Anda di halaman 1dari 40

BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF TELAAH JURNAL

PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER FEBRUARI 2022


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

Cerebral Palsy: An Overview


OLEH

ADELA AINIYYAH CALISTA RAHMAT


111 2021 2077

PEMBIMBING
dr. Wahidah Ratnawati, Sp.S

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2022
TELAAH KRITIS JURNAL READING
Nama : Adela Ainiyyah Calista Rahmat
NIM : 111 2021 2077
Judul Jurnal : Cerebral Palsy: An Overview
Pembimbing : dr. Wahidah Ratnawati, Sp.S

Penilaian Checklist Penilaian Ya Tdk Keterangan / Alasan

JUDUL Apakah judul tidak Ya Sudah sesuai.


terlalu panjang atau
terlalu pendek?

Apakah judul Ya Iya, menjelaskan


menggambarkan isi dengan baik mengenai
utama penelitian? meningitis bakterial

Apakah judul cukup Ya Iya, cukup menarik


menarik? karena dilakukan di
daerah endemis
menningitis

Apakah judul tidak Ya Judul jurnal tidak


menggunakan menggunakan
singkatan selain singkatan yang tidak
yang baku? baku.

ABSTRAK Apakah merupakan Ya Pada jurnal terdapat


abstrak satu paragraf abstrak terstruktur
atau abstrak
terstruktur?

Apakah sudah Tidak Pada jurnal tidak


tercakup komponen terdapat abstrak dan
IMRAC (Introduction, mencakup IMRAC
Methods, result,
conclusion)

Apakah secara Ya Pada jurnal terdapat


keseluruhan abstrak abstrak yang informatif
informatif?

Apakah abstrak lebih Ya Pada jurnal terdapat


dari 200 kata dan abstrak
kurang dari 250
kata?

PENDAHULUAN Apakah Tidak Jurnal ini tidak


mengemukakan mengemukakan alasan
alasan dilakukannya dilakukannya
penelitian? penelitian.

Apakah menyatakan Tidak Jurnal ini tidak


hipotesis atau tujuan mencantumkan tujuan
penelitian? penelitian.
Apakah pendahuluan Ya Ya, jurnal didukung
didukung oleh dengan pustaka yang
pustaka yang kuat kuat dan relevan
dan relevan? karena telah
melampirkan referensi.

METODE Apakah disebutkan Tidak Tidak tertera pada


desain, tempat dan jurnal.
waktu penelitian?

Apakah disebutkan Tidak Tidak tertera pada


populasi sumber jurnal.
(populasi
terjangkau)?

Apakah kriteria Tidak Tidak tertera pada


pemilihan (inklusi jurnal.
dan eksklusi)
dijelaskan?

Apakah cara memilih Ya ada pada jurnal


subyek (tekhnik
sampling)
disebutkan?

Apakah perkiraan Tidak Tidak tertera pada


besar sampel jurnal.
disebutkan dan
disebutkan pula
penjelasannya?
Apakah perkiraan Tidak Tidak menggunakan
sampel dihitung rumus.
dengan rumus yang
sesuai?

Apakah dijelaskan Tidak Tidak tertera pada


subyek yang drop out jurnal.
dengan alasannya?

HASIL Apakah disertakan Ya ada pada jurnal


tabel deskripsi
subyek penelitian?

Apakah karektiristik Tidak Tidak tertera pada


subyek yang penting jurnal.
(data awal)
dibandingkan
kesetaraannya?

Apakah disebutkan Tidak Tidak tertera pada


jumlah subyek yang jurnal.
diteliti?

Apakah pembahasan Tidak Tidak tertera pada


dilakukan dengan jurnal.
menghubungkannya
dengan teori dan
hasil penelitian
terdahulu?
Apakah dibahas Ya ada pada jurnal
hubungan hasil
dengan praktek
klinis?

DISKUSI Apakah semua hasil Ya ada pada jurnal


di dalam tabel
disebutkan dalam
naskah?

Apakah semua Ya Semua outcome yang


outcome yang penting disebutkan
penting disebutkan dalam hasil
dalam hasil?

Apakah disertakan Tidak Tidak tertera pada


hasil uji statistic (x2,t) jurnal.
D (degree of
freedom),dan nilai p
?

Apakah dalam hasil Tidak Tidak tertera pada


disertakan komentar jurnal.
dan pendapat?

Apakah semua hal Ya Pembahasan sesuai


yang relevan
dibahas?

Apakah dibahas Tidak Tidak tertera pada


keterbatasan jurnal.
penelitian dan
kemungkinan
dampaknya terhadap
hasil?

Apakah disebutkan Tidak Tidak dibahas.


kesulitan penelitian,
penyimpangan
protokol dan
kemungkinan
dampaknya terhadap
hasil?

Apakah observasi, Tidak Tidak ada


pengukuran serta
intervensi dirinci
sehingga orang lain
dapat
mengulanginya?

Apakah definisi Tidak Dalam jurnal tidak


istilah dan variabel disebutkan
penting
dikemukakan?

Apakah ethical Tidak Tidak disebutkan


clearence diperoleh?

Apakah disebutkan Tidak Tidak ada.


rencana analisis,
batas kemaknaan
dan power
penelitian?

KESIMPULAN Apakah disertakan Tidak Tidak ada


kesimpulan utama
penelitian?

Apakah kesimpulan Tidak Tidak ada


didasarkan pada
data penelitian?

Apakah disebutkan Ya Terdapat dalam jurnal.


hasil tambahan
selama diobservasi?

Apakah disebutkan Tidak Tidak ada.


generalisasi hasil
penelitian?

Apakah disertakan Tidak Tidak ada.


saran penelitian
selanjutnya, dengan
anjuran metodologis
yang tepat

VALIDITY Apakah hasil Tidak Tidak disebutkan


penelitian satu dalam jurnal
dengan yang lainnya
konsisten?
Apakah data tiap Tidak Tidak semua data
penelitian digunakan menggunakan analisis
dalam analisis?

IMPORTANT Apakah Ya Iya dijelaskan


outcome/hasil rekomendasi terbaru
dipaparkan secara pada jurnal.
jelas?

