Disusun oleh :
TUTORIAL 14
Tutor :
FAKULTAS KEDOKTERAN
2021
BAB I
OVERVIEW PENYAKIT
Demam reumatik ditemukan lebih dari 40 juta kasus di seluruh dunia dan
mengenai semua kalangan usia. Prevalensi PJR di Indonesia sebesar 0,3-0,8% dengan
rentang usia 5-15 tahun. Penyakit jantung reumatik (PJR) memiliki mortalitas yang
tinggi sebesar 1-10%. Insidensi demam reumatik ini juga meningkat pada kondisi
sosioekonomi rendah dan padat penduduk, selain itu insidensi adanya karditis dan
kelainan katup jantung meningkat dengan kurangnya perilaku pencegahan sekunder
demam reumatik dan penyakit jantung reumatik. (Setiati et al., 2014; Julius, 2016)
IDENTITAS
Nama R
Umur 18 tahun
Jenis Kelamin Laki-laki
Agama -
Suku bangsa -
Pendidikan -
Pekerjaan Pelajar
Status Perkawinan Belum menikah
Pasien datang sendiri/rujukan Rujukan
Waktu kunjungan awal -
Alamat Yogyakarta
RIWAYAT PENYAKIT
Keluhan utama Sesak nafas yang hilang timbul
Riwayat penyakit sekarang Sesak nafas yang hilang timbul
sejak 2 bulan yang lalu
Satu minggu SMRS pasien
merasakan sesak nafas bertambah
hebat, dan membuatnya sering
terbangun pada malam hari, pasien
lebih nyaman jika menggunakan 2
bantal
Sesak dipengaruhi oleh aktivitas,
pasien mengalami sesak saat
berjalan ±20 meter
Sesak nafas timbul walaupun
sedang beristirahat
Pasien mengeluh jantung berdebar-
debar, tidak ada keluhan nyeri
dada
Demam dan muntah tidak ada,
mual ada
Ekstremitas bawah membengkak
BAK sedikit-sedikit, BAB tidak
ada keluhan
Riwayat penyakit dahulu Pasien sering nyeri tenggorokan sewaktu
kecil, namun terkadang diobati terkadang
tidak
Riwayat penyakit keluarga Tidak ada anggota keluarga yang
menderita penyakit serupa
PEMERIKSAAN FISIK
Tanda Vital nadi 100 x/menit, pernafasan 30 x/menit,
suhu 36,8 ºC
Keadaan Umum Kesadaran composmentis , tampak
kesakitan tingkat sedang
Status gizi BB/U, TB/U dan BB/TB berada dalam
batas normal
Pemeriksaan generalis & lokalis Kepala normocephal
Leher ditemukan peningkatan JVP
5+4 cmH20
Paru : tidak ditemukan kelainan
Jantung
-Inspeksi : terlihat iktus kordis
-Palpasi : teraba iktus kordis di
ICS V garis midclavicula sinistra
-Perkusi : redup
-Auskultasi : terdengar BJ I-II
irreguler, gallop (+)
Abdomen
-Inspeksi : terlihat datar
-Auskultasi : bising usus (+)
-Perkusi : -
-Palpasi : teraba hepar 1/3- 1/2
konsistensi lunak, spleen tidak
teraba, nyeri tekan (+), turgor baik
Ekstremitas
Edema pada ekstremitas inferior
Pemeriksaan neurologis Refleks fisiologi (+)
Refleks patologis (-)
Tanda rangsang meningeal (-)
PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan darah lengkap
Hb 9,0 g/dl, Ht 28,6%, eritrosit 3,6
jt/µl, LED 80 mm/jam, leukosit
8700/ul, neutrofil segmen 64 ,
limfosit 32 %, monosit 4%,
trombosit 536000/ul.
Pemeriksaan imunologi dan
serologi
ASTO positif, CRP kuantitatif
>24 mg/l.
Pemeriksaan rontgen toraks AP
kardiomegali dengan CTR >50%.
Pemeriksaan EKG
Pemanjangan interval PR pada
EKG.
Echocardografi
Kesan: MR (regurgitasi mitral)
severe e.c RHD, TR (regurgitasi
trikuspidal) severe, PH moderate
DIAGNOSIS KERJA :
PENATALAKSANAAN :
MASALAH NON FARMAKOLOGI EDUKASI
FARMAKOLOGI
Sesak nafas -Posisi duduk - -Tirah baring 2-4
-Oksigenasi bulan/selama
3L/menit hingga masih terdapat
saturasi oksigen gejala gagal
>95% jantung kongestif
-Hindari
bepergian ke
tempat yang
tinggi, sangat
panas, atau
lembab.
Edema perifer - -IVFD RL x -Batasi intake
dan BAK sedikit- tetes/menit cairan menjadi
sedikit -Diuretik loop : 1,5-2L/hari
furosemid bolus 2-4 -Batasi asupan
ampul, dapat NaCl <2g/hari
dilanjutkan dengan -Hentikan
drip 5-20 mg/jam merokok dan
(pantau luaran urin hindari
dan elektrolit serta penggunaan
fungsi ginjal), alkohol
D. Analisis Diagnosis
Pasien datang ke RS Daerah dengan keluhan sesak napas yang hilang
timbul sejak 2 bulan ini. Kemudian satu minggu sebelum masuk rumah sakit
pasien mengeluhkan sesak napas bertambah berat sampai mengganggu saat
tidur malam.
