diare akibat rotavirus pada anak umumnya baik, namun penyebab utama
tingginya kematian anak dengandiare di dunia adalah dehidrasi. WHO melaporkan
bahwa penyebab utama kematian pada bayi umur>1 bulan akibat diare adalah sebesar
14%. Kematian pada bayi umur<1 bulan akibat diare yaitu sebesar 2%. Namun,
dengan penatalaksanaan yang cepat dantepat serta edukasi yang baik kepada orang tua,
pasien diare dengan dehidrasi dapat memperoleh prognosis yang lebih baik dan
keluarga dapat mendukung proses pengobatan hingga anak sembuh (Easy, 2016).
B. Pathways
Infeksi Malabsorbsi Makanan

Kuman masuk dan Tekanan osmotik


Toksin tidak dapat di absorbsi
berkembang dalam usus meningkat

Toksin dalam dinding Pergeseran air dan Hiperperistaltik


usus halus elektrolit ke rongga usus

Hipersekresi air dan Isi rongga usus Kemampuan absorbsi


elektrolit usu meningkat meningkat menurun

DIARE

BAB sering dengan Inflamasi saluran


konsistensi encer pencernaan

Kulit di sekitar Frekuensi


Cairan yang Agen Mual dan
anus lecet dan defekasi muntah
keluar banyak pirogenic
iritasi meningkat

