Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

Mengurai dan Menganalisis Model Model Kurikulum Pendidikan Jasmani

Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Telaah Kurikulum
Penjas
Dosen Pengampu : Defri Mulyana M.,Pd

Oleh :
Muhammad Iqbaal Rizqulloh 192191105 Kelas 2C

JURUSAN PENDIDIKAN JASMANI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SILIWANGI
TASIKMALAYA
2021

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Swt, sebagai pencipta
atas segala kehidupan yang senantiasa memberikan rahmat-Nya sehingga penulis
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Mengurai dan Menganalisis Model
Model Kurikulum Pendidikan Jasmaniini disusun untuk memenuhi salah satu
tugas mata kuliah Telaah Kurikulum Penjas
Pada kesempatan ini, penulis juga mengucapkan terimakasih kepada :
1. Defri Mulyana M.,Pd selaku dosen mata kuliah Telaah Kurikulum Penjas
yang telah memberi bimbingan dan materi makalah.
2. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah.
3. orangtua yang telah memberikan dukungan doa, dan moril.
Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari
sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun dari semua pihak guna perbaikan dimasa yang akan datang. Penulis
berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi semua pihak.

Tasikmalaya, Mei 2021


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR …………….………..……………………………............


DAFTAR ISI…………………………………….........………………….............
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah…………..………………………..............
B. Rumusan Masalah …………………………………………............
C. Tujuan Makalah……………………………………………….........
D. Kegunaan Makalah….………………………………………...........
E. Prosedur Makalah………………………………………….............
BAB II ISI
A. Pembahasan ............................................................................
BAB III PENUTUP
A. Simpulan ................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A.     LatarBelakang

Telaah kurikulum adalah suatu aktivitas ilmiah yang memiliki keterkaitan erat
dengan proses pengembangan kurikulum. Keduanya tidak terpisahkan dan
hubungan antar keduanya adalah seperti gigi roda yang tergambar nantinya dalm
tulisan ini. Pada tahun 70 an dunia evaluasi kurikulum di Amerika serikat
didominasi oleh persaingan dua kelompok metodologi yaitu kuantitatif dan
kualitatif. Pada waktu itu tradisi kuantitatif sudah berakar dalam evaluasi
kurikulum, mendapat tantangan yang cukup keras dari tradisi kualitaif. Pandangan
mengenai kebenaran ilmiah yang bersifat universal yang dianut tradisi kulitatif
mendapat tantangan dari pandangan filosofi fenomenologi yang mengakui adanya
“ myriad of truth”. Kekuatan metodologi kualitatif yang memiliki vaiditas tinggi
dalam menghasilkan data tentang proses walaupun berlaku untuk suatu tempat.

Secara legal Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang system pendidikan


Nasional telah menberikan dasar bagi pelaksanaan evaluasi kurikulum. Pasal 55
UU nomor 20 tahun 2003 menyebutkan  “ evaluasi dilakukan dalam rangka
pengendalian  mutu pendidikan  secara Nasional sebagai bentuk akuntabilitas
penyelenggara pendidikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan”.

Sedangkan pasal 59 ayat (2) menyebutkan: “ masyarakat dan/atau organisasi


profesi dapat membentuk lembga yang mandiri untuk melakukan evaluasi
sebagaimana dimaksud dalam pasal 58.

Amerika serikat adalah Negara paling maju dalam organisasi profesi evaluasi.
Secara Khusus Amerika serikat memiliki organisasi yang dinamkan American
Evoluatin Associ ation (AEA). Anggota tersebut memiliki berbagai latar belakang
bidang spesialisasi dari evaluasi kurikulum, evaluasi pendidikan, evaluasi
program sosial, evaluasi kebijakan, evaluasi program bisnis, program kesehatan,
dll. Keseluruhan proses pengembangan kurikulum di atas memperlihatkan ruang
lingkup yang harus menjadi fokus evaluasi kurikulum pada tingkat nasional,
daerah, dan satuan pendidikan.

B.     RumusanMasalah
penulis merumuskan rumusan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana model kurikulum Developmental Education
2. Bagaimana model kurikulum Movement Education?
3. Bagaimana model kurikulum Sport Education?
4. Bagaimana model kurikulum personal meaning?
5. Bagaimana model kurikulum Health-Related Physical Fitness?

