Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Makalah ini disusun guna memenuhi tugas dari guru mata pelajaran Sejarah Indonesia.
Makalah ini disusun berdasarkan tugas kelompok, yang terdiri dari dua orang yaitu Dara
Venussia dan Fachma Airisa R. Kelompok kami membahas tentang sejarah islam di Pontianak.

RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana Sejarah Perkembangan Islam di pontianak ?


2. Apa saja kerajaan islam yang tersebar di Pontianak?
3. Apa saja peninggalan sejarah yang ada di Pontinak?

TUJUAN

1. Memenuhi tugas guru mata pelajaran Sejarah Indonesia.


2. Untuk mengingat kembali tentang bagaimana Islam masuk ke Pontianak.
3. Supaya kita bisa mengetahui peninggalan kerajaan islam di Pontianak.
4. Untuk mengetahi kerajaan-kerajaan yang ada di Pontianak.

Page | 1

BAB III
PEMBAHASAN
1.1 Sejarah masuknya Islam di Kalimantan barat
Menurut pendapat

yang dikemukakan oleh Sendam, 1970:35,

Islam Masuk

di Kalimantan Barat yaitu sekitar abad ke 15 M, melalui perdagangan dan tidak


melalui organisasi

misi,

tetapi

merupakan

kegiatan

perorangan.

Ada

dua

proses

berlangsungnya penyebaran Islam. Pertama penduduk pribumi berhubungan dengan agama


Islam, kemudian menganutnya. Kedua, orang-orang asing Asia (Arab,India, Cina dan lain-lain)
yang telah memeluk agama Islam dan bertempat tinggal secara permanen di suatu wilayah
kemudian melakukan perkawinan campuran dan menjadi anggota masyarakat lainnya. Seperti
pada kerajaan Tanjungpura, Sambas, Mempawah, Kubu, Pontianak dan lain sebagainya.
2.2 Cara masuknya Islam di Kalimantan Barat
Ada beberapa hal yang membuat Islam dapat dengan mudah untuk diterima oleh
masyarakat dan menyebar luas sampai kedaerah-daerah pedalaman. Adapun hal tersebut bias
terjadi karena islam masuk melalui jalur berikut:
1. Melalui perkawinan
Dimana adanya perkawinan campuran yang dilakukan oleh orang muslim dengan orang
non-muslim. Adanya perkawinan campuran ini juga dapat dilihat pada kerajaan Pontianak yang
rajanya Syarief Abdurrahman Al-Kadri menikah dengan NyaI Tua putri Dayak kerajaan Matan.
2. Melalui perdagangan
Mayoritas penduduk Kalbar tinggal di daerah pesisir sungai atau pantai. Islam disebar
luaskan dan berkembang melalui kegiatan perdagangan mulanya di kawasan pantai seperti Kota
Pontianak,

Ketapang,

atau

Sambas,

kemudian

menyebar

kearah

perhuluan

sungai

(Yusriadi,dkk 2005:2).
3. Melalui dakwah
Adapun nama-nama mubaligh dan guru agama yang terlibat dalam menyebarkan agama
Islam di Kalbar tersebut pada awal abad ke-20 menurut Mohd Malik (1985:48) diantaranya
adalah Haji Mustafa dari Banjar (1917-1918), Syeh Abdurrahman dari Taif, Madinah (19261932), Haji Abdul Hamid dari Palembang (1932-1937), Sulaiman dari Nangah Pinoh (1940-?),
dan Haji Ahmad asal Jongkong (sekarang). Para guru agama ini mengajarkan membaca AlQuran, fiqh dan lain-lain, dirumah dan juga di mesjid. Dalam pengajaran membaca Al-Quran
mereka menggunakan metode Baqdadiyah (Yusriadi,dkk 2005:5).
4. Melalui Kekuasaan (otoriter)
Islamisasi ini terjadi pada masa Sultan Aman di kerajaan Sintang. Pada massa ini beliau
melakukan perperangan kepada siapa saja yang tidak mau masuk Islam. Tercatat raja-raja
Page | 2

