Anda di halaman 1dari 11

UJIAN AKHIR SEMESTER GENAP 2018/2019

PERENCANAAN PEMBANGUNAN (KELAS A)


Alexandra Angelina Agnes / 071611133047

1. Pembangunan di Provinsi Jawa Timur terus mengalami perbaikan kualitas. Bahkan


pembangunan manusia di Jawa Timur turut mengalami peningkatan dari tahun ke

Index Pembangunan Manusia Provinsi Jawa Timur


Periode 2012-2018
72
71 70.77
70 70.27
69.74
69
68.95
68 68.14
67 67.55
66.74
66
65
64
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
Sumber data : BPS Provinsi Jawa Timur (telah diolah)

tahun. Berdasarkan datayang diperoleh dari Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa
Timur, (BPS) angka IPM Jawa Timur terus mengalami peningkatan dari tahun ke
tahun. Pada tahun 2018, IPM Provinsi Jawa Timur mencapai angka 70,77. Dengan
kata lain, naik sebesar 0,72% dari tahun 2017. IPM merupakan indikator penting yang
dapat digunakan untuk mengukur keberhasilan upaya membangun kualitas hidup
masyarakat, serta menjelaskan bagaimana penduduk dapat mengakses hasil
pembangunan dalam memperoleh pendapatan, kesehatan, pendidikan, dan
sebagainya1. Salah satu kabupaten/kotadi Jawa Timur yang memiliki angka IPM
tertinggi adalah Jawa Timur, yaitu mencapai 81,74%2 dan secara konsisten terus
berada pada peringkat pertama di Jawa Timur Pada Tahun 2017-2014. Salah satu
yang menjadi faktor mengapa IPM di Surabaya mengalami peningkatan dan secara
konsisten berada pada peringkat pertama adalah adanya penurunan angka kemiskinan
di Kota Surabaya. Berdasarkan data yang diperoleh dari BPS Provinsi Jawa Timur,
berikut adalah uraian data jumlah penduduk miskin di Kota Surabaya pada periode
tahun 2012-2018

1
Berita Resmi Statistik oleh Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur. “Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
Jawa Timur Tahun 2018” No. 26/04/35/Th. XVII, 15 April 2019, hlm 2.
2
ibid, hlm 7.
jumlah penduduk miskin Kota Surabaya
Periode 2012-2018 (dalam satuan ribu)
200
180
160 175.7 169.4 164.4 165.72
140 161.01
154.71
120 140.81
100
80
60
40
20
0
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018

Sumber data : BPS Provinsi Jawa Timur (telah diolah)

Dari tahun ke tahun, jumlah penduduk miskin di Surabaya terus mengalami penurunan
meskipun pada tahun 2015 sempat mengalami kenaikan. Namun pada selang waktu tahun
2017-2018, jumlah penduduk miskin turun hingga mencapai 14ribu orang.

Beberapa strategi yang dilakukan oleh Walikota Surabaya sehingga angka kemiskinan
dapat menurun adalah dengan mempekerjakan 600 tukang becak di Kota Surabaya menjadi
petugas kebersihan. Dengan mempekerjakan mereka, maka akan dapat menaikkan
pendapatan mereka karena mereka yang sebelumnya menjadi tukang becak, apabila
dipekerjakan oleh Pemkot akan digaji dengan besaran Upah Minimum Kota (UMK) yaitu
sebesar 3,3 juta rupiah. Angka ini tentu jauh lebih baik dibandingkan dengan pendapatan
mereka ketika menjadi tukang becak.

Strategi lainnya dilakukan pada tahun 2016, telah diadakan program pahlawan ekonomi
(PE) di 3330 kelompok ibu-ibu di Surabaya. Program ini diadakan untuk memberdayakan
para ibu rumah tangga sehingga mereka dapat mengembangkan bisnis di berbagai sektor
potensial seperti bisnis makanan, kerajinan daur ulang, dsb.3

