Anda di halaman 1dari 34

MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK

PENUAAN PADA SISTEM REPRODUKSI WANITA DAN LAKI-LAKI


DAN IMMOBILITAS DAN INTOLERANSI AKTIVITAS PADA LANSIA

DOSEN PENGAMPU :

YUSLANA, S.ST, M.Kes

DISUSUN OLEH :

ARDIANSYAH 20186312006

KRIS SEPTIAWATI 20186323022

SISILIA NOVIANTI DEWI 20186323039

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PONTIANAK

JURUSAN KEPERAWATAN SINGKAWANG

PRODI D-IV

TAHUN 2019/2020

1
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Penuaan merupakan proses fisiologis dalam tubuh yang akan
terjadi seiring dengan peningkatan usia. Penurunan fungsi organ
merupakan salah satu bentuk nyata dari proses penuaan. Proses penuaan
pada berbagai organ belum tentu sama, seperti halnya proses penuaan yang
berbeda pada setiap individu (Navaratnarajah dan Jackson, 2013).
Proses penuaan melibatkan berbagai faktor intrinsik maupun
ekstrinsik. Faktor intrinsik merupakan faktor alamiah yang berasal dari
dalam diri sendiri seperti genetik, ras, maupun hormonal. Sedangkan
faktor ekstrinsik berasal dari luar tubuh. Faktor ini meliputi faktor-faktor
lingkungan seperti paparan sinar matahari atau ultraviolet, kelembaban,
suhu, serta faktor-faktor lainnya (Vijayprasad et al.,2014).
Faktor genetik dapat berupa gangguan perbaikan DNA, yang
apabila terakumulasi dapat menyebabkan terjadinya mutasi. Selain itu,
akumulasi berbagai kelainan genetik juga dapat meyebabkan kelainan
pembentukan sinyal sel (Kumar, 2009). Akumulasi kerusakan dari
berbagai faktor tersebut merupakan penyebab utama penuaan sel (Gems
dan Partridge, 2013).
Proses penuaan merupakan akumulasi dari kerusakan selular yang
dapat disebabkan oleh stres, pajanan lingkungan, serta nutrisi yang buruk.
Faktor intrinsik, seperti genetik memiliki peran penting dalam perbaikan
sel yang rusak, mempengaruhi tingkat penuaan, dan masa hidup
organisme. Gaya hidup sehat dan nutrisi yang adekuat dapat mengurangi
akumulasi kerusakan selular yang terjadi. Sebaliknya, apabila terjadi
akumulasi kerusakan seluler akan mengakibatkan organisme menjadi
renta, cacat, dan sakit (Kurniawan, 2011). Hal inilah yang menyebabkan
terjadinya penuaan dini pada mahkluk hidup, termasuk manusia.Penuaan,
baik itu penuaan fisiologis maupun penuaan dini memiliki hubungan erat

2
dengan adanya radikal bebas dalam tubuh, yang nantinya dapat
menginduksi terjadinya stresoksidatif.
Pembentukan radikal bebas dapat terjadi melalui berbagai macam
cara, salah satunya melalui metabolisme normal dalam tubuh. Pada saat
respirasi normal, oksigen akan mengalami reduksi dengan penambahan
empat elektron supaya dapat menjadi air. Perubahan ini diinduksi oleh
berbagai enzim oksidatif dalam sel, dan akan dihasilkan sejumlah kecil zat
antara toksik seperti anion peroksida(O2-), hydrogen peroksida (H2O2),
dan hydrogen peroksida(OH-). Zat antara yang toksik tersebut merupakan
radikal bebas (Kumar et al., 2012).
Radikal bebas yang sudah terbentuk akan mengakibatkan berbagai
efek dalam tubuh, seperti terjadinya cedera pada sel yang dapat
menginduksi terjadinya penuaan fisiologis maupun penuaan
dini(Ahangarpour iet al., 2014). Radikal bebas bersama oksigen akan
menginduksi peroksidasi lipiddalam membran plasma dan organel. Ikatan
yang terbentuk antara radikal bebas dengan lipidakan menghasilkan suatu
peroksida, zat tidak stabil dan reaktif. Peroksida ini dapat mencetuskan
terjadinya reaksi autokatalisis. Selain itu radikal bebas juga akan
meningkatkan fragmentasi protein dalam sel, serta merusak untai DNA
dalam sel (Kumaret al., 2012). Reaksi peroksidasi lipid tersebut akan
menghasilkan suatu senyawa yang dapat digunakan sebagaipenanda
adanya stresoksidatif. Penanda tersebut adalah Malondialdehid (MDA).
Apabila terjadi reaksi peroksidasi lipid yang berlebihan maka kadar MDA
dalam serum akan meningkat. Sebaliknya, apabila reaksi peroksidasi lipid
berkurang maka kadar MDA serum juga akan berkurang (Baykal et al.,
2003).

3
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa saja Penuaan normal pada sistem reproduksi wanita dan laki-laki
2. Bagaimana Patofisiologi sistem reproduksi wanita dan laki-laki
3. Askep sistem reproduksi wanita dan laki-laki
4. Masalah immobilitas dan intoleransi aktivitas pada lansia
5. Askep pada immobilitas dan intoleransi aktivitas pada lansia

C. TUJUAN PENULISAN
1. Untuk memahami penuaan normal pada sistem reproduksi wanita dan
laki-laki
2. Untuk memahami Patofisiologi sistem reproduksi wanita dan laki-laki
3. Untuk memahami Askep sistem reproduksi wanita dan laki-laki
4. Untuk memahami Masalah immobilitas dan intoleransi aktivitas pada
lansia
5. Untuk memahami Askep pada immobilitas dan intoleransi aktivitas
pada lansia

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Penuaan normal pada sistem reproduksi wanita dan laki-laki


1. Wanita
Dengan berhentinya produksinya hormon estrogen, genitalia interna
dan eksterna berangsur-angsur mengalami atrofi.
a. Vagina
mengalami kontraktur, panjang dan lebar vagina mengalami
pengecilan.
- Fornises menjadi dangkal, begitu pula serviks tidak lagi
menonjol ke dalam vagina. Sejak klimakterium, vagina
berangsur-angsur mengalami atropi, meskipun pada wanita
belum pernah melahirkan. Kelenjar seks mengecil dan
ber¬henti berfungsi. Mukosa genitalia menipis begitu pula
jaringan sub-mukosa tidak lagi mempertahankan
elastisitas¬nya akibat fibrosis.
- Perubahan ini sampai batas tertentu dipengaruhi oleh
keber¬langsungan koitus, artinya makin lama kegiatan
tersebut dilakukan kurang laju pendangkalan atau pengecilan
geni¬talia eksterna.

