Anda di halaman 1dari 26

HUBUNGAN KEMANDIRIAN DENGAN PERSONAL

HYGIENE LANSIA DI DESA PANAIKANG KECAMATAN


PATTALLASSANG KABUPATEN GOWA

Oleh :

TASYA PUTRI TAMARA MAKMUR

NH0118088

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN

STIKES NANI HASANUDDIN

MAKASSAR

2022

USULAN PENELITIAN
I. JUDUL PENELITIAN
HUBUNGAN KEMANDIRIAN DENGAN PERSONAL
HYGIENE LANSIA DI DESA PANAIKANG KECAMATAN
PATTALLASSANG KABUPATEN GOWA

II. RUANG LINGKUP PENELITIAN


KEPERAWATAN KOMUNITAS DAN KELUARGA

III. PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Berdasarkan World Health Organization (WHO), pada
tahun 2015, populasi penduduk dunia usia 60 tahun atau lebih
mencapai 900 juta jiwa, terdapat 125 juta jiwa yang berusia 80
tahun atau lebih, tahun 2050, di perkirakan mencapai 2 milliar jiwa
pada semua global. Akan terdapat hampir sebanyak 120 juta jiwa
yang tinggal di Cina, serta 434 juta orang di usia ini pada seluruh
dunia (Titis Sriyanti, Anita Dwi Ariyani, 2020). Di Indonesia
jumlah lansia mencapai 23,66 juta jiwa penduduk lansia pada
Indonesia 9,03%. Diprediksi pada tahun 2020 jumlah penduduk
lansia 27,08 juta, tahun 2025, 33,69 juta, tahun 2030, 40,95 juta
serta tahun 2035, 48,19 juta (Friska et al., 2020).
Berdasarkan data Kementerian kesehatan Indonesia hampir
setengah dari populasi lansia mengalami keluhan kesehatan yaitu
panas 33,43%, batuk 62,56%, pilek 42,36%, asma 17,35%, diare
6,3%, sakit kepala 32,57%, sakit gigi 5,56%. Keluhan - keluhan
kesehatan ini berkaitan dengan kebersihan diri atau personal
hygiene lansia (Kemenkes RI, 2014) (Jacob Orlando Pereira, Nia
Lukita Ariani, 2018).
Perilaku menjaga kebersihan diri dapat dilihat dari faktor-
faktor yang berpengaruh dalam personal hygiene seperti praktik
sosial, pilihan pribadi, citra tubuh, status sosial ekonomi,
pengetahuan dan motivasi, budaya serta kondisi fisik. Dampak
fisik yang ditimbulkan dari kurangnya personal hygiene antara lain
banyaknya gangguan kesehatan karena tidak terpeliharanya
kebersihan diri dengan baik. Masalah gangguan fisik antara lain
gangguan integritas kulit, gangguan membrane mukosa mulut,
infeksi pada mata dan telinga, gangguan fisik pada kuku dan
masalah sosial yang berhubungan dengan personal hygiene seperti
gangguan kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan dicintai serta
mengasihi, ekspresi menurun, dan gangguan pada interaksi sosial
(Hardono, Siti Tohiriah, Wisnu Probo Wijayanto, 2019).
Berdasarkan dari hasil Riskesdas 2018 tingkat
ketergantungan pada lansia adalah ketergantungan mandiri/ ringan
96,3%, ketergantungan sedang 1,2% dan ketergantungan berat/total
2,6% (Riset Kesehatan Dasar, 2018). Hasil penelitian Hardiana
Chairil (2017) ditemukan Perilaku personal hygiene mulut
responden lansia dalam kategori tidak baik sebanyak 52,5%, dan
perilaku personal hygiene kuku dalam kategori tidak baik sebanyak
69,5% (Hadi & Muliani, 2020).
Lansia mengalami penurunan fisik dan penurunan
psikologis yang menyebabkan rentan terkena gangguan kesehatan
dan penurunan massa otot serta fleksibilitasnya. Hal ini dapat
mempengaruhi kemampuan lansia dalam memenuhi aktivitasnya
sehari-hari. Kemandirian diperlukan untuk tetap produktif di usia
lanjut. Persoalan kelemahan fisik atau kurangnya kemandirian pada
lansia sangatlah berpengaruh pada perawatan diri, jika seorang
lansia tak mampu melakukan aktivitasnya tentu kurang adanya
perawatan diri yang baik, sementara kemandirian pada lansia
sangat penting untuk merawat dirinya sendiri dalam memenuhi
kebutuhan dasar manusia (Dewi Norratri et al., 2021).
Kualitas hidup lansia bisa dilihat jika lansia mampu
melakukan aktivitasnya sehari-hari seperti makan, berpakaian,
buang air besar, kecil dan mandi. Seseorang yang mandiri akan
mampu mengaktualisasikan dirinya (self actualized) tidak
menggantungkan diri di lingkungan sekitarnya. Berdasarkan teori
yang dikemukakan oleh Dorothea Orem yang memiliki teori
kemandirian, menyatakan bahwa manusia mempunyai kemampuan
dalam melakukan perawatan diri secara mandiri sesuai dengan
tujuan profesi keperawatan yaitu mencapai tingkat perawatan
mandiri pasien secara maksimal (Sumbara et al., 2019).
Sebuah studi menunjukkan bahwa di Panti Sosial Lanjut
Usia Tresna Werdha Kota Semarang, personal hygiene lansia yang
kurang baik lebih tinggi dibanding yang baik dimana banyak di
pengaruhi oleh pengetahuan personal hygiene lansia yang rendah