C.     TujuanMakalah

Sejalan dengan rumusan masalah diatas, makalah ini disusun dengan


tujuan untuk :
1. Mengetahui model kurikulum Developmental Education.
2. Mengetahui model kurikulum Movement Education.
3. Mengetahui model kurikulum Sport Education.
4. Mengetahui model kurikulum Personal meaning.
5. Mengetahui model kurikulum Health-Related Physical Fitness.
D. KegunaanMakalah
Makalah ini disusun dengan harapan memberikan kegunaan baik secara teoritis
maupun secara praktis. Secara teoritis makalah ini berguna sebagai penambah
wawasan tentang Mengurai dan Menganalisis Model Model Kurikulum
Pendidikan Jasmani makalah ini diharapkan bermanfaat bagi :
1. penulis, sebagai wahana penambah pengetahuan tentang Mengurai dan
Menganalisis Model Model Kurikulum Pendidikan Jasmani
2. pembaca, sebagai media informasi tentang Mengurai dan Menganalisis
Model Model Kurikulum Pendidikan Jasmani
E. ProsedurMakalah
Makalah ini disusun dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Metode
yang digunakan adalah metode deskriptif. Melalui metode ini penulis akan
menguraikan permasalahan yang dibahas secara jelas dan komprehensif. Data
teoritis dalam makalah ini dikumpulkan dengan menggunakan teknik studi
pustaka, artinya penulis mengambil data melalui kegiatan membaca berbagai
literature yang relevan dengan makalah. Data tersebut diolah dengan teknik
analisis melalui kegiatan mengeksposisikan data dalam konteks tema makalah
tersebut.
BAB II
ISI

A. PEMBAHASAN

1. Model Developmental Education (Perkembangan)


Model perkembangan menempatkan peserta didik pada inti kurikulum. Guru
merencanakan pelajaran dan kegiatan yang akan dilaksanakan dengan
memperhatikan kebutuhan dan minat anak. Peserta didik memutuskan
pemanfaatan gerakan dalam kehidupannya dan berpikir retlektif akan konsekuensi
dari keputusan yang diambilnya. Ditambahkan oleh Jewett, Bain dan Ennis
(1994:247) bahwa model ini merefeksikan orientasi aktualisasi diri yang
menekankan pada pertumbuhan siswa secara individual. Pembuat kurikulum
merencanakan program berdasarkan tingkat perkembangan siswa pada saat itu.
Sembilan puluh lima persen(95%) kurikulum pendidikan jasmani sekolah dasar di
Amerika Serikat adalah model ini, karena dipercayai bahwa semua ranah peserta
dikembangkan secara seimbang. Tujuan model ini adalah kepuasan diri, kompeten
melakukan aktivitas jasmani, memiliki kepatutan individu, mampu bersosialisasi
dan menentukan pilihan secara bertanggungjawab serta mampu mengintegrasikan
pengalaman.
Program ini akan dilaksanakan mempunyai cici-ciri sebagai berikut:
pendeatan holistik dalam mencari indentita pribadi, beragam kesempatan untuk
perkembangan yang maksimal, lingkungan yang sehat yang menjamin individu.

2. Model movement Education (gerakan)


Model analisis gerakan mulai berkembang tahun 1920-an dan 1930-an. Kini,
telah dikembangkan ke dalam suatu kurikulum pendidikan jasmani yang
menekankan keutamaan akan pemahaman gerakan dari sudut pandang
biomekanik dan estetik. Model ini berdasarkan atas pendekatan penguasaan
keahlian dalam mengembangkan programnya. Aktualisasi diri dan proses belajar
ditemukan pula dalam model ini. Penguasaan keahlian terlihat dalarn programnya
yang mengarahkan peserta didik agar rnemahami struktur gerakan dan
mengembangkan potensi peserta didik agar bisa bergerak secara terarnpil. Jewett,
Bain dan Ennis (1994:222-224) menyatakan bahwa dalam model analisis gerakan,
peserta didik belajar menganalisis gerakan berdasarkan konsep badan (apa yang
dilakukan badan), usaha (bagaimana badan bergerak), ruang (dirnana badan
bergerak), dan hubungannya (hubungan apa yang terjadi). Juga, mereka
menerapkan konsep tersebut untuk berbagai macam kegiatan olahraga dan
gerakan manusia. Peserta didik meningkatkan kernarnpuan untuk mencapai
tingkat gerak yang terarnpil. Mereka rnengindentifikasi dan menerapkan konsep
gerak yang terampiil kedalam prestasi dirinya sendiri dan ternan sekelasnya.
Nichols (1994:8) rnenyatakan bahwa agar penyiapan peserta didik menjadi
seseorang yang giat berlatih sepanjang hayat, maka pengajaran pendidikan
jasmani harus menghasilkan hal-hal sebagai berikut: 1) perkernbangan
pernaharnan tentang belajar gerak rnanusia, 2) pencapaian keterampilan gerak
dasar dan keterarnpilan olahraga yang lebih tinggi dan memahami kegunaannya
untuk berbagai kegiatan jasrnani dimasa kini dan masa depan, 3) perkernbangan
pernahaman tentang kornponen kebugaran jasmani yang berkaitan dengan
kesehatan, 4) perkembangan sikap yang sesuai dan keterampilan sosial yang
penting agar berhasil dalam berolahraga.
Karakteristik program yang dikembangkan dalarn model ini adalah
pengetahuan, pernaharnan, dan penguasaan keterampilan gerakan yang
terintegrasi dalam satu kesatuan, ruang lingkup dan tahapan isi pelajaran atas tema
atau konsep gerak, menekankan pada kemampuan memecahkan masalah.

