Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
“Hak Asasi Manusia dan Implementasinya dalam Kehidupan sehari-hari
sebagai Penata Anestesi”
Dosen Pengampu: Drs. M. Taufik, M.H. Kes.

HALAMAN JUDUL

Disusun Oleh :
Sekar Mutiara Triya Suryani
2A Anestesiologi
210106169

Program Studi Keperawatan Anestesiologi Program Sarjana Terapan


Fakultas Kesehatan
Universitas Harapan Bangsa Purwokerto
2022

I
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb.
Puji syukur kehadirat Allah SWT, berkat rahmat serta karunia-Nya
sehingga makalah dengan berjudul ‘Hak Asasi Manusia dan Implementasinya
dalam kehidupan sehari-hari sebagai Penata Anestesi’ dapat selesai.
Makalah ini dibuat dengan tujuan memenuhi tugas mata kuliah
Kewarganegaraan. Selain itu, penyusunan makalah ini bertujuan menambah
wawasan kepada pembaca tentang apa saja yang termasuk dalam Hak Asasi
Manusia sebagai seorang penata anestesi dan pasiennya.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesarnya kepada semua pihak
yang membantu dalam proses penyusunan makalah ini. Penulis menyadari bahwa
dalam penyusunan dan penulisan masih melakukan banyak kesalahan. Oleh
karena itu penulis memohon maaf atas kesalahan dan ketidaksempurnaan yang
pembaca temukan dalam makalah ini. Penulis juga mengharap adanya kritik serta
saran dari pembaca apabila menemukan kesalahan dalam makalah ini.
Wassalamu’alaikum wr.wb.

Purwokerto, 04 Mei 2022

Penulis

II
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...............................................................................................I
KATA PENGANTAR...........................................................................................II
DAFTAR ISI........................................................................................................ III
BAB 1.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................... 2
1.3 Tujuan..........................................................................................................2
BAB 2.......................................................................................................................3
PEMBAHASAN..................................................................................................... 3
2.1 Standar Kompetensi Penata Anestesi.......................................................... 3
2.2 Kewajiban Dalam Melaksanakan Pelayanan Anestesi................................5
2.3 Tanggung Jawab Hukum Seorang Perawat dalam Melaksanakan Praktik
Keperawatan...................................................................................................... 6
2.4 Hak Asasi Perawat dalam Melaksanakan Pelayanan Kesehatan.................8
2.5 Hak Asasi Pasien Nara Pidana selama Tindakan Anestesi....................... 10
BAB 3.....................................................................................................................13
PENUTUP.............................................................................................................13
3.1 Kesimpulan................................................................................................13
3.2 Saran.......................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA...................................................... Error! Bookmark not defined.

III
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan sebagai hak asasi manusia harus diwujudkan dalam bentuk


pemberian berbagai pelayanan kesehatan kepada seluruh masyarakat melalui
penyelenggaraan pembangunan Kesehatan yang menyeluruh oleh pemerintah,
pemerintah daerah dan masyarakat secara terarah, terpadu dan berkesinambungan,
adil dan merata serta aman berkualitas dan terjangkau oleh masyarakat.
Pelayanan kesehatan mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-
tingginya bagi masyarakat, diselenggarakan upaya kesehatan yang terpadu dan
menyeluruh dalam bentuk upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan
masyarakat, dan pencapaian upaya kesehatan Rumah Sakit mempunyai tugas
memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna sesuai yang
diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam
bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan keterampilan melalui
pendidikan di bidang kesehatan yang jenis tertentu memerlukan kewenangan
untuk melakukan upaya kesehatan. Dalam menjalani profesinya, tenaga kesehatan
yang mengabdikan dirinya untuk memberikan pelayanan kesehatan terhadap
masyarakat memiliki hak atas kesejahteraan, imbalan serta perlindungan hukum,
hal tersebut dituangkan dalam Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun
2009 tentang Kesehatan. Keberhasilan upaya kesehatan tergantung pada
ketersediaan sumber daya kesehatan yang berupa tenaga, sarana, dan prasarana
dalam jumlah dan mutu yang memadai. Rumah Sakit merupakan salah satu sarana
kesehatan yang diselenggarakan baik oleh Pemerintah maupun masyarakat.
Pelayanan Anestesi adalah tidakan medis beresiko tinggi yang
membutuhkan keahlian, keterampilan, serta kewaspadaan khusus dalam rangka
memfasilitasi tindakan operasi serta menjamin keselamatan, keamanan, dan