(Trisnani et al., 2017). Menurut Observasi di Panti Sosial Tresna
Werdha Teratai Palembang Tahun 2015 ada sekitar 40% dari 61
lanjut usia dibantu dalam pemenuhan kebutuhan kebersihan diri.
Proses penuaan dan munculnya berbagai penyakit, menyebabkan
lansia tidak dapat memenuhi kebutuhan kebersihan diri secara
mandiri, sehingga perlu dibantu oleh petugas panti(Latifah, 2021).
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) di Provinsi Sulawesi
Selatan pada tahun 2020 terdapat 0,92 juta jiwa 10,20% penduduk
lansia. Presentase penduduk lansia terbesar terdapat pada
Kabupaten Soppeng yakni mencapai 16,25%, Kota Makassar
12,95%, dan Wajo 12,67% (BPS, 2020). Profil kesehatan
kabupaten Gowa berdasarkan data lanjut usia, pada tahun 2016
usia 60 tahun ke atas untuk penduduk laki-laki mencapai 3,96%
sebanyak 13,005 jiwa, sedangkan penduduk lanjut usia perempuan
mencapai 7,63% sebanyak 25,996 jiwa (profil kesehatan kabupaten
gowa,2016) (Asikin & Asikin, 2021).
Berdasarkan survei awal di desa panaikang kecamatan
pattallassang kabupaten gowa ditemukan sebanyak 184 lansia yang
berpotensi mengalami kemunduran dalam kemandirian melakukan
aktivitas harian. Hasil wawancara dengan tokoh masyarakat
sebagian besar lansia tidak dapat melakukan personal hygiene
secara mandiri karena penurunan daya tahan fisik serta faktor
penyakit yang diderita lansia. Diperkuat lagi dengan hasil
wawancara salah satu masyarakat yang memiliki lansia
mengatakan, keluarganya membantu lansia untuk aktivitas sehari
hari dalam personal hygiene salah satunya mandi dan makan
karena lansia tersebut sudah mengalami penurunan daya tahan fisik
sehingga untuk berjalan dan melakukan aktivitas lainnya harus
dibantu dengan keluarga. Ditambah dengan komplikasi penyakit
yang diderita membuat lansia tidak dapat melakukannya secara
mandiri. Mengingat pentingnya kemandirian dalam aspek lansia
dalam memenuhi aktivitasnya sehari – hari maka penelitian ini
bermaksud untuk mengamati hubungan kemandirian dengan
personal hygiene lansia di Desa Panaikang Kecamatan
Pattallassang Kabupaten Gowa.
B. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah apakah terdapat hubungan antara
kemandirian dengan personal hygiene lansia di Desa Panaikang
Kecamatan Pattallassang Kabupaten Gowa?
C. Tujuan penelitian
1. Tujuan umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara
kemandirian dengan personal hygiene lansia di Desa Panaikang
Kecamatan Pattallassang Kabupaten Gowa Tahun 2022.
2. Tujuan khusus
a. Untuk mengukur tingkat kemandirian lansia menggunakan
pendekatan Katz Index di desa panaikang kecamatan
pattallassang kabupaten gowa tahun 2022.
b. Untuk mengidentifikasi pola perilaku personal hygiene
lansia di Desa Panaikang Kecamatan Pattallassang
Kabupaten Gowa Tahun 2022.
c. Untuk menganalisis hubungan antara tingkat kemandirian
dan perilaku personal hygene lansia di Desa Panaikang
Kecamatan Pattallassang Kabupaten Gowa tahun 2022.
D. Manfaat penelitian
Hasil penelitian ini di harapkan dapat memberikan manfaat
kepada berbagai pihak antara lain :
1. Manfaat teoritis
Hasil penelitian ini di harapkan dapat bermanfaat untuk :
a. Memberikan sumbangsi pemikiran bagi masyarakat
khususnya keluarga dan lansia tentang kemandirian dengan
perilaku personal hygiene lansia di Desa Panaikang
Kecamatan Pattallassang Kabupaten Gowa.
b. Sebagai referensi pada penelitian – penelitian selanjutnya
yang berkaitan dengan kemandirian dengan perilaku
personal hygiene lansia di Desa Panaikang Kecamatan
Pattallassang Kabupaten Gowa.
2. Manfaat praktis
Hasil penelitian ini di harapkan dapat memberikan manfaat
kepada berbagai pihak antara lain :
a. Manfaat ilmiah
Hasil penelitian ini di harapkan dapat digunakan
sebagai masukan bagi perawat dalam memberikan
intervensi keperawatan terkait hubungan kemandirian
dengan personal hygiene lansia di Desa Panaikang
Kecamatan Pattallassang Kabupaten Gowa.
b. Bagi institusi
Hasil penelitian ini di harapkan dapat menjadi
bahan bacaan dan informasi bagi peneliti selanjutnya
khususnya Mahasiswa Program Studi S1 Keperawatan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Nani Hasanuddin Makassar
yang tertarik untuk meneliti hal yang serupa.
c. Tempat penelitian
Hasil penelitian ini bisa menjadi informasi kepada
masyarakat mengenai kemandirian dengan personal
hygiene lansia di Desa Panaikang Kecamatan Pattallassang
Kabupaten Gowa.

