Anda di halaman 1dari 11

Pe/lgaruIJ Demokrasi lerhadap Li/lgkllllgan Budaya Nasional 257

PENGARUH DEMOKRASI TERHADAP


LlNGKUNGAN BUDA YA NASIONAL'
Hendra Nnrtjahjo'

The ill/plelllelllaliol! and actllalizalioll of


democracy in various slllfaces of lile globe
are perceived 10 prosper Ihe political Cltllure
of aI/ mankind. Nonelheless, the prosperi!)'
keeps da rk sides \Vhen seel! in a narro\Ver
scope I. e. several indigenous eullures .
Dell/ocrac\' has ulldergolle shifrs at paradigll/s
IllrullgllOllI hislUr\,. Tlus lIrlicie explores
several etJeCis of dell/ocrac)' 10 will/ral life
alld vanolls Issu es aroulld Ih elll. SOllie
SOlllliulI5 IIIIlS are offered in order 10
fOrllllllore 1/ sound policy rlwr is (1Ilrural/v
accolUllable.

Pendahllillan

Kenyaraan membuktikan, dalall1 pembukaan millenium Ill'


c:!.emokrasi terap Illerupakan hasil budaya dan pelllikiran politik ll1anusia
yang unggul dan mengagull1kan. Penerapan dan aktualisasi demokrasi
dalall1 berbagai belahan dunia dirasakan telah melllbawa kemajuan dalam
kehidupan budaya berpolitik umat manusia. Namun, dibalik semua itu
juga membawa kerumitan masalah bagi banyak lingku ngan budaya.
Dell10k rasi mengala mi pergese ran makna dan pemahaman dalam sejarah
kehidupan manusia. Pada awalnya demok rasi Illerupakan sislem politik
utlluk kepetllingan pemilihan langsung dari sege lintir manusia yang hidup

Ii Mabl;tiJ illt dis:tmpaikan ullIuk halJan Diskusi in[(.;fn Dosen lelltang DC IlWKrasi Ji Moot
Court HI UI Dq1l)k.
:: Stal" PellgaJar FI-I UI Dl:pok. MellgaJar P;1I1I b.lgliln Dasar-JiI~ar IIlllu I-iUklllll lIIati!
kul iall II lll u Neg.lr.. , dan juga p:uJa h;lgian lIukulll Tat;'1 Negara Mata kulia!! HA M.
LCl llha ga Kcpan;U<lll da n Orlna:'. Kckua saan Kc il;lkilll:ln. dan LPR .

NOli/or 2 Tf.ilIwl XXXIII


258 f/U/.:.UfJl dan Pembangul1Gn

dalam negara kota (city state), namun kemudian cenderung berubah


menjadi pengaturan kekuasaan politik dalam sebuah negara-bangsa yang
luas (nation slates) yang amat kompleks dan berlaku dalam banyak
lingkungan budaya, serta menjadi kekuatan yang menentukan tingkah laku
budaya dan corak pergaulan masyarakat J
Pembangunan nasional Juga dipersepsi sebagai langkah
demokratisasi clan modernisasi. Saat ini tergantung pada para wakil
rakyat dan kekuatan civil society, model demokrasi yang bagaimana yang
akan di-selling dalam konteks kebudayaan bangsa Indonesia dan
bagaill1ana merumllskan kedudukan yang tepat bagi dell10krasi dalall1
proses pembangunan yang tengah dilakukan.
Tulisan ini berrujuan membahas dampak demokrasi terhadap
kehidupan budaya dan perll1asalahan yang munclll.' Agar SOlllSi dan
langkah penanganan kebijakan selanjllrnya dapat clirllmllskan seeara
berranggung jawab, maka pembahasan tentang fungsi kebudayaan itu
sendiri perlu dilakukan . Dengan demikian akan terungkap perbedaan-
perhedaan antara pemahaman demokrasi universalis dan wawasan
icieologis berclasarkan Pancasila (demokrasi a fa Indonesia).

