Disusun oleh :
Elvira Rahma Karmeilia (18711107)
Fadila Natasya Tahir (18711138)
Kelompok Tutorial 5
Tutor : dr. Anisa Rachmawati
Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Indonesia
2018/2019
PENDAHULUAN
Artikel ini bertujuan untuk membahas mengenai efek penuaan pada sistem
reproduksi pria. Sistematika pembahasan akan dimulai dengan memaparkan ulasan
ulasan singkat mengenai sistem reproduksi pria dan funginya, ulasan singkat
mengenai penuaan pada sistem reproduksi pria, dan terakhir membahas mengenai
kaitan antara keduanya.
ISI
1. Proses Penuaan
Wear and tear theory menjelaskan bahwa proses penuaan adalah akumulasi
kerusakan akibat pembersihan tidak sempurna dari bahan yang rusak secara oksidatif
didalam tubuh manusia. Akumulasi tersebut akhirnya menghambat fungsi katabolik
dan anabolik seluler. Misalnya akumulasi lipofuscin pada lisosom (De & Ghosh,
2017).
Penuaan pada organ reproduksi pria tidak lepas dari pengaruh penurunan
kadar hormon yang salah satunya adalah penurunan kadar growth hormone (GH)
sebagai akibat penurunan fungsi aksis hipothalamus-hypofisis-testis yang
menyebabkan yaitu penurunan jumlah sel spermatogenesis, sel leydig dan sel sertoli.
Penurunan kadar GH pada lansia memberikan efek pada aksis hipotalamus-hipofisis,
sehingga testis mengalami perubahan histologi dan munculnya gangguan lain terkait
reproduksi yaitu penurunan jumlah sel spermatogenesis, sel leydig dan sel sertoli
(Bartke, 2018)
Perubahan morfologi testis adalah salah satu efek penuaan pada sistem
reproduksi pria. Volume testis cenderung meningkat antara 11 sampai 30 tahun, tetap
konstan pada usia 30 sampai 60 tahun, dan menurun secara bertahap setiap tahun
setelah usia 60 tahun. Metabolisme testis meningkat antara 11 sampai 40 tahun, dan
secara bertahap menurun antara usia 40 sampai 90 tahun. Selama proses penuaan,
ketebalan tunika propria basal membran tubuli seminiferus meningkat sedangkan
epitel seminiferus berkurang yang mengakibatkan tubulus menyempit. Penurunan
tubulus seminiferus ditandai dengan penurunan jumlah sel sertoli dan sel germinal.
Sel-sel germinal yang abnormal difagositasi oleh sel sertoli yang menyebabkan
vakuolisasi di sitoplasma sel sertoli. Perubahan ini memicu fibrosis testis.
Perkembangan fibrosis testis seiring dengan bertambahnya usia menyebabkan
gangguan suplai darah yang dapat memicu atrofi testis (Gunes et al., 2019)
Pembesaran prostat terjadi pada sebagian besar pria berusia di atas 60 tahun.
Keadaan ini disebut benign prostatic hyperplasia (BPH). BPH mengurangi ukuran
uretra pars prostatika dan ditandai oleh sering berkemih, nukturia (mengompol), urine
tersendat, berkurangnya kekuatan semburan urine dan perasaan tidak lampias
(Tortora & Derrickson, 2011).
BPH adalah suatu kondisi yang sangat lazim pada pria dewasa dan penuaan,
yang mempengaruhi 42% pria pada dekade kelima hingga hampir 90% pada pria
yang lebih tua dari 80 tahun (Corona et al., 2014).
Bartke, Andrzej. 2018. “Growth Hormone and Aging: Updated Review.” The World
Journal of Men’s Health 37(1):19.
Corona, Giovanni, Linda Vignozzi, Giulia Rastrelli, Francesco Lotti, Sarah Cipriani,
and Mario Maggi. 2014. “Benign Prostatic Hyperplasia: A New Metabolic
Disease of the Aging Male and Its Correlation with Sexual Dysfunctions.”
International Journal of Endocrinology 2014:1–14.
De, Abhijit and Chandan Ghosh. 2017. “Basics of Aging Theories and Disease
Related Aging-an Overview.” Abhijit De, Chandan Ghosh 5(2):16–23.
Gunes, Sezgin, Gulgez Neslihan, Taskurt Hekim, Mehmet Alper Arslan, and
Ramazan Asci. 2019. “Effects of Aging on the Male Reproductive System The
Effect of Aging on Sexual Organs.” 33(4):441–54.