1
kenyamanan Pasien. Tindakan Anestesi dilakukan oleh tim penyelenggara
pelayanan Anestesi yang dipimpin oleh Dokter Spesialis Anestesiologi.
Permenkes Nomor 519 Tahun 2011 tentang Pedoman Penyelenggaraan
Pelayanan Anestesiologi dan Terapi Intensif di Rumah Sakit dan Permenkes
Nomor 31 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pekerjaan Perawat Anestesi
adalah produk hukum yang mengatur tentang penyelenggaraan pelayanan
Anestesi.

1.2 Rumusan Masalah

1) Apa saja standar kompetensi bagi Penata Anestesi?


2) Apa saja yang termasuk kewajiban dalam melaksanakan pelayanan
anestesi?
3) Bagaimana tanggung jawab hukum perawat dalam melaksanakan praktik
keperawatan?
4) Hak Asasi apa saja bagi seorang perawat dalam melaksanakan pelayanan
kesehatan?
5) Tindakan apa saja yang termasuk dalam hal menghargai Hak Asasi Pasien
Nara Pidana selama tindakan anestesi?

1.3 Tujuan

1) Mengetahui apa saja standar kompetensi bagi Penata Anestesi.


2) Mengetahui apa saja yang termasuk kewajiban dalam melaksanakan
pelayanan anestesi.
3) Mengetahui bagaimana tanggung jawab hukum seorang perawat dalam
melaksanakan praktik keperawatan.
4) Mengetahui apa saja yang termasuk Hak Asasi bagi perawatan dalam
melaksanakan pelayanan kesehatan.
5) Mengetahui berbagai tindakan yang termasuk dalam hal menghargai Hak
Asasi Pasien Nara Pidana selama tindakan anestesi.

2
BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Standar Kompetensi Penata Anestesi

Area Kompetensi Standar Kompetensi Penata Anestesi terdiri atas 5 (lima)


area kompetensi yang diturunkan dari gambaran tugas, peran, dan fungsi dari
seorang Penata Anestesi. Setiap area kompetensi ditetapkan definisinya, yang
disebut kompetensi inti. Setiap area kompetensi dijabarkan menjadikan beberapa
komponen kompetensi, yang dirinci lebih lanjut menjadi kemampuan yang
diharapkan di akhir pendidikan. Secara skematis, susunan Standar Kompetensi
Penata Anestesi. (Kemenkes, 2020)
Standar Kompetensi Penata Anestesi dilengkapi dengan Daftar Pokok
Bahasan, Daftar Masalah dan Daftar Keterampilan Penata Anestesi. Fungsi utama
ketiga daftar tersebut sebagai acuan bagi institusi pendidikan bidang keperawatan
anestesi atau Penata Anestesi dalam mengembangkan kurikulum institusiona.
Daftar Pokok Bahasan memuat pokok bahasan dalam proses pembelajaran
untuk mencapai 5 (lima) area kompetensi. Daftar Masalah berisi berbagai masalah
yang akan dihadapi Penata Anestesi. Dan Daftar Keterampilan berisi mengenai
keterampilan kepenataan anestesi yang perlu dikuasai oleh Penata Anestesi di
Indonesia. (Kemenkes, 2020)
A. Area Kompetensi
Kompetensi Penata Anestesi dibangun dengan pondasi yang terdiri atas etik
legal dan keselamatan pasien, pengembangan diri dan profesionalisme, serta
komunikasi efektif, dan ditunjang oleh pilar berupa landasan ilmiah ilmu
biomedik, anestesiologi, dan instrumentasi, serta keterampilan klinis. Oleh
karena itu, area kompetensi disusun dengan urutan sebagai berikut:
1) Etik Legal dan Keselamatan Pasien
2) Pengembangan Diri dan Profesionalisme
3) Komunikasi Efektif