APPLICABILITY Apakah penelitian ini Tidak Tidak tertera dalam


dapat diterapkan di jurnal.
indonesia
PENDAHULUAN

Cerebral palsy, yang terjadi pada dua hingga tiga dari 1.000 kelahiran hidup, memiliki

berbagai etiologi yang mengakibatkan cedera otak yang memengaruhi gerakan,

postur, dan keseimbangan. Gangguan gerakan yang terkait dengan cerebral palsy

dikategorikan sebagai spastisitas, diskinesia, ataksia, atau campuran/lainnya.

Spastisitas adalah gangguan gerakan yang paling umum, terjadi pada 80% anak-anak

dengan cerebral palsy. Gangguan gerakan dari cerebral palsy dapat mengakibatkan

masalah sekunder, termasuk nyeri pinggul atau dislokasi, masalah keseimbangan,

disfungsi tangan, dan deformitas equinus. Diagnosis palsi serebral terutama bersifat

klinis, tetapi pencitraan resonansi magnetik dapat membantu untuk mengkonfirmasi

cedera otak jika tidak ada penyebab yang jelas untuk gejala pasien. Setelah cerebral

palsy didiagnosis, instrumen seperti Sistem Klasifikasi Fungsi Motorik Kasar dapat

digunakan untuk mengevaluasi tingkat keparahan dan respons pengobatan.

Perawatan untuk gangguan gerakan yang terkait dengan cerebral palsy termasuk

onabotulinumtoxinA intramuskular, relaksan otot sistemik dan intratekal, rhizotomi

punggung selektif, dan terapi fisik dan okupasi. Pasien dengan palsi serebral sering

juga mengalami masalah yang tidak berhubungan dengan gerakan yang perlu dikelola

hingga dewasa, termasuk disfungsi kognitif, kejang, ulkus dekubitus, osteoporosis,

masalah perilaku atau emosional, dan gangguan bicara dan pendengaran.

DEFINISI

Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit mendefinisikan cerebral palsy sebagai

sekelompok gangguan yang mempengaruhi gerakan, postur, dan keseimbangan


individu. Temuan klinis, yang disebabkan oleh cedera pada otak yang sedang

berkembang, bersifat permanen dan tidak progresif, tetapi dapat berubah seiring

waktu. Cerebral palsy adalah kecacatan fisik paling umum pada masa kanak-kanak,

terjadi pada satu dari 323 anak di Amerika Serikat, angka yang relatif stabil selama

beberapa dekade.

ETIOLOGI

Cerebral palsy memiliki beberapa etiologi yang dapat mempengaruhi bagian otak yang

berbeda, sehingga berkontribusi pada berbagai temuan klinis. Sekitar 92% kasus

cerebral palsy ditelusuri ke periode perinatal. Faktor risiko termasuk kelahiran

prematur, infeksi perinatal (khususnya korioamnionitis), pembatasan pertumbuhan

intrauterin, penggunaan antibiotik prematur sebelum ketuban pecah, asidosis atau

asfiksia, dan kehamilan ganda, yang semuanya dapat menyebabkan cedera otak.

Kurang dari 10% kasus disebabkan oleh hipoksia intrapartum. Cerebral palsy terjadi

pada usia yang lebih tua pada sekitar 8% pasien, seringkali karena cedera kepala atau

infeksi. Meskipun identifikasi faktor risiko, 80% kasus tidak memiliki penyebab yang

jelas dan dianggap idiopatik.

Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menggambarkan faktor patofisiologis, seperti

usia maksimum di mana cedera postnatal dapat dianggap sebagai penyebab cerebral

palsy dan faktor genetik yang mungkin berkontribusi pada perkembangan cerebral

palsy.
MANIFESTASI KLINIS

Gambaran klinis palsi serebral bervariasi dan mencakup berbagai kelainan. Mereka

didominasi gangguan gerakan tetapi juga mencakup spektrum kelainan seperti

keseimbangan yang buruk dan defisit sensorik. Sejumlah komorbiditas yang bukan

merupakan bagian dari definisi inti cerebral palsy juga terjadi, paling sering nyeri (75%),

cacat intelektual (50%), ketidakmampuan untuk berjalan (33%), perpindahan pinggul

(33%), ketidakmampuan untuk berbicara (25%), epilepsi (25%), inkontinensia (25%),

dan gangguan perilaku atau tidur (20% hingga 25%). Temuan klinis ini terjadi di luar

tahap perkembangan berbasis usia yang diharapkan. Studi lain telah menunjukkan

temuan klinis tambahan seperti: gangguan pendengaran, kebutaan, dan

perkembangan skoliosis karena kejang otot.

DIAGNOSIS

Diagnosis palsi serebral bersifat klinis, berdasarkan identifikasi ciri-ciri yang

menentukan. Diagnosis dapat diklasifikasikan lebih lanjut berdasarkan sifat gangguan

gerakan: otot kaku (spastisitas), gerakan tidak terkendali (diskinesia), koordinasi yang

buruk (ataksia), atau lainnya/campuran. Spastisitas adalah gangguan gerakan yang

paling umum, mempengaruhi sekitar 80% anak-anak dengan cerebral palsy. Sebuah

video yang menunjukkan kelenturan dan gangguan gerakan lain dari cerebral palsy

tersedia di https://www.youtube.com/watch?v=cOfUGUNxEqU. Spastisitas pada

cerebral palsy dapat dicirikan sebagai diplegia, hemiplegia, atau quadriplegia,

tergantung pada anggota tubuh mana yang terpengaruh. Di masa lalu, diagnosis palsi

serebral biasanya dibuat antara 12 dan 24 bulan ketika ada temuan klinis gangguan
gerakan, postur, atau keseimbangan, dan terbukti bahwa gangguan itu permanen dan

tidak progresif. Namun, sekarang ultrasonografi perinatal dan pencitraan resonansi

magnetik pascakelahiran (MRI) dapat mengidentifikasi cedera otak, diagnosis dapat

dibuat sedini usia enam bulan (dikoreksi untuk prematuritas).

American Academy of Neurology merekomendasikan pemeriksaan bertahap untuk

membantu diagnosis cerebral palsy. Langkah pertama adalah mengenali gangguan

fungsi motorik permanen dan nonprogresif pada anak melalui anamnesis dan

pemeriksaan fisik. Selanjutnya, klinisi harus menyaring komorbiditas yang sering

menyertai palsi serebral.