IV. TINJAUAN PUSTAKA


A. Tinjauan tentang kemandirian lansia menggunakan
pendekatan teori Dorothea Orem
1. Kemandirian dalam pandangan Dorothea Orem
Self care menurut Dorothea Orem (1971) merupakan
kebutuhan manusia terhadap kondisi dan perawatan diri sendiri
yang dilakukan secara terus menerus dalam mempertahankan
kesehatan dan kehidupan, serta penyembuhan dari penyakit dan
mengatasi komplikasi yang ditimbulkan.(Kurniati & Efendi,
2020). Kemandirian adalah keadaan seseorang yang dapat
berdiri sendiri tanpa bergantung pada orang lain. Kondisi
kemandirian lansia dalam perawatan diri tidak bisa berhasil
maksimal karena kondisi keterbatasan aktivitas sehari-hari
diakibatkan oleh penyakitnya dan mengalami penurunan
kemampuan aktivitas sehari hari. Teori self care menurut
Dorothea E. Orem, bertujuan untuk meningkatkan kemandirian
pasien sehingga pasien berfungsi secara optimal (Rahmawati,
2018).
Lanjut usia sebagai individu sama halnya dengan klien
yang digambarkan oleh Orem yaitu suatu unit yang juga
mengehendaki kemandirian dalam mempertahankan hidup,
kesehatan dan kesejateraannya. Kemandirian pada lanjut usia
tergantung pada kemampuan status fungsionalnya dalam
melakukan aktivitas sehari–hari. Hasil penelitian yang
dilakukan Aria, dkk (2019) hasil pengukuran tingkat
kemandirian menunjukan bahwa hampir seluruh responden
memiliki tingkat kemandirian yaitu 94%. Tingkat kemandirian
tersebut disebabkan karena adanya faktor kesehatan, fungsi
motorik, fungsi kognitif dan status perkembangan yang baik
pada lansia sehingga lanjut usia masih dapat melakukan
aktifitas sehari- harinya sendiri tanpa batuan orang lain (Purba
et al., 2022).
Penelitian oleh Yuen et al. 2007, Beswick et al. 2010 dalam
Anette Ahlqvist, Hanna Nyfors, dan Riitta Suhonen (2016)
secara subjektif dinyatakan memburuknya kesehatan
mempengaruhi kemandirian dan dapat mengancam hidup
mandiri. Orang yang berusia lebih tua merasakan kesehatan
memburuk jika tidak dapat mengelola pekerjaan rumah yang
berat, mereka jatuh selama 6 bulan terakhir, aktivitas fisik
mereka rendah, mereka kadang - kadang kesepian atau sedih,
telah terdiagnosis penyakit atau masalah kesehatan atau
polifarmasi. menurut Kurniato (2015) bahwa proses menua
setiap individu dan setiap organ tubuh berbeda, hal ini
dipengaruhi oleh gaya hidup, lingkungan, dan penyakit
degeneratif (Widyastuti & Ayu, 2019).
2. Kemandirian dan lansia
Secara teori, tahapan perkembangan usia seseorang
merupakan tahapan dimana seseorang mengalami kemunduran
baik secara fisik maupun psikologis seiring dengan
bertambahnya usia. Semakin lanjut usia seseorang maka
kemampuan fisiknya akan semakin menurun, sehingga dapat
mengakibatkan kemunduran pada peran-peran sosialnya. Hal
ini mengakibatkan pula timbulnya gangguan dalam hal
mencukupi kebutuhan hidupnya, sehingga dapat meningkatkan
ketergantungan yang memerlukan bantuan orang lain (Marlita
et al., 2018).
Perubahan fisik yang terjadi pada lansia tentunya
mempengaruhi kemandirian lansia. Kemandirian pada lansia
sangat penting untuk merawat dirinya sendiri dalam memenuhi
kebutuhan dasar manusia. Lansia dirasakan semakin mirip
dengan anak-anak, dalam ketergantungan pemenuhan
kebutuhan dasarnya (Tampubolon et al., 2021). Berdasarkan
pra survey yang dilakukan di rojinhome Thinsaguno Ie Itoman
Okinawa Jepang, didapatkan hasil 4 dari 7 lansia memiliki
tingkat kemandirian dengan hasil ketergantungan berat.
Dimana semakin tinggi tingkat ketergantungan lansia maka
semakin mahal pula biaya yang harus dibayarkan setiap
bulannya kepada pihak rojinhome (Widiastuti et al., 2021).
Menurut Nugroho, Lanjut usia yang mempunyai tingkat
kemandirian yang tinggi maka kualitas hidup lanjut usia
tersebut juga biasanya tinggi juga. Bekal kemandirian lanjut
usia tersebut dapat membuat lanjut usia mampu melaksanakan
aktivitas sehari-hari. Bagaimana pun juga beberapa aktivitas
perlu bantuan orang lain untuk melakukannya. Bila seorang
lanjut usia semakin mandiri dalam melakukan aktifitasnya
sehari-hari maka kualitas hidup lanjut usia tersebut juga akan
semakin baik. Pada penelitian ini ada 61,8% lanjut usia yang
mengalami gangguan kognitif dan 35,3% lanjut usia
mengalami ketergantungan dalam melakukan aktivitas sehari-
hari (Supraba & Permata, 2021).
Berdasarkan hasil survei di Wilayah Kerja Puskesmas Nusa
Indah menunjukkan bahwa hampir seluruh responden memiliki
tingkat kemandirian yaitu 94%. Berdasarkan observasi banyak
ditemukan lansia tetap memaksa untuk memenuhi Activity of
Daily Living secara mandiri misalnya berusaha mandiri untuk
