Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENUGASAN

CASE REPORT BLOK 3.5 MASALAH PADA DEWASA II

GAGAL JANTUNG KRONIK GRADE 4 E.C PENYAKIT JANTUNG


REUMATIK

Disusun oleh :

TUTORIAL 14

Elvira Rahma Karmeilia (18711107)

Intan Kusumaningtyas (18711162)

Tutor :

dr. Gita Diah Prasasti, Sp. N.

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

2021
BAB I

OVERVIEW PENYAKIT

Demam reumatik merupakan penyakit radang multi sistem yang di mediasi


oleh sistem imun pasca infeksi streptokokus hemolitikus grup A, sering diawali
dengan kasus faringitis atauapun infeksi organ lain seperti kulit. Penyakit jantung
reumatik merupakan salah satu manifestasi dari penyakit demam reumatik. Jantung
merupakan organ dengan kerusakan terberat pada demam reumatik, demam reumatik
dapat menyebabkan katup-katup jantung menjadi fibrosis dan berpotensi
menimbulkan gangguan hemodinamik dengan penyakit jantung yang kronis dan
berat. (Kumar, Abbas and Aster, 2013)

Demam reumatik ditemukan lebih dari 40 juta kasus di seluruh dunia dan
mengenai semua kalangan usia. Prevalensi PJR di Indonesia sebesar 0,3-0,8% dengan
rentang usia 5-15 tahun. Penyakit jantung reumatik (PJR) memiliki mortalitas yang
tinggi sebesar 1-10%. Insidensi demam reumatik ini juga meningkat pada kondisi
sosioekonomi rendah dan padat penduduk, selain itu insidensi adanya karditis dan
kelainan katup jantung meningkat dengan kurangnya perilaku pencegahan sekunder
demam reumatik dan penyakit jantung reumatik. (Setiati et al., 2014; Julius, 2016)

Infeksi dari streptokokus hemolitikus grup A atau Streptokokus piogenes


memicu proses sensitisasi yang terjadi 2-3 minggu dan menyebabkan teraktivasinya
antibodi terhadap antigen streptokokus yang mirip dengan antigen pejamu, akibatnya
antibodi terhadap streptokokus dapat berikatan dengan miokardium dan katup jantung
sehingga menyebabkan adanya reaksi peradangan di seluruh bagian jantung dan dapat
mengakibatkan gagal jantung kongestif (Kumar, Abbas and Aster, 2013). Gagal
jantung kongestif sendiri merupakan kondisi dimana jantung bagian kanan dan kiri
tidak dapat memompa darah yang mencukupi untuk kebutuhan tubuh (Setiati et al.,
2014).
BAB II
BERKAS KESEHATAN PASIEN

IDENTITAS
Nama R
Umur 18 tahun
Jenis Kelamin Laki-laki
Agama -
Suku bangsa -
Pendidikan -
Pekerjaan Pelajar
Status Perkawinan Belum menikah
Pasien datang sendiri/rujukan Rujukan
Waktu kunjungan awal -
Alamat Yogyakarta
RIWAYAT PENYAKIT
Keluhan utama Sesak nafas yang hilang timbul
Riwayat penyakit sekarang  Sesak nafas yang hilang timbul
sejak 2 bulan yang lalu
 Satu minggu SMRS pasien
merasakan sesak nafas bertambah
hebat, dan membuatnya sering
terbangun pada malam hari, pasien
lebih nyaman jika menggunakan 2
bantal
 Sesak dipengaruhi oleh aktivitas,
pasien mengalami sesak saat
berjalan ±20 meter
 Sesak nafas timbul walaupun
sedang beristirahat
 Pasien mengeluh jantung berdebar-
debar, tidak ada keluhan nyeri
dada
 Demam dan muntah tidak ada,
mual ada
 Ekstremitas bawah membengkak
 BAK sedikit-sedikit, BAB tidak
ada keluhan
Riwayat penyakit dahulu Pasien sering nyeri tenggorokan sewaktu
kecil, namun terkadang diobati terkadang
tidak
Riwayat penyakit keluarga Tidak ada anggota keluarga yang
menderita penyakit serupa
PEMERIKSAAN FISIK
Tanda Vital nadi 100 x/menit, pernafasan 30 x/menit,
suhu 36,8 ºC
Keadaan Umum Kesadaran composmentis , tampak
kesakitan tingkat sedang
Status gizi BB/U, TB/U dan BB/TB berada dalam
batas normal
Pemeriksaan generalis & lokalis  Kepala normocephal
 Leher ditemukan peningkatan JVP
5+4 cmH20
 Paru : tidak ditemukan kelainan
 Jantung
-Inspeksi : terlihat iktus kordis
-Palpasi : teraba iktus kordis di
ICS V garis midclavicula sinistra
-Perkusi : redup
-Auskultasi : terdengar BJ I-II
irreguler, gallop (+)
 Abdomen
-Inspeksi : terlihat datar
-Auskultasi : bising usus (+)
-Perkusi : -
-Palpasi : teraba hepar 1/3- 1/2
konsistensi lunak, spleen tidak
teraba, nyeri tekan (+), turgor baik
 Ekstremitas
Edema pada ekstremitas inferior
Pemeriksaan neurologis  Refleks fisiologi (+)
 Refleks patologis (-)
 Tanda rangsang meningeal (-)
PEMERIKSAAN PENUNJANG  Pemeriksaan darah lengkap
Hb 9,0 g/dl, Ht 28,6%, eritrosit 3,6
jt/µl, LED 80 mm/jam, leukosit
8700/ul, neutrofil segmen 64 ,
limfosit 32 %, monosit 4%,
trombosit 536000/ul.
 Pemeriksaan imunologi dan
serologi
ASTO positif, CRP kuantitatif
>24 mg/l.
 Pemeriksaan rontgen toraks AP
kardiomegali dengan CTR >50%.
 Pemeriksaan EKG
Pemanjangan interval PR pada
EKG.
 Echocardografi
Kesan: MR (regurgitasi mitral)
severe e.c RHD, TR (regurgitasi
trikuspidal) severe, PH moderate