A, Kebuclayaan

Perrama-tama kita perlu memahami bagaimana pengerrian kita


tentang kebudayaan dan kemudian pengerrian mana yang kita pakai
sebagai batasan dalam ll1emakai istilah 'kebudayaan' itu. Dengan batasan
pengerrian yang kita pilih itu kita ll1endapatkan lingkup perll1asalahan dan
ukuran yang dibutuhkan unruk menilai gejala dan pengaruh demokrasi
dalam kehidupan masyarakar. rnasyarakat dalam konteks Indonesia pada
khususnya.
Pengerrian kebudayaan clapa! kita kenai dari isinya dalam setiap
budaya di dunia. Unsur-unsur universal itu, yang sekalian merupakan isi

, Lillat
.
gall1b~trall
, . . .
kngkap rnengenal seJ_lr<lh dcmokrasl d.dam wlls.tIl David field. ModdJ
(!/Delllocracv. part I :.Classic MOllcJs (Athens). Smnford Umvcrsily Press. Californi;1. 1987.
4 Dalam tulisan ini. pcnulis mcnyajikan pembahasan mcngenai dampak dClllokrasi dCl1gan
llIcngal:u paLla kcr:lngka remhahasi.ln Y~lIlg uilakukan oleh Prof. SocrjaJlIO Poespowardnjo
kctikan rm:mhahas soa! tcknologi (lilam hukullya 'Strafeg; Keiml/a),a(lll" yang ditt:rhitkan
()lch Gramedia. Jakarta. Ii.Ihull. 1989. DClllokrasi mt:mang tidak t.hlpa! set:ara spt!sifik
diallalogikan dengan dCllIokrasi. ll'IIllUIl ada hchcrapa dampak yang set:ara siJ;lIi/iwl/f
n;unr;11.: her-iringan dan saling men,!!isi satu sama lain.

}mlllari - Mare! 2003


Pengaruh D emok rasi rerhadap Lingkllllgan Budaya Nasional 259

dari semua kebudayaan adalah (I) Sistem religi dan upacara keagamaan
(2) Sistem dan organisasi kemasyarakatan, (3) Sistem pengetahuan, (4)
Bahasa , (5) Keseniaan. (6) Sistem matapencaharian hidup, (7) sistem
teknologi dan peralatan. Ketujuh unsUf universal tersebut masing-masing
dapat dipecah lagi ke dalam sub-unsur- unsurnya. Susunan tata urut dari
unsur-unsur kebudayaan universal seperti tercantum tersebut dibuat
dengan sengaja untuk sekalian menggambarkan unsur-unsur mana yang
paling sukar berubah arau kena pengaruh kebudayaan lain. Dalam rata
urur itu akan segera terlihat bahwa unsur-unsur yang berada di bagian
atas dari de reran. merupakan unsur-unsur yang lebih sukar berubah
daripada unsur-unsur yang tersebut kemudian .' Koentjaraningrat
kemudian juga menyebutkan bahwa kebuda yaan itu mempunyai paling
sedikir tiga wujud, ialah : (I) Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks
dari idee-idee . gagasan. nilai-nilai , norma-norma, peraturan dan
sebagainya . (2) Wujud kebudayaan sebagai suaIU ko mpleks akriviras
kelakuan berpola dari manus ia dalam masyarakal, (3) Wuj ud ke budayaan
sebagai benda-benda hasil karya manusia." Keriga wujud kebudayaan iru ,
dalam kenyalaan kehidupan masyarakat temu tidak rerpisah saIU sama
lain. Kebudayaan ideel dan ad at isriadat mangarur dan memberi arah
kepada perbuatan dan karya manusia. Baik pikiran-piki ra n dan ide-ide.
maupun perbuaran dan karya manUSla, menghasilkan benda-benda
kebudayaan fisiknya.'
Ani kebudayaan dapat dilihat pula dari tiga persepsi. ' Persepsi
perrama, cenderung melihat kemajuan dalam bemuk benda (marerial)
objektif (Tylor), Persepsi kedua melihat kebudayaan bukan sebagai kata
benda , melainkan sebagai kala kerja. Kebudayaa n bukan sekedar
merupakan koleksi barang-barang budaya, melainkan kegia ran manusia
yang menciprakan alat-alar kerja , yang senantiasa mem be rikan wujud baru
pad a pola-pola kebudayaan yang ada. Perseps i ked ua ini cenderung
melihat kemajuan dalam bentuk perkembangan subyekrif. Bukan saja hasil
pembangunan yang dianggap penting, melainkan Juga cara-cara
pelaksanaan pembangull3n akan menentukan kualiras budayanya. Persepsi

:'i KI)f.:ntjaralilngr:H. KelmdllYlIolI. Mellwlilas. dOli PelllJulIlgulIllfI, GrallleLlia. Jakarta. 1984.