Dari kedua strategi tersebut, yang cukup menarik untuk ditelaah lebih lanjut adalah
strategi mempekerjakan tukang becak. Memang, dari segi ekonomi, mempekerjakan tukang
becak sebagai petugas kebersihan kota dapat meningkatkan kualitas hidup dan pendapatan
sehingga mereka yang sebelumnya menjadi tukang becak mendapat akses lebih luas kepada
berbagai macam sumberdaya ekonomi. Namun bagaimanapun juga, tentu ada kelebihan dan
kelemahan dari strategi ini. Salah satunya apabila dilihat dari segi transportasi publik. Secara

3
https://m.kumparan.com/@kumparanbisnis/cerita-wali-kota-surabaya-sukses-turunkan-angka-kemiskinan
diakses pada tanggal 11 Juni 2019
umum, strategi tersebut apabila dianalisis dengan menggunakan metode analisis SWOT akan
memperoleh hasil sebagai berikut :

Kelebihan : strategi ini tentunya dapat meningkatkan kualitas hidup dan


pendapatan dari para tukang becak setelah dipekerjakan oleh Pemkot. Sehingga dengan
adanya peningkatan pendapatan, mereka akan memiliki akses yang lebih luas untuk
mendapatkan berbagai barang dan jasa yang mereka butuhkan. Misalnya saja,
kendaraan pribadi seperti sepeda motor.

Kekurangan : dengan mempekerjakan tukang becak sebagai petugas kebersihan


kota, maka akan ada kebutuhan masyarakat yang tidak terlayani. Yaitu kebutuhan
mereka yang sehari-hari memanfaatkan becak sebagai transportasi jarak dekat.
Kebanyakan dari mereka adalah masyarakat lansia yang kurang memanfaatkan
teknologi, beberapa pedagang pasar tradisional, atau masyarakat menengah kebawah.

Peluang : adanya kesempatan bagi masyarakat menengah bawah untuk hidup


lebih baik, berkurangnya jumlah becak juga dapat menjadi peluang bagi berkurangnya
ketidakteraturan transportasi yang mangkal di pinggir jalan yang dapat menyebabkan
kemacetan.

Ancaman : terganggu atau terputusnya aktivitas ekonomi masyarakat kelas


menengah kebawah karena jasa becak yang sebelumnya mereka gunakan kini
jumlahnya jauh berkurang. Ancaman lain yang muncul dari peningkatan pendapatan
dan kualitas hidup masyarakat dari segi transportasi adalah bertambahnya jumlah
kendaraan pribadi. Adanya peningkatan pendapatan tentu akan membuat seseorang
memiliki keinginan atau standar hidup yang lebih tinggi daripada sebelumnya. Salah
satunya adalah keinginan untuk memiliki kendaraan pribadi. Bertambahnya jumlah
kendaraan pribadi tentu akan menyebabkan kemacetan bertambah.

2. Kota metropolitan seperti Surabaya menjadi pusat dari kegiatan ekonomi dan industri
sehingga banyak warga dari luar kota datang dan mencari pekerjaan di Surabaya
dengan dalih mendapatkan kualitas hidup yang lebih baik. Mobilitas masyarakat
Surabaya yang tinggi menjadi salah satu alasan mengapa kendaraan pribadi sangatlah
diminati. Namun, jumlah kendaraan pribadi yang terus bertambah akan menimbulkan
masalah baru yaitu kemacetan. Data berikut menampilkan jumlah kendaraan
bermotordi Kota Surabaya menurut jenisnya mulai tahun 2009 – 2015
Tabel 1. Data jumlah kendaraan bermotor di Surabaya
tahun 2009-2015 menurut jenisnya

Jenis kendaraan 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015


Sedan dan 51610 50555 48258 47459 50164 53024 56046
sejenisnya
Jeep dan 29022 29601 28312 29635 31324 33110 34997
sejenisnya
ST WAGON dan 183645 198960 199360 217686 230094 243209 257072
sejenisnya
Bus dan sejenisnya 2064 2279 2304 2486 2628 2777 2936
Truk dan 86987 89530 92238 100809 106555 112629 119049
sejenisnya
Sepeda motor dan 112987 1213457 127466 1402190 1482115 156659 1655891
sejenisnya 0 0 5