pergi ke toilet walaupun kemampuan berjalan sudah berkurang.
Pada beberapa lansia juga, mereka berusaha untuk makan
secara mandiri walaupun mereka sudah kurang mampu
memasukan makanan ke dalam mulut karena penyakit yang
diderita atau kelemahan yang dimilikinya (Rosa Aria, Ikhsan,
2019).
3. Alat ukur tingkat kemandirian
Kuesioner untuk mengukur kemandirian lansia dengan
menggunakan kuesioner katz index. Katz Index merupakan
sebuah instrument sederhana yang digunakan untuk menilai
kemampuan fungsional AKS (Aktivitas Kehidupan Sehari-hari)
seperti bathing (mandi), dressing (berpakaian), toileting (pergi
ke toilet), transfering (berpindah), continence (mengontrol
BAB dan BAK), feeding (bantuan makan) (Nurulistyawan T.
Purnanto, 2018). Kuesioner dilakukan dengan menggunakan
dua kriteria yaitu mandiri nilai 1 dan tergantung nilai 0.
Skala yang ditetapkan pada katz index terdiri dari tujuh
skala A sampai dengan G. Katz index A yaitu kemandirian
dalam 6 aktivitas yaitu makan, kontinen, berpindah, kekamar
kecil, berpakaian, dan mandi. Katz index B yaitu kemandirian
dalam 5 aktivitas. Katz index C yaitu kemandirian dalam
semua hal kecuali mandi dan satu fungsi tambahan. Katz index
D yaitu kemandirian dalam semua hal kecuali mandi,
berpakaian dan satu fungsi tambahan. Katz index E yaitu
kemandirian dalam semua hal kecuali mandi, berpakaian,
kekamar kecil dan satu fungsi tambahan. Katz index F yaitu
kemandirian dalam semua hal kecuali mandi, berpakaian,
kekamar kecil, berpindah dan satu fungsi tambahan. Katz index
G yaitu ketergantungan terhadap keenam fungsi tersebut.
B. Tinjauan tentang konsep personal hygiene
1. Personal hygiene
Personal hygiene merupakan suatu tindakan memelihara
kebersihan diri dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan
fisik dan psikis. Menurut Tarigan dkk (2018) praktik personal
hygiene meliputi kebersihan badan (meliputi kebersihan kulit,
tangan, kaki, rambut, gigi, dan mulut), kebersihan pakaian,
penampilan pribadi, dan sikap pribadi. Sedangkan menurut
Silalahi&Putri (2017) personal hygiene merupakan kebersihan
dan kesehatan seseorang yang bertujuan untuk mencegah
timbulnya penyakit pada diri sendiri dan orang lain baik secara
fisik maupun psikologis (Nurlia Latipah, 2022).
Menurut teori Dorthea Orem perawatan diri merupakan
kegiatan memenuhi kebutuhan dalam mempertahankan
kehidupan, kesehatan dan kesejahteraan individu baik dalam
keadaan sehat maupun sakit. Personal hygiene penting karena
personal hygiene yang baik akan meminimalkan pintu masuk
(port de entry) mikroorganisme yang ada dimana-mana dan
pada akhirnya mencegah seseorang terkena penyakit. Faktor
yang mempengaruhi personal hygiene diantaranya usia, jenis
kelamin, status perkembangan, status kesehatan, sosiokultural,
sistem pelayanan kesehatan, dan sistem keluarga. Tubuh yang
bersih meminimalkan resiko seseorang terhadap kemungkinan
terjangkitnya suatu penyakit, terutama penyakit yang
berhubungan dengan kebersihan diri yang buruk. Personal
hygiene yang tidak baik akan mempermudah tubuh terserang
berbagai penyakit, seperti penyakit kulit, penyakit infeksi,
penyakit mulut, dan penyakit saluran cerna atau bahkan dapat
menghilangkan fungsi bagian tubuh tertentu sepertinya halnya
kulit (Fadhilah et al., 2022).
Personal hygiene merupakan faktor penting dalam
mempertahankan derajat kesehatan individu. Personal hygiene
itu sendiri sangat dipengaruhi oleh nilai individu dan
kebiasaan. Mereka yang memiliki hambatan fisik
membutuhkan berbagai pemenuhan hygiene pribadi (Chasanah
et al., 2021). Perawatan diri yang baik akan berpengaruh
terhadap peningkatan citra tubuh individu. Citra tubuh dapat
berubah, karena operasi, pembedahan atau penyakit fisik maka
perawat harus membuat suatu usaha ekstra untuk meningkatkan
perawatan diri dimana citra tubuh mempengaruhi cara
mempertahankan kebersihan. Body image seseorang
berpengaruhi dalam pemenuhan perawatan diri karena adanya
perubahan fisik sehingga individu tidak peduli terhadap
kebersihannya (Darmawati & Dulgani, 2019).
2. Personal hygiene dan lansia
Ditengah perkembangan zaman saat ini personal hygiene
dipandang sangat penting bagi lansia untuk meningkatkan dan
menjaga kualitas kesehatannya, personal hygiene yang dapat
diberikan kepada lansia bergantung pada kebutuhan perawatan
untuk memenuhi kenyamanannya. Penurunan dan perubahan
biologis lansia berpengaruh dalam memenuhi perilaku personal
hygiene khususnya perubahan fisik yang kurang mampu
menyesuaikan dengan kondisi lingkungan. Dukungan terhadap
lansia untuk melakukan personal hygiene sangat penting untuk