DAFTAR MASALAH PASIEN

MASALAH SAAT TIMBUL RENCANA TINDAKAN


Sesak nafas Muncul sejak 2 bulan -Posisi duduk
yang lalu, satu minggu -Oksigenasi 3L/menit
SMRS memburuk, sesak
menjadi terasa ketika
malam hari dan memberat
ketika beraktivitas
Edema perifer dan BAK Tidak dijelaskan, namun -IVFD RL X tetes/menit
sedikit-sedikit saat datang pasien dalam -Loop diuretik :
keadaan edema perifer dan furosemide
mengeluh BAK sedikit-
sedikit
Kardiomegali Didapatkan pada hasil -ACE inhibitor
rontgen thoraks
Jantung berdebar-debar Didapatkan dari hasil -β-bloker
anamnesis dan diperkuat
dengan ada bunyi ireguler
saat auskultasi jantung
Karditis akibat infeksi Didapatkan pada hasil -Kortikosteroid
ASTO pemeriksaan imunologi -Antibiotik golongan β
dan serologi laktam

DIAGNOSIS KERJA :

Gagal jantung kronik grade IV e.c penyakit jantung reumatik

PENATALAKSANAAN :
MASALAH NON FARMAKOLOGI EDUKASI
FARMAKOLOGI
Sesak nafas -Posisi duduk - -Tirah baring 2-4
-Oksigenasi bulan/selama
3L/menit hingga masih terdapat
saturasi oksigen gejala gagal
>95% jantung kongestif
-Hindari
bepergian ke
tempat yang
tinggi, sangat
panas, atau
lembab.
Edema perifer - -IVFD RL x -Batasi intake
dan BAK sedikit- tetes/menit cairan menjadi
sedikit -Diuretik loop : 1,5-2L/hari
furosemid bolus 2-4 -Batasi asupan
ampul, dapat NaCl <2g/hari
dilanjutkan dengan -Hentikan
drip 5-20 mg/jam merokok dan
(pantau luaran urin hindari
dan elektrolit serta penggunaan
fungsi ginjal), alkohol

Kardiomegali - -ACE inhibitor : -Jaga tekanan


Kaptopril 6,25 mg 3 darah dan berat
x sehari untuk dosis badan dalam
awal dan titrasi rentang yang
sampai dosis target normal
yaitu 25 mg 3 x -Hindari aktivitas
sehari yang terlalu berat
Jantung berdebar- - -β-bloker : -Konsultasi
debar Bisoprolol 1,25 mg 1 terlebih dahulu
x sehari untuk dosis bila ingin
awal, titrasi 2 kali mengonsumsi
lipat setiap 1-2 obat-obatan
minggu sampai dosis tertentu, karena
target yaitu 10 mg 1 terdepat beberapa
x sehari obat yang dapat
menginduksi
aritmia
Karditis akibat - -Prednison 5-60 - Patuhi
infeksi ASTO mg/hari penggunaan
-Antibiotik golongan antibiotik secara
β lactam teratur
penoxymethyl -Memberikan
penislin (penicillin edukasi yang baik
v) 500 mg 2 x 1 terhadap pasien
selama 10 hari dan orang tua nya