b. Uterus
Setelah klimaterium uterus mengalami atrofi, panjangnya
menyusut dan dindingnya menipis, miometrium menjadi
sedikit dan lebih banyak jaringan fibrotik. Serviks menyusut
tidak menonjol, bahkan lama-lama akan merata dengan dinding
jaringan.
c. Ovarium
Setelah menopause, ukuran sel telur mengecil dan
permu¬kaannya menjadi “keriput” sebagai akibat atrofi dari
medula, bukan  akibat dari ovulasi yang berulang sebelumnya,
permukaan ovarium menjadi  rata lagi seperti anak oleh karena

5
tidak terdapat  folikel. Secara umum, perubahan fisik genetalia
interna dan eksterna dipengaruhi oleh fungsi ovarium. Bila
ovarium berhenti berfungsi, pada umumnya terjadi atrofi dan
terjadi inaktivitas organ yang pertumbuhannya oleh hormon
estrogen dan progesteron.
d. Payudara(GlandulaMamae)
Payudara akan menyusut dan menjadi datar, kecuali pada
wanita yang gemuk, dimana payudara tetap besar dan
menggan¬tung. Keadaan ini disebabkan oleh karena atrofi
hanya mem¬pengaruhi kelenjar payudara saja. Kelenjar pituari
anterior mempengaruhi secara histologik maupun fungsional,
begitu pula kelenjar tiroid dan adrenal menjadi “keras” dan
mengkibatkan bentuk tubuh serupa akromegali ringan. Bahu
menjadi gemuk dan garis pinggang menghilang. Kadang timbul
pertumbuhan rambut pada wajah. Rambut ketiak, pubis
mengurang, oleh karena pertumbuhannya dipengaruhi oleh
kelenjar adrenal dan bukan kelenjar ovarium. Rambut kepala
menjadi jarang. Kenaikan berat badan sering terjadi pada masa
klimakterik.
2.  Pria
a. Prostat
Pembesaran prostat merupakan kejadian yang sering pada pria
lansia, gejala yang timbul merupakan efek mekanik akibat
pembesaran lobus medius yang kemudian seolah-olah
bertindak sebagai katup yang berbentuk bola (Ball Valve
Effect). Disamping itu terdapat efek dinamik dari otot polos
yang merupakan 40% dari komponen kelenjar, kapsul dan leher
kantong kemih, otot polos ini dibawah pengaruh sistem alfa
adrenergik. Timbulnya nodul mikros¬kopik sudah terlihat pada
usia 25-30 tahun dan terdapat pada  60% pria berusia 60 tahun,
90% pada pria berusia 85 tahun, tetapi hanya 50% yang
menjadi BPH Makroskopik dan dari itu hanya 50%

6
berkembang menjadi BPH klinik yang menimbulkan problem
medik. Kadar dehidrosteron pada orang tua meningkat karena
meningkatnya enzim 5 alfa reduktase yang mengkonfersi
tetosteron menjadi dehidro steron. Ini yang dianggap menjadi
pendorong hiperplasi kelenjar, otot dan stroma prostat.
Sebenarnya selain  proses menua rangsangan androgen ikut
berperan timbulnya BPH ini dapat dibuktikan pada pria yang di
kastrasi menjelang pubertas tidak akan menderita BPH pada
usia lanjut.
b. Testis
Penuaan pada pria tidak menyebabkan berkurangnya ukuran
dan berat testis tetapi sel yang memproduksi dan memberi
nutrisi (sel Leydic) pada sperma berkurang jumlah dan
aktifitasnya sehingga sperma berkurang sampai 50% dan
testoteron juga menurun. Hal ini menyebabkan penuruna libido
dan kegiatan sex yang jelas menurun adalah multipel ejakulasi
dan perpanjangan periode refrakter. Tetapi banyak golongan
lansia tetap menjalankan aktifitas sexsual sampai umur lanjut.

B. Patofisologi penuaan pada sistem reproduksi wanita dan laki-laki


1. Sistem Reproduksi wanita
a. Penyakit Vulva
- Pruritus vulva ( rasa gatal pada kulit vulva)
- Distrofi vulva (adanya lesi)
- Karsinoma vulva(kanker vulva)
b. Penyakit vagina
- Vaginitis atrofik( pengurangan esterogen)
- Infeksi vagina
- Gangguan dasar panggul
c. Penyakit serviks
- Penyakit uterus
- Penyakit ovarium
- Penyakit payudara

7
C. Asuhan Keperawatan pada sistem reproduksi wanita dan laki-laki
1. Pengkajian
- Pada pengkajian awal dapat diketahui alasan utama klien ke rumah
sakit adalah perilaku kekerasan di rumah. Kemudian perawat dapat
melakukan pengkajian dengan cara:
- Observasi: Muka merah, pandangan tajam, otot tegang, nada suara
tinggi, berdebat.
- Sering pula tampak klien memaksakan kehendak: merampas
makanan, memukul jika tidak senang.
- Wawancara: diarahkan pada penyebab marah, perasaan marah,
tanda-tanda marah yang dirasakan klien.

2. Pengumpulan data
- Data yang dikumpulkan meliputi data biologis, psikologis, sosial
dan spiritual.
- Aspek biologis Respons fisiologis timbul karena kegiatan system
saraf otonom bereaksi terhadap sekresi epineprin sehingga tekanan
darah meningkat, tachikardi, muka merah, pupil melebar,
pengeluaran urine meningkat. Ada gejala yang sama dengan
kecemasan seperti meningkatnya kewaspadaan, ketegangan otot
seperti rahang terkatup, tangan dikepal, tubuh kaku, dan refleks
cepat. Hal ini disebabkan oleh energi yang dikeluarkan saat marah
bertambah.
- Aspek emosional Individu yang marah merasa tidak nyaman,
merasa tidak berdaya, jengkel, frustasi, dendam, ingin memukul
orang lain, mengamuk, bermusuhan dan sakit hati, menyalahkan
dan menuntut.
-  Aspek intelektual Sebagian besar pengalaman hidup individu
didapatkan melalui proses intelektual, peran panca indra sangat
penting untuk beradaptasi dengan lingkungan yang selanjutnya
diolah dalam proses intelektual sebagai suatu pengalaman. Perawat