Anus BAB encer Suhu tubuh Anoreksia


kemerahan dan Dehidrasi dengan atau meningkat
gatal tanpa darah

Resiko Resiko
kerusakan Hipovolemia Diare Hipertermia ketidakseimbangan
integritas kulit elektrolit
C. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas
Perlu diperhatikan adalah usia. Episode diare terjadi pada 2 tahun pertama
kehidupan. Insiden paling tinggi adalah golongan umur 6-11 bulan. Kebanyakan
kuman usus merangsang kekebalan terhadap infeksi, hal ini membantu menjelaskan
penurunan insidence penyakit pada anak yang lebih besar. Pada umur 2 tahun atau
lebih imunitas aktif mulai terbentuk. Kebanyakan kasus karena infeksi  usus
asimptomatik dan kuman enteric menyebar terutama klien tidak menyadari adanya
infeksi. Status ekonomi juga berpengaruh terutama dilihat dari pola makan dan
perawatannya.
b. Keluhan Utama
Adanya keluhan BAB lebih dari 3x sehari.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
BAB warna kuning kehijauan, bercampur lendir dan darah atau lendir saja.
Konsistensi encer, frekuensi lebih dari 3 kali, waktu pengeluaran : 3-5 hari (diare
akut), lebih dari 7 hari (diare berkepanjangan), lebih dari 14 hari (diare kronis),
disertai demam, kelemahan dan rasa haus berlebih.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Pernah mengalami diare sebelumnya, pemakian antibiotik atau kortikosteroid
jangka panjang (perubahan candida albicans dari saprofit menjadi parasit), alergi
makanan, ISPA, ISK, OMA campak. Disamping itu perlu dikaji mengenai riwayat
alergi makanan dan riwayat imunisasi sebelumnya.
e. Riwayat Kesehatan Keluarga
Ada salah satu keluarga yang terkena diare.
f. Riwayat Kesehatan Lingkungan
Kondisi lingkungan tempat tinggal yang kumuh dan kotor, sanitasi yang kurang
baik, kebiasaan cuci tangan yang masih kurang, kurang menjaga kebersihan, cara
pengolahan makanan yang tidak benar serta penyimpanan makanan yang kurang
baik.
g. Riwayat Nutrisi
Pada anak usia toddler makanan yang diberikan seperti pada orang dewasa, porsi
yang diberikan 3 kali setiap hari dengan tambahan buah dan susu. kekurangan gizi
pada anak usia toddler sangat rentan.
h. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan
1) Pertumbuhan
a) Kenaikan BB karena umur 1 –3 tahun berkisar antara 1,5-2,5 kg (rata - rata 2
kg),  PB 6-10 cm (rata-rata 8 cm) pertahun.
b) Kenaikan lingkar kepala : 12cm ditahun pertama dan 2 cm ditahun kedua dan
seterusnya.
c) Tumbuh gigi 8 buah : tambahan gigi susu; geraham pertama dan gigi taring,
seluruhnya berjumlah 14 – 16 buah.
d) Erupsi gigi : geraham perama menusul gigi taring.
2) Perkembangan
a) Tahap perkembangan Psikoseksual menurut Sigmund Freud.
Fase anal : Pengeluaran tinja menjadi sumber kepuasan libido, meulai
menunjukan keakuannya, cinta diri sendiri/ egoistic, mulai kenal dengan
tubuhnya, tugas utamanyan adalah latihan kebersihan, perkembangan bicra
dan bahasa (meniru dan mengulang kata sederhana, hubungna interpersonal,
bermain).
b) Tahap perkembangan psikososial menurut Erik Erikson.
Autonomy vs Shame and doundt : Perkembangan keterampilan motorik dan
bahasa dipelajari anak toddler dari lingkungan dan keuntungan yang ia
peroleh dari kemampuannya untuk mandiri. Melalui dorongan orang tua
untuk makan, berpakaian, BAB sendiri, jika orang tua terlalu over protektif
menuntut harapan yanag terlalu tinggi maka anak akan merasa malu dan ragu-
ragu seperti juga halnya perasaan tidak mampu yang dapat berkembang pada
diri anak.
c) Gerakan kasar dan halus, bacara, bahasa dan kecerdasan, bergaul dan mandiri
saat umur 2-3 tahun :
(1) Berdiri  dengan satu kaki tanpa berpegangan sedikitpun  2 hitungan
(Motorik Kasar).
(2) Meniru membuat garis lurus (Motorik Halus).
(3) Menyatakan keinginan   sedikitnya dengan dua kata (bergaul, bahasa,
kecerdasan).
(4) Melepas pakaian sendiri (Bergaul Mandiri).
2. Pemeriksaan Fisik
a. Pengukuran panjang badan, berat badan menurun, lingkar lengan mengecil, lingkar
kepala, lingkar abdomen membesar.
b. Keadaan umum : klien lemah, gelisah, rewel, lesu, kesadaran menurun.
c. Kepala : ubun-ubun tak teraba cekung karena sudah menutup pada anak umur 1
tahun lebih.
d. Mata : cekung, kering, sangat cekung.
e. Sistem pencernaan : mukosa mulut kering, distensi abdomen, peristaltic meningkat
> 35 x/mnt, nafsu makan menurun, mual muntah, minum normal atau tidak haus,
minum lahap dan kelihatan haus, minum sedikit atau kelihatan bisa minum.
f. Sistem Pernafasan : dispnea, pernafasan cepat > 40 x/mnt karena asidosis metabolic
(kontraksi otot pernafasan).
g. Sistem kardiovaskuler : nadi cepat > 120 x/mnt dan lemah, tensi menurun pada
diare sedang.
h. Sistem integumen : warna kulit pucat, turgor menurun > 2 dt, suhu meningkat >
37,5 °C, akral hangat, akral dingin (waspada syok), capillary refill time memajang
> 2 dt, kemerahan pada daerah perianal.
i. Sistem perkemihan : urin produksi oliguria sampai anuria (200-400 ml/ 24 jam ),
frekuensi berkurang dari sebelum sakit.
j. Dampak hospitalisasi : semua anak sakit yang MRS bisa mengalami stress yang
berupa perpisahan, kehilangan waktu bermain, terhadap tindakan invasive respon
yang ditunjukan adalah protes, putus asa, dan kemudian menerima.
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium :
1) feses kultur : Bakteri, virus, parasit, candida.
2) Serum elektrolit : Hiponatremi, Hipernatremi, hipokalemi.
3) AGD (analisa gas darah) : asidosis metabolic (Ph menurun, pO2 meningkat,
pcO2 meningkat, HCO3 menurun).
4) Faal ginjal : UC meningkat (GGA)
b. Radiologi : mungkin ditemukan bronchopneumonia.
4. Diagnosa Keperawatan
a. Hipovolemia
b. Diare
c. Risiko ketidak seimbangan elektrolit
No Standar Diagnosis Keperawatan Standar Luaran Keperawatan Indonesia Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
Indonesia (SDKI) (SLKI) (SIKI)
1 Hipovolemia Status Cairan Membaik - Managemen Hipovolemia