RENCANA TINDAK LANJUT/FOLLOW UP

Pencegahan sekunder demam reumatik untuk mencegah kekambuhan, yaitu


pemberian benzathin benzylpenisilin IM setiap 3-4 minggu 1.200.000 unit untuk
pasien dengan berat badan ≥30 kg; 600.000 unit untuk pasien dengan berat badan <
30 kg sampai pasien berusia 25 tahun.
BAB III
PEMBAHASAN

A. Analisis Data Identitas


Saat dilakukan anamnesis kepada pasien didapatkan pasien dengan
nama inisial R dan berjenis kelamin laki laki. Pasien R berusia 18 tahun dan
merupakan seorang pelajar. Status pernikahan pasien saat ini adalah belum
menikah. Diketahui saat ini pasien bertempat tinggal di Yogyakarta.

B. Analisis RPS, RPD, RPK


Keluhan utama yang mendasari pasien untuk datang ke RS daerah dan
dirawat selama 3 hari adalah adanya keluhan sesak napas yang hilang timbul.
Keluhan tersebut telah terjadi selama 2 bulan. Satu minggu sebelum masuk
rumah sakit pasien merasakan keluhan sesak napas yang bertambah berat,
sehingga menyebabkan pasien sering terbangun pada malam hari karena sesak
napas. Pasien lebih nyaman ketika tidur menggunakan 2 bantal dan keluhan
sesak napasnya tetap timbul walaupun pasien sedang istrirahat. Keluhan sesak
napas yang dirasakan pasien dipengaruhi oleh aktivitas dan tidak dipengaruhi
cuaca maupun emosi. Pasien mengalami sesak napas saat berjalan kurang
lebih 20 meter, dan membaik saat beristirahat. Keluhan lain yang dirasakan
pasien adalah mual, jantung berdebar debar, kaki bertambah bengkak, BAK
sedikit sedikit. Ketika dirawat selama 3 hari pasien diberi obat tablet berwarna
putih tetapi tidak ada perubahan yang dirasakan, akhirnya pasien dirujuk ke
RS provinsi.
Saat dilakukan anamnesis terkait penyakit apa saja yang pernah pasien
alami atau derita, pasien menjelaskan bahwa pasien sering nyeri tenggorokan
waktu kecil. Kadang hanyak dibiarkan sembuh sendiri, tetapi kadang perlu ke
dokter untuk diberi obat. Sedangkan untuk riwayat penyakit keluarga, pasien
mengatakan tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit serupa.

C. Analisis Pemeriksaan Fisik dan Penunjang


Pada pemeriksaan fisik yang telah dilakukan, diperoleh keadaan umum
pasien tampak sedang sakit dan kesadaran compos mentis. Pemeriksaan tanda
tanda vital didapatkan hasil nadi 100 x/menit masuk kedalam kategori normal,
suhu 36,8℃ normal. Bentuk kepala normocephal dan pada leher ditemukan
peningkatan JVP 5 + 4 cmH2O menandakan adaya hipertensi vena. Pada
pulmo tidak ditemukan kelainan. Pada inspeksi jantung iktus kordis, saat
palpasi iktus kordis teraba di SIC V garis midclavicula sinistra, perkusi redup,
dana uskultasi terdengan bunyi jantung I-II ireguler, suara galop (+). Pada
inspeksi abdomen terlihat datar, terapa hepar 1/3 -1/2 konsistensi lunak,
spleen tidak teraba, saat palpasi neyri tekan (+), saat auskultasi bising usus
(+), dan turgor baik. Ditemukan edema pada ekstremitas inferior. Pada
pemeriksaan neurologis tidak ditemukan kelainan, refleks fisiologisnya (+),
refleks patologisya (-), dan tanda rangsang meningealnya (-). Status gizi
pasien berdasarkan WHO Growth Chart standart 2006 menunjukkan hasil
BB/U, TB/U, dan BB/U berada dalam batas normal.
Pada pemeriksaan penunjang darah lengkap didapatkan Hb 9,0 g/dl
menunjukkan bahwa pasien mengalami anemia, Ht 28,6% berada dibawah
normal, eritrosit 3,4 jt/ µl menunjukkan pasien mengalami eritropenia. LED
pasien 80 mm/jam menunjukkan adanya peningkatan yang signifikan. leukosit
8700/ul masih dalam batas normal, neutrofil segmen 64%, limfosit 32 %,
monosit 4%, trombosit 536.000/ul menunjukkan pasien mengalami
trombositosis. Pada pemeriksaan imunologi dan serologi didapatkan hasil
ASTO (+), dan CRP kuantitatif > 24mg/l. Pada hasil pemeriksaan EKG
menunjukkan interval PR memanjang. Hasil rontgen toraks AP didapatkan
kardiomegali dengan CTR > 50%. Pada pemeriksaan ekokardiografi kesan
MR (regurgitasi mitral) severe e.c RHD (reumatic heart deseasse), TR
(regurgitasi trikuspid) severe, dan PH (pulmonal hypertension) sedang.