8
perlu mengkaji cara klien marah, mengidentifikasi penyebab
kemarahan, bagaimana informasi diproses, diklarifikasi, dan
diintegrasikan.
- Aspek sosial Meliputi interaksi sosial, budaya, konsep rasa percaya
dan ketergantungan. Emosi marah sering merangsang kemarahan
orang lain. Klien seringkali menyalurkan kemarahan dengan
mengkritik tingkah laku yang lain sehingga orang lain merasa sakit
hati dengan mengucapkan kata-kata kasar yang berlebihan disertai
suara keras. Proses tersebut dapat mengasingkan individu sendiri,
menjauhkan diri dari orang lain, menolak mengikuti aturan.
- Aspek spiritual Kepercayaan, nilai dan moral mempengaruhi
hubungan individu dengan lingkungan. Hal yang bertentangan
dengan norma yang dimiliki dapat menimbulkan kemarahan yang
dimanifestasikan dengan amoral dan rasa tidak berdosa.
- Dari uraian tersebut di atas jelaslah bahwa perawat perlu mengkaji
individu secara komprehensif meliputi aspek fisik, emosi,
intelektual, sosial dan spiritual yang secara singkat dapat dilukiskan
sebagai berikut :
- Aspek fisik terdiri dari :muka merah, pandangan tajam, napas
pendek dan cepat, berkeringat, sakit fisik, penyalahgunaan zat,
tekanan darah meningkat. Aspek emosi : tidak adekuat, tidak aman,
dendam, jengkel. aspek intelektual : mendominasi, bawel,
sarkasme, berdebat, meremehkan. aspek sosial : menarik diri,
penolakan, kekerasan, ejekan, humor.

3. Analisa Data
Data Masalah Keperawatan
Data Subjektif : Resiko mencederai diri, orang lain
 Klien mengatakan benci atau kesal dan lingkungan.
pada seseorang.
 Klien suka membentak dan
menyerang orang yang mengusiknya
jika sedang kesal atau marah.

9
 Riwayat perilaku kekerasan atau
gangguan jiwa lainnya.
Data Objektif :
 Mata merah, wajah agak merah.
 Nada suara tinggi dan keras, bicara
menguasai: berteriak, menjerit,
memukul diri sendiri/orang lain.
 Ekspresi marah saat membicarakan
orang, pandangan tajam.
 Merusak dan melempar barang
barang.

Data Subjektif :
 Klien mengatakan benci atau kesal Perilaku kekerasan / amuk
pada seseorang.
 Klien suka membentak dan
menyerang orang yang mengusiknya
jika sedang kesal atau marah.
 Riwayat perilaku kekerasan atau
gangguan jiwa lainnya.
Data Objektif :
 Mata merah, wajah agak merah.
 Nada suara tinggi dan keras, bicara
menguasai.
 Ekspresi marah saat membicarakan
orang, pandangan tajam.
 Merusak dan melempar barang
barang.

Data Subjektif :
 Klien mengatakan: saya tidak Gangguan harga diri : harga diri
mampu, tidak bisa, tidak tahu apa- rendah
apa, bodoh, mengkritik diri sendiri,
mengungkapkan perasaan malu
terhadap diri sendiri.
Data Objektif :
 Klien tampak lebih suka sendiri,
bingung bila disuruh memilih
alternatif tindakan, ingin mencederai
diri / ingin mengakhiri hidup.

10
4. Diagnosa Keperawatan
Masalah Keperawatan
1. Perilaku kekerasan
2. Resiko mencederai
3. Gangguan harga diri: harga diri rendah
Pohon Masalah
- Resiko mencederai orang lain/ lingkungan
- Perilaku Kekerasan (CP)
- Gangguan harga diri: harga diri rendah
Diagnosa
1. Resiko mencederai orang lain berhubungan dengan kekerasan
2. Perilaku kekerasan berhubungan dengan harga diri rendah

5. Rencana dan Tindakan Keperawatan


a. Tujuan Umum: Klien tidak mencederai dengan melakukan
manajemen kekerasan
b. Tujuan Khusus:
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Tindakan:
- Bina hubungan saling percaya : salam
terapeutik,empati,sebut nama perawat dan jelaskan tujuan
interaksi.
- Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.
2. Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.
Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.
Tindakan:
- Beri kesempatan mengungkapkan perasaan.

11
- Bantu klien mengungkapkan perasaan jengkel/kesal.
3. Dengarkan ungkapan rasa marah dan perasaan bermusuhan
klien dengan sikap tenang.
Klien dapat mengidentifikasi tanda tanda perilaku kekerasan.
Tindakan :
- Anjurkan klien mengungkapkan yang dialami dan dirasakan
saat jengkel/kesal.
4. Observasi tanda perilaku kekerasan.
- Simpulkan bersama klien tanda tanda jengkel/kesal yang
dialami klien.
5. Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan.
Tindakan:
- Anjurkan mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan.
- Bantu bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang
biasa dilakukan.
6. Tanyakan “Apakah dengan cara yang dilakukan masalahnya
selesai ?” Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku
kekerasan.Tindakan:
- Bicarakan akibat/kerugian dari cara yang dilakukan.
- Bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang
digunakan.
7. Tanyakan apakah ingin mempelajari cara baru yang sehat.
Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam berespon
thdkemarahan.Tindakan :
- Beri pujian jika mengetahui cara lain yang sehat.
- Diskusikan cara lain yang sehat.Secara fisik : tarik nafas
dalam jika sedang kesal, berolah raga, memukul
bantal/kasur.
- Secara verbal : katakan bahwa anda sedang marah atau
kesal/tersinggung.

12
8. Secara spiritual : berdo’a, sembahyang, memohon kepada
Tuhan untuk diberi kesabaran.
Klien dapat mengidentifikasi cara mengontrol perilaku
kekerasan.Tindakan:
- Bantu memilih cara yang paling tepat.
- Bantu mengidentifikasi manfaat cara yang telah dipilih.
- Bantu mensimulasikan cara yang telah dipilih.
- Beri reinforcement positif atas keberhasilan yang dicapai
dalam simulasi.
9. Anjurkan menggunakan cara yang telah dipilih saat
jengkel/marah. Klien mendapat dukungan dari keluarga.
Tindakan :
- Beri pendidikan kesehatan tentang cara merawat klien
melaluit pertemuan keluarga.
10. Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga.
Klien dapat menggunakan obat dengan benar (sesuai program).
Tindakan:
- Diskusikan dengan klien tentang obat (nama, dosis,
frekuensi, efek dan efek samping).
- Bantu klien mengpnakan obat dengan prinsip 5 benar (nama
klien, obat, dosis, cara dan waktu).
- Anjurkan untuk membicarakan efek dan efek samping obat
yang dirasakan.

6. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan :
1. Klien mampu mengontrol perilaku kekerasan.
2. Klien mampu membina hubungan saling percaya.
3. Klien mampu menceritakan penyebab perilaku kekerasan yang
dilakukannya.