Kriteria Hasil : Observasi
Kategori : Fisiologis - Kekuatan nadi meningkat - Identifikasi penyebab hipervolemia
Subkategori : Nutrisi dan Cairan - Turgor kulit meningkat - Monitor status hemodinamik
- Output urine meningkat - Monitor intake dan output cairan
Definisi: - Pengisian vena meningkat - Monitor tanda hemokonsentrasi
Penurunan volume cairan intravaskular, - Orthopnea menurun - Monitor kecepatan infus secara ketat
interstisial, dan/atau intraseluler. - Dispnea menurun Terapeutik
- Paroxymal nocturnal dyspnea (PND) - Timbang berat badan setiap hari pada
Penyebab : menurun waktu yang sama
- Kehilangan cairan aktif - Edem anasarka menurun Edukasi
- Kegagalan mekanisme regulasi - Edema perifer menurun - Anjurkan melapor jika haluaran urin <0,5
- Peningkatan permeabilitas kapiler - Distensi vena jugularis menurun ml/kgBB/jam
- Kekurangan intake cairan - Kongesti paru menurun - Ajarkan cara mengukur dan mencatat
- Evaporasi - Perasaan lemah menurun asupan dan haluaran cairan
- Keluhan haus menurun Kolaborasi
Gejala dan Tanda Mayor : - Konsentrasi urine menurun - Kolaborasi dalam pemberian cairan
Subjektif - Frekuensi nadi membaik - Kolaborasi dalam pemberian nutrisi
Tidak tersedia - Tekanan darah membaik tambahan
- Tekanan nadi membaik
Objektif - Membran mukosa membaik 2. Pemantauan Cairan
1. Frekuensi nadi meningkat - Jugularis venous pressure (JVP) Observasi
2. Nadi teraba lemah membaik - Monitor frekuensi dan kekuatan nadi
3. Tekanan darah menurun - Kadar HB membaik - Monitor frekuensi nafas
4. Tekanan nadi menyempit - Kadar HT membaik - Monitor tekanan darah
5. Turgor kulit menurun - Central venous pressure membaik - Monitor berat badan
6. Membran mukosa kering - Refluk hepatojugular membaik - Monitor waktu pengisian kapiler
7. Voume urin menurun - Berat badan membaik - Monitor elastisitas atau turgor kulit
8. Hematokrit meningkat - Hepatomegali membaik - Monitor hasil pemeriksaan serum
- Oliguria membaik - Monitor intake dan output cairan
Gejala dan Tanda Minor - Intake cairan membaik - Identifakasi tanda-tanda hipovolemia
Subjektif - Status mental membaik - Identifikasi faktor risiko
1. Merasa lemah - Suhu membaik ketidakseimbangan cairan
2. Mengeluh haus Terapeutik
- Atur interval waktu pemantauan sesuai
Objektif dengan kondisi pasien
1. Pengisian vena menurun - Dokumentasi hasil pemantauan
2. Status mental berubah Edukasi
3. Suhu tubuh meningkat - Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
4. Konsentrasi urin meningkat - Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
Berat badan turun secara tiba-tiba
2 Diare Eliminasi Fekal Membaik Managemen Diare
Kriteria Hasil : Observasi
Kategori : Fisiologis - Kontrol pengeluaran feses meningkat - Identifikasi penyebab diare
Subkategori : Nutrisi dan Cairan - Urgensi menurun - Identifikasi riwayat pemberian makanan
- Nyeri abdomen menurun - Identifikasi gejala invaginasi
Definisi: - Kram abdomen menurun - Monitor warna, volume, frekuensi, dan
Pengeluaran feses yang sering, lunak dan - Konsistensi feses membaik konsistensi tinja
tidak berbentuk - Frekuensi defekasi membaik - Monitor tanda dan gejala hipovolemia
- Peristaltik usus membaik - Monitor iritasi dan uklserasi kulit di
Penyebab : daerah perineal
Fisiologis - Monitor jumlah pengeluaran diare
- Inflamasi gastrointestinal - Monitor keamanan penyiapan makanan
- Iritasi gastrointestinal Terapeutik
- Proses infeksi - Berikan asupan cairan oral
- Malabsorpsi - Pasang jalur intravena
- Berikan cairan intravena
Psikologis - Ambil sampel darah untuk pemeriksaan
darah lengkap dan elektrolit
1. Kecemasan
- Ambil sampel feses untuk kultur, jika
2. Tingkat stres tinggi
perlu
Edukasi
- Anjurkan makanan porsi kecil dan sering
Situasional secara bertahap
1. Terpapar kontaminan - Anjurkan menghindari makanan,
2. Terpapar toksin pembentukan gas, pedas dan mengandung
3. Penyalahgunaan laksatif lactose
4. Penyalahgunaan zat - Anjurkan melanjutkan pemberian ASI
5. Program pengobatan Kolaborasi
6. Perubahan air dan makanan - Kolaborasi pemberian obat antimotilitas
7. Bakteri pada air - Kolaborasi pemberian obat
antispasmodic/spasmolitik
Gejala dan Tanda Mayor : - Kolaborasi pemberian obat pengeras feses
Subjektif
Tidak tersedia 2. Pemantauan cairan
Observasi
Objektif - Monitor frekuensi dan kekuatan nadi
1. Defekasi lebih dari 3 kali dalam 24 jam - Monitor frekuesni nafas
2. Feses lembek atau cair - Monitor tekanan darah
- Monitor nerat badan
Gejala dan Tanda Minor - Monitor waktu pengisian kapiler
Subjektif - Monitor jumlah, waktu dan berat jenis
1. Urgency urine
2. Nyeri/kram abdomen - Monitor kadar albumin dan protein total
- Monitor hasil pemeriksaan serum
Objektif - Identifikasi tanda-tanda hipovolemia
1. Frekuensi peristaltik meningkat - Identifikasi faktor risiko
2. Bising usus hiperaktif ketidakseimbangan cairan
Terapeutik
- Atur interval waktu pemantauan sesuai
dengan kondisi pasien
- Dokumentasi hasil pemantauan
Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
- Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
3. Risiko ketidakseimbangan elektrolit Ketidakseimbangan Elektrolit Meningkat Managemen elektrolit
Kriteria Hasil : Observasi
Kategori : Fisiologis - Kadar serum elektrolit dalam batas - Identifikasi kemungkinan penyebab
Subkategori : Nutrisi dan Cairan normal ketidakseimbangan elektrolit
- Serum natrium meningkat - Monitor kadar elektrolit serum
Definisi: - Serum kalium meningkat - Monitor mual muntah dan diare
Berisiko mengalami perubahan kadar serum - Serum klorida meningkat - Monitor kehilangan cairan jika perlu
elektrolit - Monitor tanda dan gejala hipokalemia
- Monitor tanda dan gejala hiponatremia
Faktor risiko: - Monitor tanda dan gejala hipokalsemia
1. Ketidakseimbangan cairan Terapeutik
2. Kelebihan volume cairan - Atur interval waktu pemantauan sesuai
