Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

KONSEP REGULASI PENATA ANESTESI

Dosen Pengampuh Emilia Elsi Jerau, NS., S.KEP., M.KEP

Disusun oleh :

Muhammad Aldi Fajirin (21010120)

D4 ANESTESIOLOGI

FAKULTAS KESEHATAN

UNIVERSITAS HARAPAN BANGSA

2023

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya,
penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul "Konsep Regulasi
Penata Anestesi" dengan tepat waktu. Makalah disusun untuk memenuhi tugas
Mata kuliah etika profesi dan hukum keperawatan. Selain itu, makalah ini
bertujuan menambah wawasan tentang etika dan hukum keperawatan bagi para
pembaca dan juga bagi penulis. Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari
sempurna. Olehakarena itu saran dan kritikan yang membangun diharapkan demi
kesempurnaan makalah ini.

Subang, 14 April
2023

Penulis,

2
DAFTA ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................
DAFTA ISI.................................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................
LATAR BELAKANG............................................................................................................
RUMUSAN MASLAAH.......................................................................................................
TUJUAN.................................................................................................................................
BAB II ISI..................................................................................................................................
A. PENGERTIAN REGULASI PENATA ANESTESI......................................................
Pengertian Anestesi.............................................................................................................
Pengetian penata anestesi....................................................................................................
B. DASAR HUKUM...........................................................................................................
C. PERAN PENATA ANESTESI.......................................................................................
D. PELAKSANAAN REGULASI PENATA ANESTESI..................................................
E. MAJELIS KOLEGIUM..................................................................................................
F. KONSIL TENAGA KESEHTAN INDONESIA............................................................
G. SERTIFIKAT, REGISTRASI DAN LISENSI.............................................................
H. REGISTRASI................................................................................................................
I. LEGISLASI...................................................................................................................
J. AKREDITASI...............................................................................................................
BAB III KESIMPULAN..........................................................................................................
REFLEKTIF.............................................................................................................................
REFERENSI............................................................................................................................

3
BAB I

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG
Kesehatan merupakan hak dasar yang mempengaruhi semua aspek kehidupan,
kemudian kesehatan juga merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur
kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Pancasiladan Undang-Undang Dasar 1945, bahwa
setiap kegiatan dalam upaya memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya dilaksanakan berdasarkan prinsip
nondiskriminatif, partisipatif dan berkelanjutan dalam rangka pembentukan
sumber daya manusia Indonesia, serta peningkatan ketahanan dan daya saing
bangsa bagi pembangunan nasional. Salah satu pelayanan dalam bidang kesehatan
adalah pelayanan kesehatan di Rumah sakit, baik di Rumah Sakit pemerintah
maupun di rumah sakit swasta. Hak atas pelayanan kesehatan yang merupakan
hak setiap orang dalam kaitannya dengan hubungan hukum kedokteran,
merupakan hak Pasien.

Hak Pasien atas pelayanan kesehatan itu bertolak dari hubungan hukum antara
Dokter dan Pasien yang oleh dunia internasional sudah sejak lama diperhatikan.
Perhatian ini pula yang telah membuka dimensi baru bagi dirintisnya dan
dikembangkannya cabang ilmu hukum baru yaitu Hukum Kesehatan, dengan
lahirnya cabang ilmu hukum yakni Hukum Kesehatan, yang mengatur hal-hal
khusus tentang kesehatan dan dapat lebih mengikuti perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi di bidang kedokteran melalui konsensus para ahli yang
mengikatnya, dari norma etika Profesi dan merupakan kebiasaan sebagai sumber
hukum, dibandingkan dengan pengaturan hukum yang bersifat umum.

Keberhasilan upaya kesehatan tergantung pada ketersediaan sumber daya


kesehatan yang berupa tenaga, sarana, dan prasarana dalam jumlah dan mutu yang
memadai. Rumah Sakit merupakan salah satu sarana kesehatan yang

4
diselenggarakan baik oleh Pemerintah maupun masyarakat. Pelayanan kesehatan
sebagai kegiatan utama rumah sakit menempatkan Dokter dan Perawat sebagai
Tenaga Kesehatan yang paling dekat hubungannya dengan Pasien dalam
penanganan penyakit. Terdapat beberapa hubungan dalam upaya pelayanan
kesehatan tersebut, yaitu hubungan antara rumah sakit dengan hubungan Perawat
dengan Pasien, hubungan antara Dokter dengan Perawat dan Pasien.