D. Masalah immobilitas dan intoleransi aktivitas pada lansia

13
1. Definisi Immobilitas
Sutau keadaan keterbatasan kemampuan pergerakan fisik secara
mandiri yang dialami seseorang
2. Batasan karakteristik
- Ketidakmampuan untuk bergerak dengan tujuan di dalam
lingkungan, termasuk mobilitas di tempat tidur, berpindah dan
ambulasi
- Keengganan untuk melakukan pergerakan
- Keterbatasan rentang gerak
- Penurunan kekuatan, pengendalian, atau masa otot
- Mengalami pembatasan pergerakan, termasuk protocol-protokol
mekanis dan medis
- Gangguan koordinasi

3. Faktor-faktor yang berhubungan


- Intoleransi aktivitas
- Penurunan kekuatan dan ketahanan
- Nyeri dan rasa tidak nyaman
- Gangguan persepsi atau kognitif
- Gangguan neuromuskuler
- DepresiAnsietas berat

4. INTOLERANSI AKTIVITAS
Definisi
Suatu keadaan ketidakcukupan energi secara fisiologis atau
psikologis pada seseorang untuk bertahan aau menyelesaikan aktivitas
sehri-hari yang dibutuhkan atau diinginkan.

Batasan karakteristik
- Secara verbal melaporkan keletihan atau kelemahan

14
- denyut jantung atau tekanan darah yang tidak normal terhadap
aktivitas
- Rasa tidak nyaman dispneu setelah beraktivitas
- Perubahan elektrokardiogravis yang menunjukkan adanya disritmia
atau iskemia

Faktor-faktor yang berhubungan


- Tirah baring dan imobilitas
- Kelemahan secara umum
- Gaya hidup yang kurang gerak
- Ketidakseimbanag antara suplai oksigen dan kebutuhan

Faktor-faktor Internal
Berbagai factor internal dalam imobilisasi tubuh atau bagian tubuh
antara lain;
- Penurunan fungsimuskuloskeletal
- Perubahan fungsi neurologist
- Nyeri
- Defisit perceptual
- Berkurangnya kemampuan kognitif
- Jatuh
- Perubahan hubungan social
- Aspek psikologis

Faktor-faktor eksternal
Factor tersebut termasuk;
- Program terapeutik
- Karakteristik penghuni institusi
- Karakteristik staf
- Sistem pemberian asuhan keperawatan
- Hambatan-hambatan
- Kebijakan-kebijakan institusi

15
Dampak masalah pada lansia
MANIFESTSI KLINIS
Dampak fisiologis dari imobilitas dan ketidak efektifan
Efek Hasil
 Penurunan konsumsi  Intoleransi ortostatik
oksigen maksimum  Peningkatan denyut jantung,
 Penurunan fungsi sinkop
ventrikel kiri  Penurunan kapasitas kebugaran
 Penurunan volume  Konstipasi
sekuncup  Penurunan evakuasi kandung
 Perlambatan fungsi kemih
usus  Bermimpi pada siang hari,
 Pengurangan miksi halusinasi
 Gangguan tidur

PENATALAKSANAAN
1. Pencegahan primer
Hambatan terhadap latihan
a. Bahaya-bahaya interpersonal termasuk isolasi social yang terjadi
ketika teman-teman dan keluarga telah meninggal, perilaku gaya
hidup tertentu (misalnya merokok dan kebiasaan diet yang buruk)
depresi gangguan tidur, kurangnya transportasi dan kurangnya
dukungan.
b. Hambatan lingkungan termasuk kurangnya tempat yang aman
untuk latihan dan kondisi iklim yang tidak mendukung.

Pengembangan program latihan


Program latihan yang sukses sangat individual,
diseimbangkan, dan mengalami peningkatan.Program tersebut
disusun untuk memberikn kesempatan pada klien untuk
mengembangkan suatu kebiasaan yang teratur dalam melakukan
bentuk aktif dari rekreasi santai yang dapat memberikan efek
latihan.

16
Ketika klien telah memiliki evaluasi fisik secara seksama,
pengkajian tentang factor-faktor pengganggu berikut ini akan
membantu untuk memastikan keterikatan dan meningkatkan
pengalaman;
- Aktivitas saat ini dan respon fisiologis denyut nadi sebelum,
selama dan setelah aktivitas diberikan)
- Kecenderungan alami (predisposisi atau penngkatan kearah
latihan khusus)
- Kesulitan yang dirasakan
- Tujuan dan pentingnya latihan yang dirasakan
- Efisiensi latihan untuk diri sendiri (derajat keyakinan bahwa
seseorang akan berhasil)

Keamanan
Ketika program latihan spesifik telah diformulasikan dan
diterima oleh klien, instruksi tentang latihan yang aman harus
dilakukan. Mengajarkan klien untuk mengenali tanda-tanda
intoleransi atau latihan yang terlalu keras sama pentingnya dengan
memilih aktivitas yang tepat.

2. Pencegahan Sekunder
Spiral menurun yang terjadi akibat aksaserbasi akut dari imobilitas
dapat dkurangi atau dicegah dengan intervensi
keperawatan.Keberhasilan intervensi berasal dri suatu pengertian
tentang berbagai factor yang menyebabkan atau turut berperan
terhadap imobilitas dan penuaan.Pencegahan sekunder
memfokuskan pada pemeliharaan fungsi dan pencegahan
komplikasi. Diagnosis keperawaqtan dihubungkan dengan
poencegahan sekunder adalah gangguan mobilitas fisik