3
4) Landasan ilmiah ilmu biomedik, anestesiologi, dan instrumentasi
5) Keterampilan Klinis
B. Komponen Kompetensi
Komponen kompetensi bertujuan untuk memberikan gambaran ringkas
tentang maksud dan cakupan umum area kompetensi, sehingga masing-
masing area harus diuraikan komponen kompetensi yang membentuk area
tersebut.
1) Etik Legal dan Keselamatan Pasien
a. Mampu berperilaku profesional yang luhur
b. Mampu mematuhi aspek etik-legal dalam pekerjaan pelayanan
Asuhan Kepenataan Anestesi
c. Mampu menghargai hak-hak pasien dan keluarganya
d. Mampu mengutamakan keselamatan pasien dalam pekerjaan
2) Pengembangan Diri dan Profesionalisme
a. Kesediaan mawas diri
b. Kesediaan belajar sepanjang hayat
c. Mengembangkan pengetahuan dan keterampilan penata anestesi
d. Berkomitmen mengembangkan profesi penata anestesi
3) Komunikasi Efektif
a. Mampu berkomunikasi dengan pasien dan anggota keluarganya
b. Mampu berkomunikasi dengan sesama profesi
c. Mampu berkomunikasi dengan profesi lain
4) Landasan Ilmiah Ilmu Biomedik, Anestesiologi, dan Instrumental
a. Penata Anestesi memiliki pengetahuan
b. Penata Anestesi memiliki keterampilan
5) Keterampilan Klinis
a. Mampu mengidentifikasi risiko komplikasi anestesi yang akan terjadi
b. Mampu melakukan penanganan kondisi emergensi pada tindakan
anestesi
c. Mampu melaksanakan pelayanan Asuhan Kepenataan Anestesi atas
instruksi dari dokter spesialis anestesiologi

4
2.2 Kewajiban Dalam Melaksanakan Pelayanan Anestesi

Pelayanan anestesi adalah tindakan medis yang dilakukan melalui


pendekatan tim sesuai dengan kompetensi dan kewenangan yang dimiliki. Tim
pengelola pelayanan anestesi dipimpin oleh dokter spesialis anestesiologi dengan
anggota dokter peserta program pendidikan dokter spesialis anestesiologi atau
dokter lain dan perawat anestesi.
Penggunaan anastesi, sedasi dan intervensi bedah merupakan proses yang
kompleks dan sering dijumpai di rumah sakit. Berdasarkan standar Anesthesia and
Surgical Care (ASC) menurut JCI, Penggunaan tersebut membutuhkan
Assessment lengkap dan menyeluruh terhadap pasien, perencanaan perawatan
yang terintegritas, pemantauan pasien secara terus menerus dan transfer
berdasarkan kriteria tertentu untuk perawatan lanjutan, rehabilitas, serta transfer
dan pemulangan pada akhirnya. Anastesi dan sedasi umumnya dipandang sebagai
sebuah rangkaian proses mulai dari sedasi minimal hingga anastesi penuh. Karena
respons pasien dapat berubah-ubah sepanjang berlangsungnya rangkaian tersebut,
penggunaan anastesi dan sedasi diatur secara terpadu. (Frelita, Situmorang, &
Silitonga, 2011)

Regulasi Pelayanan Anestesi dalam hal ini adalah Aturan, pedoman dan
standar dalam penyelenggaraan pelayanan anestesiologi. Permenkes No. 31 tahun
2013 tentang Penyelenggaraan Pekerjaan Perawat Anestesi Pasal 22 menyatakan
bahwa, Dalam melaksanakan pelayanan anestesi, Perawat Anestesi mempunyai
hak :
a) Memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan pelayanan anestesi
sesuai dengan standar profesi Perawat Anestesi.
b) Memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien dan/atau keluarga.
c) Melaksanakan pelayanan sesuai dengan kompetensi.
d) Menerima imbalan jasa profesi.
e) Memperoleh jaminan perlindungan terhadap risiko kerja yang berkaitan
dengan tugasnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

5
Sehingga diperlukan aspek legal (legislasi) yang menjadi payung hukum
bagi perawat anestesi dalam melaksanakan pelayanan anestesi.