Pelayanan Anestesi adalah tidakan medis beresiko tinggi yang membutuhkan


keahlian, keterampilan, serta kewaspadaan khusus dalam rangka memfasilitasi
tindakan operasi serta menjamin keselamatan, keamanan, dan kenyamanan Pasien.
Tindakan Anestesi dilakukan oleh tim penyelenggara pelayanan Anestesi yang
dipimpin oleh Dokter Spesialis Anestesiologi. Permenkes Nomor 519 Tahun 2011
tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Anestesiologi dan Terapi Intensif di
Rumah Sakit dan Permenkes Nomor 31 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan
Pekerjaan Perawat Anestesi adalah produk hukum yang mengatur tentang
penyelenggaraan pelayanan Anestesi. Dalam kedua Permenkes tersebut telah
diatur bahwa tindakan Anestesi merupakan wewenang dan menjadi tanggung
jawab Dokter Spesialis Anestesiologi yang memilki keahlian dan kewenangan
untuk itu.

RUMUSAN MASLAAH
1. Jelaskan pengertian regulasi, penata anestesi dan anestesi !
2. Apa itu dasar hukum penata anestesi ?
3. Apa itu peran regulasi penata anstesi ?
4. Apa itu majelis kolegulasi ?
5. Apa itu konsil tenaga kesehatan indonesia ?
6. Bagaimana registrasi penata anestesi ?
7. Bagaimana legislasi penata anestesi ?
8. Bagaimana akreditasi penata anestesi ?
9. Bagaimana sertifikat penata anestesi ?

5
TUJUAN
1. Menjelaskan pengertian regulasi, penata anestesi dan anestesi !
2. Menjelaskan dasar hukum penata anestesi ?
3. Menjelaskan peran regulasi penata anstesi ?
4. Menjelaskan majelis kolegulasi ?
5. Menjelaskan konsil tenaga kesehatan indonesia ?
6. Menjelaskan registrasi penata anestesi ?
7. Menjelaskan legislasi penata anestesi ?
8. Menjelaskan akreditasi penata anestesi ?
9. Menjelaskan sertifikat penata anestesi

6
BAB II

ISI

A. PENGERTIAN REGULASI PENATA ANESTESI


Menurut KBBI (kamus besar bahasa indonesia) Regulasi adalah sebuah
pengaturan dan secara lebih lengkap regulasi merupakan cara untuk
mengendalikan manusia atau masyarakat dengan suatu aturan atau pembatasan
tertentu. Penerapan regulasi bisa dilaksanakan dengan berbagai macam bentuk
yakni, pembatasan hukum yang diberikan oleh pemerintah, regulasi oleh suatu
perusahaan dan sebagainya.

Regulasi Penata (regristrasi praktik penata) adalah kebijakan atau ketentuan yang
mengatur profesi penata dalam melaksanakan tugas profesinya dan terkait dengan
kewajiban dan hak. Beberapa regulator yang berhubungan dengan penata dan
kepenataan Indonesia.

Regulasi merupakan proses yang terdiri dari registrasi (administrasi dan


kompetensi), lisensi dan serifikasi. Hal ini diperlukan untuk mempertahankan
identitas dan status profesi, menopang, melaksanakan dan membina standar
pendidikan penata dan praktik kepenataan.

Pengertian Anestesi
Anesthesia (yunani an = tanpa, aisthesis = perasaan) yakni suatu keadaan depresi
umum dari berbagai pusat di SSP yang bersifat reversibel, dimana seluruh
perasaan dan kesadaran di tiadakan, sehingga agak mirip keadaan pingsan.

Anestesi merupakan suatu tindakan untuk menghilangkan rasa sakit ketika


dilakukan pembedahan dan berbagai prosedur lain yang menimbulkan rasa sakit,
dalam hal ini rasa takut perlu ikut dihilangkan untuk menciptakan kondisi optimal
bagi pelaksanaan pembedahan (Sabiston, 2011).Anestesia adalah suatu keadaan
narcosis, analgesia, relaksasi dan hilangnya reflek (Smeltzer, S. C., 2002).