3. Gangguan mekanisme regulasi dengan kondisi pasien
4. Efek samping prosedur - Dokumentasi hasil pemantauan
5. Diare Kolaborasi
6. Muntah - Kolaborasi pemberian cairan intravena jika
7. Disfungsi ginjal perlu
8. Disfungsi regulasi endokrin
5. Implementasi
Aplikasi dan respon sesuai intervensi
6. Evaluasi
a. Status hidrasi pasien
b. Tanda vital
c. Evaluasi status mental
d. Evaluasi frekuensi, konsistensi, warna feses
e. Evaluasi tingkat ketakutan pasien terhadap pengobatan.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Identitas
a. Nama pasien : An. G No. RM : 12.2.11.XX
b. Usia : 1 tahun 4 bulan Tanggal Pengkajian : 11 April 2022
c. Jenis kelamin : Perempuan Jam pengkajian : 08.00 WIB
d. Agama : Islam Sumber Informasi : Orang tua
e. Berat badan : 6 Kg
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan Utama
Ibu pasien mengatakan jika pasien BAB cair sebanyak 8x sejak semalam
b. Riwayat penyakit sekarang
Ibu pasien mengatakan jika pasien diare sejak 2 hari sebelum masuk ke Rumah
Sakit dengan frekuensi BAB > 10 x/hari, BAB cair +, ada ampas +, Lendir +, darah
-, anus pasien berwarna kemerahan dan pasien menangis saat anusnya disentuh,
makan minum menurun. Pasien kemudian dibawa ke IGD Rumah Sakit RSUD Dr.
Sutomo pada tanggal 1 april 2022 dan dirawat diruang Nakula Sadewa. Hari ini
masuk hari perawatan ke-9 dan Ibu pasien masih mengeluhkan jika pasien masih
diare namun BAB hanya berbentuk ampas, tidak ada lendir maupun darah,
frekuensi 8x /hari,.
c. Riwayat penyakit dahulu
Riwayat ODS Retinoblastoma (perawatan di RSUD Dr. Soetomo)
Kemoterapi retinoblastoma pada bulan Maret 2021
d. Diagnosa Utama
Diare akut dehidrasi ringan sedang + ODS Retinoblastoma + Gizi buruk
e. Riwayat penyakit keluarga
Di dalam keluarga tidak ada yang memiliki riwayat penyakit jantung, hipertensi,
maupun diabetes mellitus.
3. Kesehatan Fungsional
a. Aspek fisik-biologis
1) Nutrisi
a) Sebelum sakit
Ibu pasien mengatakan jika pasien sulit untuk makan makanan pendamping
ASI dan lebih suka minum ASI dan air saja.
b) Selama sakit
Ibu pasien mengatakan selama di rumah sakit, pasien hanya minum ASI dan
air saja.
2) Pola eliminasi
a) Sebelum sakit
Ibu pasien mengatakan BAK pasien normal dan hanya mengganti popok
pasien 4-5x/hari.
b) Selama sakit
Ibu pasien mengatakan selama dirawat di rumah sakit mengganti popok >
10x/hari karena air kencing pasien bercampur dengan BAB pasien.
3) Pola aktivitas
a) Sebelum sakit
Ibu pasien mengatakan jika pasien aktif bermain namun hanya di tempat tidur
saja.
b) Selama sakit
Ibu pasien mengatakan jika pasien hanya beraktifitas di tempat tidur saja dan
sering menangis.
4) Kebutuhan istirahat-tidur
a) Sebelum sakit
Ibu pasien mengatakan jika pasien sehari-hari bisa tidur, tidak ada keluhan
untuk kebiasaan tidurnya.
b) Selama sakit
Ibu pasien mengatakan jika pasien susah tidur selama di rumah sakit dan
hanya bisa tidur nyenyak saat malam hari.
4. Aspek Psiko-Sosial-Spiritual
1) Pemeliharaan dan pengetahuan terhadap kesehatan
Pasien sudah menjalanai rangkaian kemoterapi di RSUD Dr. Soetomo.
2) Pola hubungan
Selama dirawat di rumah sakit pasien ditemani kedua orangtua pasien.
3) Koping dan toleransi stress
Setiap ada petugas kesehatan yang menyapa pasien, pasien cenderung sering
menangis dan tampak takut.
5. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
Composmentis, GCS 4-5-6
Tanda vital :
- TD = 100/70 mmHg - S = 37,7 °C
- N = 124 x/menit - SpO2 : 98% on Air
- RR = 24 x/menit
- Skala nyeri = 3
b. Review of system (ROS)
1) B1 : Pernafasan (Breath)
- Bentuk dada : normal, simestris +
- Pola nafas : teratur, tidak terdapat retraksi dada
- Suara nafas : vesikuler
2) B2 : Kardiovaskuler (Blood)
- Nyeri dada : tidak ada
- Irama jantung : reguler
- Suara jantung : S1 S2 tunggal
- Akral : HKM (Hangat, Kering, Merah)
- CRT : < 2 detik
3) B3 : Persarafan (Brain)
- Reflek fisiologis : tidak ada kelainan
- Reflek patologis : tidak terdapat reflek patologis pada pasien
- Pupil : Isokor, +3/+3
- Konjungtiva : tidak anemis
- Gangguan penglihatan : terdapat inflamasi pada kedua mata disertai
kotoran mata yang banyak
4) B4 : Perkemihan (Bladder)
- Bentuk : normal
- Alat bantu : spontan
- Pembesaran kandung kemih : tidak
- Jumlah urin : 250 cc/ 24 jam
- Warna urin : kuning kecoklatan
- Bau : khas
5) B5 : Pencernaan (Bowel)
- Nafsu makan : menurun
- Mukosa mulut : bersih dan lembab
- Kesulitan menelan : tidak
- Pembesaran tonsil : tidak
- Pembesaran hepar : tidak
- Ascites : tidak
- Peristatik usus : meningkat, 16 x/ menit
- BAB : 8 x/ hari
- Konsistensi : cair +, ada ampas +, lendir -, darah –
- Bau : khas
- Kemerahan pada anus : ya
6) B6 : Muskuloskeletal (Bone & Integumen)
- Pergerakan sendi : bebas
- Warna kulit : kemerahan
- Turgor kulit : cukup
- Oedema : tidak ada
- Kekuatan otot : 5 5
5 5
6. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium tgl 11/04/2022
3
- WBC : 10.24 10 /uL
6
- RBC : 4.24 10 /uL
- PLT : 262 103/uL
- HCT : 37.8 %
- HB : 11.5 g/dL
- GDA : 91 mg/dl
- Asam urat : 1.73 mg/dl
- Kreatinin : 0.14 mg/dl
- BUN :3 mg/dl
- Procalcitonine : 1.374 ngdl
7. Terapi
- Inf. KAEN 3B 100 ml/24 jam
- Inj. Metronidazole 3x50 mg
- Inj. Paracetamol 3x60 mg
- Inj. Cefo SX 3x200 mg
- Inj. Amikasin 1x90 mg
B. Analisa data
No Tanggal Data Penyebab Masalah Proritas
1 11/04/2022 DS : Proses infeksi Diare Sebenarnya
jam 09.00 Ibu pasien mengatakan
jika pasien masih BAB Kuman masuk &
berkembang
cair
dalam usus
DO :
- BAB 8 x/ hari
Toksin dalam
- Peristaltik usus dinding usus
meningkat 16 x/ menit
- Lubang anus berwarna Hipersekresi air
kemerahan dan elektrolit
- Tanda vital
TD : 100/70 mmhg Frekuensi
defekasi
S : 37,7 °C
N : 124 x/menit
RR : 24 x/menit
2 11/04/2022 DS : Proses infeksi Risiko gangguan Risiko
jam 09.00 Ibu pasien mengatakan integritas jaringan

