Anda di halaman 1dari 8

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama 5 bulan mulai bulan Februari-Juni

2016. Sintesis hidrogel, uji swelling, dan uji degradasi dilakukan di Laboratorium

Fisika Material, Laboratorium Bank Jaringan Rumah Sakit Dr. Soetomo

Surabaya, dan Laboratorium Gastroenteritis dan Salmonellosis, Institute of

Tropical Disease (ITD) Universitas Airlangga. Uji FTIR dilakukan di

Laboratorium Material dan Metalurgi ITS Surabaya. Sementara untuk uji DSC

dilakukan di Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), Tangerang.

3.2 Alat dan Bahan Penelitian

3.2.1 Alat Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain gelas beker, tabung

reaksi, erlenmeyer, mikrotube, mikropipet, pipet tetes, gelas ukur, cawan petri,

botol vial, batang pengaduk, neraca analitik, kertas saring, corong, aluminium foil,

magnetic stirrer, strirrer bar, vortex, dan freeze dryer.

3.2.2 Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain asam hialuronat

(AH), kitosan, Natrium metaperiodat (NaIO 4), Isopropyl Alcohol (IPA), NaOH,

monochloroacetic acid, methanol, alkohol, air destilasi, ethylene glycol, Normal

39
40

Saline (NS), dan Phosphat Buffered Saline (PBS). Bahan penelitian secara

lengkap dapat dilihat pada Lampiran 1.

3.3 Skema Penelitian

(Li, et.al., 2014)

(Tan, et.al., 2009)

(Li, et.al., 2014)

Gambar 3.1 Skema Penelitian


41

3.4 Prosedur Penelitian

3.4.1 Sintesis Injectable Hydrogel

3.4.1.1 Preparasi Asam Hialuronat (AH)

Larutan pertama disiapkan sebagai stok larutan, yaitu 1 g asam hialuronat

(AH) dilarutkan pada 100 mL aquabidest pada konsentrasi 10 mg/mL. Ketika AH

terlarut secara sempurna, ditambahkan 0,2 g NaIO4 yang telah dilarutkan ke dalam

5 mL aquabidest. Campuran larutan tersebut diaduk dengan magnetic stirrer

selama 2 jam pada suhu ruang dalam kondisi gelap, diikuti dengan penambahan

0,5 mL ethylene glycol untuk menghentikan reaksi dengan NaIO4. Larutan tersebut

kembali diaduk selama 1 jam. Selanjutnya, larutan AH diliofilisasi dengan alat

freeze dryer untuk mendaoatkan serbuk asam hialuronat (Li et al., 2014). Proses

preparasi AH secara lengkap tertera pada Lampiran 2.

3.4.1.2 Preparasi Kitosan

Larutan kedua disiapkan sebagai stok larutan, yaitu 10 g kitosan dilarutkan

dalam 75 mL Isopropyl Alcohol (IPA) dan diaduk pada gelas beker pada suhu

25oC. Selanjutnya sebanyak 25 mL larutan NaOH 1N yang dibagi menjadi 5

bagian ditambahkan ke dalam larutan kitosan-IPA setiap interval 5 menit.

Pengadukan dengan magnitec stirrer dilakukan selama 30 menit. Setelah itu, 20 g

monochloroacetic acid ditambahkan ke dalam larutan secara bertahap dengan

membaginya menjadi 5 bagian selama periode 20 menit. Larutan kemudian

diaduk selama 3 jam pada suhu 60oC. Setelah itu, larutan disaring dan dibilas

selama tiga kali dengan campuran methanol/air 80% v/v dan dua kali dengan
42

alkohol. Terakhir, larutan diliofilisasi menggunakan freeze dryer ( Li et al., 2014).

Proses preparasi kitosan secara lengkap tertera pada Lampiran 2.

3.4.1.3 Sintesis Hidrogel

Hidrogel asam hialuronat (AH)-kitosan dibuat dengan mereaksikan AH

dengan kitosan ke dalam larutan Normal Saline (NS). AH dan kitosan masing-

masing dilarutkan terlebih dahulu ke dalam Normal Saline (NS) dengan variasi

konsentrasi AH:kitosan sesuai yang tercantum pada Tabel 3.1. Sampel A, B, C,

dan D merupakan sampel dengan konsentrasi AH : kitosan berturut-turut 30:0

mg/mL, 30:20 mg/mL, 30:30 mg/mL, dan 30:40 mg/mL. Selanjutnya, larutan

dicampur dalam mikrotube kemudian divortex agar homogen (Li et al., 2014).