Hal. 2-3.
(. Ihit! .. hal. 6
7 Ihid .. Il<lt. 7
Ii Pocspowaruojo. SOCIJ,UHO, SrraTegi KebudayolllI : Suatu P(!II(/ekat{1I1 Fi/os{!/is. Gramcdi ...
J.akart.1. H.tI. 64-65

Nomor 2 Tallllll XXXl/l


260 HukU11l dall Pemballgunall

ketiga melihat kebudayaan sebagai strategi (Van Peursen). Kebudayaan


adalah suatu proses yang perlu dikelola dan diarahkan. Di sini manusia
secara sadar mencoba mencampuri perkembangan kebudayaan agar
berjalan sesuai dengan apa yang dianggapnya sebagai bermakna dan baik.
Dalam kebudayaan, manusia tidak hanya berusaha mengidentifikasi
bagaimana sifat sesuatu, melainkan menentukan bagaimana seharusnya
sifat sesuatu atau perbuatan yang dilakukan-' Ketiga persepsi itu tidak
perlu dianggap sebagai alternatif yang harus dipilih secara terpisah.
melainkan tiga aspek dan fungsi kebudayaan yang relevan untuk
diperhatikan dalam membahas dampak dell/okrasi dalam keh idupan
masyarakaL
Sedangkan pengertian keblldayaall Ilasiol/at bukan menyangkut
Illasalah cita-cita saja, mengenai suatu kebudayaan kesaluan yang kita
bayangkan untuk kelak kemudian hari, melainkan adalah suatu masalah
yang amat nyata. Hal ilu disebabkan karen a masalah kebudayaan nasional
menyangkut Illasalah kepribadian nasional , dan masalah kepribadian
nasional itu tidak hanya langsung mengenai identitas kita sebagai bangsa ,
telapi juga Illenyangkut tujuan kita bersama untuk hidu p sebaga i bangsa,
dan menyangkut soa motivasi kita untuk membangun . III Tentu saja setiap
kebudayaan terwujud dan berkembang dalam kondisi tertentu. Adapun
kebudayaan nasional itu pada hakikatnya berkaitan dengan eksistensi kita
sebagai bangsa Indonesia. Namun, secara formal kebudayaan nasional
berfungsi untuk menjaga kelestarian eksistensi bangsa dengan
menumbuhkan idemitas , mendorong imegrasi nasional , sena Illemberikan
dinamika kehidupan bangsa. Dengan memperhatikan ketiga fungsi tersebut
di atas, kebudayaan nasional seharusnya mempunyai peranan yang sangat
penting dalall1 menentukan kebijaksanaan untuk pell1bangunan bangs a
lermasuk proses pelaksanaannya. II

B, Persepsi Budaya terhadap Demokrasi

Sebenarnya dell10krasi selalu dikaitkan dengan ilmu politik.


karena pad a dasarnya demokrasi adalah penerapan dari ilmu yang menata
kekuasaan (politik) yang didasarkan atas dimensi kedaulatan rakyat.

'I Ib id .. hal. 6S
It) Op. Cit.. Koentjaraningrat. hal. 107.
II Loe. Cil., Sot!ljanto Poespowardojo , hal. 65.