Jika studi pencitraan perinatal, seperti survei anatomi janin atau ultrasonografi

transkranial bayi baru lahir, tidak menunjukkan penyebab temuan klinis, pencitraan

saraf dapat diperoleh. MRI adalah modalitas pencitraan yang direkomendasikan dan

lebih disukai daripada computed tomography karena spesifisitasnya yang lebih tinggi

(sekitar 89%) untuk mengidentifikasi kelainan intrakranial. Berbagai kelainan dapat

terlihat pada pencitraan otak pada pasien dengan cerebral palsy, termasuk

schizencephaly (celah di jaringan otak), hidrosefalus, dan leukomalacia periventrikular.

Dalam satu studi, hanya 5% dari studi pencitraan menunjukkan temuan khusus untuk

cedera hipoksia-iskemik.

Jika hasil pencitraan normal atau nondiagnostik, langkah terakhir adalah

mempertimbangkan skrining untuk kesalahan metabolisme bawaan dan status karier

untuk kelainan genetik yang mungkin menjelaskan gejala pasien. Namun, ada bukti

terbatas untuk mendukung pengujian tersebut.


INSTRUMEN PENILAIAN KLINIS

Setelah menegakkan diagnosis, berbagai instrumen dapat digunakan untuk

mengevaluasi tingkat keparahan palsi serebral dan respons terhadap pengobatan. Alat

berbasis bukti yang paling banyak digunakan adalah Sistem Klasifikasi Fungsi Motor

Bruto (GMFCS). Alat penilaian palsi serebral lainnya tersedia, tetapi penelitian tidak

menunjukkan keunggulan utama satu dari yang lain. GMFCS adalah alat berbasis usia

yang mengevaluasi fungsi motorik kasar di berbagai bidang, termasuk mobilitas,

postur, dan keseimbangan, dan mengklasifikasikan tingkat keparahan masing-masing

bidang tersebut ke dalam satu dari lima tingkat. Tingkat I menunjukkan sedikit

keterbatasan (misalnya, berjalan tanpa keterbatasan), sedangkan tingkat V

menunjukkan keterbatasan yang parah (misalnya, membutuhkan kursi roda). Setelah

klasifikasi dengan GMFCS, pasien dapat dipantau seiring bertambahnya usia untuk

melihat apakah perawatan menghasilkan tingkat GMFCS yang lebih baik. Sistem

penilaian tambahan seperti Skala Penilaian Nyeri FACES Wong-Baker juga dapat

digunakan untuk menilai respons terhadap pengobatan.

TATALAKSANA

a) Pendekatan umum

Perawatan pasien dengan cerebral palsy bervariasi tergantung pada gejala spesifik.

Namun, mendiskusikan harapan dengan keluarga untuk membantu mereka

mengembangkan tujuan yang realistis adalah penting dalam semua kasus. Melibatkan

tim multidisiplin untuk menangani berbagai aspek perawatan juga penting untuk

menyesuaikan rencana perawatan dengan kebutuhan individu pasien.


TABLE 1

Tim Manajemen Multispesialis untuk


Pasien dengan Cerebral Palsy
Anggota Team Role

Dokter* Pemimpin tim; mensintesis rencana


dan perawatan jangka panjang yang
komprehensif
Spesialis bedah Berfokus pada pencegahan
kontraktur, dislokasi pinggul, dan
kelengkungan tulang belakang
selain pengobatan nyeri
Fisioterapi Mengembangkan dan menerapkan
rencana perawatan untuk
meningkatkan gerakan dan
kekuatan, dan mengelola analisis
gaya berjalan formal
Terapi okupasi Mengembangkan dan
mengimplementasikan rencana
perawatan yang berfokus pada
aktivitas kehidupan sehari-hari
Ahli patologi wicara- Mengembangkan dan
bahasa mengimplementasikan rencana
perawatan untuk mengoptimalkan
kapasitas komunikasi pasien
Pekerja sosial Membantu keluarga pasien dalam
mengidentifikasi program bantuan
komunitas

Psikolog Membantu pasien dan keluarga


pasien dalam mengatasi stres dan
tuntutan disabilitas

Pendidik Mengembangkan strategi untuk


mengatasi ketidakmampuan kognitif
atau belajar
*— Dokter keluarga atau dokter anak, dengan dukungan atau
arahan dari ahli saraf atau psikiater yang terlatih untuk membantu
anak-anak dengan disabilitas perkembangan, jika tersedia.

Pada usia lima tahun, sebagian besar anak dengan cerebral palsy memiliki sekitar 90%

dari perkembangan motorik total mereka, bahkan dengan terapi agresif dan

berkelanjutan. Selain berfokus pada keterampilan motorik, bagaimanapun, dokter

harus membantu keluarga dalam mengatasi perkembangan komunikasi anak mereka,

sosial, akademik, dan akhirnya keterampilan profesional saat anak tumbuh menjadi
dewasa. Perawatan anak-anak dengan cerebral palsy juga melibatkan pengelolaan

komplikasi umum dari kondisi tersebut. Sebagian besar perawatan untuk cerebral palsy

didukung oleh bukti jangka pendek yang lemah. Ini dikarena sulit dalam mempelajari

populasi cerebral palsy ini.

b) Spastisitas

Pengobatan spastisitas penting untuk mencegah dan mengoreksi deformasi tulang dan

sendi yang diinduksi spastisitas, selain mengontrol rasa sakit dan mempertahankan

fungsi. Dokter perawatan primer sering merujuk pasien ke spesialis bedah untuk

membantu dalam pemilihan perawatan yang tepat, termasuk blok saraf, pemanjangan

jaringan lunak, transfer tendon, dan stabilisasi sendi. Waktu rujukan tergantung pada

tingkat keparahan. Untuk cerebral palsy level V GMFCS, rujukan awal harus

dipertimbangkan antara usia satu dan empat tahun. Untuk cerebral palsy level I

GMFCS, rujukan awal harus dipertimbangkan pada usia sekitar lima tahun.

OnabotulinumtoxinA. Onabotulinum-toxinA (Botox) intramuskular telah digunakan

selama beberapa dekade untuk mengurangi spastisitas dan deformitas dan

meningkatkan mobilitas dan kontrol nyeri pada anak-anak dengan cerebral palsy dari

berbagai tingkat keparahan. Tinjauan Cochrane 2019 menunjukkan hasil yang

beragam untuk onabotulinumtoxinA intramuskular dengan bukti berkualitas rendah.