jika anus pasien berwarna


Infeksi enteral
kemerahan dan pasien dan parenteral
menangis saat anusnya
disentuh.
Gangguan pada
DO : usus
- BAB 8 x/ hari
- Peristaltik usus
Tekanan osmotik
meningkat 16 x/ menit meningkat
- Kemerahan pada anus
- Tanda vital
Diare
TD : 100/70 mmhg
S : 37,7 °C
N : 124 x/menit Frekuensi BAB
meningkat
RR : 24 x/menit

Integritas kulit
perianal menurun
3 11/04/2022 DS : Tekanan osmotik Ansietas Sebenarnya
jam 09.00 Ibu pasien mengatakan meningkat
jika pasien sering
menangis dan tampak Menurunnya
takut jika bertemu kesempatan
petugas kesehatan. usus menyerap
DO : makanan
- Pasien sering menangis
- Takut saat didekati Hiperperistaltik
tenaga medis usus

- pasien hanya
Perasaan takut
beraktifitas di tempat dan cemas
tidur saja
Hospitalisasi
pada anak

C. Diagnosa keperawatan
1. Diare b.d proses infeksi d.d demam, peristaltik usus meningkat.
2. Risiko gangguan integritas jaringan b.d peningkatan frekuensi BAB d.d anus berwarna
kemerahan
3. Ansietas b.d hospitalisasi pada anak d.d sering menangis.
D. Perencanaan keperawatan
Tgl/ Jam Standar Diagnosis Keperawatan Standar Luaran Keperawatan Indonesia Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
Indonesia (SDKI) (SLKI) (SIKI)
11/04/202 Diare berhubungan dengan proses Eliminasi Fekal Membaik 1. Monitor tanda vital
2 infeksi Kriteria Hasil : 2. Monitor warna, volume, frekuensi, dan
10.00 1. Kontrol pengeluaran feses meningkat konsistensi tinja
Penyebab : 2. Konsistensi feses membaik 3. Monitor iritasi dan uklserasi kulit di
- Inflamasi gastrointestinal 3. Frekuensi defekasi membaik daerah perineal
- Proses infeksi 4. Peristaltik usus membaik 4. Monitor jumlah pengeluaran diare
- Malabsorpsi 5. Berikan asupan cairan oral
6. Ambil sampel feses untuk kultur, jika
perlu
7. Anjurkan melanjutkan pemberian ASI
11/04/202 Risiko gangguan integritas jaringan Integritas kulit dan jaringan meningkat 1. Identifikasi penyebab gangguan integritas
2 Kriteria Hasil : kulit
10.00 Faktor risiko : 1. Elastisitas kulit/jaringan meningkat 2. Anjurkan menggunakan pelembab
- Perubahan status nutrisi 2. Kerusakan lapisan kulit menurun 3. Anjurkan minum air/asi yang cukup
- Faktor mekanis 3. Nyeri menurun 4. Monitor karakteristik luka
- Kekurangan volume cairan 5. Monitor tanda infeksi
6. Berikan salep yang sesuai ke kulit/lesi,
jika perlu
11/04/202 Ansietas berhubungan dengan Tingkat Ansietas : Reduksi ansietas
2 hospitalisasi pada anak 1. Tidak terdapat tanda kecemasan 1. Monitor tanda ansietas (verbal dan non
10.00 2. Tidak terdapat perilaku gelisah verbal)
Penyebab : 3. Konsentrasi membaik 2. Ciptakan suasana terapeutik untuk
1. Krisis situasional 4. Pola tidur membaik menumbuhkan kepercayaan
2. Ancaman terhadap konsep diri 3. Gunakan pendekatan yang tenang dan
3. Kurang terpapar informasi motivasi mengidentifikasi situasi yang
memicu kecemasan
4. Anjurkan keluarga untuk tetap bersama
pasien
E. Implementasi keperawatan dan evaluasi