D. Analisis Diagnosis
Pasien datang ke RS Daerah dengan keluhan sesak napas yang hilang
timbul sejak 2 bulan ini. Kemudian satu minggu sebelum masuk rumah sakit
pasien mengeluhkan sesak napas bertambah berat sampai mengganggu saat
tidur malam.
Dalam menegakkan diagnosis diperlukan beberapa informasi yang
diperoleh dari anamsesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
Setelah melakukan pencarian dibeberapa referensi menurut kami pasien R
berjenis kelamin laki laki berusia 18 tahun mengalami gagal jantung garde 4
e.c Penyakit Jantung Reumatik (PJR). Hal ini dapat ditegakkan melalui hasil
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang mendukung.
PJR merupakan kelainan jantung yang terjadi akibat DR, atau kelainan
karditis reumatik. Terdapat beberapa gejala gagal jantung dan PJK
diantaranya adalah sesak napas, orthopneu, palpitasi, dan edema ekstremitas.
Selain itu adanya faktor risiko tertentu juga memicu terjadinya PJR. Faktor
risiko tersebut adalah adanya riwayat infeksi Streptokokus sebelumnya.
Infeksi Streptokokus paling sering menyebabkan radang tenggorokan. Hal
tersebut sesuai dengan hasil anamnesis dimana pasien mengeluhkan sesak
napas hilang timbul sejak 2 bulan yang lalu. Pasien juga mengeluhkan sesak
napasnya memberat seminggu terakhir hingga menyebabkan dirinya
terbangun pada malam hari karena sesak napas. Pasien juga merasa
jantungnya berdebar debar. Pada riwayat penyakit dahulu pasien mengatakan
bahwa dirinya sering mengalami nyeri tenggorokan. Berdasarkan keluhan
yang dialami pasien, sesak yang dialami mengarah kepada gagal jantung,
karena sesak timbul walaupun pasien beristirahat dan terdapat bengkak pada
kedua kaki (Setiati et al., 2014).
Pada pemeriksaan fisik yang telah dilakukan ditemukan beberapa data
yang menunjukkan tanda gagal jantung dan PJR, diantaranya adalah nadi 100
x/menit, pernafasan 30 x/menit, dan ditemukan peningkatan JVP 5+4 cmH20
menandakan adanya hipertensi pulmonal yang merupakan salah satu tanda
gagal jantung kanan. Pada pemeriksaan jantung auskultasi terdengar bunyi
jantung I-II irreguler, gallop (+). Pada pemeriksaan neurologis terdapat edema
pada ekstremitas inferior. Selanjutnya pada pemeriksaan penunjang
didapatkan ASTO (+) yang menandakan pasien terinfeksi bakteri
streptokokus beta hemolitikus yang merupakan faktor risiko PJR. Pada
pemeriksaan ditemukan kardiomegali dan pada pemeriksaan EKG terdapat
pemanjangan interval PR (Julius, W. D., 2016)..
Pada pemeriksaan penunjang didapatkan kadar Hb 9,0 mg/dl
menandakan anemia dan trombosit 536.000 mg/dl menandakan adanya
trombositosis. Anemia dapat menjadi salah satu komlikasi dari gagal jantung.
Meknaisme terjadinya melalui disfngsi sumsum tulang karena penurunan
curah jantung. Berdasarkan hasil pemeriksaan diagnosis mengarah kepada
penyakit gagal jantung akibat PJR. Penegakan diagnosis PJR dapat dilakukan
menggunkaan kriteria Jones (Julius, W. D., 2016).

