Anda di halaman 1dari 5

ISLAMISASI OLEH PUTRA SUNAN GIRI

Ada beberapa versi tentang masuk Islamnya raja Bima.Tawalinuddin Haris dalam
artikelnya, Kesultanan Bima di Pulau Sumbawa(2006) menjelaskan, fase Islamisasi itu
bermula ketika silsilah raja Bima sampai generasi ke-38.Penguasa Bima ke- 37, Sawo,
merupakan raja terakhir yang belum bersyahadat. Adapun sultan Bima yang pertama
bernama Abdul Galir.

Islam di Bima berasal dari Pulau Jawa. Haris mengutip catatan perjalanan Heinrich
Zollinger, pakar botani yang sempat mengunjungi Sumbawa sekitar 1840-an. Ilmuwan Swiss
itu mengungkapkan, Islam di Bima pertama kali datang dari Jawa periode 1450-1540. Haris
juga menyebutkan hasil riset Syamsuddin (1980), yakni Islamisasi di Bima tidak lepas dari
penaklukan Melaka oleh Portugis pada 1511. Sejak jatuhnya Melaka, tidak sedikit saudagar
Muslim dari Jawa yang singgah ke Bima sebelum mencapai Maluku, bandar utama rempah-
rempah. Kesimpulan ini dapat merujuk pada catatan penjelajah Portugis, Tome Pires
(meninggal 1540). Penulis Suma Oriental itu membenarkan bahwa Jawa dan Bima telah
menjadi titik transit pemburu rempah dari Melaka menuju Maluku. Lebih rinci lagi, dakwah
Islam di Bima disebut-sebut bersumber dari Jawa Timur.Sumber pendapat ini adalah Babad
Lombok, yang menuturkan peran Sunan Prapen dari Giri dalam menyebarkan Islam di
Lombok.
Dari pulau itu, keturunan (putra) Sunan Giri kemudian melanjutkan dakwah ke
Sumbawa, termasuk Bima. Pendapat lainnya menyebutkan Jawa Barat sebagai salah satu
titik keberangkatan masuknya Islam. Roufaer, misalnya, meyakini bahwa Islam di Bima
dibawa dari Cirebon, Aceh, dan Melayu. Peneliti Belanda ini juga menyoroti tingginya
penghormatan atas orang-orang Melayu di Bima. Misalnya, pada riwayat Kadhi (bahasa
Arab menyebutnya qadhi yang berarti hakim/pemberi putusan hukum) Jamaluddin.Reputasi
sosok berdarah Melayu ini begitu besar, sampai-sampai jasadnya dikebumikan di samping
makam Sultan Abdul Galir.
Menurut Roufaer, di masa hidupnya Sultan Abdul Galir pernah berpesan kepada
para penerus dan rakyatnya: hormatilah bangsa Melayu melebihi kaum pedagang asal Bugis
dan Gowa.Sebab, mereka diakui sebagai guru para sultan dan penduduk Bima seluruhnya
dalam mempelajari Islam. Mereka juga dinilai berjasa lantaran ikut menumpas lanun di
perairan Sumbawa.Selama di Bima, sang sultan pun membebaskan mereka dari pungutan
pajak.Untuk diketahui, sekitar pelabuhan Bima menjadi tempat permukiman Kampo
Malayu. Pendapat yang menyatakan Islam Bima dibawa pertama kali oleh orang-orang Jawa
ini diperkuat oleh Babad Lombok atau dikenal dengan Panambo Lombok, yang menjelaskan
penyebaran Islam dibawa oleh para pendakwah dari Jawa Timur yang dipimpin oleh Sunan
Prapen dari Giri.
Duarte Barbarosa, seorang pegawai pos dagang Portugis di Cannanor di Malabar
menyebut sebuah pulau yang lebih kecil dari Jawa. Lewat bukunya yang ditulis pada 1518,
Livro, Barbarosa menyebut pulau itu dengan nama Cinboaba. Tanahnya subur dan kaya
dengan berbagai jenis bahan makanan. Tapi, raja dan penduduknya masih menyembah
berhala. Dilansir dari Jurnal Lektur Keagamaan Kemenag, pulau itu kemudian dikenal dengan
nama Sumbawa. Berdasarkan laporan Duarte tersebut, Kuperus berkesimpulan jika pada