NO EVALUASI
HARI/TGL JAM IMPLEMENTASI
DX
Senin, 07.30 - Mengganti linen S:
11/4/2022 1 07.40 - Memonitor tanda-tanda vital Ibu pasien mengatakan jika anaknya masih diare dan
TD : 105/70 mmHg, Nadi : 120x/menit, RR : merasa khawatir terhadap kesehatan anaknya
24x/menit, Temp : 37,4oC, SpO2 : 99 %, skala nyeri :
3, PEWS 0, peristaltic usus : 16 x/menit O:
1 07.45 - Memonitor warna, volume, frekuensi, dan konsistensi - BAB 5x sejak pagi sampai siang ini
tinja - Konsistensi BAB cair bercampur ampas
Hasil: BAB cair > 8 x/ hari, ada ampas, warna khas - Mukosa anus tampak kemerahan disertai lecet
1,2 08.00 - Melakukan kolaborasi dengan dokter dalam disekitar anus
pemberian terapi cairan 100 ml/24 jam - Peristaltik usus masih meningkat 16 x/ menit
1,2 09.00 - Memberikan injeksi Metronidazole 50 mg intravena - Anak tampak menangis jika didekati petugas
- Memberikan injeksi Paracetamol 60 mg intravena kesehatan
- Memberikan injeksi Cefoperazone 200 mg intravena
1,2 09.30 - Memonitor iritasi dan uklserasi kulit di daerah A :
perineal - Diare cukup menurun
Hasil : anus berwarna kemerahan dan ada luka lecet - Risiko gangguan integritas jaringan cukup menurun
2 09.45 - Menganjurkan untuk menggunakan pelembab - Ansietas cukup menurun
1 10.00 - Menganjurkan kepada orang tua pasien untuk
melanjutkan pemberian ASI P:
12.00 - Memonitor tanda-tanda vital - Diare cukup menurun
TD : 112/73 mmHg, Nadi : 125 x /menit, RR : 24 x / Intervensi dilanjutkan (1,2,3,7)
menit, Temp : 37,1 oC, SpO2 : 99 %, skala nyeri : 3, - Risiko gangguan integritas jaringan cukup menurun
PEWS 0, peristaltic usus : 16 x/menit Intervensi dilanjutkan (2,3,5)
1,2 12.15 - Memberikan injeksi Amikasin 90 mg intravena - Ansietas cukup menurun
2 13.00 - Memonitor tanda infeksi Intervensi dilanjutkan (2,3,4)
3 13.15 - Menciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan
kepercayaan
3 13.30 - Menganjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien
14.00 - Melakukan timbang terima dari shift pagi ke shift sore

Selasa, 1 07.30 - Memonitor tanda-tanda vital S:


12/4/2022 TD : 121/73 mmHg, Nadi : 120 x/menit, RR : 24x/ Ibu pasien mengatakan jika anaknya masih diare namun
menit, Temp : 38 oC, SpO2 : 99 %, skala nyeri : 3, sudah berkurang daripada kemaren
PEWS 0, peristaltic usus : 14 x/menit
1 07.45 - Memonitor warna, frekuensi, dan konsistensi tinja O:
Hasil: BAB cair > 4 x/ hari, ada ampas, warna khas - BAB 4x/ hari
1,2 08.00 - Melakukan kolaborasi dengan dokter dalam - Konsistensi BAB cair bercampur ampas
pemberian terapi cairan 100 ml/24 jam - Mukosa anus tampak kemerahan disertai lecet
1,2 09.00 - Memberikan injeksi Metronidazole 50 mg intravena disekitar anus
- Memberikan injeksi Paracetamol 60 mg intravena - Peristaltik usus masih meningkat 14 x/ menit
- Memberikan injeksi Cefoperazone 200 mg intravena - Anak tampak menangis jika didekati petugas
1,2 09.30 - Memonitor iritasi dan uklserasi kulit di daerah kesehatan
perineal
Hasil : anus berwarna kemerahan dan ada luka lecet A:
2 09.45 - Menganjurkan untuk menggunakan pelembab - Diare cukup menurun
1 10.00 - Menganjurkan kepada orang tua pasien untuk - Risiko gangguan integritas jaringan cukup menurun
melanjutkan pemberian ASI - Ansietas cukup menurun
12.00 - Memonitor tanda-tanda vital
TD : 115/71 mmHg, Nadi : 117 x /menit, RR : 24 x / P :
menit, Temp : 37,5 oC, SpO2 : 99 %, skala nyeri : 3, - Diare cukup menurun
PEWS 0, peristaltic usus : 14 x/menit Intervensi dilanjutkan (1,2,3,7)
1,2 12.15 - Memberikan injeksi Amikasin 90 mg intravena - Risiko gangguan integritas jaringan cukup menurun
2 13.00 - Memonitor tanda infeksi Intervensi dilanjutkan (2,3,5)
3 13.15 - Menciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan - Ansietas cukup menurun
kepercayaan Intervensi dilanjutkan (2,3,4)
3 13.30 - Menganjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien
14.00 - Melakukan timbang terima dari shift pagi ke shift sore
Rabu, 1 07.30 - Memonitor tanda-tanda vital S:
13/4/2022 TD : 123/77 mmHg, Nadi : 115x /menit, RR : 24x Ibu pasien mengatakan jika anaknya BAB 3x/hari
/menit, Temp : 37 oC, SpO2 : 99 %, skala nyeri : 3, dengan konsistensi lembek
PEWS 0, peristaltic usus : 12 x/menit
1 07.45 - Memonitor warna, volume, frekuensi, dan konsistensi O :
tinja - BAB 3x hari ini
Hasil: BAB 4 x/ hari, konsistensi lembek, warna khas - Konsistensi BAB lembek, bau khas
1,2 08.00 - Melakukan kolaborasi dengan dokter dalam - Mukosa anus tampak kemerahan saja
pemberian terapi cairan 100 ml/24 jam - Peristaltik usus 12 x/ menit
1,2 09.00 - Memberikan injeksi Metronidazole 50 mg intravena - Anak tampak masih menangis jika didekati petugas
- Memberikan injeksi Paracetamol 60 mg intravena kesehatan
- Memberikan injeksi Cefoperazone 200 mg intravena
1,2 09.30 - Memonitor iritasi dan uklserasi kulit di daerah A :
perineal - Diare membaik
Hasil : anus berwarna kemerahan saja - Risiko gangguan integritas jaringan membaik
2 09.45 - Menganjurkan untuk menggunakan pelembab - Ansietas cukup menurun
1 10.00 - Menganjurkan kepada orang tua pasien untuk
melanjutkan pemberian ASI P:
12.00 - Memonitor tanda-tanda vital - Diare membaik
TD : 117/71 mmHg, Nadi : 114 x /menit, RR : 24 x / Intervensi dilanjutkan (1,2,3,7)
menit, Temp : 36,4 oC, SpO2 : 99 %, skala nyeri : 2, - Risiko gangguan integritas jaringan cukup membaik
PEWS 0, peristaltic usus : 12 x/menit Intervensi dilanjutkan (2,3,5)
1,2 12.15 - Memberikan injeksi Amikasin 90 mg intravena - Ansietas cukup menurun
2 13.00 - Memonitor tanda infeksi Intervensi dilanjutkan (2,3,4)
3 13.15 - Menciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan
kepercayaan
3 13.30 - Menganjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien
14.00 - Melakukan timbang terima dari shift pagi ke shift sore
BAB IV
PEMBAHASAN