PENGKAJIAN
- Kemunduran musculoskeletal

17
Indikator primer dari keparahan imobilitas pada system musculoskeletal
adalah penurunan tonus, kekuatan, ukuran, dan ketahanan otot; rentang gerak
sendi; dan kekuatan skeletal. Pengkajian fungsi secara periodik dapat
digunakan untuk memantau perubahan dan keefektifan intervensi.
- Kemunduran kardiovaskuler
Intoleransi ortostatik dapat menunjukkan suatu gerakan untuk berdiri tegak
seperti gejala peningkatan denyut jantung, penurunan tekanan darah, pucat,
tremor tangan, berkeringat, kesulitandalam mengikuti perintah dan sinkop
- Kemunduran Respirasi
Indikasi kemunduran respirasi dibuktikan dari tanda dan gejala atelektasis dan
pneumonia. Tanda-tanda awal meliputi peningkatan temperature dan denyut
jantung.Perubahan-perubahan dalam pergerakan dada, perkusi, bunyi napas,
dan gas arteri mengindikasikan adanaya perluasan dan beratnya kondisi yang
terjadi.
- Perubahan-perubahan integument
Indikator cedera iskemia terhadap jaringan yang pertama adalah reaksi
inflamasi. Perubahan awal terlihat pada permukaan kulit sebagai daerah
eritema yang tidak teratur dan didefinisikan sangat buruk di atas tonjolan
tulang yang tidak hilang dalam waktu 3 menit setelah tekanan dihilangkan
- Perubahan-perubahan fungsi urinaria
Bukti dari perubahan-perubahan fungsi urinaria termasuk tanda-tanda fisik
berupa berkemih sedikit dan sering, distensi abdomen bagian bawah, dan
batas kandung kemih yang dapat diraba. Gejala-gejala kesulitan miksi
termasuk pernyataan ketidakmampuan untuk berkemih dan tekanan atau nyeri
pada abdomen bagian bawah
- Perubahan-perubahan Gastrointestinal
Sensasi subjektif dari konstipasi termasuk rasa tidak nyaman pada abdomen
bagian bawah, rasa penuh, tekanan. Pengosonganh rectum yang tidak
sempurna, anoreksia, mual gelisah, depresi mental, iritabilitas, kelemahan,
dan sakit kepala.
- Faktor-faktor lingkungan
Lingkungan tempat tinggal klien memberikan bukti untuk intervensi.Di
dalam rumah, kamar mandi tanpa pegangan, karpet yang lepas, penerangan
yang tidak adekuat, tangga yang tinggi, lantai licin, dan tempat duduk toilet
yang rendah dapat menurunkan mobilitas klien.Hambatan-hambatan
institusional terhadap mobilitas termasuk jalan koridor yang terhalang, tempat
tidudan posisi yang tinggi, dan cairan pada lantai. Identifikasi dan
penghilangan hambatan-hambatan yang potensial dapat meningkatakan
mobilitas

PENATALAKSANAAN TERAPEUTIK
Pengobatan terapeutik ditujukan kearah perawatan penyakit atau
kesakitan yang dihasilkan atau yang turut berperan terhadap masalah
imobilitis dan penanganan konsekuensi aktual atau potensial dari
imobilitas.  Contoh-contoh pendekatan terhadap penanganan imobilitas

18
meliputi terapi fisik untuk mempertahankan mobilitas dan kekuatan otot,
kompresi pneumatik intermiten dan kekuatan otot, kompresi pneumatik
intermiten atau stoking kompresi gradien untuk meningkatkan aliran darah
vena dan mencegah tromboembolisme, spirometri insesif untuk
hiperinflasi alveoli, dan tirah baring, kecuali untuk eliminasi

INTERVENSI
Limatujuan mengarahkan intervensi keperawatan untuk mencegah
atau meniadakan sekuelafisiologis dari imobilitas. Tujuan pertama
meliputi
a. pemeliharaan kekuatan dan ketahanan sistem muskuloskeletal, yang
termasuk pengondisian program latihan harian baik kontraksi otot
isometrik dan isotonik, aktivitas penguatan aerobik, nutrisi untuk
meningkatkan anabolisme protein dan pembentukan tulang, dan sikap
komitmen terhadap latihan.
b.  pemeliharaan fleksibilitas sendi yan terlibat dalam latihan rentang
gerak, posisi yang tepat, dan aktivitas kehidupan sehari-hari.
c.  pemeliharaan ventilasi yang normal meliputi hiperinflasi dan
mobilisasi serta menghilangkan sekresi.
d. pemeliharaan sirkulasi yang adekuat meliputi tindakan-tindakan
pendukung untuk mempertahankan tonus vaskuler (termasuk
mengubah posisi dalam hubungannya dengan gravitasi), stoking
kompresi untuk memberikan tekanan eksternal pada tungkai, dan
asupan cairan yang adekuat untuk mencegah efek dehidrasi pada
volume darah. Pergerakan aktif memengaruhi toleransi ortostatik.
e.  pemeliharaan fungsi urinaria dan usus yang normal bergantung pada
dukungan nutrisi dan struktur lingkungan serta rutinitas-rutinitas
untuk memfasilitasi eliminasi. Pembahasan tentang intervensi
disajikan di sini.

KONTRAKSI OTOT ISOMETRIK

19
Kontraksi otot isometrik meningkatkan tegangan otot tanpa
mengubah panjang otot yang menggerakkan sendi.Kontraksi-kontraksi ini
digunakan untuk mempertahankan kekuatan otot dan mobilitas dalam
keadaan berdiri (misalnya otot-otot kuadrisep, abdominal dan gluteal) dan
untuk memberikan tekanan pada tulang bagi orang-orang dengan dan
tanpa penyakit kardiovaskuler. Kontraksi isometrik dilakukan dengan cara
bergantian mengencangkan dan merelaksasikan kelompok otot.

KONTRAKSI OTOT ISOTONIK


Kontraksi otot yang berlawanan atau isotnik berguna untk
mempertahankan kekuatan otot-otot dan tulang.Kontraksi ini mengubah
panjang otot tanpa mengubah tegangan.Karena otot-otot memendek dan
memanjang, kerja dapat dicapai. Kontraksi isotonik dapat dicapai pada
saat berada di tempat tidur, dengan tungkai menggantung di sisi tempat
tidur, atau pada saat duduk di kursi dengan cara mendorong atau menarik
suatu objek yang tidak dapat bergerak. Ketika tangan atau kaki dilatih baik
otot-otot fleksor dan ekstensor harus dilibatkan.

LATIHAN KEKUATAN
Aktivitas penguatan adalah latihan pertahanan yang
progresif.Kekuatan otot harus menghasilkan peningkatan setelah beberapa
waktu.Latihan angkat berat dengan meningkatkan pengulangan dan berat
adalah aktivitas pengondisian kekuatan. Latihan ini meningkatkan
kekuatan dan massa otot serta mencegah kehilangan densitas tulang dan
kandungan mineral total dalam tubuh.

LATIHAN AEROBIK
Latihan aerobik adalah aktivitas yang menghasilkan peningkatan
denyut jantung 60 sampai 90% dari denyut jantung maksimal dihitung
dengan (220-usia seseorang) x 0,7

20
Aktivitas aerobik yang dipilih harus menggunakan kelompok otot
besar dan harus kontinu, berirama, dan dapat dinikmati.Contohnya
termasuk berjalan, berenang, bersepeda, dan berdansa.

SIKAP
Variabel utama yang dapat mengganggu keberhasilan intervensi
pada individu yang mengalami imobilisasi adalah sikap perawat dan klien
tentang pentingnya latihan dan aktivitas dalam rutinitas sehari-hari.Sikap
perawat tidak hanya memengaruhi komitmen untuk memasukkan latihan
sebagai komponen rutin sehari-hariyang berkelanjutan, tetapi juga
integrasi aktif dari latihan sebagai intervensi bagi lansia di berbagai
lingkungan; komunitas, rumah sakit, dan fasilitas jangka
panjang.Demikian pula halnya sikap klien dapat mempengaruhi kualitas
dan kuantitas latihan.