memberi kesehatan, kenyamanan dan keamanan. Lansia
dengan keadaan yang sehat dan aman akan lebih mudah
melakukan personal hygiene secara mandiri (Sitti Rahma
Soleman, Fernando M. Mongkau, 2020).
Pentingnya tingkat pemahaman terkait personal hygiene
sangat di butuhkan untuk meningkatkan derajat kesehatan pada
masyarakat khususnya bagi lansia. Fokus lansia terhadap
personal hygiene sangat kurang. Kerja sama lintas sektor
pemerintah dan antar masyarakat sangat di harapkan untuk
mendorong tatalaksana dan pengetahuan lansia terkait personal
hygiene. Kurangnya pemahaman lansia terkait personal
hygiene karena tidak mengerti apa yang di maksud dengan
personal hygiene. Informasi yang diterima oleh lansia untuk
mengetahui terkait personal hygiene masih sangat minim.
Lansia hanya mengetahui aktivitas personal hygiene seadanya
hanya sebatas mencuci tangan dan menggosok gigi. Perlunya
tindakan langsung untuk memberi peninjauan dan edukasi pada
lansia sangat penting untuk meningkatkan drajat kesehatannya
(Sitti Rahma Soleman, Fernando M. Mongkau, 2020).
Menurut data kompas 2012 disebutkan bahwa di Indonesia
terdapat banyak lansia yang terlantar dan tidak terawat kondisi
tubuhnya. Semakin lanjut usia seseorang, mereka akan
mengalami kemunduran terutama dibidang kemampuan fisik.
Hal ini yang menyebabkan timbulnya gangguan di dalam
mencukupi kebutuhan hidupnya khususnya kebutuhan
kebersihan diri, sehingga dapat meningkatkan ketergantungan
yang memerlukan bantuan orang lain (Azizah et al., 2018).
Kebersihan diri sangat menentukan status kesehatan,
dimana individu secara sadar dan atas inisiatif pribadi menjaga
kesehatan dan mencegah terjadinya penyakit. Solusi yang bisa
dilakukan agar lansia mampu menjaga kebersihan diri salah
satunya dengan memberikan motivasi pada lansia agar lansia
yang kurang memiliki kemauan dalam melakukan kebersihan
diri menjadi berkenan melakukan kebersihan diri dengan cara
mengajak lansia untuk aktif dalam merawat dirinya yang
meliputi kebersihan badan seperti mandi, mencuci rambut, dan
menggosok gigi bagi lansia. Berdasarkan hasil wawancara
dengan lansia mengenai personal hygiene di wilayah kerja UPT
Kesmas Gianyar 1 yaitu mengatakan biasa mandi 1 kali sehari
karena cuacanya dingin takut keram jika mandi 2 kali sehari,
menyikat gigi sekali dan ganti baju jika terlihat kotor saja
(Ranandika et al., 2020).
Masalah kesehatan merupakan masalah yang sangat
kompleks yang saling berkaitan dengan masalah-masalah diluar
kesehatan itu sendiri. Penyakit kulit merupakan penyakit yang
sering dijumpai khususnya pada lansia. Beberapa jenis penyakit
kulit diantaranya kusta, dermatitis, panu dan lain-lain. Masalah
yang muncul bila lansia kurang menjaga kebersihan dirinya
diantaranya badan gatal-gatal dan tubuh mudah terkena
penyakit, terutama penyakit kulit. Adapun masalah seperti
diabetes mellitus apabila menggaruk-garuk kulit karna gatal
bisa menyebabkan luka ganggren. Pada gigi dan mulut akan
menyebabkan gigi berlubang, sakit gigi dan bau mulut. Upaya
Pemerintah dalam membantu untuk peningkatan kesehatan
personal hygiene pada lansia melalui salah satu kegiatan yaitu
Rencana Aksi Nasional (RAN) kesehatan lansia tahun 2016-
2019 oleh kementerian kesehatan RI, pelaksanaan RAN
kesehatan lansia, pada tanggal 1 juni 2016. Rencana Aksi
Nasional ini dapat dijadikan sebagai payung hukum semua
daerah dalam melakukan percepatan perkembangan program
kesehatan lansia karna dikeluarkan sebagai permenkes nomor
25 tahun 2016 tentang Rencana Aksi Nasional (RAN)
kesehatan lansia tahun 2016-2019 (Hadi & Muliani, 2020).
3. Alat ukur personal hygiene
Kuesioner untuk mengukur personal hygiene lansia dengan
menggunakan kuesioner yang berisi 14 pernyataan. Pernyataan
dalam kuesioner diambil dari penelitian sebelumnya yang
dilakukan Sitorus (2007). Kuesioner personal hygiene
menggunakan skala likert dengan jawaban pertanyaan tidak
pernah (TP) bernilai 1, kadang – kadang (KK) bernilai 2, sering
(SR) bernilai 3, dan selalu (SL) bernilai 4. Pernyataan terdiri
dari 14 butir, yang terdiri dari 4 pernyataan mewakili
perawatan kulit (pernyataan 1 – 4), 2 pernyataan mewakili
perawatan rambut (pernyataan 5 – 6), 2 pernyataan mewakili
perawatan mata, telinga dan hidung (pernyataan 11), dan 3
pernyataan mewakili genitalia (pernyataan 12 – 14). Total skor
14 – 56. Semakin baiknya perawatan kebersihan diri pada
lansia akan ditunjukkan dengan semakin tingginya total skor
yang didapatkan. Data personal hygiene lansia dikategorikan
atas interval sebagai berikut :
14 – 35 = kurang
36 – 56 = baik
C. Kerangka teori