Jalllwri - Morel 2003


Pengoruh Demokrosi lerhodap Lillgkllngan Budayo Nosiono/ 261

Sehingga, dapallah dipahami bahwa demokrasi hanya akan berkembang


sejauh didukung oleh sikap-sikap budaya yang mampu memberikan
kondisi yang mengimbanginya. Dengan demikian. masuknya ide
demokrasi barat ke masyarakat Asia memerlukan proses penyesuaiall
budaya. Secara historis, gagasan demokrasi datang ke Indonesia sejak
zaman pergerakan kelllerdekaan dengan tujuan untuk menghapuskan
kekuatan penjajahan (kolonialisme Belanda). Proses ini berjalan terus
hingga terjadinya perdebatan pemikiran pOlitik tentang dasar negara
terjadi dalam rapat-rapat BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-usaha
Persiapan Kemerdekaan Indonesia).
Perdebatan pemikiran politik untuk lepas dari penjajahan dan
masuk ke alam kelllerdekaan dan pelllbangunan, Illenunjukkan kesadaran
bahwa kemajuan bangsa di masa depan menuntut sikap-sikap budaya bam
secara mendasar. Dalam perdebatan pemikiran tentang format negara
terdapat clua pandangan yang berbeda yang frontal. Pandangan pertama l'
diwakili oleh Soepol1lo yang menghendaki suatu dasar negara integralistik
yang meletakkan kekuasaan negara sebagai puncak pengaruran hidup
berbangsa. Hal ini dipandang oleh banyak ahli tatanegara sebagai upaya
untuk Illenghidupkan budaya politik negara kekuasaan (Machlslaar) yang
didasarkan atas teori kedaulatan negara. Sedangkan .,andangan kedua,
diwakili oleh Moh. Hatta yang Illenghendaki lerbentuk suatu negara
hukulll (Rec/ussraar) yang didasarkan atas operasionalisasi prinsipil dari
leori kedaulalan rakyat. 1.1
Perbedaan pandangan ini kiranya dapat ditelusuri dari adanya
perbedaan persepsi karena backgroulld budaya lokal dari kedua tokoh
tersebut. Dr . Mochtar Naim dari Universitas Andalas dalam seminar
tentang disiplin nasional. menguraikan hubungan yang saling berlawanan.
saling bertolak belakang antara pola Minangkabau dan Jawa. Budaya Jawa
(yang direpresentasi pemikiran Soepolllo) berorientasi vertikal. hirarkis
sentripetal <lan sinkretis. Sedangkan pola budaya Minang (yang
direpresentasi Halta) berorientasi horisol1lal . egaliter. sentrifugal. dan

I ~ Lillat naskah pcrhillcangan para fOIll/{iill~ fatllers Indonesia dalam huku Risalall Sic/aliI-:
B(u/all Penyel/(lik Usa//fI-lIw/W Persiop(ln Kt!fllert/ckaflfl /tU/OIfcs;a (8PUPKl) dan Pallirill
I'enhlpllll KClllcrdl:k(ulII /!u/tmesi" (PPKl) 29 Mei /945-/9 ARltstlls 1945. Tim
Pcnyullting : Sa:tfrOt.!d ill Bah;.!r. N,lIluic Hullawati Sinaga. U.III An<tnua B. Kusumi.l (eu.al).
Sekrctilriat Neg.H.1 RI. Jakart<l. 1992.
j} Lillat pidaltl Moll. '-{;.ttta. Melll(ju Nq:,aro flllkum. kctika IIIclluap;'ll gclar kchormatml
sch.tg;ti DoclO[, Honoris Causa lIalam hidang hukulll oi Fakullas Hukulll Universitas
lm.lollt:sia. 30 Agustus 1975.