Usia optimal untuk memulai suntikan onabotulinumtoxin A masih kontroversial, tetapi

suntikan pertama biasanya terjadi antara usia 18 dan 24 bulan. Pedoman konsensus

Eropa memberikan rekomendasi untuk penggunaan suntikan onabotulinumtoxinA

pada anak-anak dengan cerebral palsy, termasuk indikasi, dosis, dan teknik.
Obat Antispastisitas Sistemik. Obat-obatan seperti baclofen (Lioresal) dan diazepam

(Valium) adalah obat short-acting yang membantu mengendurkan kelompok otot,

tetapi mereka mempunyai banyak efek samping (misalnya, sedasi, pusing,

kebingungan, mual, penurunan ambang kejang, depresi sistem saraf pusat) . Meskipun

obat-obatan ini mungkin diperlukan pada kasus cerebral palsy yang parah (biasanya

GMFCS level IV atau V), ada bukti terbatas untuk mendukung penggunaan jangka

panjangnya mengingat efek sampingnya.

Selective Dorsal Rhizotomy. Dalam prosedur bedah saraf ini, akar saraf selektif

dipotong untuk mengurangi kelenturan dan memaksimalkan kontrol motorik. Meskipun

prosedur ini biasanya digunakan untuk diplegia spastik rawat jalan pada anak-anak

dengan cerebral palsy GMFCS level II atau III, data yang lebih baru menunjukkan

bahwa prosedur ini juga dapat membantu pada kasus yang lebih parah. Evaluasi untuk

prosedur ini harus dilakukan antara usia empat dan lima tahun.

Banyak penelitian menunjukkan perbaikan jangka pendek dalam gaya berjalan dan

rentang gerak setelah dilakukannya selective dorsal rhizotomy. Studi jangka panjang

menunjukkan penurunan spastisitas dengan prosedur, tetapi perbaikan motorik

fungsional pada 10 tahun adalah variabel. Namun demikian, mereka yang diobati

dengan rhizotomi dorsal selektif membutuhkan operasi ortopedi yang jauh lebih sedikit

dan suntikan onabotulinumtoxinA selama 10 tahun atau lebih masa tindak lanjut

dibandingkan dengan kelompok kontrol yang cocok yang tidak menjalani perawatan,

bersama dengan sedikit perbaikan dalam hasil gaya berjalan.


Baclofen intratekal. Administrasi baclofen intratekal melalui pompa implan adalah

pilihan yang mengurangi efek samping dengan membatasi paparan sistemik obat.

Biasanya disediakan untuk anak-anak non rawat jalan dengan GMFCS level IV atau V

cerebral palsy. Ada beberapa penelitian untuk mendukung penggunaannya, tetapi

tampaknya meningkatkan kualitas hidup dan kemudahan perawatan dalam jangka

pendek. Namun, mahal, membutuhkan isi ulang, mengganggu, dan meningkatkan

risiko infeksi dan komplikasi bedah dibandingkan dengan pilihan pengobatan lainnya.

c) Gangguan pada hip (pinggul)

Gangguan pinggul adalah salah satu masalah muskuloskeletal yang paling umum pada

anak-anak dengan cerebral palsy. Sekitar 36% dari anak-anak dengan cerebral palsy

memiliki gangguan pinggul, dan insiden meningkat dengan tingkat GMFCS yang lebih

tinggi. Spastisitas dapat menyebabkan nyeri pinggul dan dislokasi pinggul dan dapat

menyulitkan keluarga untuk merawat anak-anak yang tidak dapat berjalan.

Pengawasan pinggul yang rutin, termasuk pemeriksaan berkala dan radiografi, dapat

membantu mengidentifikasi masalah yang berkembang lebih awal dan mencegah hasil

yang buruk. Frekuensi pengawasan pinggul ditentukan oleh tingkat GMFCS. Meskipun

tidak ada program surveilans pinggul formal yang telah dikembangkan di Amerika

Serikat, pedoman standar perawatan telah diadopsi di Eropa, Australia, dan Kanada.

Penilaian menggunakan program surveilans pinggul terkait spastisitas yang

dikombinasikan dengan pelepasan bedah preventif dini telah ditunjukkan untuk

mengurangi nyeri pinggul, dislokasi pinggul, dan kebutuhan untuk operasi

penyelamatan ortopedi.
d) Peningkatan gerakan dan keseimbangan

Fisioterapi dan terapi okupasi telah menjadi landasan pengobatan untuk masalah

gerakan dan keseimbangan pada anak-anak dan orang dewasa dengan cerebral palsy.

Ada banyak modalitas dan pendekatan yang berbeda untuk terapi, termasuk

peregangan; pijat; latihan penguatan, menahan beban, dan keseimbangan; stimulasi

listrik; penggunaan treadmill; dan latihan daya tahan.

Studi menunjukkan bahwa fisioterapi dan terapi okupasi meningkatkan gaya berjalan

dan fungsi motorik; namun, ada data minimal untuk mendukung satu modalitas

terapeutik di atas yang lain atau untuk memandu intensitas, frekuensi, atau durasi

pengobatan yang optimal. Rujukan untuk fisioterapi dan terapi okupasi dianjurkan

segera setelah cerebral palsy didiagnosis. Terapi tambahan dengan suntikan

onabotulinumtoxinA dapat lebih meningkatkan fungsi motorik pada pasien yang tepat.

Program terapi di rumah yang dilaksanakan oleh orang tua setelah sesi instruksional

formal dapat berhasil meningkatkan fungsi pasien dan kepuasan orang tua. Program

berbasis web yang melatih keluarga dalam menggunakan teknik terapi, dengan

kemajuan yang dipantau oleh terapis terlatih, juga telah terbukti meningkatkan

keterampilan motorik , meskipun perbaikan ini terbatas pada ekstremitas atas yang

dominan.

e) Peningkatan fungsional tangan

Terapi gerakan yang diinduksi kendala dan terapi bimanual intensif lengan tangan

dirancang untuk meningkatkan fungsi tangan. Dalam terapi gerakan yang diinduksi

kendala, tangan dominan dibatasi untuk mendorong perkembangan dan penggunaan


tangan nondominan pada anak-anak dengan hemiplegia. Terapi bimanual intensif

lengan-tangan memiliki tujuan dan tugas yang sama tetapi mendorong penggunaan

kedua tangan. Dalam percobaan anak-anak dengan cerebral palsy hemiplegia, kedua

strategi ini telah terbukti meningkatkan fungsi, yang dipertahankan enam bulan setelah

selesainya terapi. Terapi bimanual intensif tangan-lengan mungkin lebih dapat

ditoleransi pada anak-anak yang frustrasi dengan terapi gerakan yang diinduksi

kendala.