Self care

Self care Self care


Agency Demands
deficit

Nursing
Agency

Gambar 1 Kerangka Teori


V. KERANGKA KONSEP, DEFENISI OPERASIONAL, DAN
HIPOTESIS
A. Dasar pemikiran variabel penelitian
Kemandirian adalah keadaan seseorang yang dapat berdiri
sendiri tanpa bergantung pada orang lain. Semakin lanjut usia
seseorang maka kemampuan fisiknya akan semakin menurun,
sehingga dapat mengakibatkan kemunduran pada peran-peran
sosialnya. Hal ini mengakibatkan pula timbulnya gangguan dalam
hal mencukupi kebutuhan hidupnya, sehingga dapat meningkatkan
ketergantungan yang memerlukan bantuan orang lain (Marlita et
al., 2018). Kemandirian diperlukan untuk tetap produktif di usia
lanjut. Persoalan kelemahan fisik atau kurangnya kemandirian pada
lansia sangatlah berpengaruh pada perawatan diri, jika seorang
lansia tak mampu melakukan aktivitasnya tentu kurang adanya
perawatan diri yang baik, sementara kemandirian pada lansia
sangat penting untuk merawat dirinya sendiri dalam memenuhi
kebutuhan dasar manusia (Dewi Norratri et al., 2021). Kebersihan
diri sangat menentukan status kesehatan, dimana individu secara
sadar dan atas inisiatif pribadi menjaga kesehatan dan mencegah
terjadinya penyakit. Penurunan dan perubahan biologis lansia
berpengaruh dalam memenuhi perilaku personal hygiene
khususnya perubahan fisik yang kurang mampu menyesuaikan
dengan kondisi lingkungan. Dukungan terhadap lansia untuk
melakukan personal hygiene sangat penting untuk memberi
kesehatan, kenyamanan dan keamanan. Lansia dengan keadaan
yang sehat dan aman akan lebih mudah melakukan personal
hygiene secara mandiri (Sitti Rahma Soleman, Fernando M.
Mongkau, 2020). Bekal kemandirian lanjut usia tersebut dapat
membuat lanjut usia mampu melaksanakan aktivitas sehari-hari.
Bila seorang lanjut usia semakin mandiri dalam melakukan
aktifitasnya sehari-hari maka kualitas hidup lanjut usia tersebut
juga akan semakin baik (Supraba & Permata, 2021).
B. Kerangka konsep
Berdasarkan uraian dari dasar pemikiran variabel
penelitian, melalui adaptasi dari teori Dorothea Orem, maka
diturunkanlah abstraksi teori tersebut dalam bentuk konsep yang
terukur melalui kerangka hubungan antar variabel yang tergambar
di bawah ini :

Variabel independen Variabel dependen

Personal
Kemandirian hygiene
lansia

Variabel moderasi
1. Umur dan status
perkembangan
2. Kesehatan
fisiologis
3. Fungsi kognitif
4. Fungsi psikososial
5. Tingkat stress
6. Ritme biologi
7. Pelayanan
kesehatan

Gambar 2 Kerangka Konsep

Keterangan :
: variabel independen
: variabel dependen
: variabel moderasi (potensial confounding)

C. Defenisi operasional dan kriteria objektif

No Variabel Definisi Alat Ukur Skala Hasil Ukur


Operasional

1. Independen: Kemampuan Lembar Ordinal a. Mandiri total


Kemandiria individu kuesioner katz =6
n dalam index dengan b. Tergantung
paling ringan
melakukan pilihan 0 untuk
=5
aktivitas tergantung dan c. Tergantung
sehari – hari 1 untuk ringan = 4
yang mandiri d. Tergantung
dilakukan sedang = 3
oleh manusia e. Tergantung
secara rutin berat = 2
f. Tergantung
paling berat
=1
g. Tergantung
total = 0
2. Dependen: Segala Kuesioner Ordinal Kurang (14 –
Personal tindakan yang terdiri 35)
hygiene kebersihan dari 14 Baik (36 – 56)
lansia diri untuk pernyataan
menjaga dengan pilihan
kebersihan jawaban selalu
diri (SL) nilai 4,
sering (SR)
nilai 3, kadang
– kadang (KK)
nilai 2, dan
tidak pernah
(TP) nilai 1

D. Hipotesis penelitian
Berdasarkan uraian di atas dan landasan dasar pemikiran
variabel penelitian, maka dalam studi dirumuskan hipotesis
penelitian yang akan diuji melalui pembuktian uji hipotesis, yakni:
1. Hipotesis alternatif (Ha)
Ada hubungan kemandirian dengan personal hygiene lansia di
desa panaikang kecamatan pattallassang kabupaten gowa.
2. Hipotesis nol (Ho)
Tidak ada hubungan kemandirian dengan personal hygiene
lansia di desa panaikang kecamatan pattallassang kabupaten
gowa.