7
Pengetian penata anestesi
Penata Anestesi adalah setiap orang yang telah lulus pendidikan bidang
keperawatan anestesi atau Penata Anestesi sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. (Permenkes No.18 Tahun 2016).

Setiap orang yang telah lulus pendidikan Perawat Anestesi sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan. (PMK No 31 tahun 2013).

Tenaga keperawatan yang telah menyelesaikan pendidikan dan ilmu keperawatan


anestesi. (PMK No 519 tahun 2011).

B. DASAR HUKUM
Permenkes No. 18 Tahun 2016 tentang Izin Dan Penyelenggaraan Praktik
Penata Anestesi [JDIH BPK RI].

Dasar Hukum Penyelenggaraan Pekerjaan Penata Anestesi:

- UU NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN


- UU NOMOR 36 TAHUN 2014 TENTANG TENAGA KESEHATAN
- Permenkes 18 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Pekerjaan Penata
Anestesi (mencabut Permenkes 31 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan
Pekerjaan Perawat Anestesi
- Permenkes 519/Menkes/Per/III/2011 tentang Pedoman Penyelenggaraan
Pelayanan Anestesiologi dan Terapi Intensif di Rumah Sakit

C. PERAN PENATA ANESTESI


“ Penata Anestesi adalah PNS yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang, dan
hak secara penuh oleh Pejabat yang Berwenang untuk melaksanakan kegiatan
pelayanan asuhan kepenataan anestesi sesuai kewenangan dan peraturan
perundang-undangan.” Tertera dalam BERITA NEGARA REPUBLIK
INDONESIA No.531, 2017 KEMENPAN-RB. Penata Anestesi. Jabatan
Fungsional, BAB 1 Pasal 1.

8
D. PELAKSANAAN REGULASI PENATA ANESTESI
Instansi Pembina dalam rangka melaksanakan tugas pembinaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf i, huruf k, huruf l,
huruf m, huruf o, dan huruf p, menyampaikan hasil pelaksanaan pembinaan
Jabatan Fungsional Penata Anestesi secara berkala sesuai dengan perkembangan
pelaksanaan pembinaan kepada Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi dengan tembusan Kepala Badan Kepegawaian Negara.

E. MAJELIS KOLEGIUM

“Kolegium Ilmu Keperawatan Anestesi untuk Penata Anestesi merupakan


perangkat organisasi DPP Ikatan Penata Anestesi Indonesia berada di
Ibukota Negara.” dan

“Membentuk Kolegium sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang


berlaku.”

Tertera dalam ANGGARAN DASAR IKATAN PENATA ANESTESI


INDONESIA dalam BAB II pasal 3 No8 dan BAB III Pasal 6 No 2F.

F. KONSIL TENAGA KESEHTAN INDONESIA


Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia yang selanjutnya disingkat KTKI
adalah lembaga yang melaksanakan tugas secara independen yang terdiri atas
konsil masing-masing tenaga kesehatan. Tenaga Kesehatan adalah setiap orang
yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan
dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis
tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan

Dasar hukum : UU Nomer 36 2014  

9
1. Untuk meningkatkan mutu Praktik Tenaga Kesehatan serta untuk
memberikan pelindungan dan kepastian hukum kepada Tenaga Kesehatan
dan masyarakat,dibentuk Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia.
2. Konsil Tenaga Kesehatan  bertanggung jawab kepada Presiden melalui
Menteri.
3. Fungsi: sebagai koordinator konsil masing-masing Tenaga Kesehatan.
4. Tugas:
a.memfasilitasi dukungan pelaksanaan tugas konsil masing-masing Tenaga
Kesehatan.
b.melakukan evaluasi tugas konsil masing-masing Tenaga Kesehatan; dan
membina dan mengawasi konsil masing-masing Tenaga Kesehatan.
5. Wewenang: menetapkan perencanaan kegiatan untuk konsil masing-
masing Tenaga Kesehatan.
6. Konsil masing-masing tenaga kesehatan mempunyai fungsi pengaturan,
penetapan dan pembinaan tenaga kesehatan dalam menjalankan praktik
Tenaga Kesehatan untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan.
7. Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia dibantu sekretariat yang dipimpin
oleh seorang sekretaris.
8. Keanggotaan Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia merupakan pimpinan
konsil masing-masing Tenaga Kesehatan.
9. Pendanaan dibebankan kepada APBN dan sumber lain yang tidak
mengikat sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
10. Ketentuan mengenai pelaksanaan tugas, fungsi, dan wewenang Konsil
Tenaga Kesehatan Indonesia diatur dengan Peraturan Menteri