awal abad ke-16 agama Islam belum mendapatkan tempat di Sumbawa. Penulis buku
Sumbawa Pada Masa Dulu Lalu Manca menjelaskan, agama Islam dibawa ke Sumbawa oleh
para mubaligh Arab dari Gresik sambil berniaga. Salah seorang di antaranya adalah Syekh
Zainul abidin, salah seorang murid Sunan Giri. Jika benar, nama Syekh Zainul Abidin
mengingatkan kita pada Sultan Zainal Abidin (1486-1500). Dialah raja Ternate yang dianggap
benar-benar memeluk agama Islam. Syekh Zainal Abidin dikenal pernah belajar agama di
Pesantren Giri. Di Jawa, dia dipanggil Raja Bulawa (Raja Cengkih) karena membawa cengkih
dari Maluku sebagai persembahan. Sekembalinya dari Jawa, Zainal Abidin membawa
seorang mubaligh bernama Tuhu Bahalul. Tidak tertutup kemungkinan, dalam perjalanan
pulang ke negerinya (Ternate), mereka singgah di Sumbawa untuk menyebarkan agama
Islam.
Di dalam Babad Lombok disebutkan jika pembawa agama Islam ke Pulau Lombok
adalah Sunan Prapen Putra Susuhunan Ratu dari Giri, Gresik. Sunan Prapen mengislam kan
penduduk Lombok lewat satu ekspedisi militer. Setelah berhasil mengislamkan Lombok,
Sunan Prapen melanjutkan perjalanan ke Pulau Sumbawa mengislamkan Taliwang, Seran,
dan Bima. H J de Graaf menjelaskan, jika informasi dalam Babad Lombok itu benar maka
peristiwa itu berlangsung pada masa pemerintahan Sunan Dalem di Giri, Gresik, yakni
antara 1506-1545. Mengacu pada Babad Lombok dan berita Duarte Barbarosa, agama Islam
datang ke Tanah Sumbawa dari Gresik antara 1518- 1545. Selain dari Jawa, Islam dibawa
dari Sulawesi Selatan oleh orang-orang Bugis dan Makassar. Islam hadir baik lewat perang
maupun cara damai. Salah satu di antaranya, yakni lewat perkawinan antara elite politik di
Sumbawa, baik di Kasultanan Bima maupun di Kasultanan Sumbawa. Dalam Kronik Gowa
disebutkan bahwa Bima, Dompu, dan Sumbawa ditaklukkan oleh Karaeng Matoaya, Raja
Tallo. Dia merupakan perdana menteri Kerajaan Goa. Kerajaan ini empat kali mengirim
ekspedisi militer ke Bima, dua kali ke Sumbawa, dan satu kali ke Dompu, Kengkelu
(Tambora) dan Papekat. Pengiriman ekspedisi Kerajaan Goa berlangsung pada 1619. Usai
ekspedisi tersebut, perjanjian Tanah Goa dan Tanah Sumbawa berlangsung usai Perang
Sariyu. Dalam perjanjian itu, Raja Sumbawa dengan suka rela mengucap dua kalimat
syahadat di hadapan Raja Goa, Tuminang Riagamana dengan syarat adat dan rapangnya
tidak diganggu atau dirusak. Peristiwa itu disaksikan Menteri Tetelu, Rangga Kiku, Nene
Kalibelah, dan semua pejabat Kerajaan Sumbawa.
Bagi masyarakat adat Bayan, Kecamatan Bayan, Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat,
mempercayai agama Islam sudah ada sejak lama yang dibuktikan dengan adanya "Datu
Slam" yang dalam bahasa Indonesianya adalah Raja Islam. Kemudian keislamannya itu
semakin disempurnakan melalui kedatangan Syekh Abdul Razak di bumi Bayan pada abad
ke-17. Makam Syekh Abdul Razak dimakamkan di Kompleks Masjid Kuno Bayan Beleq.
Selain itu, terdapat juga makam tokoh-tokoh yang menyebarkan Islam, seperti Titi Mas
Puluh, Sesait, Karem Saleh dan Pawelangan di dalam bangunan yang berdindingkan
anyaman bambu serta beratapkan bilahan bambu yang disusun rapi.
Mereka juga mempercayai bahwa turunnya Islam di Tanah Bayan itu berdasarkan