kerajaan Silat, Suhaid, Jongkong, Selimbau dan Bunut diperangi karena tidak mau masuk Islam.
Setelah raja-raja tersebut dapat ditaklukan dan menyatakan diri memeluk Islam, mereka
diharuskan berjanji untuk tidak ingkar. Bagi yang melanggar akan dihukum mati. Hal ini
mungkin agak unik dibandingkan dengan Islamisasi yang terjadi diwilayah lain yang rata-rata
disiarkan secara damai (Hermansyah, dkk 2005:10).
5. Melalui Kesenian
Islam disebarkan kepada masyarakat Kalbar juga melalui kesenian tradisional. Ini dapat
kita lihat pada masyarakat di Cupang Gading. Sastra tradisional yang ada di Cupang Gading
memperlihatkan adanya nilai-nilai keislaman. Dengan mengkolaborasikan antara nilai Islam
dengan nilai kesenian ini memberikan kemudahan dalam menyebarkan Islam itu sendiri.
Berpadunya nilai lokal dengan Islam dapat dilihat melalui prosa rakyat yang dikenal dengan
istilah bekesah dan melalui puisi tradisional, seperti pantun, mantra, dan syair (Dedy Ary
Asfar,dkk 2003: 46). Selain itu Islam juga disebarkan melalui kesenian Jepin Lembut yang ada
didaerah Sambas. Dengan berbagai macam kesenian inilah yang kemudian dijadikan media
dakwah dalam menyebarkan Islam di Kalbar.
1.3 Pemimpin kerajaan di Kalimantan Barat
Di Kalimantan Barat daerah yang pertama kali mendapat sentuhan agama Islam adalah
Pontianak, Matan dan Mempawah yang diperkirakan antara tahun 1741, 1743 dan 1750.
Menurut salah satu versi pembawa islam pertama bernama Syarief Husein, seorang Arab atau
dengan nama lain beliau Syarif Abdurrahman al-Kadri, putra dari Svarif Husein. Diceritakan
bahwa Syarief Abdurrahman Al-Kadri adalah putra asli Kalimantan Barat. Ayahnya Sayyid
Habib Husein al-Kadri, seorang keturunan Arab yang telah menjadi warga Matan. Ibunya
bernama Nyai Tua, seorang putri Dayak yang telah menganut agama Islam, putri Kerajaan
Matan. Syarif Abdurrahman al-Kadri lahir di Matan tanggal 15 Rabiul Awal 1151 H (1739 M).
Jadi ia merupakan keturunan Arab dan Dayak dan Ayahnya Syarief Husein (Ada yang
menyebutnya Habib Husein) menjadi Ulama terkenal di Kerajaan Matan hampir selama 20
tahun.
Menurut keterangan di atas tampak bahwa islam masuk di Kalimantan Barat dibawa oleh
juru dakwah dari Negeri Arab. Ini sejalan dengan teori beberapa sejarawan Belanda diantaranya
Crawford (1820), Keyzar (1859), Neiman (1861), de Hollander (1861), dan Verth (1878).
Menurut mereka penyiar Islam di Indonesia (Nusantara) berasal dari arab, tepatnya dari
Hadramat, Yaman. Teori ini didukung pula oleh sejarawan dan ulama Indonesia modern, seperti
Hamka, Ali Hasyim, Muhammad Said dan Syed Muhammad Naquib a( atlas (Malaysia).
Islam di Kalimantan Barat berjalan secara alami Habib Husein al-Kadri sebagai juru
dakwah pertama, dilanjutkan oleh putranya Syarif Abdurrahman al-kadri bersama para kader
dakwah lainnya. Disebut alami disini karena selain tugas dakwah dijalankan, aktivitas ekonomis
juga digerakkan sehingga para juru dakwah perintis ini memiliki kekuatan ekonomi yang kuat.
Page | 3

Dengan kekuatan ekonomi ini pula dakwah menjadi semakin berhasil, ditambah relasi yang luas
dengan para pedagang lainnya. Walaupun bagi Kalimantan barat, datangnya Islam yang dibawa
oleh Syarif Husein alKadri, Kalimantan barat bukan merupakan daerah pertama yang
didatanginya. Dan rentetan kronologi sampai akhirnya beliau menetap dan memusatkan dakwah
di Kalimantan Barat.
Beliau sendiri lahir tahun 1118 H di Trim Hadramat Arabia. Tahun 1142 H setelah
menamatkan pendidikan agama yang memadai, atas saran gurunya berangkat menuju negerinegeri timur bersama tiga orang kawannya untuk mendakwah islam. Tahun 1145 H mulanya
mereka tiba di Aceh. Sambil berdagang mereka mengajarkan Islam disana. Lalu perjalanan di
lanjutkan ke Betawi (Jakarta) sedangkan temannya Sayyid Abubakar Alaydrus menetap di Aceh,
Sayyid Umar Bachasan Assegaf berlayar ke Siak dan Sayyid Muhammad bin Ahmad al-Quraisy
ke Trenggano. Syarif Husein al-kadri tingggal di betawi selama 7 bulan, kemudian di Semarang
selama 2 tahun bersama Syekh Salam Hanbali. Tahun 1149 beliau berlayar dari Semarang ke
Matan (ketapang) Kalimantan Barat dan diterima di Kerajaan Matan.
Seiring dengan usaha dakwahnya, penganut Islam semakin bertambah dan Islam
memasyarakat sampai ke daerah pedalaman. Maka antara Tahun 1704-1755 M ia diangkat
sebagai Mufti (hakim Agama Islam) dikerajaan Matan. Selepas tugas sebagai Mufti, beliau
sekeluarga diminta oleh raja Mempawah Opo Daeng Menambun untuk pindah ke Mempewah
dan mengajar agama disana sampai kemudian diangkat menjadi Tuan Besar Kerajaan
Mempewah, sampai wafatnya tahun 1184 dalam usia 84 tahun.
Mulanya Syarif Husein menetap di Matan (Ketapang) dan berdakwah disana. Ia
mendapatkan respon yang sangat baik sehingga penganut Islam semakin banyak dan Islam
memasyarakat sampai kepedalaman. Maka antara Tahun 1704-1755 M Ia diangkat sebagai
Mufti (hakim Agama Islam) dikerajaan Matan. Selepas tugas sebagai Mufti, beliau sekeluarga
diminta oleh raja Mempawah Opo Daeng Menambun untuk pindah ke Mempawah dan mengajar
agama disana sampai kemudian diangkat menjadi Tuan Besar Kerajaan Mempawah, sampai
wafatnya tahun 1184 dalam usia 84 tahun. (Anshar Rahman, 2000:5-6). Syarif Husein tidak
hanya menyebar Islam dikalangan rakyat jelata, Ia juga menyebarkan kekalangan bangsawan.
Salah satu cara yang ditempuh beliau dalam menyebarkan Agama Islam adalah dengan
melakukan perkawinan dengan putri-putri bangsawan. Beliau menikahi 3 orang putri yang
berasal dari kerajaan Matan, dan mereka ini berasal dari suku Dayak. (Anshar Rahmat, 2000:25)
Pendapat lain mengatakan bahwa Islam masuk ke Kalbar pada abad ke 15 di pelabuhan
Ketapang (Sukadana) melalui perdagangan. Penyebaran agama Islam di Kalimantan Barat
membujur

dari

Selatan

ke Utara,

meliputi

daerah

Ketapang,

Sambas,

Mempawah,

Landak. Menurut Safarudin Usman bahwa Islam mulai menyebar di Kalimantan Barat
diperkirakan sekitar abad XVI Miladiah, penyebaran Islam terjadi ketika kerajaan Sukadana atau
lebih dikenal dengan kerajaan Tanjungpura dengan penembahan Barukh pada masa itu di
Page | 4