f) Deformitas equinus

Deformitas equinus menyebabkan fleksi hiper-plantar klasik pada pergelangan kaki

pada orang dengan palsi serebral. Keuntungan kecil dalam dorsofleksi secara teoritis

dapat meningkatkan gaya berjalan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa ortotik

pergelangan kaki dapat membantu meningkatkan gerakan dan kekuatan tungkai

bawah, menghasilkan peningkatan fungsi berjalan dan kepuasan orang tua. Tidak ada

bukti yang cukup untuk mendukung ortotik ekstremitas atas.

g) Peningkatan jangkauan pergerakan

Casting serial (casting untuk meregangkan secara progresif melawan kontraktur)

secara historis telah digunakan pada pasien dengan cerebral palsy untuk

meningkatkan jangkauan gerak. Namun, bukti yang menunjukkan peningkatan

fungsional dari jangka pendek ini, peningkatan kecil dalam rentang gerak terbatas.

Oleh karena itu, pengobatan rutin yang sebelumnya harus dipertimbangkan hanya

setelah terapi lain gagal.


Tatalaksana pada kondisi tertentu:

a) Ulkus decubitus

Mencegah ulkus dekubitus diperlukan untuk setiap pasien dengan mobilitas terbatas,

termasuk mereka yang menderita palsi serebral. Strategi pemosisian yang berbeda,

permukaan penyangga, dan pembalut profilaksis harus digunakan untuk individu yang

berisiko. Penggunaan kasur tekanan bergantian, bantal kursi roda, atau kulit domba

kelas medis untuk area tekanan atau gesekan juga harus dipertimbangkan. Konsultasi

perawatan luka direkomendasikan untuk ulkus dekubitus berulang atau persisten.

b) Osteoporosis

Osteoporosis sering terjadi pada pasien dengan cerebral palsy, kemungkinan akibat

dari pertumbuhan dan nutrisi yang buruk, status tidak menahan beban, paparan sinar

matahari yang terbatas, onset pubertas yang lambat, dan penggunaan antikonvulsan.

Diperkirakan bahwa 80% sampai 90% dari anak-anak dengan cerebral palsy memiliki

kepadatan tulang yang rendah dan berada pada peningkatan risiko patah tulang, paling

sering pada tulang paha.

Pada pasien berusia 18 tahun atau lebih, Alat Penilaian Risiko Fraktur atau alat Fraktur

Q dapat digunakan untuk menentukan apakah risiko osteoporosis pasien memerlukan

pengobatan. Jika pasien berisiko tinggi, absorptiometri sinar-x energi ganda dapat

memastikan diagnosis osteoporosis sebelum memulai pengobatan. Suplemen kalsium

dan vitamin D dan bifosfonat telah terbukti meningkatkan kepadatan tulang dan

mengurangi tingkat patah tulang.

c) Perilaku, emosional, dan masalah pskiatri


Hingga satu dari empat anak dengan cerebral palsy memiliki masalah perilaku atau

emosional. Banyak juga yang memenuhi kriteria untuk diagnosis psikiatri komorbid,

seperti gangguan defisit perhatian/hiperaktivitas, gangguan perilaku, kecemasan, dan

depresi. Evaluasi untuk kondisi ini direkomendasikan untuk memastikan akses awal ke

sumber daya dan perawatan terkait. Satu pengobatan, terapi perilaku kognitif,

dirancang untuk membantu pasien mengidentifikasi dan merestrukturisasi pikiran dan

perilaku negatif. Terapi perilaku kognitif telah terbukti membantu dalam memodifikasi

perilaku dan mengelola emosi untuk berbagai kondisi fisik dan mental, meskipun studi

pasien dengan cerebral palsy terbatas.

PERAWATAN BERKELANJUTAN

Sebagian besar penelitian tentang cerebral palsy berfokus pada anak-anak dan

remaja. Namun, sebagian besar individu dengan kasus ringan hingga sedang memiliki

harapan hidup yang mendekati normal. Untuk orang dewasa dengan cerebral palsy,

penting untuk mempertimbangkan peningkatan risiko kondisi sekunder sebagai akibat

dari gaya hidup yang tidak banyak bergerak, seperti obesitas, kebugaran yang lebih

rendah, penurunan kepadatan tulang, dan penurunan cadangan fungsional secara

umum. Kecuali panduan skrining khusus cerebral palsy tersedia, remaja dan orang

dewasa dengan cerebral palsy harus dinilai untuk penyakit kronis, menawarkan

panduan tentang kesehatan reproduksi, dan diskrining untuk keganasan seperti yang

ditunjukkan oleh Satuan Tugas Layanan Pencegahan AS.

Semua anggota tim perawatan harus mengatasi hambatan untuk perawatan, seperti

memastikan aksesibilitas bangunan dan ketersediaan peralatan yang sesuai (kursi


roda, kerekan, perlengkapan kamar mandi), memfasilitasi transportasi, mengatasi

kesulitan komunikasi, menawarkan janji temu yang lebih lama, dan membantu pasien

dalam menemukan advokat. atau dukungan untuk hambatan sosial dan emosional

untuk perawatan. Evaluasi tahunan dengan spesialis neurodisabilitas

direkomendasikan untuk orang dewasa dengan GMFCS level IV dan V cerebral palsy.

PENCEGAHAN

Selain pencegahan faktor risiko, ada beberapa intervensi yang diketahui dapat

mengurangi risiko palsi serebral. Meskipun magnesium sulfat bukanlah pengobatan

awal standar untuk persalinan prematur, telah terbukti mengurangi risiko cerebral palsy

dari 6,7% menjadi 4,7% (risiko relatif = 0,68; jumlah yang dibutuhkan untuk mengobati

= 48). Ada beberapa kontroversi mengenai apakah steroid antenatal untuk mendorong

pematangan paru janin pada bayi prematur, khususnya program multipel,

meningkatkan risiko palsi serebral. Oleh karena itu, keputusan untuk memulai terapi

tersebut harus bersifat individual berdasarkan manfaat potensial.