Nomor 2 Toll/III XXXIll


262 HukUl11 dall PembangllllGIl

sintetis. 14 Pada karakter budaya yang lersebulkan ilU nyala lerlihal, lanpa
bermaksud Illendiskredilkan, bahwa konsepsi budaya Jawa seperti itu
adalah konsepsi kekuasaan yang anti-delllokrasi. berbeda dengan pola
budaya Minang yang lebih mendukung cirCIIlllslallces demokrasi.
Pola-pola budaya lokal (di seluruh Indonesia) ya ng Illengarah ke
kutub budaya Jawa bukan saja lebih banyak jumlahnya, lelapi juga lebih
dOlllinan, karena struktur dan sislem budaya di Indonesia sejak lama
banyak yang lelah ber-orientasi pada pola-pola seperti yang seeara
sempurna diperlihalkan oleh pola budaya Jawa. Masyara kat-Illasyarakat
yang lergolong pad a kelompok budaya M inang yang horisontal-egaliler
sentrifugal dan simelis, lebih sedikil dan tidak dominan. dan ll1ereka
umumnya adalah masya rakal kesukuan (tribal) yang tidak mengenal dalam
sejarah sos ial mereka hubungan slruktural yang hirarkis (vertikal).
Bangunan yang ada seeara lradisional lebih ll1erupakan bent uk .. republik
desa" . LI Kutub pola hudaya dell10kratis seperti budaya Minang ini lebih
scd ikit kClimbang pol a budaya Jawa ya ng herkesan feoda li slik . Jadi ,
sosialisasi pol a-pol a yang anti-dell1okraris jauh lebih kental masuk dalam
lingk ungan kebudayaan nasionallndonesia.
Perdebaran pemikiran politik dan huda ya pada hakikatnya
menunjukkan kesadaran bahwa kemajuan bangsa di masa depan menuntur
sikap-sikap blldaya bam seeara mendasar. Sudah semestinya kita
menempatkan permasalahan dalam perspektif yang lebih luas, yailu
sebagai proses akullUrasi. Kesadaran ya ng harus dibongkar adalah bahwa
struktur lllasyarakat feodal-Iah yang ridak lllemungkinkan hangsa
Indonesia berkelllbang uilluk meneapai delllokrasi. StruklUr ini diperparah
lagi dengan talllbahan rekayasa kolonial Belanda u11l11k ll1elllpertahankan
politik de vide et illlpera-nya. Pola budaya ya ng Illene rapkan kekuasaan
tidak terbllka, struktur vertikal yang menelllpatkan pelllimpin pada puneak
piramida kekuasaan, menolak kritik dan koreksi dari baIVahan (baca
rakyat , lllasyarakat), sikap ABS (Asal Bapak Senang) llleluas pad a
bawahan, senang dipuji-puji dan disembah-selllbah. Semuanya illl
met~urus pada sikap tidak rasional at au kurang rasional menghadapi
perkembangan tertentu."' Dan semuanya ini pula tidak bersesuaian dengan
budaya demokratis yang horisontal dan egal itarian.

14 Luhis. Mochtar. TraJ1.~form{/si Bur/a)'(1 IIl1wk Masa Depall, CV. I-Iaji Masagung.
Jakarta, t988. H,,1. 32
15 Ibitl .. hal. 32
In Ibid ., hal. 33

Jalluari - Maret 2003


Pengaruh Demokrasi lerhadap Lingkungan Budaya Nasiollal 263

Menyadari keadaan faktual dalam lingkungan kebudayaan nasional


yang sedemikian rupa, maka diperlukan langkah-Iangkah transformasi
budaya yang ariI Hal ini penting dalam menyikapi perlunya iklill1
demokratis guna membawa bangsa kita ke hari depan yang penuh
tantangan, dengan sebesar mungkin sikap ilmiah, rasional, kesediaan
menerima krilik, dan egaliter, agar terbuka kemungkinan mengeluarkan
pikiran-pikiran alternatif lewat proses kreatif yang bebas oleh sebanyak
mungkin orang dalam struktur yang benar-benar demokrasi Pancasila. 17

C. Dal11pak 1l11plel11entasi Gagasal1 Del110krasi dalal11 Perspei{tif


Pancasila

Pad a faktanya demokrasi adalah suatu kekuatan yang berperanan


cukup besar dalam pembangunan bangsa. Sebab. sebagaimana teknologi.
demokrasi tidak berdiri di sampi ng manusia, melainkan masuk dalam
kehidupan manusia, dengan menentukan caranya berpolitik secara sehat,
dan dengan Liemikian ikut mengatur cara dan pola tingkah lakunya .
Dengan kehidupan politik itu, manusia dapat memberikan arti baru pad a
kenyataan politik ataupun memberikan perspektif baru kepadanya, yaitu
perspektif etis.
Demokrasi pad a hakikatnya adalah fenomena kekuasaan dalam
suatu institusi negara yang menell1patkan suara rakyat mayoritas yang
bebas dan berkesamaan hak menjadi penentu dalam suatu proses politik.
Demokrasi mencoba mengintrodusir substansi etis ke clalam lingkup
teoritiknya. agar legitimasinya meluas tidak hanya pada legilimasi
sosio logis (ll1elalui prinsip Illayoritas), Illelainkan juga Illencapai legilimasi
elis. Dengan kata lain, demokrasi ingin l11engawinkan (konvergensi)
antara fenomena polirik dengan fenomena l110ralitas (etika) , etika dasar,
nilai universal. Ciri khas cita-cita clel110krasi adalah kekuasaan lerpusat
pada rakyat yang bebas dan berkesamaan hak. Pada sifat ini demokrasi
l11elahirkan karakter budaya yang egalitarian, terbuka, lIIelllperluas lillgkllp
kebebasall da/alll sega/a bidallg agar lI{allllsia dapal lIIellgelllballgkan
pOlensillya seluas-Iuasllya. Dalam artian tersebut terlihat fenomena
liberalisme yang cenderung mengartikan kebebasan tanpa perlu restriksi
dari nilai apapun, tak rerkecuali agal11a. Sei1ingga, ada persepsi simple