wahyu sehingga wali yang ada berasal dari sana kemudian menyebarkan ke seantero Tanah
Air. Kepercayaannya bahwa wali berasal dari Tanah Bayan yang tentunya kembali lagi ke
Tanah Bayan. "Itu cerita dari leluhur kami," kata tokoh pemuda adat masyarakat adat Bayan
di Batu Grantung, Raden Kertamaji, di Lombok Utara, Kamis (29/11). Raden Kertamaji
menambahkan Syekh Abdul Razak mejabat sebagai penghulu masyarakat Adat Bayan.
"Sejarah orang Bayan itu ada di dalam lontar yang disimpan di Kampung Adat Bayan Timur
yang menjadi tempat akhirat," kata sesepuh Desa Batu Grantung, Raden Nyakrawasih.
Sedikit bercerita, Raden Kertamaji menyebutkan konsepsi Wetu Telu yang selalu
dikaitkan terhadap masyarakat Adat Bayan itu, adalah tidak benar. Islam di Bayan
sempurna, yakni Wetu Lima seperti penganut Islam lainnya menjalankan salat lima waktu,
bukannya tiga waktu. "Wetu telu yang benar adalah tumbuh, bertelur dan lahir, itu makna
manusia selama ini bersama tumbuh-tumbuhan di sekitar kita dan binatang," katanya.
Mungkin bisa dikatakan wetu telu itu sebagai filosofi atau tuntunan hidup masyarakat Adat
Bayan, sedangkan dalam beribadah agama Islam tetap menjalankan salat lima waktu. Babad
Lombok dibukukan dalam "Lombok, Penaklukan, Penjajahan dan Keterbelakangan 1870-
1940" karangan Alfons van Der Kraan, dosen jurusan Sejarah Ekonomi Universitas Murdoch
di Perth, Australia.
Di buku itu disebutkan bahwa Susuhunan Ratu Giri (Sunan Giri) di Gresik, Jawa
Timur, memerintahkan supaya keyakinan yang baru itu (Islam) dibawa ke pulau-pulau itu.
Dilembu Mangku Rat dikirim dengan sebuah pasukan bersenjata ke Banjarmasin, Datu
Bandan dikirim ke Makassar, Tidore, Seram, dan Galea. Dan seorang putra Susuhunan
sendiri, Pangeran Prapen ke Bali, Lombok dan Sumbawa. Prapen berlayar pertama-tama ke
Lombok, dimana dengan kekerasan ia mengubah keyakinan rakyat untuk memeluk agama
Islam. Setelah melaksanakan tugas itu, ia melanjutkan pelayaran ke Sumbawa dan Bima.
Akan tetapi, selama kepergian Prapen, terutama karena para wanita masih terus
menganut keyakinan penyembah berhala, sebagian besar rakyat Lombok kembali ke
penyembahan berhala itu. Setelah kemenangan-kemenangan di Sumbawa dan Bima, Prapen
kembali dan dibantu oleh Raden dari Sumuliya dan Raden dari Salut (Sasak). Ia (Sunan
Prapen) menyusun gerakan baru yang pada waktu ini berhasil. Sebagian penduduk lari ke
pegunungan, sebagian lagi tunduk dan beralih keyakinan dan masuk Islam dan sebagian
lainnya hanya ditaklukan. Kemudian Prapen meninggalkan Raden dari Sumuliya dan Raden
Salut untuk bertanggung jawab mempertahankan Islam di daerah itu dan berpindah ke Bali,
dimana ia mulai perundingan-perundingan (yang tidak berhasil) dengan Dewa Agung dari
Klungkung. Maka sesuai Babad Lombok, bisa dikatakan penyebar agama Islam di Bayan,
yakni Sunan Prapen yang merupakan putra dari Sunan Giri pada abad ke-16 atau setelah
runtuhnya Kerajaan Majapahit pada 1478.
MAKALAH

ISLAM DI BIMA

DISUSUN OLEH

NAMA : - HILWA ILFUN MA’LUFI


- ANIS YATUHRAHMAH
- BAZLIA ALIFA
- LAELI AJHARI
- ANDI AQSA DARMAWAN
- ANDIAKSA
- RAIS NAUVAL SABIRAH
- M. ARYA MAULANA
- RAHMADI DWI SETIAWAN
- AIZUL AZLAN FARWAH
KELAS : X IPA 7
MAPEL : SEJARAH INDONESIA

MAN 2 KOTA BIMA


TAHUN AJARAN 2020 ∕ 2021

Anda mungkin juga menyukai