Permenkes No. 31 tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pekerjaan Perawat


Anestesi Pasal 23 ayat 1 juga menyatakan bahwa Dalam melaksanakan pelayanan
anestesi, Perawat Anestesi mempunyai kewajiban:
a) Menghormati hak pasien.
b) Menyimpan rahasia pasien sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
c) Memberikan informasi tentang masalah kesehatan dan pelayanan yang
dibutuhkan.
d) Meminta persetujuan tindakan yang akan dilaksanakan kepada pasien.
e) Melakukan rujukan untuk kasus di luar kompetensi dan kewenangannya
sesuai ketentuan peraturan perundang- undangan.
f) Mematuhi standar profesi, standar pelayanan, dan standar operasional
prosedur.
Kewenangan klinis perawat anestesi merupakan kewenangan yang
diberikan oleh rumah sakit untuk melakukan asuhan keperawatan anestesi.
Kewenangan perawat anestesi dalam melakukan tindakan anestesi harus mendapat
persetujuan secara tertulis dari dokter anestesi pada daerah yang mempunyai
dokter anestesi. Bagi daerah yang tidak mempunyai dokter anestesi pelimpahan
kewenangan dalam melakukan tindakan anestesi dapat dilakukan oleh dokter
operator atau direktur rumah sakit, yang sesuai dengan Permenkes No. 31 tahun
2013 tentang Penyelenggaraan Pekerjaan Perawat Anestesi.

2.3 Tanggung Jawab Hukum Seorang Perawat dalam Melaksanakan Praktik


Keperawatan

Hubungan antara perawat/penata anestesi dan pasien dapat menimbulkan


aspek hukum, baik aspek hukum perdata, administrasi, maupun pidana. Dalam
hukum perdata, dapat menimbulkan gugatan perdata. Tanggunggugat perdata
dapat terjadi karena : melanggar aturan hukum, tidak terpenuhinya prestasi dan

6
kealpaan (negligence) ataupun kecerobohan (recklessness) sehingga berdampak
pada kematian/kecacatan tubuh. (Ngesti, Uli, & Ros, 2016)
Pengertian tanggung jawab perawat menurut ANA yaitu penerapan
ketentuan hukum (eksekusi) terhadap tugas-tugas yang berhubungan dengan peran
tertentu dari perawat, agar tetap kompeten dalam pengetahuan, sikap dan bekerja
sesuai kode etik. (Ngesti, Uli, & Ros, 2016)
Dari pengertian tersebut, dapat diketahui bahwa agar memiliki tanggung
jawab maka perawat diberikan ketentuan hukum dengan maksud agar pelayanan
perawatannya tetap sesuai standar. Misalnya hukum mengatur apabila perawat
melakukan kegiatan kriminalitas, memalsukan ijazah, melakukan pungutan liar .
Tanggung jawab perawat ditunjukan dengan cara siap menerima hukuman
(punishment) secara hukum kalau perawat terbukti bersalah atau melanggar
hukum. Berdasarkan pengertain di atas tanggung jawab diartikan sebagai kesiapan
memberikan jawaban atas tindakan-tindakan yang sudah dilakukan perawat pada
masa lalu atau tindakan yang akan berakibat di masa yang akan datang. Tanggung
jawab (Responsibility) perawat dapat diidentifikasi sebagai berikut :
1. Tanggung jawab utama terhadap Tuhannya (Responsibility to God)
2. Tanggung jawab terhadap klien dan masyarakat (Responsibility to Client and
Society)
3. Tanggung jawab terhadap rekan sejawat dan atasan (Responsibility to
Colleague and Supervisor)

Sesuai dengan tanggungjawab tersebut, ada tiga jenis tindakan yang


dilakukan oleh perawat yang dapat dipertanggungjawabkan secara hukum, yaitu
tindakan secara mandiri, memberikan pendelegasian pada perawat yang lain dan
tindakan yang dilakukan berdasarkan pesanan dari profesi lain (kolaborasi).
Ketiga tindakan ini mempunyai implikasi yang berbeda. Tindakan mandiri dan
memberikan pendelegasian pada perawat yang lain sepenuhnya dapat dibebankan
kepada perawat, sedangkan tindakan kolaborasi tidak dapat sepenuhnya secara
hukum dibebankan kepada perawat. (Ngesti, Uli, & Ros, 2016)