APA YANG BARU DALAM TOPIK INI?

meskipun rhizotomi dorsal selektif biasanya digunakan untuk diplegia spastik rawat

jalan pada anak-anak dengan sistem klasifikasi fungsi motorik kasar tingkat II atau III

cerebral palsy, data yang lebih baru menunjukkan bahwa hal itu juga dapat membantu

untuk kasus yang lebih parah.

Penilaian menggunakan program pengawasan pinggul terkait spastisitas yang

dikombinasikan dengan pelepasan bedah preventif dini telah ditunjukkan untuk

mengurangi nyeri pinggul, dislokasi pinggul, dan kebutuhan untuk operasi

penyelamatan ortopedi.

Rekomendasi untuk Latihan

Rekomendasi Klinis Evidence Rating Komentar

Neuroimaging, sebaiknya MRI, C Pedoman dari American

dapat diperoleh pada anak dengan Academy of Neurology

gangguan fungsi motorik dan Child Neurology

permanen dan nonprogresif yang Society, yang didasarkan

konsisten dengan cerebral palsy pada tinjauan sistematis

jika tidak ada penyebab yang dan meta-analisis

ditunjukkan pada pencitraan

perinatal.

Setelah menegakkan diagnosis C Pendapat pakar

cerebral palsy, tingkat keparahan


penyakit dan respons terhadap

pengobatan dapat dinilai

menggunakan alat berbasis bukti,

seperti GMFCS.

Suntikan onabotulinumtoxinA B Uji coba terkontrol secara

(Botox) intramuskular dapat acak dan pedoman

digunakan untuk mengurangi konsensus Eropa

spastisitas dan deformitas serta

meningkatkan mobilitas dan

kontrol nyeri pada anak-anak

dengan cerebral palsy dengan

tingkat keparahan apa pun.

Pengawasan pinggul rutin pada C Pedoman standar

pasien dengan cerebral palsy perawatan yang

dapat membantu mengidentifikasi digunakan di Eropa,

masalah yang berkembang lebih Australia, dan Kanada;

awal dan mencegah hasil yang tidak ada pedoman

buruk, seperti nyeri pinggul dan formal yang

dislokasi. Surveilans pinggul terdiri dikembangkan di

dari pemeriksaan berkala dan Amerika Serikat


radiografi, yang frekuensinya

ditentukan oleh klasifikasi GMFCS.

Pada pasien yang berusia 18 tahun C Pedoman konsensus

atau lebih dengan cerebral palsy,

Alat Penilaian Risiko Fraktur atau

alat Fraktur Q dapat digunakan

untuk menentukan apakah risiko

osteoporosis pasien memerlukan

pengobatan. Jika pasien berisiko

tinggi, absorptiometri sinar-x energi

ganda dapat memastikan

diagnosis sebelum memulai

perawatan. Suplemen kalsium dan

vitamin D dan bifosfonat telah

terbukti meningkatkan kepadatan

tulang dan mengurangi tingkat

patah tulang.

Pemberian magnesium sulfat B Meta-analisis dari lima uji

harus dipertimbangkan sebelum coba terkontrol secara

kelahiran prematur untuk acak

mengurangi risiko cerebral palsy.


GMFCS = Gross Motor Function Classification System

A = bukti berorientasi pasien yang konsisten dan berkualitas baik; B = bukti

berorientasi pasien yang tidak konsisten atau kualitas terbatas; C = konsensus,

bukti berorientasi penyakit, praktik biasa, pendapat ahli, atau rangkaian kasus.

Penatalaksanaan Komplikasi dari Komorbid Cerebral Palsy

Kondisi Komplikasi Perawatan

Sensasi dan persepsi Beberapa anak Sarung tangan mungkin

yang tidak normal mengalami gangguan diperlukan selama tumbuh gigi

sensasi sentuhan dan rasa untuk mencegah kerusakan

sakit pada jari dan tangan

Kesulitan komunikasi Orang dengan cerebral Pertimbangkan rujukan untuk

palsy mungkin kesulitan terapi wicara

dengan komunikasi atau

mungkin nonverbal

Masalah gastrointestinal Disebabkan oleh Gunakan pelunak feses,

(misalnya, muntah, pengosongan lambung terutama jika pasien

sembelit, obstruksi usus) yang tertunda, kontrol menggunakan obat nyeri

otonom abnormal dari opioid,

mobilitas gastrointestinal, Lakukan kebersihan usus.

imobilisasi, asupan oral


yang tidak memadai, dan Tingkatkan cairan dan serat

transit kolon yang dengan atau tanpa pencahar.

berkepanjangan.

Kelainan pendengaran Anak-anak dengan Skrining penglihatan

dan penglihatan cerebral dapat mengalami direkomendasikan pada usia 12

strabismus atau bulan dan empat tahun,

hemianopia; 25% hingga kemudian secara berkala

29% orang dewasa sesuai kebutuhan.

dengan cerebral palsy Skrining pendengaran

memiliki cacat visual, 8% dianjurkan saat lahir dan setiap

hingga 18% memiliki enam bulan sampai usia tiga

masalah pendengaran tahun.

Gangguan fungsi oral- Dapat menyebabkan Diet khusus, posisi atau teknik

motorik hipoksemia, kontraktur pemberian makan yang

sendi temporomandibular, berbeda, gastrostomi, atau

muntah, pneumonia pemberian makan melalui

aspirasi (berhubungan selang nasogastrik mungkin

dengan refluks diperlukan untuk kesulitan

gastroesofagus), nutrisi makan.

buruk, gagal tumbuh, Obat-obatan (antikolinergik dan

suntikan onabotulinumtoxinA
mengeluarkan air liur, dan [Botox] ke dalam kelenjar

kesulitan komunikasi ludah), pembedahan pada

saluran dan kelenjar ludah, dan

biofeedback telah digunakan

untuk mengendalikan air liur.

Terapi wicara dan penggunaan

synthesizer suara komputer

dapat membantu meningkatkan

komunikasi.

