Anda di halaman 1dari 34

TEORI KURIKULUM MENURUT PARA AHLI

MAKALAH
diajukan untuk memenuhi tugas Teori dan Pengembangan Kurikulum PKn
dosen pengampu :

Prof. Dr. H. Aim Abdulkarim, M.Pd.

oleh

Isma Muslihati Saleha (2002513)


Muhammad Iqbal Darmais ()

MAGISTER PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN


DEPARTEMEN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur hanya tertuju pada pencipta alam, maha suci, maha agung yang
menggenggam alam semesta ini Allah swt, yang pada waktu ini penulis masih bisa di
berikan kehidupan untuk menyelesaikan makalah ini. Shalawat dan salam selalu
disenandungkan, untuk panutan umat yakni nabi Muhammad saw.

makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah. makalah
ini membahas mengenai model pengembangan kurikulum beauchamps sistem.

Penulis menyadari akan segala kekurangan yang ada dalammakalah ini, untuk
itu sampaikan kata-kata baik dalam hal kekurangan dan kebaikan, demi
kesempurnaan makalah ini. Walaupun masih banyak kekurangan, penulis berharap
makalah ini bisa memberikan manfaat.

Bandung, Februari 2021

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah


Di dalam pendidikan, kurikulum merupakan salah satu aspek yang sangat
penting. Kurikulum merupakan bagian dari satuan unit pendidikan. kurikulum
memiliki sifat fleksibel, hal tersebut dimaksudkan bahwa kurikulum bisa
dikembangkan sesuai porsi dan kebutuhan di dalam pendidikan. Selain itu, proses 
pengembangan kurikulum tentu saja harus melihat beberapa aspek yang krusial,
yaitu kebutuhan  peserta  didik,  kebutuhan masyarakat  maupun  arah  program 
pendidikan. Aspek-aspek tersebut  merupakan sesuatu yang harus
dipertimbangkan dalam pengembangan kurikulum di Indoneisa. Pengembangan
dari kurikulum mencakup pada rancangan desain, implementasi, dan evaluasi.
Pengembangan kurikulum harus menggambarkan suatu sistem perencanaan
pembelajaran, di mana hal tersebut difokuskan pada proses pembelajaran di kelas,
sehingga mampu memenuhi kebutuhan dari suatu standar keberhasilan
pendidikan. Sampai saat ini, pengembangan kurikulum memiliki banyak sekali
model.
Para ahli mempunyai pandangan berbeda dalam hal pengembangan
kurikulum, beberapa ahli lebih memfokuskan pada karakteristik isi, sedangan
beberapa ahli lainnya menitikberatkan pada sisi pengelolaannya. Meskipun
memiliki fokusan yang berbeda, akan tetapi setiap ahli bertujuan untuk
mengoptimalkan kurikulum. salah satu pengembangan model kurikulum yang
dikembangkan oleh para ahli adalah model beuchamps system. Beuchamps
merupakan salah satu ahli kurikulum yang mengembangkan kurikulum sehingga
bisa digunakan secara baik. Pembahasan di dalam makalah ini adalah mengenai
konsep dan teori kurikulum menurut para ahli.
1.2. Rumusan masalah
a. Apa yang dimaksud dengan Teori Kurikulum?
b. Apakah teori kurikulum menurut para ahli?
1.3. Tujuan
a. Untuk menjelaskan lebih rinci mengenai
b. Untuk mengetahui
BAB II