3. Model Sport Education (Pendidikan Olahraga)


Model ini dikembangkan oleh Siedentop berdasarkan atas asumsi bahwa (1)
olahraga adalah bentuk lanjut dari bermain, (2) olahraga merupakan bagian
penting dari kebudayaan, (3) peserta didik harus berolahraga lewat pendidikan
jasmani karena asumsi kedua, dan (4) keikutsertaan peserta didik dalam olaIlraga
harus sesuai dengan perkembangannya.Siedentop (1994:3) menyatakan bahwa
pendidikan olahraga merupakan suatu model kurikulum dan pengajaran yang
dikembangkan untuk program pendidikan jasmani dimana peserta didik tidak
hanya belajar secara lengkap bagaimana cara berolahraga, tetapi juga belajar
mengkoordinir dan mengatur kegiatan olahraga. Peserta didik, juga belajar
bertanggungjawab secara pribadi dan keterampilan sebagai anggota kelompok
secara efektif.
Tujuan yang ingin dicapai oleh model kurikulum ini adalah: 1) menigkatkan
minat peserta didik terhadap kegiatan olahraga agar mereka berpartisipasi secara
sukarela. 2) mengembangkan pemahaman, kemampuan strategi, dan keterampilan
dalam berolahraga. 3) meningkatkan pemahaman akan lingkungan olahraga dan
meningkatkan etika berperilaku dalam berolahraga
Ciri-ciri yang terdapat dalam program model ini adalah: Peserta didik belajar
berpartisipasi dalam kegiatan bermain dan berolahraga yang dilaksanakan didalam
suatu lingkungan yang kondusif. Semua peserta didik memperoleh kesempatan
untuk mengikuti kompetisi yang dilaksanakan didalam sekolah.

4. Model Personal Meaning


Model kurikulum personal meaning memastikan bahwa agar pengalaman
siswa bersifat mendidik, maka pengalaman itu harus mempunyai makna dan
keberartian untuk seorang individual.
Untuk menerapkan model ini diperlukan Purpose Process Curriculum
Framework (PPCF), suatu kerangka kerja teoritis, yang memasukkan dua dimensi
kedalamnya, yaitu dimensi tujuan dan dimensi proses. Dimensi tujuan berperan
sebagai petunjuk bagi para perencana untuk memutuskan hakikat dan ruang
lingkup isi kurikulum. Dimensi tujuan ini meliputi 22 pernyataan tujuan, yang
menampilkan motif atau maksud siswa dalam mengikuti kegiatan gerak, sehingga
dapat dilihat juga sebagai tujuan dari pendidikan jasmani secara keseluruhan.
Sedangkan dimensiproses berperan sebagai pola klasifikasi untuk
mengidentifikasi keseluruhan proses pembelajaran gerak.
Terdapat tujuh kategori proses gerak yang dapat menggambarkan dan
memberikan taksonomi tujuan pengajaran dalam domain psikomotor. Kategori
proses ini meliputi perceiving (merasakan), patterning (mempolakan), adapting
(menyesuaikan), refining (menghaluskan), varrying (memvariasikan), improvising
(mencari yang baru), dan composing (menciptakan) (Jewet, Bain, and Ennis,
1995).
Kritik untuk model ini, terutama yang berpedoman pada PPFC, berada di
sekitar dilema dalam mengartikan dan menerjemahkan model ke dalam praktek.
Terdapat sedikit sekali contoh model ini dalam wilayah praktek, sehingga para
guru mendapat kesulitan dalam menerjemahkan tujuan-tujuan untuk
melaksanakan program penjas ke dalam pernyataan tujuannya (Jewet and Bain,
1985).