Pengkajian merupakan tahap yang sistematis dalam pengumpulan data tentang individu
keluarga dan kelompok. Dalam melakukan pengkajian pada klien data didapatkan dari klien
beserta keluarga, catatan medis serta tenaga kesehatan lainnya (Wijaya, 2013). Pengkajian yang
diperoleh yaitu An. G perempuan usia 1 tahun 4 bulan dengan diagnosa medis Diare akut
Dehidrasi Ringan Sedang + ODS Retinoblastoma + Gizi Buruk. Pada pengkajian keperawatan
diperoleh data keluhan utama diare dengan frekuensi 8x sehari, konsistensi cair, ada ampas, ada
lendir dan anus berwarna kemerahan. Pada pemeriksaan tanda vital diperoleh data TD 100/70
mmHg, nadi: 124x/ menit, suhu: 37,7 oC, RR: 24x/ menit, SpO2: 98 %, GCS: 456, PEWS: 1,
nyeri perut : skala 3, kesadaran Composmentis. Peristaltik usus 16x permenit, turgor kembali <
2 detik, pasien tampak selalu menangis. Pada pemeriksaan penunjang di peroleh data WBC :
10.24 103/uL, RBC: 4.24 106 /uL, PLT : 262 103/uL, HCT : 37.8%, HB : 11.5 g/dL, GDA : 91
mg/dl, Asam urat : 1.73 mg/dl, Kreatinin : 0.14 mg/dl, BUN : 3 mg/dl, Procalcitonine : 1.374
ng/dl (11/04/2022).
Penyebab diare pada pasien yaitu disebabkan adanya infeksi di dalam saluran pencernaan
pasien. Disamping itu adanya riwayat kemoterapi menyebabkan klien mengalami imunosupresi
sehingga klien rentan terkena paparan virus bakteri dan parasit. Diagnosa keperawatan yang
muncul berdasarkan hasil pengkajian ada tiga buah antara lain ,diare, risiko gangguan integritas
jaringan dan ansietas orangtua sebagai dampak hospitalisasi. Diagnosa tersebut disusun
berdasarakan standar diagnosa keperawatan SDKI berdasarkan batasan karakteristik yang
ditemukan pada pasien.
Tindakan keperawatan yang dilakukan untuk diagnosa keperawatan Diare (D.0020) antara
lain yaitu memonitor tanda vital, memonitor warna, volume, frekuensi, dan konsistensi tinja,
memonitor iritasi dan uklserasi kulit di daerah perineal, menganjurkan melanjutkan pemberian
ASI. Disamping itu juga dilakukan tindakan kolaborasi pemberian terapi cairan intravena dan
injeksi Metronidazole 50 mg/8 jam secara intravena, injeksi Paracetamol 60 mg/8 jam secara
intravena, injeksi Cefoperazone 200 mg/8 jam secara intravena, injeksi Amikasin 90 mg 1x1
secara intravena, Zinc 1 x 20 mg secara oral, probiotik 1 x 1 sachet secara oral. Pemberian Zinc
meningkatkan kekebalan tubuh sehingga mencegah resiko terulangnya diare selama 2 sampai 3
bulan setelah anak sembuh dari diare, penggunaan zinc selama diare akut diperkirakan akan
mempengaruhi fungsi imun atau fungsi dan struktur intestinal serta proses pemulihan epitel
selama diare, sehingga akan mencegah diare lebih lanjut dan mempercepat proses penyembuhan.
Selanjutnya, pemberian antibiotik harus berdasarkan indikasi yang sesuai, seperti diare berdarah
atau diare karena kolera, atau diare dengan disertai penyakit lain. Pada klien mendapatkan
antibiotik Metronidazole, Cefoperazone dan Amikasin. Terapi tambahan pada diare anak dapat
berupa pemberian probiotik. Probiotik adalah bakteri hidup atau bakteri campuran yang
mempuanyai efek menguntungkan pada saluran pencernaan dan saluran nafas manusia melalui
kemampuannya memperbaiki keseimbangan mikro flora usus. Bakteri ini termasuk mikroba dari
golongan asam laktat yang bekerja mempertahankan kesehatan manusia. Terdapat tiga genus
bakteri asam laktat yang sering dipakai sebagai probiotik antara lain Lactobacilus,
Bifdobacterium dan Streptococcus. Selain itu, bakteri yang juga sering digunakan untuk
probiotik adalah Lactococcus dan Enterococcus (Wawan, 2010). Tindakan keperawatan maupun
kolaboratif yang dilakukan tersebut dilakukan untuk mencegah terjadinya syok hipovolemik
dengan penghentian diare. Penatalaksanaan tersebut antara teori dengan fakta di lapangan sudah
sesuai.
Pada diagnosa kedua, risiko gangguan integritas jaringan (D.0139) dilakukan tindakan
keperawatan mengidentifikasi penyebab gangguan integritas kulit, menganjurkan menggunakan
pelembab, menganjurkan minum air/asi yang cukup, memonitor tanda infeksi. Pada kasus ini,
pasien mengalami gangguan pada mukosa anus yaitu berupa lecet dan berwarna kemwerahan,
sehingga pasien sering menangis saat akan buang air besar maupun saat ibu pasien akan
membersihkan kotoran pasien di anusnya. Untuk mengurangi nyeri yang dirasakan maka penulis
disini menganjurkan ke ibu pasien agar selalu menggunakan pelembab di bagian anus pasien
dan menganjurkan ke ibu pasien agar tetap memberikan ASI sebanyak-banyaknya untuk pasien.
Kondisi ansietas pasien sebagaimana diketahui menimbulkan ketidaknyamanan, hal ini
tercermin dari perilaku pasien yang selalu menangis saat akan di dekati petugas kesehatan.
Sehingga atas dasar tersebut sesuai batasan krateristik pada SDKI diangkat diagnosa ansietas
(D.0080). Adapun tindakan keperawatan untuk mengatasi hal tersebut antara lain menggunakan
pendekatan yang menenangkan, menciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan
kepercayaan, menganjurkan keluarga untuk tetap bersama dan menemani pasien selama pasien
dirawat.
Setelah dilakukan proses keperawatan selama 3 hari, hasil evaluasi pada diagnosa diare
didapatkan data yaitu pasien masih BAB cair 3x/ hari namun konsistensinya sudah lembek dan
tidak cair seperti sebelumnya sehingga intervensi dan implementasi harus tetap dilanjutkan.
Evaluasi pada diagnosa kedua yaitu risiko gangguan integritas jaringan didapatkan data pada
anus pasien masih kemerahan namun sudah tidak lecet sehingga sudah terjadi peningkatan dalam
proses penyembuhan pasien. Evaluasi untuk diagnosa ansietas sudah teratasi namun perlu
dilakukan pengkajian ulang kembali bila ansietas sewaktu-waktu kembali terjadi pada pasien.
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Diare akut merupakan buang air besar yang frekuesinya lebih sering dan konsistensi tinja
lebih encer dari biasanya. Selama terjadi diare, tubuh akan kehilangan cairan dan elektrolit
secara cepat. Pada saat yang bersamaan, usus kehilangan kemampuannya untuk menyerap
cairan dan elektrolit yang diberikan kepadanya. Pada kasus yang ringan dimana proses
penyerapan belum terganggu, berbagai cairan yang diberikan kepadanya dapat mencegah
dehidrasi. Lebih kurang 10% episode diare disertai dehidrasi / kekurangan cairan secara
berlebihan. Bayi dan anak yang lebih kecil lebih mudah mengalami dehidrasi disbanding
anak yang lebih besar dan dewasa. Oleh karena itu, mencegah atau mengatasi dehidrasi
merupakan hal penting dalam  penanganan diare pada anak.