VI. METODE PENELITIAN


A. Rencana desain penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk melihat kemandirian dalam
aspek lansia dalam memenuhi aktivitasnya sehari – hari,
menggunakan pendekatan desain observasional analitik cross
sectional study. Pengukuran dan pengamatan variabel
menggunakan proses observasi, variabel independen yakni
kemandirian dan dependen yakni personal hygiene keduanya
dikumpulkan secara bersama dalam satu periode pengambilan data.
B. Tempat dan waktu penelitian
Seluruh proses pengamatan dan rangkaian penyusunan
usulan hingga pelaksanaan penelitian akan dilaksanakan dalam
estimasi waktu dua bulan, mulai juni – juli 2022. Lokasi penelitian
ditentukan berdasarkan kajian urgensi masalah dan ketersediaan
data penunjang maupun data utama, juga mempertimbangkan
aspek eligibilitas dan kemampulaksanaan peneliti. Penelitian ini
akan dilaksanakan di Desa Panaikang Kecamatan Pattallassang
Kabupaten Gowa.

C. Populasi dan sampel penelitian


1. Populasi penelitian
Populasi penelitian adalah seluruh lansia berusia 60 tahun -
>75 tahun yang berada di desa panaikang kecamatan
pattallassang kabupaten gowa dengan estimasi jumlah populasi
sebanyak 184 lansia.
2. Sampel penelitian
a. Besar sampel
Sampel penelitian adalah sebagian dari jumlah
populasi yang dihitung dengan menggunakan rumus standar
penentuan sampel untuk penelitian observasional analitik
kategorik tidak berpasangan, sebagai berikut :

(
Z √ 2 PQ +Z β √ P 1 Q1 + P2 Q2
)
2

n 1=n2= α
P 1−P2

Keterangan :

Z α =deviat baku alfa 5 %(1.96)

Z β =deviat baku beta20 % (0.84)

P2=Proporsi faktor risiko pada kelompok ibu hamil non

depressive=15 % atau 0.15

Q2=1−P 2=1−0.15=0.85

P1=Proporsi depresi maternal pada ibu hamil

(Dennis et al ,2017)18 % atau 0.18

Q 1=1−P 1=1−0.18=0.82

P1−P2=selisih proporsi yang dianggap bermakna

¿0.18-0.15= 0.03

P1+ P2 0.18+ 0.15


P❑=Proporsi Total= = =0.15
2 2
Q¿ 1−P=1−0.15=0.85

( )
2
1.96 √ 2(0.15)(0.85)+ 0.84 √(0.18)(0.82)+(0.15)(0.85)
n 1=n2= =328,17=328
0.03

Dari hasil jumlah estimasi minimum sampel yang


dibutuhkan dalam penelitian ini sebanyak ............ subjek.
b. Sampling
Sampel sejumlah ......... subjek akan ditarik
menggunakan teknik cluster sampling yakni memilih
subjek yang memenuhi kriteria inklusi.
c. Kriteria sampel
1. Kriteria inklusi
Kriteria inklusi pada penelitian ini yaitu :
a. Lansia yang mampu membaca, menulis, dan
kondisi umum indera pendengaran baik
b. Lansia dengan kondisi sehat, tanpa penyakit
yang mengganggu kemandirian
c. Lansia yang bersedia menjadi responden
2. Kriteria eksklusi
Kriteria eksklusi pada penelitian ini yaitu :
a. Lansia yang mengalami masalah kognitif,
seperti demensia dan gangguan jiwa atau
masalah psikologi
b. Lansia yang mempunyai tingkat ketergantungan
penuh atau lansia yang membutuhkan bantuan
penuh