G. SERTIFIKAT, REGISTRASI DAN LISENSI

INSTITUSI PENDIDIKAN

SERTIFIKAT

lulusan PENDIDIKAN 10

UJI KOMPETENSI
SERTIFIKAT KOMPETENSI

KTKI

REGISTRASI KAB/KOTA

IZIN

STRPA SIPPA

SERTIFIKASI NAKES

UU NO. 36/2014 TTG NAKES

Pasal 21 UU No. 23/2014 tentang Tenaga Kesehatan :

- Mahasiswa bidang kesehatan pada akhir masa pendidikan vokasi dan


profesi harus mengikuti Uji Kompetensi secara nasional.
- Uji Kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan
oleh Perguruan Tinggi bekerja sama dengan Organisasi Profesi, lembaga
pelatihan, atau lembaga sertifikasi yang terakreditasi.
- Uji Kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditujukan untuk
mencapai standar kompetensi lulusan yang memenuhi standar kompetensi
kerja.
- Standar kompetensi kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disusun
oleh Organisasi Profesi dan konsil masing-masing Tenaga Kesehatan dan
ditetapkan oleh Menteri.

H. REGISTRASI
Penata anestesi yang sudah memiliki sertifikat kompetensi dapat memperoleh
Surat Tanda Registrasi (STR) sebagai bukti tertulis yang diberikan oleh
pemerintah kepada penata anestesi, yang bertujuan memberikan perlindungan
hukum Dalam melaksanakan praktik keprofesiannya.

Contoh :

11
I. LEGISLASI
Legislasi adalah Ketetapan hukum yang mengatur hak dan kewajiban perawat
anestesi yang berhubungan erat dengan tindakan anestesi, maka perawat anestesi
dalam melakukan pekerjaan pelayanan anestesi di Fasilitas Kesehatan wajib
memiliki STRPA dan SIKPA. Permenkes No. 31 tahun 2013 tentang
Penyelenggaraan Pekerjaan Perawat Anestesi Pasal 23 ayat 1 juga menyatakan
bahwa dalam melaksanakan pelayanan anestesi, Perawat Anestesi mempunyai
kewajiban:

a. Menghormati hak pasien


b. Menyimpan rahasia pasien sesuai dengan peraturan perundangundangan
c. Memberikan informasi tentang masalah kesehatan dan pelayanan yang
dibutuhkan
d. Meminta persetujuan tindakan yang akan dilaksanakan kepada pasien
e. Melakukan rujukan untuk kasus di luar kompetensi dan kewenangannya
sesuai ketentuan peraturan perundang- undangan
f. Mematuhi standar profesi, standar pelayanan, dan standar operasional
prosedur

J. AKREDITASI
PENYELENGGARAAN AKREDITASI

12
Bagian Kesatu

Umum

- Pasal 3

(1) Setiap Rumah Sakit wajib terakreditasi.

(2) Akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan secara


berkala setiap 4 (empat) tahun.

(3) Akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Rumah Sakit
paling lambat setelah beroperasi 2 (dua) tahun sejak memperoleh izin operasional
untuk pertama kali.

Bagian Kedua

Lembaga Independen Penyelenggara Akreditasi

- Pasal 4

(1) Akreditasi dilaksanakan oleh lembaga independen penyelenggara Akreditasi


yang berasal dari dalam atauluar negeri.

(2) Lembaga independen penyelenggara Akreditasi sebagaimana dimaksud pada


ayat (1) ditetapkan oleh Menteri.

- Pasal 5

(1) Untuk dapat ditetapkan oleh Menteri sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2), lembaga independen penyelenggara Akreditasi


harus mengajukan permohonan penetapan kepada Menteri.