Masalah kesehatan Hingga satu dari empat Dorong fungsionalitas dan

mental anak dengan cerebral kemandirian dengan

palsy memiliki masalah akomodasi tempat tinggal,

perilaku atau emosional; transportasi, olahraga, bantuan

komorbiditas psikiatri dan mekanis, dan peluang kerja

gangguan kognitif juga Memberikan konseling;

terjadi pertimbangkan terapi, seperti

terapi perilaku kognitif, untuk

tantangan emosional dan

psikologis

Pantau obat yang dibutuhkan


Osteoporosis Hingga 90% pasien Gunakan alat skrining risiko

dengan cerebral palsy untuk mengelompokkan

memiliki kepadatan tulang mereka yang kemungkinan

yang rendah dan berisiko besar akan mendapat manfaat

patah tulang dari pengobatan, kemudian

lakukan absorptiometri sinar-x

energi ganda pada pasien

berisiko tinggi untuk

memastikan diagnosis;

kalsium, vitamin D, dan/atau

bifosfonat.

Ulkus dekubitus Pasien dengan mobilitas Pertimbangkan strategi

terbatas berada pada pemosisian yang berbeda,

peningkatan risiko ulkus permukaan penyangga, dan

dekubitus dan komplikasi pembalut profilaksis; konsultasi

terkait perawatan luka bagi mereka

yang mengalami tukak

berulang/persisten.

kejang Setengah dari anak-anak Pantau dan control dengan

dengan cerebral palsy pengobatan

memiliki aktivitas kejang


Inkontinensia urin Gangguan kontrol otot Fisioterapi, biofeedback, obat-

kandung kemih obatan, pembedahan,

perangkat implan pembedahan

untuk menggantikan atau

membantu otot, atau pakaian

dalam yang dirancang khusus

mungkin bermanfaat
Artikel ini memperbarui artikel sebelumnya tentang topik ini oleh Krigger.

Sumber Data: Pencarian PubMed diselesaikan dalam Pertanyaan Klinis

menggunakan istilah kunci cerebral palsy, penilaian klinis fungsi motorik, pengobatan,

obat-obatan, terapi, dan komorbiditas. Pencarian termasuk meta-analisis, uji coba

terkontrol secara acak, uji klinis, dan ulasan. Juga dicari adalah American Academy of

Neurology, National Institute for Health and Care Excellence, database Cochrane, dan

Ovid MEDLINE. Tanggal pencarian: 8 Desember 2018, dan 20 Oktober 2019.

Pandangan yang diungkapkan dalam materi ini adalah milik penulis dan tidak

mencerminkan kebijakan resmi atau posisi pemerintah A.S., Departemen Pertahanan,

atau Departemen Angkatan Udara.


DAFTAR PUSTAKA

1. Centers for Disease Control and Prevention. Cerebral palsy. Accessed May 22,

2019. https://www.cdc.gov/ncbddd/cp/facts.html 2. Wimalasundera N, Stevenson VL.

Cerebral palsy. Pract Neurol. 2016; 16(3):184-194.

3. Morgan C, Fahey M, Roy B, et al. Diagnosing cerebral palsy in full-term infants. J

Paediatr Child Health. 2018;54(10):1159-1164.

4. O’Callaghan ME, MacLennan AH, Gibson CS, et al.; Australian Collabo- rative

Cerebral Palsy Research Group. Epidemiologic associations with cerebral palsy.

Obstet Gynecol. 2011;118(3):576-582.

5. Shi Z, Ma L, Luo K, et al. Chorioamnionitis in the development of cere- bral palsy: a

meta-analysis and systematic review. Pediatrics. 2017; 139(6):e20163781.

6. Blair E, Stanley FJ. Intrapartum asphyxia: a rare cause of cerebral palsy [published

correction appears in J Pediatr. 1988;113(2):420]. J Pediatr. 1988;112(4):515-519.

7. Novak I, Morgan C, Adde L, et al. Early, accurate diagnosis and early intervention in

cerebral palsy: advances in diagnosis and treatment [published correction appears in

JAMA Pediatr. 2017;171(9):919]. JAMA Pediatr. 2017;171(9):897-907.

8. Smithers-Sheedy H, Badawi N, Blair E, et al. What constitutes cerebral palsy in the

twenty-first century? Dev Med Child Neurol. 2014;56(4): 323-328.

9. Ashwal S, Russman BS, Blasco PA, et al. Practice parameter: diagnostic

assessment of the child with cerebral palsy: report of the Quality Stan- dards

Subcommittee of the American Academy of Neurology and the Practice Committee of

the Child Neurology Society. Neurology. 2004; 62(6):851-863.


10. O’Shea TM. Diagnosis, treatment, and prevention of cerebral palsy. Clin Obstet

Gynecol. 2008;51(4):816-828.

11. Novak I, Hines M, Goldsmith S, et al. Clinical prognostic messages from a

systematic review on cerebral palsy. Pediatrics. 2012;130(5): e1285-e1312.

12. Wu YW, Croen LA, Shah SJ, et al. Cerebral palsy in a term population: risk factors

and neuroimaging findings. Pediatrics. 2006;118(2):690-697. 13. Barrington KJ. The

adverse neuro-developmental effects of postnatal steroids in the preterm infant: a

systematic review of RCTs. BMC Pediatr. 2001;1: 1.

14. Palisano R, Rosenbaum P, Walter S, et al. Development and reliability of

a system to classify gross motor function in children with cerebral palsy.

Dev Med Child Neurol. 1997;39(4):214-223.

15. Compagnone E, Maniglio J, Camposeo S, et al. Functional classifica-

tions for cerebral palsy: correlations between the Gross Motor Function Classification

System (GMFCS), the Manual Ability Classification System (MACS) and the

Communication Function Classification System (CFCS). Res Dev Disabil.

2014;35(11):2651-2657.

16. Krigger KW. Cerebral palsy: an overview. Am Fam Physician. 2006;73(1): 91-100.

https://www.aafp.org/afp/2006/0101/p91.html

17. Novak I. Evidence-based diagnosis, health care, and rehabilitation for children with

cerebral palsy. J Child Neurol. 2014;29(8):1141-1156.


18. Novak I, McIntyre S, Morgan C, et al. A systematic review of interven- tions for

children with cerebral palsy: state of the evidence. Dev Med Child Neurol.

2013;55(10):885-910.

19. National Institute for Health and Care Excellence. Osteoporosis: assess- ing the

risk of fragility fracture. Accessed June 26, 2019. https://www.

nice.org.uk/guidance/cg146

20. Simm PJ, Biggin A, Zacharin MR, et al.; APEG Bone Mineral Working Group.

Consensus guidelines on the use of bisphosphonate therapy in children and

adolescents. J Paediatr Child Health. 2018;54(3):223-233.