Sumber : Polantas Kota Besar Surabaya4

Salah satu solusi dalam menyelesaikan masalah kemacetan adalah


membangun transportasi publik massal. Seperti yang kita tahu, di DKI Jakarta telah
dibangun transportasi publik seperti LRT, MRT, KRL, dan Bus Transjakarta sebagai
solusi masalah kemacetan di daerah tersebut sedangkan kota Surabaya dapat
dikatakan belum mampu menyediakan transportasi publik untuk memperlancar dan
membangun aksesibilitas masyarakat untuk menggantikan keberadaan kendaraan
pribadi. Sejauh ini, upaya pemerintah kota Surabaya adalah mengoperasikan
Suroboyo Bus mulai tahun 2018sebagai transportasi yang ramah lingkungan (karena
membayar menggunakan botol plastik),dapat diakses oleh semua kelas masyarakat,
dan memberi kontribusi pada PAD melalui dari hasil penjualan botol-botol plastik
sebagai ‘biaya’ untuk dapat menggunakan Suroboyo Bus 5.
Membangun sarana transportasi publik yang dapat membantu mobilitas
masyarakat merupakan salah satu kewajiban pemerintah. Sebab, dengan lancarnya
mobilitas tentunya akan berdampak pada lancarnya kegiatan ekonomi, termasuk
distribusi sumberdaya. Permasalahannya adalah, dalam pembangunan transportasi
publik, kapasitas negara (pemerintah pusat) dan Pemda tidak selalu berada dalam
posisi kuasa yang setara. Pemerintah pusat dapat memberikan subsidi dana untuk
membangun transportasi publik di daerah, sementara tantangan bagi pemda adalah
keterbatasan PAD dalam mendanai pembangunan transportasi publik6.
4
Data tersebut terlampir dalam website BPS Kota Surabaya
https://surabayakota.bps.go.id/statictable/2018/01/11/572/banyaknya-kendaraan-bermotor-menurut-
jenisnya-2009-2015.html diakses pada tanggal 14 Juni 2019
5
Artikel oleh Ibnu F. Wibowo yang berjudul “Hasil Jual Sampah Botol Plastik Bisa Buat Beli Mobil Baru” dalam
https://beritajatim.com/politik-pemerintahan/hasil-jual-sampah-botol-plastik-bisa-buat-beli-mobil-baru/
diakses pada tanggal 14 Juni 2019
6
Aminah, Siti. 2016. Penataan Transportasi Publik Privat dan Pengembangan Aksesibilitas Masyarakat.
Surabaya: Airlangga University Press. Hlm 2
Hal ini dapat kita lihat melalui fenomena gagalnya rencana pembangunan
monorel dan trem pada era kepemimpinan Tri Rismaharini. Gagasan mengenai
monorel dan/atau trem ini sebenarnya sudah ada sejak awal masa jabatan periode
pertamanya, yaitu tahun 2010. Kegagalan perencanaan dapat terjadi karena beberapa
hal berikut7 :
a. Peramalan/ perkiraan mengenai outcome dari suatu proyek yang terlalu
optimis
b. Perencanaan yang dibuat kurang realistis apabila diterapkan dalam
situasi tertentu.
c. Kurang memperhitungkan faktor-faktor dari luar pihak pembuat
rencana yang sangat mungkin menyebabkan apa yang sudah
direncanakan dan apa yang terjadi sangat jauh perbedaannya.
d. Keinginan dari pembuat rencana agar usulannya diterima, didukung
oleh anggapan bahwa proyek jarang ditinggalkan belum selesai hanya
karena kelebihan biaya atau waktu penyelesaian.