b. Saran
Pasien dengan dehidrasi harus diberikan perawatan yang tepat dan cepat supaya tidak terjadi
komplikasi sehingga perlunya pengetahuan dari pihak keluarga guna menunjang
penyembuhan anak. Dan sebagai perawat harus mampu memberikan edukasi tentang
perawatan pasien dengan diare.
DAFTAR PUSTAKA

Herdman,T Hether.2015. Diagnosis Keperawatan definisi dan klasifikasi 2015-2017 edisi 10.
Jakarta : EGC

Jacobs, C., Manoppo, J., & Warouw, S. 2013. Pengaruh oralit WHO terhadap kadar natrium dan
kalium plasma pada anak diare akut dengan dehidrasi. Jurnal E-Biomedik (EBM).

Kemenkes RI. 2011. Buletin Jendela data dan informasi kesehatan. Jakarta

Mafazah, L. 2013. Ketersediaan sarana sanitasi dasar, personal hygine ibu dan kejadian diare.
Jurnal Kesetahan masyarakat.Vol.8.No.2.176-182

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) Edisi 1.
Jakarta: Persatuan Perawat Indonesia

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2016. Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI) Edisi 1.
Jakarta : Persatuan Perawat Indonesia

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2016. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI). Edisi 1.
Jakarta : Persatuan Perawat Indonesia

Anda mungkin juga menyukai