1'7 Ihid .. hJI. 34

Nomor 2 Tall/Ill XXXIll


264 Hllklllll dall Pembangunan

yang seolah menegaskan bahwa demokrasi terbaik hanyalah demokrasi


liberal. yang ll1embebaskan segalanya.
Ada kesulitan besar ketika kebanyakan orang ll1enyall1akan
dell10krasi liberal itu dengan nilai-nilai universal, dan menghadapkannya
dengan kekhususan budaya bangsa yang mengadaptasi demokrasi itu
sebagai kebudayaan lokal. Dalam kasus Indonesia , demokrasi liberal
berhadapan dengan demokrasi Pancasila, sebagai representasi dari
berhadapannya dan (seolah) keharusan kita untuk ll1emilih antara
kemanusiaan universal dengan nilai-nilai universal lainnya atau
kebudayaan k1lUsuS kita sendiri yang lalu diandaikan tidak universal ?"
Jawabannya diutarakan secara lugas oleh Magnis-Suseno :
"Rupa-rupanya disini ada kerancuan. Nilai-nilai universal
kemanusiaan, justru karena universal, tidak merupakan alternatif atau
saingan terhadap sebuah kebudayaan tertentu. Nilai-nilai itu sendiri
tidak merupakan sebuah kebudayaan melainkan selalu terungkap
melalui kebudayaan-kebudayaan tertentu yang tidak pernah universal :
nilai-nilai universal dalam pelbagai kebudayaan. Itulah kekllasan
ll1anusia. Manusia sama martabatnya sebagai ll1anusia , justru dalam
pluralitas budaya, pendekatan, pikiran." (huruf miring dari penulis).

Apa yang dapat dicerna dari uraian tersebut adalah bahwa tidak
setiap kebudayaan dengan sendirinya mengejawantahkan nilai-nilai
universal kemanusiaan itu. Baik demokrasi Pancasila maupun demokrasi
liberal , dapat kurang dan dapat pula lebih dalam mewadahinya. Mutu
kemanusiaan setiap kebudayaan jelas berbeda, dell1ikian pula dengan mutu
kemanusiaan di setiap model demokrasi. Ada model demokrasi di mana
martabat ll1anusia terungkap dengan cukup memuaskan, ada juga
demokrasi-demokrasi (ll1 isalnya yang feodalistiknya kental) di mana orang
kecil tidak diakui sebagai manusia ."
Oleh karena itu, kiranya tidak ada pertentangan atau persaingan
antara kebudayaan lokal tertentu dengan nilai-nilai kemanusiaan universal.
Jadi. bukan pertentangan tetapi pertemuan antara prinsip demokrasi
universal is dengan wawasan ideologis berdasarkan Pancasila (demokrasi a
la Indonesia) yang menjadi tujuan dari strateg i kebudayaan kita dalam

1M Pertanyaan ini diajukan Magnis secara retoris dal<tm bukunya, Film/at Keblldayaan
Po/itik: BuIir-hut;r Pemikiran Kritis. Gramedia Puslaka Ulama.lakarta , 1995. Ha144.
19 Dalam hal ini demokrasi dapal dianalogikan dengan kebudayaall . Lihat tulisan Magnis,
Filsafat KebuJll)'lIllll Poli1ik, hal. 44.