7
2.4 Hak Asasi Perawat dalam Melaksanakan Pelayanan Kesehatan

Keperawatan merupakan pelayanan kesehatan profesional yang


kompeherensif, ditunjukan kepada individu, keluarga, dan masyarakat, baik itu
yang sakit maupun sehat dan mencakup seluruh siklus hidup manusia. Peran
perawat sangatlah penting pada proses pelayanan kesehatan, dimana perawat
dapat melaksanakan perannya secara mandiri maupun secara kolaboratif dengan
tenaga medis maupun tenaga kesehatan lainnya. (Diva, 2017) Pelayanan
kesehatan diberikan oleh perawat terhadap individu, keluarga, kelompok, dan
masyarakat yang mempunyai masalah kesehatan melalui upaya promosi kesehatan,
pencegahan masalah kesehatan, penyembuhan masalah kesehatan, dan rehabilisasi
kesehatan, dengan menggunakan proses keperawatan untuk mencapai tingkat
kesehatan yang optimal.
Dalam hal perawat sebagai bagian dari warga negara Indonesia, telah
dijamin oleh Undang-Undang terkait hak-haknya untuk mendapatkan pekerjaan
serta penghidupan yang layak, hal tersebut dituangkan dalam amanat Pasal 27
ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Berdasarkan hal tersebut, sudah sepatutnya perawat diberdayakan secara
manusiawi, sehingga haknya untuk memperoleh hidup yang layak dan sejahtera
dapat terlaksana, sebagaimana semestinya. Sejalan dengan hal itu, perawat dalam
statusnya sebagai tenaga kerja yang memiliki hak untuk diberdayakan secara
merata dengan mengedepannya nilai-nilai kemanusiaan, telah diatur dalam Pasal 4
huruf (a) dan (b) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan. (Darwin & Hamid, 2018)
Perawat sebagai profesi yang keberadaannya diakui oleh negara
mempunyai hak-hak yang patut dipenuhi dan dilindungi baik itu hak-hak
profesinya maupun hak asasi sebagai warga negara. Pengakuan serta
penghormatan negara dalam menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia telah diatur
dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Secara garis besar, HAM menurut Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999
tentang Hak Asasi Manusia merupakan seperangkat hak yang melekat pada

8
manusia sebagai anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa yang wajib dihormati oleh
negara demi melindungi harkat dan martabat manusia. (Zainudin, 2016)
Setiap manusia pasti memiliki hak-hak tertentu diantaranya hak untuk
mendapat pekerjaan yang layak, hak untuk memilih pekerjaan yang disukainya,
hak untuk mendapatkan syarat perjanjian kerja, hak untuk mendapatkan upah
yang layak, serta hak untuk diapresiasi. Sejalan dengan hal itu, perawat sebagai
manusia yang memiliki hak untuk dijunjung tinggi harkat dan martabatnya dalam
merefleksikan diri untuk bekerja sebagai pelayan masyarakat telah dijamin oleh
Pasal 38 ayat (1) sampai (4) Undang-Undang HAM.
Landasan hukum yang mengakomodir pelaksanaan pengakuan,
perlindungan, dan kepastian hukum bagi setiap warga negara dituangkan dalam
amanat Pasal 28 D ayat (1) UUD RI 1945. Penegasan pasal tersebut tertuang
dalam Pasal 3 ayat (2) Undang-Undang HAM. Secara spesifik, Pasal 36 huruf (a)
Undang-Undang Keperawatan menjelaskan bahwa, perawat yang melaksanakan
praktik keperawatan berhak mendapatkan perlindungan hukum sesuai dengan
peraturan perundang-undangan. Hak untuk memperoleh pengakuan, perlindungan,
dan kepastian hukum seperti yang diamanatkan pasal per pasal perundang-
undangan tersebut dimana perawat adalah warga negara yang memiliki jaminan
diberi keselamatan.
Selanjutnya, hak untuk mendapatkan imbalan yang adil dan layak dalam
hubungan kerja yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi warga
negara tertuang pada Pasal 28 D ayat (2) UUD RI 1945. Hal tersebut sejalan
dengan yang diamanatkan Pasal 4 huruf (a) sampai (d) Undang-Undang Nomor
23 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Hak yang terkait dengan pekerjan dan penghidupan yang layak, hak
pengakuan, perlindungan, dan kepastian hukum, serta hak atas kesejahteraan yang
diamanatkan oleh pasal perundang-undangan di atas, dirasa belum cukup mampu
mengakomodir secara menyeluruh terhadap perawat yang berstatus TKS. Hal
tersebut berdasarkan masih banyak ditemukannya kasus-kasus yang menyangkut
isu HAM terhadap perawat yang ada diberbagai daerah di tanah air sehingga dal