Sukadana agama Islam mulai diterima masyarakat (Ikhsan dalam Usman 1996:3), akan tetapi
Barukh tidak menganut agama Islam sampai wafat 1590 M.
Selain itu ada pendapat yang mengemukakan pada tahun 1470 Miladiah sudah ada
kerajaan yang memeluk agama Islam yaitu Landak dengan rajanya Raden Abdul Kahar
(Usman,1996:4) Dimasa pemerintahan Raden Abdul Kahar (Iswaramahaya atau Raja Dipati
Karang Tanjung Tua) beliau telah memeluk agama Islam sehingga dapat dikatakan berawal dari
kerajaan Landak.
Berbagai pendapat yang telah dikemukakan di atas bisa diperkirakan, bahwa agama
Islam masuk di Kalimantan Barat pada masa pemerintahan Barukh (1538-1550). Dari riwayat
kerajaan Landak diperoleh keterangan bahwa agama Islam di bawah pemerintahan Kerajaan
Ismahayana, yang bergelar Raja Dipati Tanjung Tua (1472-1542), agama Islam mulai
berkembang di kerajaan Landak (Sendam, dalam Ajisman:1998). Mengingat kerajaan Matan
dan Landak yang masuk diperkirakan pada abad ke 15 maka kerajaan Sintang yang berada
dipedalaman sekitar akhir abad ke 16. Penyebaran yang pertama-tama kemungkinan dari para
pedangang Semenanjung Melayu, terutama pedagang dari Johor. (Dalam Ikhan:2004:95).
Sahzaman berpendapat bahwa agama Islam masuk di Kalimantan Barat melalui selat
Karimata menuju kerajaan Tanjungpura yang memang sudah ada sejak abad ke XIII. Kerajaan
Sambas pada masa Raden Sulaiman putra Raja Tengah dari kerajaan Brunei (Ajisman 1998:24)
Dalam buku Sejarah Kodam XIII Tanjungpura Kalimantan Barat yang diterbitkan oleh
Sendam Tanjungpura menyebutkan masuknya agama Islam di Kalimantan Barat pada abad ke
16 Ketika kerajaan Hindu Sukadana dipimpin rajanya penembahan Barukh, pada saat yang sama
penembahan Barukh membangun kota Baruk yaitu Matan (Ajisman:1998:25)
Kerajaan Tanjungpura menjadi salah satu ciri kerajaan Islam, jauh sebelumnya sudah
pernah ada komunikasi antara masyarakat dikerajaan Tanjungpura dengan para pedagang dari
Arab, bentuk-bentuk peningalan yang masih bayak terdapat di daerah Kabupaten Ketapang, baik
yang bersifat tangible maupun intangible hal itu masih bisa dijumpai sampai saat ini. Menurut
penelitian yang dilakukan oleh Balar Arkeologi dari Banjarbaru Kalimantan Selatan bahwa
peninggalan makam keramat tujuh maupun keramat sembilan diperkirakan pada abad ke-15
akan tetapi jauh sebelumnya sudah ada kehidupan Islam di daerah Benua Lama, karena juga
ditemukan nisan didalam dasar tanah berdiri kokoh dan relief yang bercorak Arab di wilayah
Kabupaten Ketapang Kalimantan Barat.
Umat Islam menjadi mayoritas ketika berdirinya kerajaan Pontianak pada tahun 1771
Miladiah. Kesultanan Pontianak dengan rajanya Sultan Syarif Abdurahman Al Qadrie adalah
putra Syarif Husin Al Qadrie yang menjadi salah seorang penyebar agama Islam di Kalimantan
Barat, kehadiran kesultanan yang bercorak Islam masih membawa pengaruh adat istiadat bangsa
Nusantara yang dinamakan pengaruh Jawa pra Islam. Salah satu pengaruh kuat adalah
percampuran budaya Timur Tengah dengan budaya jawa Pra Islam. Sekitar tahun 1733 Syarif
Page | 5