Apabila menilik kasus gagalnya rencana pembangunan trem di Surabaya,


kegagalan disebabkan oleh beberapa hal diantaranya adalah kendala pembebasan
lahan untuk halte, kendala mengenai lelang tender yang akan membangun monorel,
dan keterbatasan PAD Surabaya untuk pembangunan monorel.Faktor pembebasan
lahan untuk halte cukup menarik untuk diteliti terutama dalam kaitannya dengan tata
ruang. Sebagaimana kita tahu, ada sebagian lahan milik pemerintah yang ditempati
oleh warga dan dijadikan wilayah pemukiman, sisanya, lahan tersebut dijadikan
taman kota.Dapat disimpulkan bahwa gagalnya pembangunan monorel-rem di
Surabaya adalah optimisme Pemkot akan proyek ini (dimana banyak pemberitaan
mengenai optimisme Pemkot akan proyek ini sejak tahun 2011 hingga 2018) yang
kurang didukung dengan mempertimbangkan faktor-faktor dari luar pihak Pemkot
yang dapat menghambat pelaksanaan rencana ini serta perencanaan tersebut kurang
realistis apabila diterapkan di Surabaya yang mana memiliki kendala pembebasan
lahan dan tata kota yang belum mendukung untuk dibangun monorel dan/atau trem.
Mengapa? Karena apabila menilik kondisi tata ruang kota, banyak taman-taman yang
berada di tengah jalan seperti misalnya taman pelangi (Jalan A.Yani), Taman Lansia
(Jalan Kalimantan), Taman Ronggolawe (Jalan Joyoboyo), dan Taman Apsari (Jalan
Embong Kaliasin) yang mana taman-taman tersebut seharusnya bisa digantikan
dengan jalan raya atau jalur monorel trem.
Pembangunan banyak taman di Surabaya sebenarnya adalah bagian dari
Kebijakan Strategi RTRW Kota Surabaya tahun 2014-2034 yang menyatakan bahwa
akan “menetapkan dan mengoptimalkan fungsi ruang terbuka hijau publik sebesar 20
(dua puluh) persen dari luas wilayah Kota Surabaya yang persebarannya disesuaikan
dengan kebutuhan ruang terbuka hijau kota”8. Pemahaman mengenai praktik tata
ruang suatu kota dapat dilihat dari bagaimana ruang-ruang yang ada dikonstruksi dan
7
Poin-poin tersebut dirangkum melalui uraian yang ditulis oleh Daniel Kahneman dalam bukunya “Thinking,
Fast and Slow” (201..) hlm 325-327.
8
Lihat RPJMD Kota Surabaya Tahun 2016-2021 Bab I hlm 44.
direbutkan oleh tiap-tiap aktor berdasarkan kepentingan apa yang akan diwujudkan
dalam pendirian bangunan, jaringan transportasi, taman, ruang terbuka hijau, dan
sebagainya. Proses ini (mengkonstrusi ruang) erat berkaitan dengan relasi kuasa antar
aktor yang terlibat konflik-kontestasi tersebut. Ruang itu sendiri memiliki
karakteristik relasi antara investor/kapitalis(pengusaha), negara (pemerintah), dan
masyarakat (termasuk LSM yang memiliki kepedulian di bidang ekologi). 9 Oleh
sebab itu konflik dan kontestasi dalam praktik tata ruang tidak dapat terhindarkan.
Mengutip Lefebvre, ruang adalah produk politis yang menjadi instrumen
perubahan bagi perubahan sosial ekonomi sehingga ruang tersebut tidak netral dan
tidak pasif.10 Ini akan berakibat pada keberadaan ruang dan/atau praktik tata ruang
tidak akan pernah bebas dari keberpihakan aktor yang membuat regulasi mengenai
tata ruang. Jelas bahwa penataan ruang yang ada di kota Surabaya dilihat dari
bagaimana ruang-ruang yang ada dikonstruksi lebih cenderung mengarah pada
perkembangan kota kapitalis (modern).11
Apabila Pemkot tetap optimis dan menginginkan proyek monorel dan/atau
trem dapat diwujudkan di Surabaya, tentunya harus mempertimbangkan aspek tata
ruang kota agar nantinya monorel dan/atau trem dan juga halte-haltenya dapat
berfungsi secara maksimal dan memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi
warga Kota Surabaya. Dengan turut mempertimbangkan RPJMD Kota Surabaya di
bidang transportasi dan hubungannya dengan Kebijakan RTRW Kota Surabaya Tahun
2014-2034, diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Tertuang dalam strategi pengembangan pusat kegiatan nasional,salah
satunya adalah mengembangkan jaringan infrastruktur terpadu dan
berkelanjutan dalam skala kota dan wilayah sekitarnya dan Strategi
pengembangan sistem jaringantransportasi dengan program-program
sebagai berikut 1) program pengelolaan dan pembangunan jalan dan
jembatan, 2) program peningkatan sistem manajemen transportasi, 3)
program pengembangan sistem transportasi berkelanjutan.
b. Mengembangkan transportasi perkeretaapian secara terpadu dan
terintegrasi dengan moda transportasi lainnya melalui peningkatan
kapasitas sarana dan prasarana, perluasan jaringan serta penataan
kawasan sekitar angkutan massal cepat berbasis rel.