21. Evenhuis H, Van Der Graaf G, Walinga M, et al. Detection of childhood visual

impairment in at-risk groups. JPPID. 2007;4(3):165-169.

22. Joint Committee on Infant Hearing; American Academy of Audiology; American

Academy of Pediatrics; American Speech-Language-Hearing Association; Directors of

Speech and Hearing Programs in State Health and Welfare Agencies. Year 2000

position statement: principles and guidelines for early hearing detection and

intervention programs. Pedi- atrics. 2000;106(4):798-817.

23. Greensmith AL, Johnstone BR, Reid SM, et al. Prospective analysis of the outcome

of surgical management of drooling in the pediatric popula- tion: a 10-year experience.

Plast Reconstr Surg. 2005;116(5):1233-1242.

24. Tranchida GV,Van HeestA .Prefer redoptions and evidence or upper limb surgery

for spasticity in cerebral palsy, stroke, and brain injury [published online October 9,

2019]
https://journals.sagepub.com/doi/abs/10.1177/1753193419878973

25. Heinen F, Desloovere K, Schroeder AS, et al. The updated European consensus

2009 on the use of botulinum toxin for children with cere- bral palsy. Eur J Paediatr

Neurol. 2010;14(1):45-66.

26. Copeland L, Edwards P, Thorley M, et al. Botulinum toxin A for nonam- bulatory

children with cerebral palsy: a double blind randomized con- trolled trial. J Pediatr.

2014;165(1):140-146.

27. Blumetti FC, Belloti JC, Tamaoki MJ, et al. Botulinum toxin type A in the treatment

of lower limb spasticity in children with cerebral palsy. Cochrane Database Syst Rev.

2019;(10):CD001408.

28. Pavone V, Testa G, Restivo DA, et al. Botulinum toxin treatment for limb spasticity

in childhood cerebral palsy. Front Pharmacol. 2016;7:29.

29. Ingale H, Ughratdar I, Muquit S, et al. Selective dorsal rhizotomy as an alternative

to intrathecal baclofen pump replacement in GMFCS grades 4 and 5 children. Childs

Nerv Syst. 2016;32(2):321-325.

30. Wang KK, Munger ME, Chen BP, et al. Selective dorsal rhizotomy in ambulant

children with cerebral palsy. J Child Orthop. 2018;12(5): 413-427.

31. Ailon T, Beauchamp R, Miller S, et al. Long-term outcome after selec- tive dorsal

rhizotomy in children with spastic cerebral palsy. Childs Nerv Syst. 2015;31(3):415-

423.
32. Munger ME, Aldahondo N, Krach LE, et al. Long-term outcomes after selective

dorsal rhizotomy: a retrospective matched cohort study. Dev Med Child Neurol.

2017;59(11):1196-1203.

33. Hasnat MJ, Rice JE. Intrathecal baclofen for treating spasticity in children with

cerebral palsy. Cochrane Database Syst Rev. 2015;(11): CD004552.

34. Huser A, Mo M, Hosseinzadeh P. Hip surveillance in children with cere- bral palsy.

Orthop Clin North Am. 2018;49(2):181-190.

35. Shrader MW, Wimberly L, Thompson R. Hip surveillance in children with cerebral

palsy 2019;27(20):760-768.

36. Franki I, Desloovere K, De Cat J, et al. The evidence-base for basic phys- ical

therapy techniques targeting lower limb function in children with cerebral palsy: a

systematic review using the International Classifica- tion of Functioning, Disability and

Health as a conceptual framework. J Rehabil Med. 2012;44(5):385-395.

37. Branjerdporn N, Ziviani J, Sakzewski L. Goal-directed occupational therapy for

children with unilateral cerebral palsy: categorising and quantifying session content. Br

J Occup Ther. 2018;81(3):138-146.

38. Flemban A, Elsayed W. Effect of combined rehabilitation program with botulinum

toxin type A injections on gross motor function scores in children with spastic cerebral

palsy. J Phys Ther Sci. 2018;30(7): 902-905.

39. Novak I, Cusick A, Lannin N. Occupational therapy home programs for cerebral

palsy: double-blind, randomized, controlled trial. Pediatrics. 2009;124(4):e606-e614.


40. James S, Ziviani J, Ware RS, et al. Randomized controlled trial of web- based

multimodal therapy for unilateral cerebral palsy to improve occu- pational performance.

Dev Med Child Neurol. 2015;57(6):530-538.

41. Gordon AM, Hung YC, Brandao M, et al. Bimanual training and constraint-induced

movement therapy in children with hemiplegic cerebral palsy: a randomized trial.

Neurorehabil Neural Repair. 2011; 25(8):692-702.

42. Wren TA, Dryden JW, Mueske NM, et al. Comparison of 2 orthotic approaches in

children with cerebral palsy. Pediatr Phys Ther. 2015; 27(3):218-226.

43. Garbellini S, Robert Y, Randall M, et al. Rationale for prescription, and effectiveness

of, upper limb orthotic intervention for children with cere- bral palsy: a systematic

review. Disabil Rehabil. 2018;40(12):1361-1371.

44. Tustin K, Patel A. A critical evaluation of the updated evidence for cast- ing for

equinus deformity in children with cerebral palsy. Physiother Res Int.

2017;22(1):e1646.

45. Bjorgaas HM, Hysing M, Elgen I. Psychiatric disorders among children with cerebral

palsy at school starting age. Res Dev Disabil. 2012;33(4): 1287-1293.

46. Cremer N, Hurvitz EA, Peterson MD. Multimorbidity in middle-aged adults with

cerebral palsy. Am J Med. 2017;130(6):744.e9-744.e15.

47. Bromham N, Dworzynski K, Eunson P, et al.; Guideline Committee. Cerebral palsy

in adults: summary of NICE guidance. BMJ. 2019;364: l806.


48. Crowther CA, Middleton PF, Voysey M, et al.; AMICABLE Group. Assess- ing the

neuroprotective benefits for babies of antenatal magnesium sulphate: an individual

participant data meta-analysis. PLoS Med. 2017; 14(10):e1002398.

49. Wapner RJ, Sorokin Y, Mele L, et al.; National Institute of Child Health and Human

Development Maternal-Fetal Medicine Units Network. Long-term outcomes after repeat

doses of antenatal corticosteroids. N Engl J Med. 2007;357(12):1190-1198.

Anda mungkin juga menyukai