LATIHAN RENTANG GERAK


Latihan rentang gerak aktif dan pasif memberikan keuntungan-
keuntungan yang berbeda.Latihan aktif membantu mempertahankan
fleksibilitas sendi dan kekuatan otot serta meningkatkan penampilan
kognitif.Sebaliknya, gerakan pasif, yaitu menggerakkan sendi seseorang
melalui rentang geraknya oleh orang lain, hanya membantu
mempertahankan fleksibilitas.

MENGATUR POSISI
Mengatur posisi juga digunakan untuk meningkatkan tekanan
darah balk vena. Jika seseorang diposisikan dengan tungkai tergantung,
pengumpulan dan penurunan tekanan darah balik vena akan terjadi. Posisi
duduk di kursi secara normal dengan tungkai tergantung secara potensial
berbahaya untuk seseorang yang beresiko mengalami pengembangan
trombosis vena.Mengatur posisi tungkai dengan ketergantungan minimal
(misalnya meninggikan tungkai diatas dudukan kaki) mencegah
pengumpulan darah pada ekstremitas bawah.

RENCANA PERAWATAN

21
Rencana asuhan keperawatan untuk imobilitas betujuan
mempertahankan kemampuan dan fungsi, serta mencegah gangguan.
Diagnosa keperawatan; Gangguan mobilitas fisik yang berhubungan
dengan intoleransi aktivitas, resiko tinggi sindrom dissue
Hasil yang diharapkan Intervensi keperawatan
Klien mampertahankan kekuatan dan  Observasi tanda dan gejala
ketahanan sistem muskuloskeletal dan penurunan mobilitas sendi, dan
fleksibilitas sendi-sendi kehilangan ketahanan
 Observasi status respirasi dan
fungsi jantung pasien
 Observasi lingkungan terhadap
bahaya-bahaya keamanan yang
potensialUbah lingkungan untuk
menurunkan bahaya-bahaya keamanan
 Ajarkan tentang tujuan dan
pentingnya latihan
 Ajarkan penggunaan alat-alat
bantu yang tepat

DOKUMENTASI YANG ESENSIAL


Dokumentasi untuk setiap sistem meliputi hal-hal berikut:
- Untuk muskuloskeletal ; kekuatan otot, ukuran, tonus, dan ketahanan;
mobilitas sendi, termasuk rentang gerak sendi dan pengkajian
fungsional mengenai kemampuan; penggunaan dan penyalahgunaan
alat bantu; masalah-masalah mobilitas; dan adanya nyeri
- Untuk Kardiovaskular; perubahan ortostatik dalam tekanan darah dan
denyut nadi
- Untuk respirasi; pengkajian paru
- Untuk Integumen; karakteristik kulit diatas tonjolan tulang
- Untuk urinaria; frekuensi dan jumlah berkemih
- Untuk gastrointestinal; karakter dan pola feses dan alat bantu yang
biasa digunakan untuk memfasilitasi eliminasi.

 Pencegahan tersier
Upaya-upaya rehabilitasi untuk memaksimalkan mobilitas bagi
lansia melibatkan upaya multidisiplin yang terdiri dari perawat, dokter,
ahli fisioterapi, dan terapi okupasi, seorang ahli gizi, aktivitas sosial, dan
keluarga serta teman-teman

E. Askep pada immobilitas dan intoleransi aktivitas pada lansia


1. Pengkajian        
a). Anamnesa
Data demografi

22
- Usia
- Jenis kelamin
- Pendidikan
- Status perkawinan
- Pekerjaan
- Pendapatan
- Jumlah anggota keluarga
2.    Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama : yang biasa muncul pada pasien dengan gangguan
aktivitas dan latihan adalah rasa nyeri, lemas, pusing, mengeluh
sakit kepala berat, badan terasa lelah, muntah tidak ada, mual ada,
bab belum lancar terdapat warna kehitaman dan merah segar hari
belum bab, urine keruh kemerahan, parese pada ekstermitas kanan
ataupun fraktur.
b. Riwayat penyakit sekarang :
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari
nyeri/fraktur, yang nantinya membantu dalam membuat rencana
tindakan terhadap klien.Ini bisa berupa kronologi terjadinya
nyeri/fraktur tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan
yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena. Selain itu,
dengan mengetahui mekanisme terjadinya nyeri bisa diketahui
nyeri yang lain.
c. Riwayat penyakit dahulu :
Ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang mengalami
hipertensi apakah sebelumnya pasien pernah mengalami penyakit
seperti saat ini.

d. Riwayat kesehatan keluarga :


Perlu dikaji penyakit riwayat keluarga yang berhubungan dengan
penyakit tulang atau tidak. Penyakit tulang merupakan salah satu
faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes, osteoporosis

23
yang sering terjadi pada beberapa keturunan, dan kanker tulang
yang cenderung diturunkan secara genetik

e. Pola Fungsi Kesehatan (GORDON)


1. Persepsi terhadap kesehatan Tingkat pengetahuan kesehatan /
penyakit meliputi sebelum sakit dan selam sakit
2. Perilaku untuk mengatasi masalah kesehatan meliputi sebelum
sakit dan selam sakit
3. Faktor-faktor resiko sehubungan dengan kesehatan
4. Pola Aktivitas Dan Latihan Menggunakan tabel aktifitas
meliputi makan, mandi berpakaian, eliminasi, mobilisaasi di
tempat tidur, berpindah, ambulansi, naik tangga, serta berikan
keterangan skala dari 0 – 4 yaitu :
a. 0: Mandiri
b. 1: Di bantu sebagian
c. 2 : Di bantu orang lain
d. 3: Di bantu orang dan peralatan
e. 4: Ketergantungan / tidak mampu
Aktifitas 0 1 2 3 4
Makan √
Mandi √
Berpakaian √
Eliminasi √
Mobilisasi ditempat tidur √
Berpindah √
Ambulansi √
Naik tangga √

1. Pola Istirahat Tidur


Ditanyakan : Jam berapa biasa mulai tidur dan bangun tidur
2. Sonambolisme
3.   Kualitas dan kuantitas jam tidur
- Pola Nutrisi -  Metabolic Ditanyakan :
 

a. Berapa kali makan sehari

24
b.  Makanan kesukaan
c. Berat badan sebelum dan sesudah sakit
d. Frekuensi dan kuantitas minum sehari
4. Pola Eliminasi
- Frekuensi dan kuantitas BAK dan BAB sehari
- Nyeri
- Kuantitas
5. Pola Kognitif Perceptual Adakah gangguan penglihatan,
pendengaran (Panca Indra)
6.   Pola Konsep Diri
- Gambaran diri
-  Identitas diri
-   Peran diri
-  Ideal diri
7. Harga diri
- Pola Koping
- Cara pemecahan dan penyelesaian masalah
8.   Pola Seksual – Reproduksi
Ditanyakan : adakah gangguan pada alat kelaminya.
9. Pola Peran Hubungan
1. Hubungan dengan anggota keluarga
2. Dukungan keluarga
3. Hubungan dengan tetangga dan masyarakat.
10. Pola Nilai Dan Kepercayaan
1. Persepsi keyakinan
2. Tindakan berdasarkan keyakinan

f.   Pemeriksaan Fisik
1. Kemunduran musculoskeletal
Indikator primer dari keparahan imobilitas pada system
musculoskeletal adalah penurunan tonus, kekuatan, ukuran,