9
hal ini, perlunya untuk selalu meningkatkan rasa saling menghormati baik dari
pasien juga dari perawat/penata anestesi.

2.5 Hak Asasi Pasien Nara Pidana selama Tindakan Anestesi

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999, tentang Hak Asasi Manusia


(HAM) menegaskan bahwa: “Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang
melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang
Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi
dan dilindungi oleh Negara hukum, Pemerintahan, dan setiap orang demi
kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia”.
Secara Yuridis jaminan Hak Asasi Manusia di Indonesia telah diatur
dalam Pembukaan UUD Republik Indonesia Tahun 1945. Dimana dalam UUD
NRI Tahun 1945 telah memuat pengakuan yang menjunjung tinggi harkat dan
martabat serta nilai-nilai kemanusiaan yang sangat luhur dan asasi. Dalam pasal
28.A sampai 28.J menegaskan bahwa setiap manusia harus dijamin Hak Asasi
Manusianya.
Dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009, Tentang Kesehatan, menegaskan
bahwa:
1. Setiap orang berhak atas kesehatan.
2. Setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses atas
sumber daya di bidang kesehatan.
3. Setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang
aman, bermutu, dan terjangkau.
4. Setiap orang berhak secara mandiri dan bertanggungjawab menentukan
sendiri pelayanan kesehatan yang diperlukan bagi dirinya.
5. Setiap orang berhak mendapatkan lingkungan yang yang sehat bagi
pencapaian derajat kesehatan.
6. Setiap orang berhak untuk mendapatkan informasi dan edukasi tentang
kesehatan yang seimbang dan bertanggungjawab.

10
7. Setiap orang berhak memperoleh informasi tentang data kesehatan dirinya
termasuk tindakan dan pengobatan yang telah maupun yang akan diterimanya
dari tenaga kesehatan.
Dari makna diatas dapat dijelaskan bahwa pembangunan kesehatan pada
dasarnya menyangkut segala segi kehidupan masyarakat dan berlangsung pada
setiap individu, tidak terkecuali bagi mereka yang sedang menjalani hukuman
(Narapidana) di dalam Lembaga Permasyarakatan (Lapas).
Narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan
di LAPAS, namun sebagai seorang yang sedang menjalani pidana, bukan berarti
Narapidana kehilangan semua hak-haknya sebagai manusia atau bahkan tidak
memperoleh hak apapun selama menjadi Narapidana, hak dan kewajiban
Narapidana ini telah di atur dalam sistem Pemasyarakatan, yaitu suatu sistem
pemidanaan yang menggantikan sistem kepenjaraan. Pada awal perubahan sistem
Pemasyarakatan tersebut belum mempunyai peraturan perundang-undangan
sebagai dasar hukum dalam pelaksanaan sistem tersebut.
Dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995, Tentang Pemasyarakatan
telah menguraikan hak-hak Narapidana, yang salah satu hak tersebut adalah hak
atas pelayanan kesehatan dan makanan yang layak, dalam pasal 14, menyebutkan
bahwa:
1. Narapidana berhak mendapatkan perawatan, baik perawatan rohani maupun
jasmani;
2. Narapidana berhak mendapatkan pendidikan dan pengajaran;
3. Narapidana berhak mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang
layak;
4. Narapidana berhak menyampaikan keluhan
Sistem pemasyarakatan disamping bertujuan untuk mengembalikan
Narapidana sebagai warga negara yang baik, juga bertujuan untuk melindungi
masyarakat terhadap kemungkinan diulanginya tindak pidana oleh Narapidana.
Adanya model atau cara pembinaan bagi Narapidana di dalam Lembaga
Pemasyarakatan tersebut tidak terlepas dari suatu dinamika, yang bertujuan untuk