Dalam menegakkan diagnosis diperlukan beberapa informasi yang
diperoleh dari anamsesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
Setelah melakukan pencarian dibeberapa referensi menurut kami pasien R
berjenis kelamin laki laki berusia 18 tahun mengalami gagal jantung garde 4
e.c Penyakit Jantung Reumatik (PJR). Hal ini dapat ditegakkan melalui hasil
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang mendukung.
PJR merupakan kelainan jantung yang terjadi akibat DR, atau kelainan
karditis reumatik. Terdapat beberapa gejala gagal jantung dan PJK
diantaranya adalah sesak napas, orthopneu, palpitasi, dan edema ekstremitas.
Selain itu adanya faktor risiko tertentu juga memicu terjadinya PJR. Faktor
risiko tersebut adalah adanya riwayat infeksi Streptokokus sebelumnya.
Infeksi Streptokokus paling sering menyebabkan radang tenggorokan. Hal
tersebut sesuai dengan hasil anamnesis dimana pasien mengeluhkan sesak
napas hilang timbul sejak 2 bulan yang lalu. Pasien juga mengeluhkan sesak
napasnya memberat seminggu terakhir hingga menyebabkan dirinya
terbangun pada malam hari karena sesak napas. Pasien juga merasa
jantungnya berdebar debar. Pada riwayat penyakit dahulu pasien mengatakan
bahwa dirinya sering mengalami nyeri tenggorokan. Berdasarkan keluhan
yang dialami pasien, sesak yang dialami mengarah kepada gagal jantung,
karena sesak timbul walaupun pasien beristirahat dan terdapat bengkak pada
kedua kaki (Setiati et al., 2014).
Pada pemeriksaan fisik yang telah dilakukan ditemukan beberapa data
yang menunjukkan tanda gagal jantung dan PJR, diantaranya adalah nadi 100
x/menit, pernafasan 30 x/menit, dan ditemukan peningkatan JVP 5+4 cmH20
menandakan adanya hipertensi pulmonal yang merupakan salah satu tanda
gagal jantung kanan. Pada pemeriksaan jantung auskultasi terdengar bunyi
jantung I-II irreguler, gallop (+). Pada pemeriksaan neurologis terdapat edema
pada ekstremitas inferior. Selanjutnya pada pemeriksaan penunjang
didapatkan ASTO (+) yang menandakan pasien terinfeksi bakteri
streptokokus beta hemolitikus yang merupakan faktor risiko PJR. Pada
pemeriksaan ditemukan kardiomegali dan pada pemeriksaan EKG terdapat
pemanjangan interval PR (Julius, W. D., 2016)..
Pada pemeriksaan penunjang didapatkan kadar Hb 9,0 mg/dl
menandakan anemia dan trombosit 536.000 mg/dl menandakan adanya
trombositosis. Anemia dapat menjadi salah satu komlikasi dari gagal jantung.
Meknaisme terjadinya melalui disfngsi sumsum tulang karena penurunan
curah jantung. Berdasarkan hasil pemeriksaan diagnosis mengarah kepada
penyakit gagal jantung akibat PJR. Penegakan diagnosis PJR dapat dilakukan
menggunkaan kriteria Jones (Julius, W. D., 2016).
E. Analisis Terapi
Penatalaksanaan pada kasus ini meliputi tatalaksana farmakologis dan
non farmakologis. Untuk tatalaksana non farmakologis merupakan tatalaksana
awal dimana pasien dipoisikan dalam kondisi duduk dan diberikan oksigenasi
3L/menit dengan tujuan menghindari hipoksia dan mencukupi saturasi
oksigen >95% Selain itu, pasien disarankan untuk tirah baring 2-4 bulan atau
selama masih terdapat gejala gagal jantung kongestif. Untuk tatalaksana
farmakologis, pasien diberikan Intravenous Fluid Drops Ringer Lactat (IVFD
RL) dengan dosis yang disesuaikan dengan berat badan pasien, namun pada
kasus ini berat badan pasien tidak dicantumkan, tatalaksana dilanjutkan
dengan pemberian furosemid bolus 2-4 ampul, dapat dilanjutkan dengan drip
5-20 mg/jam. Diuretik merupakan obat utama untuk mengatasi gagal jantung
yang disertai dengan adanya kongesti paru atau edema perifer , Pemberian
diuretik ini beresiko menimbulkan efek samping hipokalemia sehingga kadar
kalium dalam darah perlu diawasi.(Setiati et al., 2014; Julius, 2016;
Purwowiyoto, 2018)
Pemberian ACE inhibitor juga diberikan pada kasus ini sebagai terapi
lini pertama untuk pasien dengan fungsi sistolik ventrikel kiri yang menurun,
dan dikombinasi dengan diuretik apabila terdapat retensi cairan. ACE
inhibitor bekerja dengan cara menghambat konversi angiotensin I menjadi