Husin bin Ahmad Al Qadrie seorang ulama dari negeri Trim Ar-Ridha Hadralmaut (Timur
Tengah) datang ke kerajaan Matan untuk menyebarkan agama Islam, kemudian di angkat
sebagai penasehat raja, akan tetapi jabatan tidak begitu lama dikarenakan ada perselisihan
paham tentang hukuman terhadap nakhoda tidak disetujui oleh Syarif Husein kemudian pindah
kekerajaan Mempawah.
Di daerah Kampung Kapur terdapat seorang guru ngaji yang bernama Djafar pada jaman
tersebut beliau salah seorang yang termasyhur, sultan Pontianak Syarif Muhammad Al-Qadrie
mengundang Djafar khusus menjadi guru ngaji dilingkungan Keraton Kadriyah Pontianak
(Usmandkk:1997).
Ustazd Djafar yang kelak menurunkan anak yang bernama Kurdi Djafar dikenal pendiri
cabang Muhammadiyah di Sungai Bakau Kecil di Mempawah dan salah seorang putranya
Mawardi Djafar seorang tokoh Muhammadiyah yang ada di Pontianak (dalam Iksan wawancara
H.Rahim Jafar)
Islam di Kalimantan Barat tidak saja disebarkan dikalangan masyarakat grassproots (akar
rumput) atau rakyat jelata, tetapi juga dikalangan bangsawan. Cara yang digunakan pada
awalnya adalah dengan, mengawini putri-putri bangsawan. Syarif Husein mulanya kawin
dengan Nyai tua seorang putri keluarga kerajaan Matan. Belakangan beliau juga kawin dengan
Nyai tengah dan Nyai Bungsu juga dari lingkungan kerajaan Matan. Dari Nyai Tua lahir Syarif
Abdurrlhnrm Al-Kadri yang belakangnya menjadi pendiri Kesultanan Pontianak, Dari Nyai
Tengah ia memiliki tiga anak, yaitu Syarifah Aisyah Syarif Abu Baikar dan Syarif Muhammad.
Sedangkan dari Nyai Bungsu memperoleh tiga anak pula, yaitu Syarif Ahmad, Svarifah
Marjanaj, Syarifah Noor. Ketiga istrinya itu bersaudara, namun dikawini secara ganti tikar
setelah istri yang ada meninggal.
Melihat sepak terjang Syarif Husein diatas, tampak beliau membangun kekuatan dakwah.
selain politik dengan mendekati keluarga Kerajaan yaitu mengawini putri-putri bangsawan
Kerajaan dayak yang sudah masuk Islam. Cara seperti ini memang banyak dilakukan para
Ulama terdahulu, seperti para Ulama Walisongo dijawa dan Ulama besar Kalimantan Syekh
Muhammad Arsyad al-Banjari. Dikalangan Ulama Walisongo tercatat diantaranya Sunan
Bonang adalah putra Sunan Ampel dari hasil perkawinannya dengan Dewi Candrawati putri
Brawijaya Kertabumi, cucu raja Majapahit. Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari pernah kawin
dengan Bajut (istri pertama) seorang putri Istana. Istri beliau yang lain, Ratu Aminah putri
Pangeran Toha bin Sultan Tahmidillah, raja Banjar Islam yang ke-16 tampak disini, pintu
perkawinan merupakan cara ampuh untuk mendekati lembaga kekuasaan. Terbukti kemudian
Syarif Husein diangkat sebagai Mufti di Kerajaan Matan. Dan hal sama juga Syekh Muhammad
Arsyad diangkat menjadi mufti dikerajaan Banjar. Pengangkatan tersebut tentu saja tidak semata
karena adanya pertalian darah melalui perkawinan, tetapi didukung oleh keutamaan mereka
juga.
Page | 6

Hal sama dilakukan oleh putra Syarif Husein, yaitu Syarif Abdurrahman alKadri. Ketika
ayahnya diminta oleh Raja Mempawah Opo Daeng Menambun untuk pindah ke Mempawah dan
diangkat untuk menjadi tuan Besar Mempawah, Abdurrahman dikawinkan dengan Utin Candra
Midi, putri Raja Opu Daeng Menambun. Jadi ada keberlanjutan pertalian darah antara darah
Ulama dengan darah raja. Pertalian inilah yang membuat posisi Syarif Husein dan Syarif
Abdurrahman AlKadri beserta keturunannya semakin kuat.
Sebelum memperkuat karir politiknya, Syarif Abdurrahman Al-Kadri menjadi pedagang
antar pulau. Sebagai mana disebutkan terdahulu ia memiliki armada dagang yang dilengkapi
persenjataan di laut. Pernyataan ini seolah bertentagan dengan pernyataan terdahulu bahwa para
pedagang Arab tidak tertair menggunakan senjata, dalam berdakwah. Sebenarnya tidak ada yang
bertentangan dalam hal ini. Senjata yang digunakan oleh Syarif Abdurrahman al-Kadri adalah
untuk mengawal armada dagangnya, sebab saat itu sudah terjadi persaingan antar kapal dagang,
terutama kapal dagang asing dan juga untuk mengantisipasi serangan perompak laut (bajak laut).
Kemungkinan besar angkatan bersenjata yang mengawal armada dagangnya tidak semata
miliknya tetapi juga dibantu oleh Kerajaan Matan dan Kerajaan Mempawah yang sudah Islam
ketika itu. Jadi Senjata bukan untuk dakwah, hanya mengawal dagang.
Setelah Syarif Abdurrahman Al-Kadri mengurangi aktifitas dagangnya. ia kemudian lebih
memfokuskan untuk mendirikan suatu kerajaan atau kesultanan Islam. Mulanya tahun 1185 H
(1771 M) ia meninggalkan Mempawah menuju Pontianak. Setelah 4 hari berlayar disungai
Kapuas, rombongannya mendarat di Istana Kadriah yang sekarang dinamai Pontianak. Di sini ia
membangun perumahan dan balai serta masjid. Di tahun yang sama ia balik ke Mempawah
untuk membawa serta keluarga dan mengambil armada Tiang Sambung ke Pontianak.
Tahun 1777 dengan dibantu Raja Haji dari Riau, ia berlayar ke Tayan dan Sanggau untuk
menaklukkannya dibawah kekuasaan Pontianak Selanjutnya tahun 1778 dengan dihadiri oleh
para sultan dan penambahan dari Landang. simpang, Sukadana, Malay dan Mempawah, raja haji
mengangkat dan menobatkan Syarif Abdurrahman al-Kadri menjadi Sultan dari kesultanan
Pontianak. Setelah itu kesultanan Pontianak terus menguat dan menguasai Mempawah, Sambas,
dll, baik dengan jalan perang maupun damai. Setelah Sultan Syarif Abdurrahman AI-Kadri
wafat tahun 1808 M, berturut-turut sejumlah sultan keturunannya berkuasa di Kesultanan
Pontianak, yaitu:
1. Sultan Syarif Kasim Al-Kadri (1808-1819)
2. Sultan Syarif Usman AI-Kadri (1819-18SS)
3. Sultan Syarif Hamid Al-Kadri (1855-1872)
4. Sultan Syarif Yusuf Al-Kadri (1872-1895)
5. Sultan Syarif Muhammad Al-Kadri (185-1944)
6. Sultan Syarif Thaha Al-Kadri (1944-1945)
Page | 7