KAJIAN TEORI

2.1. Teori Kurikulum


Teori Kurikulum Teori merupakan suatu perangkat pernyataan yang
bertalian satu sama lain, yang disusun sedemikian rupa sehingga memberikan
makna yang fungsional terhadap serangkaian kejadian. Perangkat pernyataan
tersebut dirumuskan dalam bentuk definisi deskriptif atau fungsional, suatu
konstruksi fungsional, asumsi-asumsi, hipotesis, generalisasi, hukum, atau term-
term. Isi rumusanrumusan tersebut ditentukan oleh lingkup dari rentetan kejadian
dicakup, jumlah pengetahuan empiris yang ada, dan tingkat keluasan dan
kedalaman teori dan penelitian di sekitar kejadiankejadian tersebut. Kalau
konsep-konsep itu diterapkan dalam kurikulum, maka dapatlah dirumuskan
tentang teori kurikulum, yaitu sebagai suatu perangkat pernyataan yang
memberikan makna terhadap kurikulum sekolah. Makna tersebut terjadi karena
adanya petunjuk perkembangan, penggunaan dan evaluasi kurikulum. Bahan
kajian dari teori kurikulum adalah hal-hal yang berkaitan dengan penentuan
keputusan, penggunaan, perencanaan, pengembangan, evaluasi kurikulum, dan
lain-lain.
Menurut Bobbit, inti teori kurikulum itu sederhana, yaitu kehidupan
manusia. Kehidupan manusia meskipun berbeda-beda pada dasarnya sama,
terbentuk oleh sejumah kecakapan pekerjaan. Pendidikan berupaya
mempersiapkan kecakapan-kecakapan tersebut dengan teliti dan sempurna.
Kecakapan-kecakapan yang harus dikuasai untuk dapat terjun dalam kehidupan
sangat bermacam-macam, bergantung pada tingkatannya maupun jenis
lingkungan. Setiap tingkatan dan lingkungan kehidupan menuntut penguasaan
pengetahuan, keterampilan, sikap, kebiasaan, apresiasi tertentu. Hal-hal itu
merupakan tujuan kurikulum. Untuk mencapai hal-hal itu ada serentetan
pengalaman yang harus dikuasai anak. Seluruh tujuan beserta pengalaman-
pengalaman tersebut itulah yang menjadi bahan kajian teori kurikulum.
Perkembangan teori kurikulum selanjutnya dibawakan oleh Hollis
Caswell. Dalam peranannya sebagai ketua divisi pengembang kurikulum di
beberapa negara bagian di Amerika Serikat (Tennessee, Alabama, Florida dan
Virginia), ia mengembangkan konsep kurikulum yang berpusat pada masyarakat
atau pekerjaan (society centered) maka Caswell mengembangkan kurikulum
yang bersifat interaktif. Dalam pengembangan kurikulumnya, Caswell
menekankan pada partisipasi guru, berpartisipasi dalam menentukan kurikulum,
menentukan struktur organisasi dari penyusunan kurikulum, dalam merumuskan
pengertian kurikulum, merumuskan tujuan, memilih isi, menentukan kegiatan
belajar, desain kurikulum, menilai hasil, dan sebagainya. Ralph W. Tylor (1949)
sebagaimana dikutip Sukmadanata mengemukakan empat pertanyaan pokok
yang menjadi inti kajian kurikulum: 1) Tujuan pendidikan yang manakah yang
ingin dicapai oleh sekolah? 2) Pengalaman pendidikan yang bagaimanakah yang
harus disediakan untuk mencapai tujuan tersebut? 3) Bagaimana
mengorganisasikan pengalaman pendidikan tersebut secara efektif? 4)
Bagaimana kita menentukan bahwa tujuan tersebut telah tercapai?. Beauchamp
merangkumkan perkembangan teori kurikulum antara tahun 1960 sampai dengan
1965. la mengidentifikasi adanya enam komponen kurikulum sebagai bidang
studi, yaitu: landasan kurikulum, isi kurikulum, desain kurikulum, rekayasa
kurikulum, evaluasi dan penelitian, dan pengembangan teori. Thomas L. Faix
(1966) menggunakan analisis struktural-fungsional yang berasal dari biologi,
sosiologi, dan antropologi untuk menjelaskan konsep kurikulum. Fungsi
kurikulum dilukiskan sebagai proses bagaimana memelihara dan
mengembangkan strukturnya. Ada sejumlah pertanyaan yang diajukan dalam