Pada kasus ini ditemukan kriteria mayor pada pemeriksaan rontgen


toraks Ap yaitu karditis ditunjukkan dengan adanya kardiomegali. Pada
pemeriksaan darah lengkap diteemukan adanya reaksi fase akut ditunjukkan
dengan penningkatan laju endap darah dan leukositosis. Pada peemriksaan
EKG didapatkan hasil pemanjangan interval PR, ini menunjukkan adanya
keterlambatan pada sistem konduksi pada nodus atrioventrikel dan hal ini
sering dijumpai pada demam reumatik (Julius, W. D., 2016).

E. Analisis Terapi
Penatalaksanaan pada kasus ini meliputi tatalaksana farmakologis dan
non farmakologis. Untuk tatalaksana non farmakologis merupakan tatalaksana
awal dimana pasien dipoisikan dalam kondisi duduk dan diberikan oksigenasi
3L/menit dengan tujuan menghindari hipoksia dan mencukupi saturasi
oksigen >95% Selain itu, pasien disarankan untuk tirah baring 2-4 bulan atau
selama masih terdapat gejala gagal jantung kongestif. Untuk tatalaksana
farmakologis, pasien diberikan Intravenous Fluid Drops Ringer Lactat (IVFD
RL) dengan dosis yang disesuaikan dengan berat badan pasien, namun pada
kasus ini berat badan pasien tidak dicantumkan, tatalaksana dilanjutkan
dengan pemberian furosemid bolus 2-4 ampul, dapat dilanjutkan dengan drip
5-20 mg/jam. Diuretik merupakan obat utama untuk mengatasi gagal jantung
yang disertai dengan adanya kongesti paru atau edema perifer , Pemberian
diuretik ini beresiko menimbulkan efek samping hipokalemia sehingga kadar
kalium dalam darah perlu diawasi.(Setiati et al., 2014; Julius, 2016;
Purwowiyoto, 2018)
Pemberian ACE inhibitor juga diberikan pada kasus ini sebagai terapi
lini pertama untuk pasien dengan fungsi sistolik ventrikel kiri yang menurun,
dan dikombinasi dengan diuretik apabila terdapat retensi cairan. ACE
inhibitor bekerja dengan cara menghambat konversi angiotensin I menjadi
angiotensin II sehingga tidak terjadi efek dari pengaktifan reseptor angiotensin
1 (AT1) berupa vasokonstrisi, pelepasan aldosterone, stimulasi simpatis, dan
hipertrofi miokard serta reseptor angiotensin 2 (AT1) berupa apoptosis sel
miokard. Karena tidak terjadi efek tersebut, jantung terlindungi dari progresi
remodeling jantung. Untuk penggunaannya, apabila pasien sedang diberi
diuretik, turunkan dosis diuretik terlebih dahulu lalu ACE inhibitor berupa
kaptopril mulai diberikan dengan dosis rendah 6,25 mg 3 x sehari, dan dititrasi
hingga mencapai dosis pemeliharaan yaitu 25 mg 3 x sehari. (Tanu, 2013)
Pemberian β-bloker dilakukan karena adanya keluhan jantung
berdebar-debar, dengan pemberian β-bloker akan mengurangi sel-sel
automatik jantung sehingga mengurangi kondisi aritmia dan menurunkan
resiko kematian mendadak. β-bloker yang digunakan pada kasus ini adalah
bisoprolol yang diberikan dengan dosis rendah pada awalnya yaitu 1,25 mg 1
x sehari dan ditingkatkan 2 kali lipat setiap 1-2 minggu sehingga mencapai
dosis target yaitu 10 mg 1 x sehari.(Tanu, 2013)
Untuk reaksi inflamasi akibat infeksi ASTO khusunya dijantung,
diberikan anti inflamasi kortikosteroid dan profilaksis primer. Anti inflamasi
berupa pemberian prednisone oral , 5-60 mg/hari dan durasi pengobatan
disesuaikan dengan respon terapi. Adapun untuk profilaksis primer pada kasus
ini dapat diberikan antibiotik golongan β lactam penoxymethyl penislin
(penicillin v) 500 mg 2 x 1 selama 10 hari. β-lactam akan terikat pada enzim
transpeptidase pada molekul peptidoglikan bakteri, sehingga menginhibisi
sintesis dinding sel bakteri. Selanjutnya, untuk mencegah serangan ulang dari
demam reumatik perlu dilakukan pencegahan sekuder dengan pemberian
pemberian benzathin benzylpenisilin IM setiap 3-4 minggu 1.200.000 unit
untuk pasien dengan berat badan ≥30 kg; 600.000 unit untuk pasien dengan
berat badan < 30 kg sampai pasien berusia 25 tahun (Setiati et al., 2014).