7. Sultan Syarif Hamid Al-Kadri (Sultan Hamid), (1945-1950)


Adanya Kesultanan Pontianak yang dibangun oleh Sultan Syarif Abdurrahman Al-Kadri,
putra Syarif Husein al-Kadri ini menarik untuk dikomentari. Sebelumnya disebutkan pedagang
Arab atau Ulama asal Arab yang datang ke Indonesia tidak teriarik untuk membangun kekuatan
Politik (political power) dengan cara mendirikan kerajaan sendiri yang dikuasai oleh keturunan
Arab. Mereka lebih senang menjadi Ulama yang bersekutu dengan pihak kerajaan. Itu sebabnva
tidak banyak diketahui orang Arab atau keturunan Arab yang menjadi pengusaha di Nusantara.
Dari sedikit itu tercatat misalnya Fatahillah (Syarif Hidayatullah) yang berkuasa di Banten dan
berhasil mengusir Poriugis dari Sunda Kelapa (Jayakarta) menguasainya. sehingga ia dianggap
sebagai pendiri kota Jayakarta atau Jakarta sekarang, dan namanya diabadikan sebagai nama
Universitas Islam negeri (UIN/ sebelumnya IAIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Mengapa Syarif Abdurrahman AI-Kadri tertarik terjun kedua politik dan selanjutnya
menjadi sultan Pontianak Pertama, ini tidak terpisahkan dari darah yang mengalir pada dirinya.
Walaupun ayahnya yarif Husin seorang Ulama Besar yang pernah diangkat menjadi Mufti dan
tuan besar dan Syarif Abdurrahman pun diberikan pendidikan agama yang kuat oleh ayahnya,
amun pada diri Syarif al-Kadri juga mengalir darah bangsawan kerajaan, sebab ibunya (Nyai
Tua) adalah putri raja Matan, dan istrinya sendiri (Utin Chandra Midi) adalah putri raja
Mempawah. Patutu juga dicatat, salah satu istri Syarif Abdurrahman AI-Kadri adalah ratu
Syacharanom, putri dari kerajaan banjar, sehingga is sempat digelari Pangeran Syarif
Abdurrahman Nur Alam.
Dalam keadaan mengalir darah raja dan banyak bergaul dengan lingkungan kerajaan,
bahkan kawin dengan putri-putri raja dapat dimaklumi jika Syarif Abdurrahman AI-Kadri punya
naluri berkuasa yang besar sehingga berhasil membangun kesultanan Pontianak yang sangat
besarnya dalam mengembangkan Islam di Kalimantan Barat.
Pilihan politik ini, walaupun sepintas menyimpang dari tradisi orang Arab dan
keturunannya di Indonesia yang lebih tertarik berdagang dan berdakwah, namun pilihan itu tidak
dapat dikatakan salah. Dengan memiliki power politik sesudah power ekonomi melalui
keberhasilan berdagang, agama Islam akan semakin berkembang dan memiliki kekuatan politik
di Kalimantan Barat. Sebab dakwah Islam atau agama Islam akan kuat apabila ditopang oleh
kekuasaan dan ekonomi.
Lagi pula kekuasaan Syarif Abdurrahman Al-Kadri bukan semata karena ambisi
politiknya, tetapi juga didukung oleh para Sultan dari kerajaan lain, juga dukungan rakyat. Salah
satu kekuatan politik Kesultanan Pontianak adalah adanya toleransi beragama yang tinggi.
Kepercayaan agama lain diluar Islam seperti Animisme, Khonghucu, dll, tetap dihormati.
sehingga tidak terjadi konflik antaragama atau hal-hal negative lainnya. Bahkan di Kalimantan
Barat bukan hal aneh bila mesti berdampingan atau berdekatan letaknya dengan klenteng, balai

Page | 8

slot Dayak, dll. Adanya toleransi yang tinggi ini, membuat masyarakat non muslim tidak
berkeberatan dikuasai oleh Kesultanan Pontianak yang Islam.
1.4 Kerajaan-kerajaan Islam yang ada di Kalimantan Barat
1. Keraton Kadriah Pontianak
Umat Islam menjadi mayoritas ketika berdirinya kerajaan Pontianak pada tahun 1771
Miladiah. Kesultanan Pontianak dengan rajanya Sultan Syarif Abdurahman Al Qadrie adalah
putra Syarif Husin Al Qadrie yang menjadi salah seorang penyebar agama Islam di Kalimantan
Barat. Kawasan sekitar pusat pemerintahan kesultanan Pontianak yang terletak dipinggiran
Sugai Kapuas, Kampung Kapur, Kampung Bansir, kampung Banjar Serasan dan Kampung
Saigon sangat kental pengaruh agama Islam. Daerah Kampung Kapur terdapat seorang guru
ngaji yang bernama Djafar pada jaman tersebut beliau salah seorang yang termasyhur, sultan
Pontianak Syarif Abdurrahman Al-Qadrie mengundang Djafar khusus menjadi guru ngaji
dilingkungan Keraton Kadriyah Pontianak (Usman dkk:1997)

Gambar 1 ; Keraton Kadriah Pontianak


2. Kerajaan Jongkong (Embau)
Pada awalnya pendidikan dikerajaan ini didapatkan dari adanya pendakwah-pendakwah
yang datang dari luar. Namun, kemudian untuk perkembangan Islam selanjutnya H. Ahmad dan
teman-temannya membuka madrasah yang diberi nama Hidayatul Mustaqim pada tanggal 9
November 1946, selain itu ada juga pengajian keliling.(Hermansyah,dkk 2003:13) Sebelum H.
Ahmad masyarakat pendapatkan pengajaran dari mubaligh dan guru-guru agama yang
mengajarkan Al-Qur,an, fiqh, di rumah dan di mesjid (Yusriadi,dkk 2003:5). Para pengajar
agama juga berupaya menyepadukan ajaran Islam dengan kepercayaan lama yang berkembang
di masyarakat (Hermansyah:2003).
3. Kerajaan Sambas
Pendidikan Islam di kerajaan Sambas dapat dilihat dari dua tahap sebagai berikut:

Page | 9

Tahap pertama, yaitu pendidikan dilingkungan keluarga. Pendidikan dilingkungan


keluarga diberikan dalam bentuk pelajaran membaca Al-Quran. Pendidikan seperti ini diberikan
kepada anak dari sejak dini bagi anak-anak berumur 5-10 tahun. Kegiatan yang biasa disebut
mengaji ini dilakukan secara berkelompok dirumah guru ngaji. Mula-mula anak di ajari
membaca huruf Hijaiyyah dengan cara mengeja satu demi satu huruf kemudian merangkainya
dengan kata sehingga terbentuk satu kesatuan kalimat. Apabila huruf-huruf ini telah dikenal
barulah pindah membaca Jus Amma, yaitu jus ke-30 yang dibukukan tersendiri dan disebut juga
Al-Quran kecil. Bagi anak yang sudah lancar membaca dan telah tamat Juz Amma, guru ngaji
biasanya menyelenggarakan upacara penamatan yang disebut Khataman Al-Quran. Pada saat
acara Khataman Al-Qur,an orang tua murid ngaji masing-masing mengantarkan hadiah berupa
beras, kelapa, dan kain kepada guru ngaji. Besar kecilnya pemberian dan upacara tergantung
pada kemampuan orang tua murid (Erwin,dkk 2005:18).
Jika anak telah tamat Al-Quran Kecil, selanjutnya anak pindah untuk membaca AlQuran Besar. Prosesi pengajaran Al-Quran besar, pertama-tama guru membimbing sekali atau
dua kali, lalu anak mengulangnya beberapa kali sampai lancar. Pengetahuan membaca seperti ini
ditingkatkan dengan memberikan pengetahuan seni membaca. Akhirnya, anak mampu membaca
sendiri tanpa pembimbing. Disamping membaca anak-anak juga diberikan ilmu tajwid. Waktu
yang diperlukan untuk menamatkan seluruh bacaan tidak ditentukan tergantung kemampuan
membaca setiap anak. Namun, rata-rata mereka dapat menamatkan bacaan Al-Quran antara 612 bulan (Erwin, dkk 2005:19).
Tahap kedua, pada tahap ini adanya pengakuan anggota masyarakat atau lingkungan
masyarakat terhadap kealiman dan keshalehan seorang ustad atau syekh, sehingga anggota
masyarakat mengirimkan anaknya untuk memperdalam ilmu. Pada tahap ini anak-anak yang
telah meningkat remaja diajari dasar-dasar ilmu nahwu dan saraf.Selain itu juga di ajarkan
semacam ilmu usul yang berisi materi rukun iman dan rukun Islam. Kitab rujukan utamanya
adalah kitab Perukunan Melayu karya Arsyad al-Banjari. Selain itu, terdapat juga pelajaran
fikih yang termuat dalam kitab 1001 Masalah yang amat praktis susunannya. Umumnya kitabkitab rujukan ini menggunakan bahasa Arab Jawi (berbahasa Melayu beraksara Arab) dan sering
kali tidak mencantumkan nama pengarangnya (anonymous). Selain ilmu fikih,terdapat
kecenderungan berkembangnya ilmu tasawuf (Erwin, dkk 2005:19).
Namun, ketika penguasa ke-8 kesultanan Sambas, Muruhum Anom yang bergelar
Sultan Muhammad Ali Tsafiuddin (berkuasa 1813-1826), mulai membangun institusi
keagamaan Islam di Istana dengan melantik H. Nuruddin Mustafa sebagai imam kesultanan.
Tugas imam adalah setiap hari datang ke istana untuk memberikan pengajaran agama terutama
pengajian al-Quran dan sembahyang kepada kerabat Sultan (Machrus Effendy 1995:20).
Dengan demikian, perkembangan berikutnya istana dijadikan lembaga pendidikan dikalangan
elit penguasa, selain masjid. Lembaga pendidikan istana (palace school) inilah yang kemudian
berkembang menjadi madrasah al-Sutaniyah. Kemudian Muhammad Tsaifudin II mendirikan
Page | 10

madrasah al-Sultaniyah pada tahun 1868. Pada awalnya kurikulum madrasah ini masih terbatas
pada pelajaran Agama Islam. Peserta didiknya pun hanya dari kalangan kesultanan, aktivitas
pembelajaran masih didalam istana. Namun setelah adanya pembauran dan adanya keinginan
untuk membuat madrasah ini semakin baik, mulailah dikelola namun setelah adanya pembauran
dan adanya keinginan untuk membuat madrasah ini semakin baik, mulailah dikelola dengan
memasukan kurikulum pendidikan barat disamping pendidikan Islam, agar dapat menyaingi
sekolah-sekolah milik kolonial Belanda. Lalu kemudian sekolah ini diganti namanya
menjadi Tarbiatoel Islam (Erwin, dkk 2005:21).
4. Kerajaan Sintang
Pada saat itu kerajaan Sintang di pimpin oleh Sultan Abdurrahman Muhammad
Jalaluddin biasa disebut Sultan Aman, beliau memerintah tahun 1150 sampai 1200 H. Raja ini
sangat fanatik terhadap Islam. Pada masa Sultan Aman ini Kerajaan Sintang didatangi dua orang
ulama dari Aceh bernama Penghulu Abbas dan Raja Dangki dari Negeri Pagaruyung. Penghulu
Abbas kemudian diangkat menjadi Penghulu Muda kerajaan dan Raja Dangki diangkat menjadi
panglima perang karena keahliannya dibidang pencak silat dan ilmu nujum. Karena
semangatnya mendakwah Islam, Sultan Aman mengirim utusan untuk menyebarkan Islam
di hulu Sungai Kapuas. Seperti yang telah dijelaskan diatas bahwa Sultan Aman juga memerangi
orang-orang yang tidak mau masuk agama Islam.
1.5 Peninggalan Bersejarah Kalimantan Barat
1. Keraton Kadriah (kota Pontianak)