(2) Permohonan penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan


dengan melampirkan persyaratan:

a. salinan/fotokopi badan hukum;

b. dokumen profil lembaga independen penyelenggara Akreditasi;

13
c. dokumen program pelatihan surveior;

d. dokumen tata laksana penyelenggaraan Akreditasi; dan

e. Standar Akreditasi.

(3) Badan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a merupakan badan
hukum Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(4) Standar Akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e harus
mendapatkan persetujuan dari Menteri.

(5) Standar Akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e harus:

a. terdapat muatan program nasional; dan

b. sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(6) Menteri melalui Direktur Jenderal melakukan verifikasi terhadap pemenuhan


persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sampai dengan ayat (5) sebelum
dilakukan penetapan oleh Menteri.

(7) Direktur Jenderal memberikan rekomendasi penetapan lembaga independen


penyelenggara Akreditasi yang telah memenuhi persyaratan kepada Menteri
dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak permohonan penetapan
diterima.

(8) Menteri menetapkan lembaga independen penyelenggara Akreditasi dalam


jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak memperoleh rekomendasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (7).

(9) Dalam hal lembaga independen penyelenggara Akreditasi tidak memenuhi


persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sampai dengan ayat (5), Direktur
Jenderal mengembalikan permohonan penetapan kepada lembaga independen
penyelenggara Akreditasi.

- Pasal 6

Lembaga independen penyelenggara Akreditasi wajib:

14
a. melaksanakan Akreditasi dengan menggunakan Standar Akreditasi yang telah
disetujui oleh Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4); dan

b. melaporkan Rumah Sakit yang telahterakreditasi oleh lembaga tersebut kepada


Menteri melalui Direktur Jenderal.

Bagian Ketiga

Kegiatan

- Pasal 7

Kegiatan penyelenggaraan Akreditasi meliputi:

a. persiapan Akreditasi;

b. pelaksanaan Akreditasi; dan

c. pascaakreditasi.

- Pasal 8

Persiapan Akreditasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a dilakukan oleh


Rumah Sakit yang akan menjalani proses Akreditasi, untuk pemenuhan Standar
Akreditasi

dalam rangka survei Akreditasi.

- Pasal 9

Pelaksanaan Akreditasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b dilakukan


oleh lembaga independen penyelenggara Akreditasi, yang meliputi kegiatan:

a. survei Akreditasi; dan

b. penetapan status Akreditasi.

- Pasal 10

(1) Survei Akreditasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a merupakan


penilaian untuk mengukur pencapaian dan cara penerapan Standar Akreditasi.

15
(2) Survei Akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh
surveior dari lembaga independen penyelenggara Akreditasi.

(3) Surveior sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus memberikan laporan hasil
survei Akreditasi kepada lembaga independen penyelenggara Akreditasi terhadap
Rumah Sakit yang dinilainya.

(4) Dalam hal laporan hasil survei Akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) terdapat perbaikan, lembaga independen penyelenggara Akreditasi harus
memberikan rekomendasi perbaikan kepada Rumah Sakit.

- Pasal 11

(1) Penetapan status Akreditasi sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 9 huruf b dilakukan oleh lembaga independen penyelenggara


Akreditasi berdasarkan laporan hasil survei Akreditasi dari surveior.

(2) Rumah sakit yang mendapatkan penetapan status akreditasi sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) diberikan sertifikat Akreditasi.

(3) Sertifikat Akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku selama 4
(empat) tahun.

(4) Dalam hal Rumah Sakit mendapatkan rekomendasi perbaikan sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 10 ayat (4), Rumah Sakit harus membuat perencanaan
perbaikan strategis untuk memenuhi Standar Akreditasi yang belum tercapai.

- Pasal 12

(1) Kegiatan pascaakreditasi sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 7 huruf c dilakukan oleh Rumah Sakit melalui penyampaian perencanaan


perbaikan strategis kepada lembaga independen penyelenggara Akreditasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (4) dengan memanfaatkan teknologi
informasi dan komunikasi.

16
(2) Perencanaan perbaikan strategis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan berdasarkan rekomendasi perbaikan dari lembaga independen
penyelenggara Akreditasi.