Dan melihat permasalahan pembangunan transportasi di Kota Surabaya, diantaranya


adalah sebagai berikut 12:

a. Permasalahan mengenai pengembangan sistem angkutan massal cepat


perkotaan, diantaranya adalah: 1) angkutan massal berbasis rel
(MRT/LRT) yang terintegrasi daninfrastuktur pendukungnya; 2)
Penyediaan angkutan umum yang murah, nyaman, aman,

9
Aminah, Siti. 2015. Konflik dan Kontestasi Penataan Ruang Kota Surabaya dalam MASYARAKAT: Jurnal
Sosiologi, 20(1):59-79. LabSosio, Pusat Kajian Sosiologi FISIP-UI. Hlm 66
10
Lefebvre. 1991. The Production of Space translate by Donald Nicholson Smith. Cambridge MA: Blackwell
11
Aminah, Siti. Op.cit. hlm 67
12
Sesuai dengan permasalahan yang diuraikan dalam RPJMD Kota Surabaya Tahun 2016-2021 bab IV hlm 21-22
terintegrasi,dan menjangkau seluruh wilayah Surabaya dan
terjadwal;3) banyaknya penggunaan kendaraan pribadi dan kurangnya
minat masyarakat dalampenggunaan angkutan umum.
b. Permasalahan mengenai penyediaan dan penuntasan
pembangunanjaringan jalan diantaranya adalah:1) kemacetan lalu
lintas pada beberapa kawasan terutama pada saat jamsibuk;2) Tingkat
aksesibilitas antar kawasan;3) pembangunan jaringan dan kapasitas
jalan yang tidak dapatmengimbangi pertumbuhan jumlah kendaraan;4)
ketersediaan lahan untuk pembangunan infrastruktur jalan;5)
koordinasi dan kerjasama antar instansi/stakeholder
dalampembangunan dan pemeliharaan infrastruktur jalan

Maka rekomendasi kebijakan pembangunan yang dapat diajukan adalah sebagai


berikut :

1. Apabila pemerintah tetap ingin mewujudkan pembangunan transportasi


publik berbasis rel (misalnya trem, MRT, KRL, atau LRT) dan tetap
mempertahankan rencana tata ruang wilayah yang mana duapuluh
persennya adalah ruang terbuka hijau, maka pemerintah kota hendaknya
memaksimalkan keduanya dengan merubah tata ruang kota melalui
relokasi taman-taman kota yang berada di tengah jalan (Taman Lansia,
Taman Apsari, Taman Pelangi, Taman Ronggolawe) sehingga bekas taman
tersebut dapat dialihfungsikan sebagai jalan raya, dan sebagian jalur
tersebut dibagun jalur transportasi publik berbasis rel.
2. Apabila pertimbangan diatas tidak memungkinkan untuk dilakukan, maka
alternatif kebijakan yang dapat dipertimbangkan adalah memobilisasi
masyarakat melalui sosialisasi penggunaan transportasi publik yang aman,
nyaman, ramah lingkungan, dan terjadwal dengan memanfaatkan
Suroboyo Bus. Maka, fungsi dari Suroboyo Bus sebagai alternatif dari
transportasi publik berbasis rel harus ditingkatkan diantaranya dengan
menambah jumlah armada dan memperluas jangkauan rute Suroboyo Bus
ke lokasi-lokasi strategis dan daerah industri di Surabaya seperti misalnya
Rungkut Industri atau Margomulyo sehingga transportasi publik juga dapat
menjangkau kalangan pekerja. Hal ini juga sekaligus dapat meminimalisir
kecelakaan yang sering terjadi di daerah-daerah industri. Selain itu, melihat
kontribusi Suroboyo Bus terhadap PAD Surabaya melalui penjualan botol-
botol plastik, maka hal ini pun dapat dimaksimalkan untuk menambah
PAD sebagai sumber dana pembangunan sarana transportasi publik selain
tentunya dana subsidi dari pemerintah pusat dan investor.
3. Menetapkan kebijakan pembatasan kendaraan pribadi berikut dengan
sanksi hukum yang tegas untuk menekan jumlah kendaraan pribadi dan
angka kemacetan yang terus bertambah dari tahun ke tahun sehingga
masyarakat dapat dimobilisasi untuk memanfaatkan transportasi publik.
Demikian juga target capaian selama lima tahun kedepan diharapkan sistem
transportasi kota Surabaya dapat mencapai tahapan berikut :