angiotensin II sehingga tidak terjadi efek dari pengaktifan reseptor angiotensin
1 (AT1) berupa vasokonstrisi, pelepasan aldosterone, stimulasi simpatis, dan
hipertrofi miokard serta reseptor angiotensin 2 (AT1) berupa apoptosis sel
miokard. Karena tidak terjadi efek tersebut, jantung terlindungi dari progresi
remodeling jantung. Untuk penggunaannya, apabila pasien sedang diberi
diuretik, turunkan dosis diuretik terlebih dahulu lalu ACE inhibitor berupa
kaptopril mulai diberikan dengan dosis rendah 6,25 mg 3 x sehari, dan dititrasi
hingga mencapai dosis pemeliharaan yaitu 25 mg 3 x sehari. (Tanu, 2013)
Pemberian β-bloker dilakukan karena adanya keluhan jantung
berdebar-debar, dengan pemberian β-bloker akan mengurangi sel-sel
automatik jantung sehingga mengurangi kondisi aritmia dan menurunkan
resiko kematian mendadak. β-bloker yang digunakan pada kasus ini adalah
bisoprolol yang diberikan dengan dosis rendah pada awalnya yaitu 1,25 mg 1
x sehari dan ditingkatkan 2 kali lipat setiap 1-2 minggu sehingga mencapai
dosis target yaitu 10 mg 1 x sehari.(Tanu, 2013)
Untuk reaksi inflamasi akibat infeksi ASTO khusunya dijantung,
diberikan anti inflamasi kortikosteroid dan profilaksis primer. Anti inflamasi
berupa pemberian prednisone oral , 5-60 mg/hari dan durasi pengobatan
disesuaikan dengan respon terapi. Adapun untuk profilaksis primer pada kasus
ini dapat diberikan antibiotik golongan β lactam penoxymethyl penislin
(penicillin v) 500 mg 2 x 1 selama 10 hari. β-lactam akan terikat pada enzim
transpeptidase pada molekul peptidoglikan bakteri, sehingga menginhibisi
sintesis dinding sel bakteri. Selanjutnya, untuk mencegah serangan ulang dari
demam reumatik perlu dilakukan pencegahan sekuder dengan pemberian
pemberian benzathin benzylpenisilin IM setiap 3-4 minggu 1.200.000 unit
untuk pasien dengan berat badan ≥30 kg; 600.000 unit untuk pasien dengan
berat badan < 30 kg sampai pasien berusia 25 tahun (Setiati et al., 2014).
F. Analisis Prognosis
- Ad vitam : dubia at bonam
- Ad sanationam : dubia at bonam
- Ad fungsionam : dubia at bonam
A. Kesimpulan
Pada kasus yang diberinkan pasien R mengalami gagal jantung kronik
grade IV e.c penyakit jantung reumatik. Pasien R mengalami gagal jantung
ditandai e.c PJK dibuktikan dengan gejala sesak sejak 2 bulan yang lalu, dan
memberat satu minggu terakhir hingga menyebabkan terbangun saat malam
hari, sesak napas yang dirasakan muncul walaupun sedang istirahat. Pasien R
juga mengalami edema pada kedua tungkai. Selain itu terdapat factor risiko
yang mendukung yaitu pasien sering nyeri tenggorokan saat kecil. Pada
pemeriksaan fisik dan oenunjang didapatkan hasil S3 gallop (+) yang
merupakan suara abnormal pada gagal jantung dan ASTO (+) yaitu Titer
antistreptolisin O (ASTO) merupakan pemeriksaandiagnostic standar untuk
demam rematik, sebagai salah satu bukti yang mendukung adanya infeksi
Streptokokus. Penegakan diagnosis semakin kuat didukung dengan
dilakukannya pemeriksaan EKG yang menunjukkan adanya pemanjangan
interval PR, pada pemeriksaan rontgen toraks menunjukkan gambaran
kardiomegali, dan hasi ekokardiografi menunjukkan kesan regurgitasi mitral,
regusgitasi tricuspid, dan penyakit jantung reumatik.
B. Saran
Saat anamnesis lebih baik bila digali adanya faktor risiko lain yang
dapat menyebabkan gagal jantung maupun PJR. Selain itu, alangkah lebih
baik pula untuk memeriksa tekanan darah pasien dikarenakan hal tersebut
merupakan suatu hal yang vital dalam menentukan alur tatalaksana yang tepat
pada pasien, terutama pada pasien dengan penyakit jantung.
DAFTAR PUSTAKA
Kumar, V., Abbas, A. K. and Aster, J. C. (2013) Robbins Basic Pathology Ninth
Edition. Philadelphia: Elsevier Inc.
Pardede, S. O. (2016) ‘Struktur Sel Streptokokus dan Patogenesis Glomerulonefritis
Akut Pascastreptokokus’, Sari Pediatri, 11(1), p. 56. doi: 10.14238/sp11.1.2009.56-
65.
Setiati, S. et al. (2014) Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi Keenam Jilid 1. Jakarta:
InternaPublishing.
Tanu, I. (2013) Farmakologi dan Terapi Edisi 5. jakarta: Balai Penerbit FKUI.