Keraton Kadriah Pontianak merupakan pusat pemerintahan Pontianak tempo dulu,


struktur bangunannya terbuat dari kayu yang sangat kokoh, didirikan oleh Sultan Syarif
Abdurrahman Alqadrie pada tahun 1771. keraton ini memberikan daya tarik khusus bagi para
pengunjung dengan banyaknya artefak atau benda-benda bersejarah seperti beragam perhiasan
yang digunakan secara turun-temurun sejak jaman dahulu. Di samping itu, koleksi tahta,
meriam, benda-benda kuno, barang pecah belah dan foto keluarga yang telah mulai pudar,
menggambarkan kehidupan dan kejayaan kerajaan ini dimasa lampau.

Page | 11

2. Kerajaan Amantubillah (Pontianak)

Mempawah, memilki beragam potensi wisata. Selain event tahunan berupa acara roborobo, mempawah juga memilki istana Amantubillah, seni budaya, dan beragam kuliner khas
mempawah. Nama Istana Amantubillah mempunyai arti, Aku beriman kepada Allah.
Istana yang didominasi oleh warna hijau ini menempatkan tulisan Mempawah harus maju,
malu dengan adat pada pintu gerbang istana.
3. Keraton Ismahayana (Kab. Landak)

Keraton Ismahayana Landak terletak sekitar 50 meter disebelah barat sungai pinyuh yang
membelah kota ngabang. Istana ini berupa rumah panggung khas melayu Kalimantan Barat yang
memanjang kebelakang dengan fondasi, lantai dan dinding, serta atap sirap dari kayu belian
sebagai bahan utamanya. Terdapat beberapa koleksi peninggalan Kesultanan Landak yang
tergolong sebagai warisan budaya dan sejarah, diantaranya mahkota Sultan Landak, keris si
kanyut, sepasang pedang sakti, tempat tidur panembahan dan istrinya, duplikat payung
kebesaran Sultan, dua kipas raja, seperangkat gamelan, dan Al-Quran kuno. Selain itu, ada juga
artefak-artefak lain seperti meriam si penyuk dan empat buah meriam lainnya, lontar silsilah
raja dan sejarah singkat Kesultanan Landak, foto-foto keluarga raja, bendera Kesultanan, serta
perlengkapan upacara perkawinan adat berupa timbangan kayu.

Page | 12

4. Keraton Surya Negara (Kab. Sanggau)

Dearah yang dikenal dengan julukan Bumi Daranante ini memilki banyak keunikan.
Baik beragam kekayaan alam, sejarah maupun pesona budaya daerahnya. Seiring peradaban
manusia, Kabupaten Sanggau juga mempunyai peninggalan kebudayaan jaman keemasan
masyarakat sanggau tempo dulu. Ditandai dengan terdapatnya Keraton Surya Negara. Dari
sejarah kerajaan sanggau memerintah pada abad ke-18 dengan rajanya bergelar Panembahan.
Catatan seharah menyebutkan bahwa pertama kali Kerjaan Sanggau didirikan oleh Daranante.
Dia bukan asli Sanggau, namun berasal dari Kabupaten Ketapang. Daranante kemudian menikah
dengan Babai Cingak darui suku dayak Sanggau.
5. Keraton Matan (Kab. Ketapang)

Matan yang berarti Tanah Keselamatan merupakan kerajaan yang memilki sejarah
panjang. Kerajaan Matan ini merupakan saksi bisu perjalanan sejarah masyarakat dan
pemerintah Kabupaten Ketapang. Sekaligus dinasti terakhir Kerajaan Tanjungpura beragama
hindu yang pernah berdiri sejak abad 9. baru setelah tahun 1451 raja-raja Tanjungpura memeluk
agama islam dengan nama Kerajaan Matan yang dipimpin raja pertama bercirikan islam yakni
pangeran Giri Kusuma. Koleksi unik terdapat di keraton ini adalah Meriam Padam Pelita dan
sepasang tempayan bersejarah.

Page | 13

6. Rumah Melayu (Kab. Ketapang)

Pada arsitektur traditional melayu terkandung nilai budaya yang tinggi. Hal ini
terlihat dari bentuk bubungan yang tidak lurus. Tetapi agak mencuat ke kanan dan ke kiri. Dapat
disimpulkan bahwa para ahli pembuat rumah melayu jaman dahulu telah memikirkan faktor
keindahan pada bubungan rumah yang mereka diami. Letak rumah melayu pada jaman dahulu
menghadap ke arah matahari terbit. Ini berarti mengharapkan berkah dan rahmat seperti halnya
matahari pagi yang bersinar cerah.
7. Keraton Al Mukarramah (Kab.Sintang)
Seorang belanda. Sampai saat ini kompleks Istana Sintang masih terawat dengan baik.
Dihalaman istana, terdapat sebuah meriam dan situs batu kundur, yaitu sebuah batu peninggalan
Demong Irawan sebagai lambang berdirinya Kerajaan Sintang. Di serambi depan istana
terpajang salinan Undang-undang Adat Kerajaan Sintang yang terbuat pada masa pemerintahan
Sultan Nata (disalin ulang pada tahun 1939) serta silsilah raja-raja yang pernah memerintah
Kerajaan Sintang. Sedangkan pada bangunan sisi barat dan timur tersimpan koleksi meriam,
naskah Al-Quran tulisan tangan pada masa Sultan Nata.
8. Keraton Alwatzikhoebillah (Kab. Sambas)