1. Terwujudnya pembangunan transportasi publik yang aman, nyaman, ramah


lingkungan, terjadwal, dan dapat diakses oleh semua kalangan masyarakat.
2. Tersedianya Tersedianya transportasi publik berbasis rel yang didukung dengan
fasilitas penunjang yang memadani dengan tetap memperhatikan kebutuhan
ruang terbuka hijau kota.
3. Berkurangnya angka kemacetan Kota Surabaya melalui kebijakan pembatasan
jumlah kendaraan pribadi dan mobilisasi masyarakat untuk memanfaatkan
transportasi publik.

3. Pertama-tama, penulis ingin mengajukan teori yang telah dikutip pada nomor
sebelumnya. Bagi penulis, keberadaan sebuah tata ruang adalah hasil kontestasi,
perundingan (tarik ulur) kepentingan, baik secara ekonomis, maupun politis, termasuk
juga keberadaan pembangunan pariwisata berbasis rumah warga yang ada di kabupaten
Banyuwangi. Ini merupakan teori untuk melihat keberadaan ruang public, khususnya
daerah perkotaan maupun kabupaten. Maksud penulis adalah sesuai dengan apa yang
diugkapkan oleh Lefebvre, bahwa ruang adalah produk politik, yang dapat menjadi
instrumen perubahan baik secara ekonomi, sosial, budaya, politik, sehingga ruang
tersebut pada dasarnya tidak netral.13 Mengapa penulis mengajukan teori ini terlebih
dahulu? Karena berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan informan, beberapa
informan menyatakan kurang tahu menahu, dan lebih menyarankan penulis untuk
bertanya kepada salah satu anggota BumDes setempat. Ini menunjukkan bahwa
setidaknya ada ketimpangan secara politis dalam proses pengembangan potensi
pariwisata yang ada, khususnya pada daerah yang telah diteliti sebelumnya. Teori yang
dikemukakan oleh Lefebvre didukung oleh pendapat Harvey14, dimana terdapat proses
yang komplek dari penataan di ruang kota, dimana kelas kapitalis tidak akan berhenti
pada kegiatan memproduksi keuntungan atas ruang yang dimiliki dan keberhasilannya
membangun ruang yang dapat dikonsumsi oleh individu. Seperti yang telah disebutkan,
maka dalam pandangan penulis, proses perencanaan pembangunan dan pengembangan
pariwisata di kawasan tersebut, belumlah melibatkan masyarakat setempat. Padahal hal
tersebut penting, guna mengembangkan konsep pariwisata yang sadar akan ekologi, atau
lingkungan hidup, dimana peran masyarakat setempat untuk menjaga dan
mengembangkan lingkungannya sendiri juga besar. Maka berdasarkan teori yang
diajukan tersebut, hal yang dapat dilakukan oleh pemerintah Banyuwangi, pertama-tama
adalah memberdayakan masyarakat setempat, bukan hanya berpusat pada sekelompok
kecil orang (BumDes), melainkan meliputi sebagian besar masyarakat, sehingga
perekonomian masyarakat juga pelan-pelan terangkat. Begitu juga akan kesadaran

13
Lefebvre. 1991. Log.cit
14
Harvey, David. 1985. The Urbanization Capital: Studies in History and Theory of Capitalist Urbanization.
Oxford UK: Blackwell
masyarakat untuk mengembangkan potensi didaerahnya sembari menjaga lingkungan
(secara ekologi).