Jalluari - Maret 2003


Pellgaruh Demokrasi lerhadap Lingkllngan BlIdaya Nasional 265

bidang politik. Sehingga, tidak perlu ada kekhawatiran adanya dall1pak


gagasan dell10krasi liberal terhadap kebudayaan lokal Indonesia secara
berlebihan.
Demokrasi Pancasila sebagai khas delllokrasi Indonesia, pada
dasarnya adalah juga Illenganut prinsip eksistensialdel1lokrasi yang ada
dimanapun di dunia ini . Nal1lun, gencarnya prinsip kebebasan yang
seluas-Iuasnya (del1lokrasi barat) telah l11enabrak kandungan nilai-nilai
luhur yang ada sebagai derivatif dari wawasan ideologis Pancasila. Jika
del110krasi liberal dinyatakan secara kondisional adalah ll1engandung sit'at
sekularistik, lain halnya dengan demokrasi Pancasila yang bersifat relijius ,
dalal11 arti Illengakui nilai-nilai ke-Tuhanan sebagai nilai pelllbatas dari
kehendak rakyat ll1ayoritas . Tidak hanya itu, aspek nilai-nilai universal,
kel11anusiaan yang adil dan beradab, sebagail11ana disebutka n di alas juga
sebagai COl/diliOl/illg bagi implementasi demokrasi dalal11 hidup bernegara
bangsa Indonesia. Illlplel11entasi del110krasi juga tidak sel11estinya dapat
Illerusak persatuan bangsa Indonesia yang telah membangun nation-state
ini dengan susah payah, melainkan scharusnya Illemperkuat rasa persatuan
itu. Walaupun l11el11ang harus diakui dampak berlakunya budaya
demokratis itu melahirkan tingkat kompetisi kolektif dan individual yang
semakin tinggi dan dapat berpuncak pada perpecahan bila kont1ik tak
dapat lagi dikendalikan .
Ada hal penting yang diungkapkan oleh Magnis-Suseno berkenaan
dengan masalah dalam semua kebudayaan. Yang menjadi masalah -
sehingga kebudayaan pun lalu tercemar dan perlu dimurnikan - pada
umul11nya segala macam struktur kekuasaan yang tidak adil. Kepentingan
ketidakadilan ilUlah yang ll1el11asukkan unsur-unsur huruk ke dalall1
kebudayaan.'" Dalall1 hal ini dell10krasi daral ll1enjadi alat, setidak-
tidaknya Il1cndekati, untuk l11enjelamakan keadilan sosial yang banyak
dicita-citakan . Asumsi kuat dari del110krasi untuk dapal Illencapai keadilan
adalah bahwa 'yang diperintah' adalah juga 'yang memerintah'. Sebingga,
tidaklah Illungkin 'rakyat' yang Illelllerinrah untuk dirinya sendiri itu
berlaku tidak adil bagi dirinya sendiri. Pemikiran simplistis seperti ini
tidak pernah abn bisa Illenjellllakan keadilan sosial yang sebenarnya. Apa

2(1 Ibid .. haL 4)

NomoI' 2 Ta/1I1Il XXXlll


266 Hukulll dan Pembangunan

yang perlu dibenahi adalah akar masalah model institusionalisasi dan


operasionalisasi demokrasi yang dicanangkan. Hal yang significant untuk
dibenahi adalah struktur dan mekanisme rekrutmen : lembaga perwakilan,
lembaga kepresidenan, sistem pemilihan umum (pemilu), hubungan
kekuasaan pel11erintah pusat dan daerah, dan karakter birokrasi yang tidak
del11okratis. Tidak hanya itu aspek demokrasi dalam bidang ekonomi juga
harus dieanangkan. Mekanisl11e produksi , distribusi , dan pengaturan eara-
cara berusaha yang adil harus terus diperbaiki. Hal ini l11emutlakkan
perlunya reforl11asi konstitusi yang sistel11ik dan akuntabel. Sel11uanya ini
butuh keteladanan dan reformasi sistemik yang l11elibatkan restorasi dan
transformasi budaya yang bertahap dan tereneana .