F. Analisis Prognosis
- Ad vitam : dubia at bonam
- Ad sanationam : dubia at bonam
- Ad fungsionam : dubia at bonam

Demam reumatik tidak akan kambuh bila infeksi streptokokus diatasi


dengan baik. Prognosis akan sangan baik apabila karditis sembuh pada saat
permulaan serangan akut demam reumatik (DR). Selama 5 tahun pertama
perjalanan penyakit DR dan PJR dikatakan tidak membaik bila bising organik
katup tidak menghilang. Penyembuhan ini akan bertambah baik bila
pengobatan pencegahan sekunder dilakukan secara baik. Ada penelitian
melaporkan bahwa stenosis mitralis sangat tergantung pada beratnya karditis,
sehingga kerusakan katup mitral selama 5 tahun pertama sangat
mempengaruhi angka kematian DR ini (Setiati, S. et al., 2014).
BAB IV

A. Kesimpulan
Pada kasus yang diberinkan pasien R mengalami gagal jantung kronik
grade IV e.c penyakit jantung reumatik. Pasien R mengalami gagal jantung
ditandai e.c PJK dibuktikan dengan gejala sesak sejak 2 bulan yang lalu, dan
memberat satu minggu terakhir hingga menyebabkan terbangun saat malam
hari, sesak napas yang dirasakan muncul walaupun sedang istirahat. Pasien R
juga mengalami edema pada kedua tungkai. Selain itu terdapat factor risiko
yang mendukung yaitu pasien sering nyeri tenggorokan saat kecil. Pada
pemeriksaan fisik dan oenunjang didapatkan hasil S3 gallop (+) yang
merupakan suara abnormal pada gagal jantung dan ASTO (+) yaitu Titer
antistreptolisin O (ASTO) merupakan pemeriksaandiagnostic standar untuk
demam rematik, sebagai salah satu bukti yang mendukung adanya infeksi
Streptokokus. Penegakan diagnosis semakin kuat didukung dengan
dilakukannya pemeriksaan EKG yang menunjukkan adanya pemanjangan
interval PR, pada pemeriksaan rontgen toraks menunjukkan gambaran
kardiomegali, dan hasi ekokardiografi menunjukkan kesan regurgitasi mitral,
regusgitasi tricuspid, dan penyakit jantung reumatik.

B. Saran
Saat anamnesis lebih baik bila digali adanya faktor risiko lain yang
dapat menyebabkan gagal jantung maupun PJR. Selain itu, alangkah lebih
baik pula untuk memeriksa tekanan darah pasien dikarenakan hal tersebut
merupakan suatu hal yang vital dalam menentukan alur tatalaksana yang tepat
pada pasien, terutama pada pasien dengan penyakit jantung.

DAFTAR PUSTAKA

Julius, W. D. (2016) ‘Penyakit Jantung Reumatik Rheumatic Heart Disease’, Journal


Medula Unila, 3, pp. 139–145. Available at: http://jukeunila.com/wp-
content/uploads/2016/02/Recheck_william_done_2016_02_09_07_21_58_313.pdf.

Kumar, V., Abbas, A. K. and Aster, J. C. (2013) Robbins Basic Pathology Ninth
Edition. Philadelphia: Elsevier Inc.
Pardede, S. O. (2016) ‘Struktur Sel Streptokokus dan Patogenesis Glomerulonefritis
Akut Pascastreptokokus’, Sari Pediatri, 11(1), p. 56. doi: 10.14238/sp11.1.2009.56-
65.

Purwowiyoto, S. L. (2018) ‘Gagal Jantung Akut : Definisi , Patofisiologi , Gejala


Klinis dan Tatalaksana’, Cermin Dunia Kedokteran, 45(4), pp. 310–312.

Setiati, S. et al. (2014) Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi Keenam Jilid 1. Jakarta:
InternaPublishing.

Tanu, I. (2013) Farmakologi dan Terapi Edisi 5. jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Anda mungkin juga menyukai