Kedua, wacana mengenai lingkungan dan pembangunan memang telah ada


sejak awal 1970-an, hingga berkembang kearah Sustaiable Development atau
pembangunan berkelanjutan hingga dimuatnya pula isu-isu mengenai lingkungan.
Salah satu hal yang dapat ditelusri, tentu dalam bidang pariwisata konsep mengenai
pembangunan berkelanjutan coba diusulkan oleh Burns dan Holden sebagai sebuah
model yang mengintegrasikan lingkungan fisik (place), lingkungan budaya (host
community) dan wisatawan (visitor). Kemudian mereka mengajukan beberapa
prinsip:15
1. Lingkungan memiliki nilai hakiki yang juga bisa sebagai asset pariwisata.
Pemanfaatannya bukan hanya untuk kepentingan pendek, namun juga untuk
kepentingan generasi mendatang.
2. Pariwisata harus diperkenalkan sebagai aktivitas yang positif dengan memberikan
keuntungan bersama kepada masyarakat, lingkungan dan wisatawan itu sendiri.
3. Hubungan antara pariwisata dan lingkungan harus dikelola sehingga lingkungan
tersebut berkelanjutan untuk jangka panjang. Pariwisata harus tidak merusak sumber
daya, masih dapat dinikmati oleh generasi mendatang atau membawa dampak yang
dapat diterima.
4. Aktivitas pariwisata dan pembangunan harus peduli terhadap skala/ukuran, alam,
dan karakter tempat dimana kegiatan tersebut dilakukan.
5. Pada lokasi lainnya, keharmonisan harus dibangun antara kebutuhan-kebutuhan
wisatawan, tempat/lingkungan, dan masyarakat lokal.
6. Dalam dunia yang dinamis dan penuh dengan perubahan, dapat selalu memberikan
keuntungan. Adaptasi terhadap perubahan, bagaimanapun juga, jangan sampai keluar
dari prinsip-prinsip ini.
7. Industri pariwisata, pemerintah lokal dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
pemerhati lingkungan semuanya memiliki tugas untuk peduli pada prinsip-prinsip
tersebut di atas dan bekerja bersama untuk merealisasikannya.
Berdasarkan hal tersebut, penulis melihat pentingnya keberadaan stakeholders
yang bervariasi, baik dari pemerintah, masyarakat, LSM, pelaku bisnis, peneliti,
akademisi, wisatawan. Dimana masing-masing peran memiliki tupoksinya masing-
masing dan tidak saling tumpang tindih. Dalam posisi ini dan kaitannya dengan
ekologi, maka pemerintahlah yang memiliki tanggung jawab yang cukup besar.
Pemerintahlah yang berperan aktif dalam proses perencanaan pengukuran daya
dukung lingkungan sangat penting sebelum lokasi dikembangkan menjadi kawasan
ekowisata. Daya dukung lingkungan akan mempresentasikan kemampuan lingkungan
untuk mendukung kegiatan ekowisata. Salah satu hal yang diperlukan kemudian
adalah keberadaan operator wisata, salah satunya guide. Operator wisata ini sendiri
adalah gagasan Wood16, yang selain berfungsi sebagai pemandu wisata yang

15
Burns, P.M and A. Holden. 1997. Alternative and Sustainable Tourism Development – The Way Forward. In:
France, L. (Ed). The Earthscan Reader in Sustainable Tourism. Earthscan. London.
menyediakan informasi bagi wisatawan tetapi juga bertugas menyiapkan akomodasi
yang ramah lingkungan (eco-lodge) sebagai akomodasi yang cocok bagi ekowisata.
Dalam hal ini, apa yang dikerjakan oleh pemerintah kabupaten Banyuwangi
telah cukup memadai, dimana saat penulis berkunjung pada daerah tersebut, penataan
dan jaringan transportasi cukup baik, telekomunikasi juga cukup baik, dan keberadaan
guide juga telah ada memenuhi syarat yang diajukan untuk operator wisata seperti
yang telah disebutkan sebelumnya. Guide yang ada juga cukup informative dan ramah
terhadap keberadaan wisatawan.