5. Model Health-Related Physical Fitness


Model kurikulum kebugaran jasmani, atau sering disebut sebagai model
pendidikan kebugaran, hampir sama dengan model perkembangan, ciri model
pendidikan kebugaran yang membatasi manfaatnya pada wilayah kesehatan,
dengan tujuan utama meningkatkan kebugaran jasmani siswa. Sebagaiman
dirumuskan oleh banyak pihak, kebugaran jasmani adalah “kemampuan untuk
melaksanakan tugas sehari-hari dengan cukup intensif dan kesiagaan penuh, tanpa
menimbulkan kelelahan yang berarti, dengan energi yang cukup untuk menikmati
waktu luang dan menjalani situasi-situasi yang tidak terduga.” Dilihat dari target
pencapaian yang harus dipenuhi, maka model ini berlandaskan pada orientasi nilai
disciplinary mastery
Banyak pihak membedakan aspek kebugaran ke dalam dua jenis kebugaran,
yaitu kebugaran yang dikaitkan dengan fisik semata-mata (physical fitness), yang
di dalamnya termasuk kebugaran sistem kardio-vaskuler, kekuatan otot, daya
tahan otot, kelenturan dan komposisi tubuh; dan kedua, kebugaran yang berkaitan
dengan kemampuan gerak (motor fitness), yang memasukkan unsur-unsur seperti
kecepatan, kelincahan, power, keseimbangan, koordinasi, dan waktu reaksi.
Tentunya, dalam model pendidikan kebugaran, tujuan utamanya adalah mencapai
kebugaran jenis pertama, tetapi diyakini bahwa kegiatan yang dipilihpun harus
senantiasa memasukkan upaya untuk memperbaiki kualitas dari jenis kebugaran
yang kedua.
Kritik terhadap model ini berada di sekitar sempitnya fokus dari program
yang bisa ditawarkan, sehingga baik guru maupun siswa bisa menimbulkan rasa
bosan, kesan terlalu restriktif, dan terlalu sederhana (Siedentop, Mand, and
Taggart, 1986). Bahkan ada yang mensinyalir bahwa efek kebugaran sebenarnya
sudah menjadi bagian integral dari kebanyakan model kurikulum yang ditawarkan
sebelumnya, karena kebugaran pada hakikatnya adalah ciri unik yang melekat
pada program penjas, apapun model kurikulum yang diterapkannya (Dauer and
Pangrazi1992)
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Karena perbedaan yang telah disebutkan diatas, tidaklah bermanfaat untuk
menentukan model yang paling baik. Akan lebih berguna bila mempelajari
kelebihan dan kekurangan setiap model. Dengan mengetaui kelebihan dan
kekurangan setiap model, maka akan lebih mudah untuk mempelajari
karakteristiknya. Perencaan dan pembuat kurikulum perlu memahami
karakteristik, termasuk kelebihan dan kekurangan, setiap model agar bisa
membuat keputusan yang benar. Pun, dia harus pula mencermati trend
yang sedang berkembang dalam masyarakat masakini, kebijakan yang
diambil pemerintah, minat dan kebutuhan pesertadidik, kondisi
masyarakat dan lingkungan, dan biaya serta sumber daya manusia yang
tersedia. Dengan didasari oleh pengetahuan yang demikian, diharapkan
kurikulum yang terwujud benar-benar sesuai dengan harapan pemerintah
dan masyarakat, dan tidak meninggalkan menggantikan kaidah kaidah
yang mengaturnya.

B. Saran
Sebagai mahasiswa pendidikan Sebagai warga negara yang baik, demi
memajukan pendidikan bangsa tentunya kita harus mendukung keputusan
pemerintah dalam mengambil keputusan untuk mengubah sistem
kurikulum yang sudah ada sebelumnya menjadi kurikulum baru jauh lebih
baik.
DAFTAR PUSTAKA

https://docplayer.info/53715549-Model-kurikulum-pendidikan-jasmani.html

http://file.upi.edu/Direktori/FPOK/JUR._PEND._OLAHRAGA/
196308241989031-AGUS_MAHENDRA/Penjas-Life_Skill-
SMA_Agus_Mahendra/BAB_2_Penjas_Life_Skills_SMA.pdf

Anda mungkin juga menyukai