analisis struktural-fungsional ini. Topik dan subtopik dari pertanyaan ini
menunjukkan fenomena-fenornena kurikulum. Pertanyaanpertanyaan itu
menyangkut: (1) pertanyaan umum tentang fenomena kurikulum, (2) sistem
kurikulum, (3) unit analisis dan unsur-unsurnya, (4) struktur sistem kurikulum,
(5) fungsi sistem kurikulum, (6) proses kurikulum, dan (7) prosedur analisis
struktural-fungsional. Alizabeth S. Maccia sebagaimana dikutip Sukamadanata
dari hasil analisisnya menyimpulkan adanya empat teori kurikulum, yaitu: (1)
teori kurikulum, (2) teori kurikulumformal, (3) teori kurikulum evaluasional, dan
(4) teori kurikulum praksiologi. Mauritz Johnson (1967) membedakan antara
kurikulum dengan proses pengembangan kurikulum. Kurikulum merupakan hasil
dari sistem pengembangan kurikulum, tetapi sistem pengembangan bukan
kurikulum. Menurut Johnson, kurikulum merupakan seperangkat tujuan belajar
yang terstruktur. Jadi, kurikulum berkenaan dengan tujuan dan bukan dengan
kegiatan. Berdasarkan rumusan kurikulum tersebut, pengalaman belajar anak
menjadi bagian dari pengajaran.
Sukmadanata mengemukakan tiga unsur dasar kurikulum, yaitu aktor,
artifak, dan pelaksanaan. Aktor adalah orang-orang yang terlibat dalam
pelaksanaan kurikulum. Artifak adalah isi dan rancangan kurikulum. Pelaksanaan
adalah proses interaksi antara aktor yang melibatkan artifak. Studi kurikulum
menurut Frymier meliputi tiga langkah; perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.
Kata kurikulum, berasal dari bahasa Latin (Yunani), yakni cucere yang berubah
menjadi kata benda curriculum. Kurikulum, jamaknya curicula, pertama kali
dipakai dalam dunia atletik.
Dalam dunia atletik, kurikulum diartikan a race course, a place for
running a chariot. Suatu jarak untuk perlombaan yang harus ditempuh oleh
seorang pelari. Sedangkan a chariot diartikan semacam kereta pacu pada zaman
dulu, yakni suatu alat yang membawa seseorang dari start sampai finish.
Perkembangan lebih lanjut, kurikulum dipakai juga dalam dunia pendidikan.
Dalam dunia pendidikan, kurikulum mempunyai arti sebagai berikut:
a. Kurikulum dalam arti sempit atau tradisional
Dalam arti sempit atau tradisional, kurikulum sebagai a course, as a
specific fixed course of study, as in school or college, as one leading to a degree.
Dalam pengertian ini, kurikulum sebagai sejumlah mata pelajaran di sekolah atau
di perguruan tinggi yang harus ditempuh untuk mendapatkan ijazah atau naik
tingkat.
Carter V. Good mengemukakan pengertian kurikulum adalah a systematic
group of course or subject required for graduation in major field of study.
Kurikulum merupakan sekumpulan mata pelajaran atau sekwens yang bersifat
sistematis yang diperlukan untuk lulus atau mendapatkan ijazah dalam bidang
studi pokok tertentu. Robert Zaiz berpendapat curriculum is a resources of
subject matters to be mastered. Kurikulum adalah serangkaian mata pelajaran
yang harus dikuasai.
Dari pengertian di atas dapat dikatakan bahwa kurikulum adalah sejumlah
mata pelajaran yang disajikan guru kepada siswa untuk mendapatkan ijazah atau
naik tingkat. Pengertian kurikulum ini, saat sekarang, sama dengan “rencana
pelajaran di sekolah, yang disajikan guru kepada murid.” Arieh Levy
mengemukakan, kurikulum semacam ini, tidak lebih dari daftar singkat mengenai
sasaran dan isi pendidikan yang diajarkan di sekolah atau program silabus atau
pokok bahasan yang akan diajarkan. Dalam hubungan ini, Paul Langrand
mengemukakan, kurikulum seperti di atas mempunyai kaitan hanya sedikit pada