Page | 14

Kuno tapi terawat dengan baik. Hijau dan sejuk. Begitulah kira-kira kesan yang
muncul ketika menginjakkan aki di istana Alwatzikhoebillah Kesultanan Sambas ini, bangunan
istana didominasi dengan warna kuning sebagai warna khas melayu yang melambangkan
kewibawaan dan keluhuran budi pekerti. Terdapat pula bekas kolam pemandian keluarga sultan
di samping kanan istana dan rumah kediaman keluarga sultan yang berada di belakang istana.
Pada sore hari, pengunjung akan berdecak kagum melihat pesona istana ini yang eksotik, apalagi
di lihat dari atas perahu yang berjalan perlahan-perlahan di atas Sungai Sambas Kecil.
9. Rumah Adat Dayak Sebujit (Kab. Bengkayang)

Rumah adat dayak sebujit yang bernama Balug ini terletak di kampung sebujit
kecamatan siding Kabupaten Bengkayang Kalimantan Barat ini merupakan rumah adat dayak
yang dimilki suku dayak Bidayuh. Khasanah masyarakat dayak bidayuh menggambarkan
kebersamaan dan sangat menghormati setiap tamu yang datang. Benda-benda pusaka masih
tetap menjadi simbol keperkasaan dan manjadi kebanggan masyarakat sebagai peninggalan
leluhur yang harus tetap dijaga dan dihormati, sehingga ritual upacara adat tetap dilaksanakan
setiap tahunnya. Salah satu upacara yang dikenal adalah upacara nyobeng yaitu upacara
memandikan tengkorak manusia untuk keselamatan kampung dari bencana maupun malapetaka
yang mungkin akan datang juga sebagai simbol penghormatan terhadap roh leluhur.
10. Bangunan Leluhur Marga Chia Hiap Sin (Kota Singkawang)
Sebuah bangunan ala Tiongkok kuno terletak di belakang deretan bangunan ruko baru Jl.
Budi Utomo, Singkawang. Tepatnya rumah no. 37 ini berada di ujung jalan menuju tepi sungai.
Bangunan ini tampak masih kokoh berdiri selama ratusan tahun hingga sekarang. Bentuknya
yang mirip Si he yuan (bangunan khas Tiongkok Utara) ini justru memberikan kesan
bersahaja dan sedikit kesuraman karena terkikis hantaman cuaca selama ratusan tahun. Namun,
Page | 15

rumah besar Hiap Sin ini merupakan bangunan ala kombinasi timur barat satu-satunya yang
tertua dan masih berdiri kokoh di Singkawang.
11. Rumah Betang ( Rumah Adat Dayak KaLBar)

Budaya Betang merupakan cerminan mengenai kebersamaan dalam kehidupan seharihari orang Dayak. Di dalam rumah Betang ini setiap kehidupan individu dalam rumah tangga da
masyarakat secara sistematis diatur melalui kesepakatan bersama yang dituangkan dalam hukum
adat. Keamanan bersama, baik dari gangguan kriminal atau berbagi makanan, suka duka
maupun mobilitas tenaga untuk mengerjakan ladang. Nilai utama yang menonjol dalam
kehidupan di rumah Betang adalah nilai kebersamaan (komunalisme) di antara para warga yang
menghuninya, terlepas dari perbedaan-perbedaan yang mereka miliki. Dari sini kita mengetahui
bahwa suku Dayak adalah suku yang menghargai suatu perbedaan. Suku Dayak menghargai
perbedaan etnik, agama ataupun latar belakang sosial.

Page | 16

BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Setelah Islam datang ke Indonesia banyak perubahan-perubahan yang terjadi
terutama bagi rakyat yang menengah ke bawah. Mereka lebih di hargai dan tidak
tertindas lagi karena Islam tidak mengenal sistem kasta, karena semua masyarakat
memiliki derajat yang sama. Islam juga membawa perubahan-perubahan baik di bidang
politik, ekonomi dan agama. Islam juga bisa mempersatukan seluruh masyarakat
Indonesia untuk melawan dan memgusir para penjajah.

SARAN
Kami yakin dalam penulisan makalah ini banyak sekali kekurangannya. Untuk itu
kami mohon kepada para pembaca agar dapat memberikan saran, kritikan, atau
mungkin komentarnya demi kelancaran tugas ini.

Page | 17

DAFTAR PUSTAKA
Sumber :
http://senyumislam.wordpress.com/2012/09/10/perkembangan-islam-di-kalimantan-barat/
http://khuzmayudi.blogspot.com/2013/03/sejarah-pendidikan-islam-di-kalimantan.html
http://kesultanankadriah.blogspot.com/2011/01/islamsejarah-masuknya-ke-kalimantan.html
https://docs.google.com/document/d/1B4YI0eI0PjIBUKbONA-_y0ivmfMrlj_RNsMmdVLny8/edit?pli=1&hl=en_US
Sumber foto :
http://melayuonline.com/ind/history/dig/386/kesultanan-kadriah
http://ikhsananugrahromadhan.blogspot.co.id/2012/02/peninggalan-bersejarah-kalimantan
barat.html
http://www.popeti.com/berita/wp-content/uploads/2015/02/2.-Rumah-Adat-Betang-RumahTradisional-yang-Sarat-Makna3.jpg
http://3.bp.blogspot.com/nu3BhnHoiPs/VeMfzNeFcAI/AAAAAAAAIEc/Wbd4n1Ux6S4/s1600/Rumah%2Badat%2BBal
ug.jpg

Page | 18

Anda mungkin juga menyukai