11
lebih banyak memberi bekal bagi Narapidana dalam menyongsong kehidupan
setelah selesai menjalani masa hukumannya (bebas).
Dari uraian diatas, jelas bahwa sebagai penata anestesi hendaklah
melakukan tugasnya dengan profesional, tidak boleh membedakan antar pasien
dalam memberikan pelayanan. Karena pada dasarnya, setiap orang memiliki Hak
Asasinya masing-masing yang telah dibawa sejak lahir. Beberapa hal yang harus
diperhatikan sebagai penata anestesi dalam memberikan tindakan pelayanan pada
pasien narapidana:
1) Memperlakukan layaknya pasien yang lain.
2) Menghormati hak pasien narapidana.
3) Menghargai keputusan yang ditentukan oleh pasien narapidana.
4) Tidak memaksakan kehendak pribadi.
5) Melibatkan persetujuan keluarga pasien narapidana dalam setiap mengambil
tindakan.
6) Memberikan pelayanan tindakan anestesi sebaik mungkin.

12
BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan
keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan
anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh Negara
hukum, Pemerintahan, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan
harkat dan martabat manusia. Hak Asasi Manusia berlaku kapan saja, dimana saja,
dan kepada siapa saja. Kesehatan merupakan hak dasar yang mempengaruhi
semua aspek kehidupan, hak atas pelayanan kesehatan merupakan hak setiap
orang. Pelayanan Anestesi adalah tindakan medis yang dilakukan melalui
pendekatan tim sesuai dengan kompetensi dan kewenangan yang dimiliki. Sebagai
seorang perawat anestesi yang memiliki resiko yang tinggi, tentunya berkaitan
dengan bagaimana memanusiakan seorang pasien. Setiap pasien memiliki Hak
Asasi yang sama pada mata hukum, dan pembangunan kesehatan pada dasarnya
menyangkut segala segi kehidupan masyarakat dan berlangsung pada setiap
individu, tidak terkecuali bagi mereka yang sedang menjalani hukuman
(Narapidana) di dalam Lembaga Permasyarakatan (Lapas), oleh karena itu
perlunya rasa saling menghormati dan tidak memperlakukan pasien dengan
semena-mena adalah suatu kewajiban.

3.2 Saran

Pada makalah ini, tentunya penulis menyadari jika dalam penyusunan


makalah di atas masih terdapat banyak kesalahan serta jauh dari kata sempurna.
Adapun nantinya, penulis akan segera memperbaiki susunan makalah dengan
menggunakan pedoman sesuai saran dan kritik yang telah diberikan oleh pembaca.
Penulis berharap dengan adanya makalah ini pembaca lebih dapat memahami
mengenai “Hak Asasi Setiap Individu” dan nantinya untuk lebih menghormati
pada tiap individu lain.

13
DAFTAR PUSTAKA

Darwin, B., & Hamid, P. (2018, Oktober). Perlindungan Hukum Tenaga Kerja
Pada Rumah Sakit Islam Gorontalo. Jurnal Al-himayah: Fakultas Syariah
IAIN Sultan Amai Gorontalo, 2(2), 148.
Diva, V. F. (2017). Konsep Dasar Keperawatan. Yogyakarta: Healthy PT Anak
Hebat Indonesia.
Frelita, G., Situmorang, T., & Silitonga, D. (2011). Joint Commission
International Acreditation Standars For Hospitals, 4 th ed. Oakbrook
Terrace, Illinois 60181 U.S.A.
Kemenkes, R. (2020). Standar Profesi Penata Anestesi. Jakarta.
Ngesti, W., Uli, A., & Ros, E. (2016). Etika Keperawatan dan Keperawatan
Nasional. Tersedia dari BPPSDMK.
Zainudin, A. (2016). Sosiologi Hukum. Jakarta: Sinar Grafika.

14

Anda mungkin juga menyukai