kehidupan, terlepas dari kenyataan yang konkret, sehingga terjadi jurang antara
pengalaman dan pendidikan, dan tidak adanya segala macam bentuk tanya jawab
atau keikut-sertaan murid di dalam proses pendidikan.
b. Kurikulum dalam arti luas atau modern
Kurikulum dalam pengertian ini bukan sekedar sejumlah mata pelajaran,
tetapi mempunyai cakupan pengertian yang lebih luas. Yakni, sesuatu yang nyata
terjadi dalam proses pendidikan.
Pendapat para ahli di bawah ini mencerminkan pengertian kurikulum di atas,
antara lain:
1) Ronald Doll mengemukakan bahwa kurikulum ... all the experiences which
are offered to learners under the auspices or direction of the school.
Kurikulum meliputi semua pengalaman yang disajikan kepada murid di
bawah bantuan atau bimbingan sekolah.
2) William B. Ragan mengartikan kurikulum ... all the experiences of children
for which the school accepts responsibility. Kurikulum adalah semua
pengalaman murid di bawah tanggung jawab sekolah.
3) Harold B. Alberty dan Elsie J. Alberty mendefinisikan kurikulum all of the
activities that are provided for student by the school constitute, its curriculum.
Kurikulum adalah segala kegiatan yang dilaksanakan sekolah bagi murid-murid.
Dari sejumlah pendapat di atas dapat disimpulkan, kurikulum adalah
semua pengalaman, kegiatan, dan pengetahuan murid di bawah bimbingan dan
tanggung jawab sekolah atau guru. Pengertian kurikulum ini memberikan
implikasi pada program sekolah bahwa semua kegiatan yang dilakukan murid
dapat memberikan pengalaman belajar. Kegiatan-kegiatan tersebut dapat
meliputi kegiatan di dalam kelas. Misalnya, kegiatan dalam mengikuti proses
belajar mengajar (tatap muka), praktek keterampilan, dan sejenisnya, atau
kegiatan di luar kelas, seperti kegiatan pramuka, wisata karya, kunjungan ke
tempattempat wisata/sejarah, peringatan hari-hari besar nasional dan keagamaan,
dan sejenisnya. Bahkan, semua kegiatan yang berhubungan dengan pergaulan
antara murid dengan guru, murid dengan murid, murid dengan petugas sekolah,
dan pengalaman hidup murid sendiri. Tegasnya, pengertian kurikulum ini
mengandung cakupan yang luas, karena meliputi semua kegiatan murid, pengala-
man murid, dan semua pengaruh, baik fisik maupun non fisik terhadap
pertumbuhan dan perkembangan murid. Kurikulum dalam pengertian rencana
belajar bersamaan arti dengan pengajaran. Artinya, kurikulum itu banyak
berkaitan dengan rencana dan cita-cita yang ingin dicapai, sedangkan pengajaran
terletak pada perwujudan atau pelaksanaan rencana itu dalam kegiatan belajar-
mengajar. Itulah sebabnya, pengembangan kurikulum sama artinya dengan
pengembangan pengajaran. Perbedaan kurikulum dengan pengajaran terletak
bukan pada implementasinya, melainkan pada keluasan cakupannya. Kurikulum
berkenaan dengan tujuan, isi, dan metode yang lebih luas, sedangkan yang lebih
sempit menjadi tugas pengajaran. Dengan kata lain, kurikulum berhubungan
dengan apa yang ingin dicapai (tujuan), sedangkan pengajaran berkaitan dengan
bagaimana mencapai tujuan itu (prosedur).
2.2. Klasifikasi Teori Kurikulum
Teori kurikulum dapat digunakan untuk melukiskan, menjelaskan dan
meramalkan hal yang harus dilakukan atau kemungkinan baru yang akan terjadi.
Di samping itu, teori kurikulum juga mengadakan analisis tentang keadaan
pendidikan dan dampaknya terhadap masyarakat luas.
Berdasarkan hal tersebut maka teori kurikulum dapat diklasifikasikan
menurut sudut pandang para ahlinya. Seperti John D. McNeil (1990)
mengklasifikasikan teori kurikulum atas (1) soft curriculum, yaitu kurikulum
yang mendasarkan pada filsafat, agama dan seni, dan (2) hard curriculum, yaitu