Penutup

Bagaimanapun Juga pengaruh gagasan demokrasi terhadap


lingkungan budaya nasional tetap memberikan nilai positif dalam arti
gagasan tentang kemerdekaan hidup (bukan dalam pengertian kebebasan
an siehl. Setidak-tidaknya mutu kemanusiaan kita dalam relasi kekuasaan
yang beradab dapat meningkat seeara bertahap. Tahapan ini juga
membutuhkan conditioning dan penyesuaian yang perlahan tapi pasti,
·menuju ke matangan bud aya demokratis itu sendiri . Kematangan budaya
demokratis itu tidak bisa hanya dilihat dari munculnya kebebasan
pergaulan hidup dan jaminan politik mengemukakan pendapat, melainkan
dari wujudnya keadilan sosial dalam kenyataan. Demokrasi akan terus
berperan tanpa ada penentangan yang berarti dalam kehidupan budaya
yang terus berjalan sepanjang sejarah . Namun demokrasi juga pasti akan
rusak dan punah, dan hanya Allah jualah penentu segala-galanya.

Daftar Pustaka

Bahar, Saafroedin., Nannie Hudawati Sinaga, Ananda B. Kusuma (ed.al) ,


Risalah Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapall Kemerdekaan
Indonesia (BPUPKI) dan Panita Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(PPKl), Jakarta: Sekretariat Negara RI, 1992.

lalluari - Maret 2003


Pengaruh Demokrasi lerhadap Lillgkullgall Budaya Nasional 267

Budiman, ArieL Teori Negara: Negara, Kekuasaan dan Ideo/agi .


Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1996.
Dodd. C.H .. Pelllbaflgilflafl Po/iiik. Jakarta: Bina Aksara. 1986 .
Gould. Carol c. , Dell/okrasi Ditilljau Kelllbali. (terjemahan dari
Rethinking Democracy) , Yogyakarta : Tiara Wacana. 1993.
Jacob. Teuku, ed .. Sell/aI/gat Kecendikiaan Mengga/ang Perdalllaian
DUllia: Po/ellla/agi . Jakarta: Pustaka Sinal' Ha rapan, 1994 .
Kartasasmita. Ginanjar. et aI., Dell/okrasi dOli Budaya MEP: Pe/llallg
Dall Tilllwilgall P.I P If di Bidang £kOIlOllli, PO/ilik, Huklllll dOli
Sosial BlidaW/. Jakarta: PT. Bina Rena Pariwawra. 1995.
Koemjaraningrar. Keblldayooll Melllolitas dOli Pelllballgulloll. Jakarta:
PT. Gramedia, 1984.
Latief. M . Syahbuddin, ed.. Jalali Kelllallusiooll Palldllall Ul1IlIk
Melllperkliat Hok Asosi MOllusia. Yogyakarta: Lapera Pustaka
urama.1999.
Lubis. Mochtar, TramIorlllasi Blldaya Ulllllk Masa Depan. Jakarta: CV.
Haji Masagung. 1988 .
Magnis Suseno. Franz. Filsafat Keblldayoall Politik: Blltir-Burir
Pelllikirall Krilis. Jakarta: PT. Gramedia. 1992.
Poespowardojo, Soerjanto. PelllbanglllwlI Nasiollal Dalalll Paspekti!,
Blu/ava: Sebllah Pelldekarall Filsa/ell. Jakarta: PT. Grallledia.
IY93
Poespowardojo. Soerjamo. Srrategi Ke/J/Idamall . SIIOll{ Pendekaron
Filosotis. Jakarta: PT . Grallledia. 1989.
Rasjidi, 1-I.M.. Srraregi Kebudayaall dall Pelllbahart/all Pelldidikatl
Nosiollal. Jakarta: Bulan Bintang, 1980.
Surrisno, Siamer. ed .. Tllgas Filsatat Dalelill Perkelllbaligan Blldaya.
Yogyakana: Liberty. 1986.
To Thi Anh. Nilai Blldaya Tilllllr dall Baral: KOllflik atOll Harllloni?
Jakarta: PT. Gramedia. 1984.
Van Pemsen. C.A., SII"(l{egi Keblldoya{ffl. Jakarta : BPK Glinung Mlilia.
1976.

Nomor 2 7(,111111 XXXllI

Anda mungkin juga menyukai