Larutan didiamkan pada suhu ruang selama ±1 menit hingga terbentuk hidrogel.

Proses ini secara lengkap tertera pada Lampiran 2.

Tabel 3.1 Formulasi AH-Kitosan

Bahan Sampel A Sampel B Sampel C Sampel D

AH 30 mg/mL 30 mg/mL 30 mg/mL 30 mg/mL

Kitosan 0 mg/mL 20 mg/mL 30 mg/mL 40 mg/mL

3.4.2 Karakterisasi

3.4.2.1 Uji Fourier Transform Infra Red (FTIR)


43

Spektroskopi Fourier Transform Infra Red (FTIR) digunakan untuk

mengkonfirmasi dan menentukan gugus fungsi dari senyawa. Pengujian FTIR

dalam penelitian ini menggunakan instrumen FTIR Thermo Scientific Nicolet i

S10 seperti pada Gambar 3.2. Sampel yang diidentifikasi dapat berupa sampel

padat maupun sampel cair. Untuk sampel hidrogel asam hialuronat (AH)-kitosan,

sampel yang berupa gel ditempatkan antara dua plat KBr. Selanjutnya, analisis

gugus fungsi dilakukan dengan membandingkan pita absorbansi atau transmitansi

yang terbentuk pada spektrum infra merah dengan tabel korelasi dan

menggunakan spektrum senyawa pembanding.

Gambar 3.2 Instrumen FTIR

3.4.2.2 Uji Swelling

Penentuan rasio swelling hidrogel asam hialuronat (AH) – kitosan

dilakukan dengan metode gravimetri. Rasio swelling diperlukan untuk mengetahui

tingkat elastisitas hidrogel. Hidrogel yang telah difreeze dry dibentuk disk dan

ditimbang sebagai berat kering (W0). Kemudian sampel hidrogel direndam ke

dalam botol vial tetutup yang mengandung Phospat Buffered Saline (PBS) dengan

pH= 7,4 seperti pada Gambar 3.3. Setelah 24 jam, hidrogel diangkat dan
44

permukaannya dikeringkan dengan menggunakan kertas hisap. Kemudian

hidrogel tersebut ditimbang kembali berdasarkan rentang waktu yang telah

ditentukan. Massa hidrogel setelah waktu pengangkatan dihitung sebagai berat

basah (W1) (Li et al., 2014). Equilibrium swelling ratio pada hidrogel dipelajari

dengan menggunakan Persamaan 2.1

Gambar 3.3 Uji Swelling Sampel

3.4.2.3 Uji Degradasi

Uji degradasi secara in vitro dari hidrogel dilakukan dengan

mensimulasikan sampel dalam kondisi fisiologis. Sebanyak 1 mL dari sampel

hidrogel ditimbang sebagai berat kering (Wo). Kemudian sampel hidrogel

direndam ke dalam 10 mL PBS (pH=7,4) diinkubasi pada suhu 37 oC seperti pada

Gambar 3.4. Media degradasi diganti setiap hari untuk memastikan aktivitas

degradasi secara rutin. Setelah 1,3,5,7,dan 9 hari, sampel dipindahkan dari

medium, dibilas dengan air destilasi, dibekukan, diliofilisasi dan ditimbang

sebagai berat basah (Wt) (Frith et al., 2013)). Laju degradasi dinyatakan dengan
45

persentase kehilangan berat pada hidrogel pada setiap interval waktu dihitung

menggunakan Persamaan 2.2.

Gambar 3.4 Uji Degradasi Sampel

3.4.2.4 Uji Differential Scanning Calorimetry (DSC)

Uji DSC bertujuan untuk menentukan temperatur melting dan temperatur

kristalisasi dari material. Standar pengujian DSC mengacu pada American

Standart Testing Materials (ASTM) D3895. Kondisi pengoperasian alat berada

pada kelembaban sekitar 50±5% dengan temperatur pengujian pada suhu kamar.

Sebanyak 5-15 mg sampel diletakkan dalam wadah aluminium (cruchible) untuk

kemudian dimasukkan ke dalam perangkat DSC. Selanjutnya mengaktifkan DSC

yang dimulai dengan preeliminary thermal history. Sampel dipanaskan secara

bertahap mulai dari suhu ruang sampai suhu 250ºC pada panas rata-rata

10ºC/menit, kemudian didinginkan sampai suhu ruang menggunakan fan

pendingin. Siklus pemanasan atau pendinginan dilakukan secara duplo (Wallace,

2008).
46

Gambar 3.5 Instrumen DSC (PerkinElmer, 2013)

Anda mungkin juga menyukai