Ketiga, mengutip Goodwin17 bahwasannya perlu untuk mewujudkan satu


konsep pariwisata yang bertanggung jawab yang akan menuju pada pariwisata yang
berkelanjutan. Maka sangat diperlukan hal-hal atau tundakan yang bertanggung
jawab, guna mewujudkan suatu pariwisata yang berkelanjutan Dengan demikian,
dapat disimpulkan bahwa ketika masyarakat lokal merasa bahwa inisiatif pariwisata
yang bertanggung jawab dibangun di atas strategi dan kebijakan berbasis
keberlanjutan yang tepat, maka itu akan menghasilkan tindakan atau perilaku yang
tepat, yang disebut sebagai tindakan atau perilaku yang berkelanjutan. Dengan adanya
tindakan yang bertanggung jawab maka akan dapat dimunculkan suatu pariwisata
yang berkelanjutan, dimana dampak positiflah yang akan banyak diraih. Maka sesuai
dengan apa yang telah disebutkan, sekali lagi perlu untuk masing-masing stakeholders
menyadari tupoksinya masing-masing. Pemerintah mungkin bias menetapkan regulasi
punishment bagi pelanggar, misalnya bagi wisatawan yang mengotori tempat wisata
misalnya. Hal ini belum diatur pada kabupaten Banyuwangi.

Daftar Pustaka

(Buku)

Aminah, Siti. 2016. Penataan Transportasi Publik Privat dan Pengembangan Aksesibilitas
Masyarakat. Surabaya: Airlangga University Press

Burns, P.M and A. Holden. 1997. Alternative and Sustainable Tourism Development – The
Way Forward. In: France, L. (Ed). The Earthscan Reader in Sustainable Tourism.
Earthscan. London

Harvey, David. 1985. The Urbanization Capital: Studies in History and Theory of Capitalist
Urbanization. Oxford UK: Blackwell

Lefebvre. 1991. The Production of Space translate by Donald Nicholson Smith. Cambridge
MA: Blackwell
16
Wood, M.E. 2002. Ecotourism: Principles, Practices & Policies for Sustainability. UNEP dalam Sutiarso, M.
Agus, 2014. Pengembangan Pariwisata yang Berkelanjutan melalui Ekowisata. Bali: LPPB Mitra Persada. Hlm 8
17
Goodwin . 2011. Taking Responsibility for Tourism: Responsible Tourism Management. Oxford: Goodfellow
Publishers Limited dalam Paul V. Mathew , Sreejesh S. 2017. Impact of Responsible Tourism. Journal of
Hospitality and Tourism Management. (Online) http://www.journals.elseviewer.com/journal-of-hospitality -
and-tourism-management
(Jurnal)

Aminah, Siti. 2015. Konflik dan Kontestasi Penataan Ruang Kota Surabaya dalam
MASYARAKAT: Jurnal Sosiologi, 20(1):59-79. LabSosio, Pusat Kajian Sosiologi
FISIP-UI

Paul V. Mathew , Sreejesh S. 2017. Impact of Responsible Tourism. Journal of Hospitality


and Tourism Management. (Online) http://www.journals.elseviewer.com/journal-
of-hospitality -and-tourism-management

Sutiarso, M. Agus, 2014. Pengembangan Pariwisata yang Berkelanjutan melalui Ekowisata.


Bali: LPPB Mitra Persada

(Lain-lain)

Berita Resmi Statistik oleh Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur. “Indeks Pembangunan
Manusia (IPM) Jawa Timur Tahun 2018” No. 26/04/35/Th. XVII, 15 April 2019

RPJMD Kota Surabaya Tahun 2016-2021 Bab I

Artikel oleh Ibnu F. Wibowo yang berjudul “Hasil Jual Sampah Botol Plastik Bisa Buat Beli
Mobil Baru” dalam https://beritajatim.com/politik-pemerintahan/hasil-jual-
sampah-botol-plastik-bisa-buat-beli-mobil-baru/

BPS Kota Surabaya https://surabayakota.bps.go.id/statictable/2018/01/11/572/banyaknya-


kendaraan-bermotor-menurut-jenisnya-2009-2015.html

https://m.kumparan.com/@kumparanbisnis/cerita-wali-kota-surabaya-sukses-turunkan-
angka-kemiskinan

Anda mungkin juga menyukai