25
dan ketahanan otot; rentang gerak sendi; dan kekuatan
skeletal.Pengkajian fungsi secara periodik dapat digunakan
untuk memantau perubahan dan keefektifan intervensi.
2. Kemunduran kardiovaskuler
Tanda dan gejala kardiovaskuler tidak memberikan bukti
langsung atau meyaknkan tentang perkembangan komplikasi
imobilitas.Hanya sedikit petunjuk diagnostik yang dapat
diandalkan pada pembentukan trombosis.Tanda-tanda
tromboflebitis meliputi eritema, edema, nyeri tekan dan tanda
homans positif.Intoleransi ortostatik dapat menunjukkan suatu
gerakan untuk berdiri tegak seperti gejala peningkatan denyut
jantung, penurunan tekanan darah, pucat, tremor tangan,
berkeringat, kesulitandalam mengikuti perintah dan sinkop.
3.  Kemunduran Respirasi
Indikasi kemunduran respirasi dibuktikan dari tanda dan
gejala atelektasis dan pneumonia.Tanda-tanda awal meliputi
peningkatan temperature dan denyut jantung.Perubahan-
perubahan dalam pergerakan dada, perkusi, bunyi napas, dan
gas arteri mengindikasikan adanaya perluasan dan beratnya
kondisi yang terjadi.
4. Perubahan-perubahan integument
Indikator cedera iskemia terhadap jaringan yang pertama
adalah reaksi inflamasi.Perubahan awal terlihat pada
permukaan kulit sebagai daerah eritema yang tidak teratur dan
didefinisikan sangat buruk di atas tonjolan tulang yang tidak
hilang dalam waktu 3 menit setelah tekanan dihilangkan.

5. Perubahan-perubahan fungsi urinaria


Bukti dari perubahan-perubahan fungsi urinaria termasuk
tanda-tanda fisik berupa berkemih sedikit dan sering, distensi
abdomen bagian bawah, dan batas kandung kemih yang dapat

26
diraba.Gejala-gejala kesulitan miksi termasuk pernyataan
ketidakmampuan untuk berkemih dan tekanan atau nyeri pada
abdomen bagian bawah.
6. Perubahan-perubahan Gastrointestinal
Sensasi subjektif dari konstipasi termasuk rasa tidak
nyaman pada abdomen bagian bawah, rasa penuh,
tekanan.Pengosonganh rectum yang tidak sempurna, anoreksia,
mual gelisah, depresi mental, iritabilitas, kelemahan, dan sakit
kepala.

g. Faktor-faktor lingkungan
Lingkungan tempat tinggal klien memberikan bukti untuk
intervensi.Di dalam rumah, kamar mandi tanpa pegangan, karpet
yang lepas, penerangan yang tidak adekuat, tangga yang tinggi,
lantai licin, dan tempat duduk toilet yang rendah dapat
menurunkan mobilitas klien.Hambatan-hambatan institusional
terhadap mobilitas termasuk jalan koridor yang terhalang, tempat
tidudan posisi yang tinggi, dan cairan pada lantai. Identifikasi dan
penghilangan hambatan-hambatan yang potensial dapat
meningkatakan mobilitas

h. Faktor Psikososial
 

1. Perubahan status psikososial klien biasa terjadi lambat dan


seringdiabaikan tenaga kesehatan.
2. Observasi perubahan tingkah laku
3. Menentukan penyebab perubahan tingkah laku / psikososial
untuk mengidentifikasi terapi keperawatan
4. Observasi pola tidur klien
5. Observasi perubahan mekanisme koping klien
6. Observasi dasar perilaku klien sehari-hari

3. Diagnosa Keperawatan                

27
Beberapa diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
pada lansia dengan gangguan pemenuhan kebutuhan aktivitas dan
latihan antara lain:
1. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan bed rest atau
imobilitas, mobilitas yang kurang, pembatasan pergerakan,
nyeri.
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan intoleransi
aktivitas, gangguan persepsi kognitif, imobilisasi, gangguan
neuromuskular, kelemahan/paralisis, pemasangan traksi.
3. Resiko cedera berhubungan dengan gangguan neuromuskular,
menurunnya kekuatan otot, dan koordinasi, kerusakan persepsi
kognitif, depresi, gangguan kognitif.
4.  Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan
ketidaktepatan posisi tubuh, bed rest atau imobilitas, mobilitas
yang kurang.
5.    Defisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan
neuromuskular, menurunnya kekuatan otot, dan koordinasi,
kerusakan persepsi kognitif, depresi, gangguan kognitif.

4. Intervensi Keperawatan               
a. Tujuan
Tujuannya adalah mengarahkan intervensi keperawatan
untuk mencegah atau meniadakan sekuelafisiologis dari
imobilitas, yang meliputi lima tujuan yaitu:
- Pertama, meliputi pemeliharaan kekuatan dan ketahanan
sistem muskuloskeletal, yang termasuk pengondisian
program latihan harian baik kontraksi otot isometrik dan
isotonik, aktivitas penguatan aerobik, nutrisi untuk
meningkatkan anabolisme protein dan pembentukan tulang,
dan sikap komitmen terhadap latihan.