D. Alat atau instrumen penelitian


Penelitian ini menggunakan beberapa kuesioner. Instrumen
ini sebagai panduan bagi peneliti untuk melakukan proses
pengumpulan data terhadap sampel penelitian melalui proses
wawancara. Kuesioner dalam penelitian ini terdiri dari satu form
yang berisi data demografi, satu form kuesioner Indeks Katz untuk
mengukur variabel kemandirian dan satu kuesioner untuk
mengukur variabel personal hygiene lansia.
E. Uji instrumen penelitian
1. Uji validitas
Instrumen kemandirian lansia yang digunakan dalam
penelitian ini Katz Index yang sudah terstandarisasi
sebelumnya dengan menilai 6 item aktivitas dasar yang
dilakukan meliputi mandi, berpakaian, berpindah tempat,
toileting, kontinen dan makan.
Instrumen personal hygiene telah melakukan uji valid
kuesioner dengan menggunakan Cronbach Validity index
(CVI) yang digunakan untuk mengukur setiap item yang ada
dalam instrumen. Hasil uji valid yang didapatkan sebesar 1
sehingga variabel memiliki nilai yang valid.
2. Uji realibilitas
Instrumen yang digunakan yaitu Katz Index tidak
memerlukan uji realibilitas karena instrumen tersebut sudah
terstandar sebelumnya. Nilai realibilitas instrumen personal
hygiene lansia sebesar 0,83. Uji realibilitas dilakukan dengan
rumus Cronbach Alpha yang diolah dengan menggunakan
program spss.
F. Proses pengumpulan data
Pengumpulan dilakukan dengan cara mendatangi wilayah
penelitian, setelah memenuhi seluruh persyaratan etik dan
administratif perizinan penelitian. Peneliti melakukan
pengumpulan data dengan mendatangi rumah lansia dan diminta
kesediaannya untuk menjadi sampel penelitian, setelah
mendapatkan penjelasan terkait seluruh prosedur dan tujuan
pelaksanaan penelitian. Data demografi dikumpulkan dengan
teknik wawancara dengan pedoman kuesioner, peneliti langsung
menanyakan pertanyaan – pertanyaan yang sesuai dengan
instrumen.
G. Pengolahan dan analisis data
Seluruh data yang diperoleh dicatat dan ditabulasi. Data
yang diperoleh diolah secara statistik dengan menggunakan
program analisis statistic berbasis software. Untuk melihat
keterkaitan antar variabel dengan data berskala interval dan rasio
menggunakan uji t independent jika data kedua kelompok
berdistribusi normal atau dengan uji Mann Whitney bila distribusi
data tidak normal. Untuk menguji hubungan antara variabel
kategorikal digunakan uji Chi-square dan derivatnya sesuai
kelayakan uji. Perbedaan yang signifikan ditetapkan dengan nilai p
</= 0.05. Untuk mengukur dan menguji peran variable moderasi
dalam hal potensinya sebagai confounding menggunakan uji
regeresi linear ganda bila berskala interval/rasio atau uji regresi
logistic ganda bila berskala nominal ordinal.
H. Etika penelitian
Dalam pelaksanaan penelitian, peneliti telah mendapatkan
persetujuan dari komisi etik Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Nani
Hasanuddin Makassar. Penelitian yang dilakukan dengan
memperhatikan prinsip-prinsip etik. Prinsip etik bertujuan untuk
melindungi subjek penelitian dan hak-hak responden dilindungi
dengan baik oleh peneliti dengan pertimbangan:
1. Autonomy
Prinsip Autonomy digunakan saat responden dipersilahkan
untuk menentukan keterlibatannya dalam kegiatan penelitian.
Calon responden diminta kesediaanya menjadi responden tanpa
paksaaan. Responden yang akan diteliti dan memenuhi kriteria
inklusi diberikan lembar persetujuan (Informed Consent)
diserta judul dan manfaat penelitian untuk ditandatangani.
Apabila subyek menolak maka peneliti tidak akan memaksakan
kehendak dan tetap menghormati hak-hak subyek.
2. Beneficiency
Prinsip beneficiency digunakan saat peneliti melaksanakan
prosedur penelitian untuk mendapatkan hasil yang bermanfaat.
Meminimalkan dampak subyek penelitian (Nonmaleficiency)
dan menjelaskan keuntungan atau manfaat yang didapatkan
responden serta potensial resiko yang dapat terjadi.
3. Justice
Memperlakukan orang lain secara adil tanpa membedakan
status sosial, ras, agama, dan sebagainya tapi memperlakukan
subyek sebagai invidu yang memerlukan bantuan dengan
keunikan yang dimiliki. Peneliti melakukan aspek keadilan dan
hak subyek dalam mendapatkan perlakuan yang sama baik
sebelum, selama maupun sesudah berpatisipasi dalam
penelitian. Setelah penelitian dilakukan dan diketahui ada
pengaruh
4. Anonymity
Peneliti wajib menjaga kerahasiaan dan privasi responden
dengan cara tidak mencantumkan nama responden dalam
pengisian kuesioner dan pada saat tabulasi data. Peneliti hanya
memberikan kode pada setiap responden.
5. Confidentiality
Kerahasiaan informasi dan data yang diberikan responden
dalam informed consent wajib dijamin peneliti. Segala
informasi yang diberikan oleh responden tidak dapat
disebarluaskan oleh peneliti untuk kepentingan apapun.
6. Veracity
Subyek mempunyai kewajiban untuk menyatakan tentang
kebenaran dan tidak berbohong atau menipu. Veracity
merupakan fokus dari Informed Consent.

VII. PERSONALIA DAN JADWAL PENELITIAN


A. Personalia penelitian
1. Peneliti : Tasya Putri Tamara Makmur
2. Pembimbing I : Dr. Azniah SKM., M.Kes
3. Pembimbing II : Erna Kadrianti, S. Kep, Ns. M. Kep
B. Jadwal penelitian
No. Kegiatan April Mei Juni Juli
1. Pengusulan judul
2. Konsultasi proposal
3. Ujian proposal
4. Perbaikan proposal
5. Penelitian dst

Gambar 3 Rencana Kegiatan Penelitian


I. Kuisioner pengkajian tingkat kemandirian dengan Indeks Katz
Aktivitas Mandiri Tergantung
Skor (1 atau 0) (skor 1) tanpa (skor 0) dengan
pengawasan, pengarahan, pengawasan,
atau bantuan orang lain pengarahan, dan
bantuan orang lain
Mandi (skor 1) melakukan (skor 0) perlu bantuan
Skor : mandi secara mandiri lebih dari satu bagian
atau memerlukan tubuh, perlu bantuan
bantuan hanya untuk total
bagian tertentu saja
misalnya punggung atau
bagian yang mengalami
gangguan
Berpakaian (skor 1) bisa memakai (skor 0) perlu bantuan
Skor : pakaian sendiri, kadang lebih dalam
perlu bantuan untuk berpakaian atau
menalikan sepatu bahkan perlu bantuan
total
Ke toilet (skor 1) bisa pergi ke (skor 0) perlu bantuan
Skor : toilet sendiri, membuka dalam eliminasi
melakukan BAB dan
BAK sendiri
Berpindah (skor 1) bisa berpindah (skor 0) perlu bantuan
Skor : tempat sendiri tanpa dalam berpindah dari
bantuan, alat bantu gerak bed ke kursi roda,
diperkenankan bantuan dalam
berjalan
Kontinen (skor 1) bisa mengontrol (skor 0) inkontinensia
Skor : eliminasi sebagian atau total
baik bladder maupun
bowel
Makan (skor 1) bisa melakukan (skor 0) perlu bantuan
Skor : makan sendiri. Makanan dalam makan, nutrisi
dipersiapkan oleh orang parental
lain diperbolehkan

Anda mungkin juga menyukai