(3) Lembaga independen penyelenggara Akreditasi harus melakukan evaluasi


terhadap perencanaan perbaikan strategis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
yang hasilnya disampaikan kepada Rumah Sakit dengan memanfaatkan teknologi
informasi dan komunikasi.

(4) Selain melakukan evaluasi terhadap laporan sebagaimana dimaksud pada ayat
(3), lembaga independen penyelenggara Akreditasi melakukan evaluasi:

a. pada tahun ke-2 (dua) sejak status Akreditasi ditetapkan; dan/atau

b. sewaktu-waktu apabila mendapat rekomendasi dari Kementerian Kesehatan


telah terjadi tindakan yang membahayakan keselamatan pasien di Rumah Sakit,
dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.

- Pasal 13

Selain perencanaan perbaikan strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12


ayat (1), Rumah Sakit harus memberikan laporan:

a. pemenuhan indikator nasional mutu pelayanan kesehatan Rumah Sakit; dan b.


insiden keselamatan pasien, kepada Kementerian Kesehatan.

- Pasal 14

(1) Rumah Sakit harus mempertahankan dan/atau meningkatkan mutu pelayanan


Rumah Sakit sesuai dengan rekomendasi dari lembaga independen penyelenggara
Akreditasi.

(2) Rumah Sakit yang telah memiliki status Akreditasi harus melaporkan status
Akreditasi Rumah Sakit kepada Menteri dengan memanfaatkan teknologi
informasi dan komunikasi.

(3) Rumah Sakit yang telah memiliki status Akreditasi dapat mencantumkan kata
“terakreditasi” di bawah atau di belakang nama Rumah Sakitnya dengan huruf

17
lebih kecil dan mencantumkan nama lembaga independen penyelenggara
Akreditasi yang melakukan Akreditasi, serta masa berlaku status Akreditasinya.

(4) Penulisan nama Rumah Sakit dengan status Akreditasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam
Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

- Pasal 15

(1) Rumah Sakit harus melakukan perpanjangan Akreditasi sebelum masa berlaku
status Akreditasinya berakhir.

(2) Perpanjangan Akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan


melalui pengajuan perpanjangan Akreditasi kepada lembaga independen
penyelenggara Akreditasi untuk mendapatkan status Akreditasi baru.

BAB III

KESIMPULAN

18
Penata Anestesi adalah setiap orang yang telah lulus pendidikan bidang
keperawatan anestesi atau Penata Anestesi sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. (Permenkes No.18 Tahun 2016).

Regulasi Penata merupakan kebijakan atau ketentuan yang mengatur profesi


penata dalam melaksanakan tugas profesinya dan terkait dengan kewajiban dan
hak. Dasar hukun dari regulasi penata anestesi tercantum dalam Permenkes No.
18 Tahun 2016 tentang Izin Dan Penyelenggaraan Praktik Penata Anestesi [JDIH
BPK RI].

REFLEKTIF

19
1. Menurut saya belajar etika profesi dan hukum kesehatan sangat penting
dikarenakan etika profesi dan hukum kesehatan akan sangat dibutuhkan
ketika kita bekerja nanti.
2. Mungkin masalah dan kendala yang akan saya hadapi bermacam-macam.
Salah satunya yaitu keadila atau justice, dimana akan ada perawat yang
kurang adil dalam memberi pelayanan kepada pasien.
3. Upaya yang akan saya lalukan yaitu sebisa mungkin saya akan
memberikan pelayanan yang baik dan adil kepda setiap pasien saya.

REFERENSI

20
https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/113053/permenkes-no-18-tahun-
2016#:~:text=Permenkes%20No.%2018%20Tahun%202016,Penata%20Anestesi
%20%5BJDIH%20BPK%20RI%5D

http://itekes-bali.ac.id/medias/materi/13810_390792_ASPEK%20LEGAL%20%28%20IBU
%20DORCE%20%29-converted.pdf

http://www.ikatanpenataanestesiindonesia.org/index.php/public/about/information-
anggaran-dasar/

https://jdihn.go.id/files/898/PMK%20No.%2012%20Th%202020%20ttg%20Akreditasi
%20Rumah%20Sakit.pdf

21

Anda mungkin juga menyukai