28
-   Kedua, pemeliharaan fleksibilitas sendi yan terlibat dalam
latihan rentang gerak, posisi yang tepat, dan aktivitas
kehidupan sehari-hari.
- Ketiga, pemeliharaan ventilasi yang normal meliputi
hiperinflasi dan mobilisasi serta menghilangkan sekresi.
-   Keempat, pemeliharaan sirkulasi yang adekuat meliputi
tindakan-tindakan pendukung untuk mempertahankan tonus
vaskuler (termasuk mengubah posisi dalam hubungannya
dengan gravitasi), stoking kompresi untuk memberikan
tekanan eksternal pada tungkai, dan asupan cairan yang
adekuat untuk mencegah efek dehidrasi pada volume darah.
Pergerakan aktif memengaruhi toleransi ortostatis
-   Kelima, pemeliharaan fungsi urinaria dan usus yang
normal bergantung pada dukungan nutrisi dan struktur
lingkungan serta rutinitas-rutinitas untuk memfasilitasi
eliminasi.

b. Intervensi yang dapat dilakukan


1. Kontraksi otot isometrik
Kontraksi otot isometrik meningkatkan tegangan
otot tanpa mengubah panjang otot yang menggerakkan
sendi.Kontraksi-kontraksi ini digunakan untuk
mempertahankan kekuatan otot dan mobilitas dalam
keadaan berdiri (misalnya otot-otot kuadrisep, abdominal
dan gluteal) dan untuk memberikan tekanan pada tulang
bagi orang-orang dengan dan tanpa penyakit
kardiovaskuler. Kontraksi isometrik dilakukan dengan cara
bergantian mengencangkan dan merelaksasikan kelompok
otot.
2. Kontraksi otot isotonik
Kontraksi otot yang berlawanan atau isotnik
berguna untk mempertahankan kekuatan otot-otot dan

29
tulang.Kontraksi ini mengubah panjang otot tanpa
mengubah tegangan.Karena otot-otot memendek dan
memanjang, kerja dapat dicapai. Kontraksi isotonik dapat
dicapai pada saat berada di tempat tidur, dengan tungkai
menggantung di sisi tempat tidur, atau pada saat duduk di
kursi dengan cara mendorong atau menarik suatu objek
yang tidak dapat bergerak. Ketika tangan atau kaki dilatih
baik otot-otot fleksor dan ekstensor harus dilibatkan.
3. Latihan Kekuatan
Aktivitas penguatan adalah latihan pertahanan yang
progresif.Kekuatan otot harus menghasilkan peningkatan
setelah beberapa waktu.Latihan angkat berat dengan
meningkatkan pengulangan dan berat adalah aktivitas
pengondisian kekuatan. Latihan ini meningkatkan kekuatan
dan massa otot serta mencegah kehilangan densitas tulang
dan kandungan mineral total dalam tubuh.
4. Latihan Aerobik
Latihan aerobik adalah aktivitas yang menghasilkan
peningkatan denyut jantung 60 sampai 90% dari denyut
jantung maksimal dihitung dengan (220-usia seseorang) x
0,7. Aktivitas aerobik yang dipilih harus menggunakan
kelompok otot besar dan harus kontinu, berirama, dan
dapat dinikmati.Contohnya termasuk berjalan, berenang,
bersepeda, dan berdansa.
5. Sikap
Variabel utama yang dapat mengganggu
keberhasilan intervensi pada individu yang mengalami
imobilisasi adalah sikap perawat dan klien tentang
pentingnya latihan dan aktivitas dalam rutinitas sehari-
hari.Sikap perawat tidak hanya memengaruhi komitmen
untuk memasukkan latihan sebagai komponen rutin sehari-
hariyang berkelanjutan, tetapi juga integrasi aktif dari

30
latihan sebagai intervensi bagi lansia di berbagai
lingkungan; komunitas, rumah sakit, dan fasilitas jangka
panjang.Demikian pula halnya sikap klien dapat
mempengaruhi kualitas dan kuantitas latihan.
6. Latihan Rentang Gerak
Latihan rentang gerak aktif dan pasif memberikan
keuntungan-keuntungan yang berbeda.Latihan aktif
membantu mempertahankan fleksibilitas sendi dan
kekuatan otot serta meningkatkan penampilan
kognitif.Sebaliknya, gerakan pasif, yaitu menggerakkan
sendi seseorang melalui rentang geraknya oleh orang lain,
hanya membantu mempertahankan fleksibilitas.
7. Mengatur Posisi
Mengatur posisi juga digunakan untuk
meningkatkan tekanan darah balk vena. Jika seseorang
diposisikan dengan tungkai tergantung, pengumpulan dan
penurunan tekanan darah balik vena akan terjadi. Posisi
duduk di kursi secara normal dengan tungkai tergantung
secara potensial berbahaya untuk seseorang yang beresiko
mengalami pengembangan trombosis vena.Mengatur posisi
tungkai dengan ketergantungan minimal (misalnya
meninggikan tungkai diatas dudukan kaki) mencegah
pengumpulan darah pada ekstremitas bawah.

31
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Aktivitas adalah suatu energy atau keadaan bergerak
dimana manusia memerlukan untuk dapat memenuhi kebutuhan
hidup.Salah satu tanda kesehatan adalah adanya kemampuan
seseorang melakukan aktivitas seperti berdiri, berjalan dan
bekerja.Kemampuan aktivitas seseorang tidak terlepas dari
keadekuatan system persarafan dan muskuloskeletel.
Intoreransi aktivitas adalah penurunan kapasitas fisiologis
seseorang untuk mempertahankan aktivitas sampai tingkat yang
diinginkan atau yang diperlukan.Sedangkan gangguan mobilisasi
sendiri adalah suatu keadaan keterbatasan kemampuan pergerakan
fisik secara mandiri yang dialami oleh seseorang.
Penyebab imobilitas bermacam-macam.Pada kenyataannya,
terdapat banyak penyebab imobilitas yang unik pada orang-orang
yang di imobilisasi.Semua kondisi penyakit dan rehabilitasi
melibatkan beberapa derajat imobilitas.
Lansia sangat rentan terhadap konsekuensi fisiologis dan
psikologis dari imobilitas. Perubahan yang berhubungan dengan
usia disertai dengan penyakit kronis menjadi predisposisi bagi
lansia untuk mengalami komplikasi-komplikasi ini. Secara
fisiologis, tubuh bereaksi terjhadap imobilitas dengan perubahan-
perubahan yang hamper sama dengan proses penuaan, oleh karena
itu memperberat efek ini.

32
B. Saran
1. Bagi Mahasiswa
Diharapkan mampu memahami tentang bagaimana asuhan
keperawatan pada lansia dengan gangguan aktivitas sehingga
dapat meningkatkan kesehatan lansia yang ada di masyarakat.
2. Bagi Institusi
Diharapkan dapat memberikan penjelasan yang lebih luas
tentang asuhan keperawatan pada lansia dengan gangguan
aktivitas dan dapat lebih banyak menyediakan referensi-
referensi buku tentang keperawatan gerontik.
3.  Bagi Masyarakat
Diharapkan lebih mengerti dan memahami tentang asuhan
keperawatan pada lansia dengan gangguan aktivitas untuk
meningkatkan mutu kesehatan lansia yang ada di masyarakat.

33
DAFTAR PUSTAKA

https://septiapujiastuti.blogspot.com/2014/12/keperawatan-gerontik-
imobilitas-dan.html

Stanley, Mickey. Beare, Patricia. Buku Ajar Keperawaan Geronti

34

Anda mungkin juga menyukai