kurikulum yang mendasarkan pada pendekatan rasional dan lapangan (dalam
Subandijah, 1992:11-12).
Robert. Zais (1976) dalam bukunya “Curriculum principles and
fondation” menguraikan tentang teori kurrikulum dalam satu chaper khusus,
bahkan sebelumnya George A. Beuchamp menulis sebuah buku dengan judul
“Curriculum Theory”. Definisi senada dikemukakan oleh Kerlinger oleh
Beauchamp (1975) behwa “A theory is a interrelated constructs (consepts),
definitions, and prepositions that present a systematic view of phenomena by
specifying relations among variables, with the purpose of explaining and
predicting phenomena.” Dari kedua definisi di atas dapat diketahui bahwa
karakteristik suatu teori yaitu:
1. Adanya serangkaian yang bersifat universal
2. Dalam pernyataan tersebut terdapat konstruk, definisi, dan preposisi yang
saling berhubungan
3. Merupakan lawan dari praktik
4. Menampilkan pandangan yang jelas dan sistematik tentang suatu fenomena
5. Berdasarkan fakta-fakta empiris dan dapat diuji secara empiris
6. Tujuannya untuk mendeskripsikan, mnjelaskan, memprediksi, dan
memadukan fenomena.
Mouli dalam beaucamp (1975) menegaskan bahwa salah satu ciri-ciri
teori yang terbaik adalah:
1. A theorica system must permit education which can be tested empirically, its
must provide the means for its own interpretation and ferivication.
2. Theory must be compatible both with observation and with previously
validated theories.
3. Theories must be stated in simple terms, that theory is best which explains the
most simplest form.
4. Scientific theories must be best on empirical facts relationships.
Sehubungan dengan fungsi teori, Broadback menyatakan “A theory not
only explains and predicts if also univies phenomena.” Demikian pula halnya
dengan teori kurikulum yang mempunyai kedudukan sangat penting dalam
pengembangan kurikulum dan menjadi syarat mutlak untuk mengembangkan
kurikulum sebagai suatu disiplin ilmu. Teori kurikulum dapat ditinjau dari dua
fungsi pokok, yaitu :
1. Sebagai alat dan kegiatan intelektual untuk memahami pengalaman belajar
peserta didik dalam proses pembelajaran yang dibantu oleh lmu sosial lainnya.
2. Sebagai suatu strategi atau metode utuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan
berdasarkn data-data empiris.
Dapat dilihat dari empat aspek penting yaitu: (1) hubungan antara kurikulum
dengan barbagai faktor yang dapat meningkatkan efektifitas dan efisiensi
kurikulum. (2) Hubungan antara kurikulum dengan struktur kompetensi yang
harus dikuasai peserta didik. (3) Hubungan antara kurikulum dengan komponen-
komponen kurikulum itu sendiri. (4) Hubungan antara kurikulum dengan
pembelajaran.
Akhirnya, Beaucan menyimpulkan bahwa terdapat lima implikasi dari
teori kurikulum, yaitu:
1. Any curiculum short begin by defining its set of events
2. Any curiculum theory should make clear its accepeted, values, and sources
for making decitions
3. Any curiculum theory should spacify the characteristics of curiculum design
4. Any curiculum theory should describe the essential prosess for making
curiculum decision and the interelationships among this process, those
processes
5. Any curiculum theory should provide for continous regeneration of curiculum
decisions.
Glantrom (1987) menyatakan “A curriculum is set of related educational
concept that effort a systematic and illuminating perspective of curriculum
fenomena”. Ia mengklasifikasikan teori kurikulum berdasarkan penyelidikan
yang meliputi:
1. Teori yang berorientasi pada struktur
Teori ini berhubungan dengan usaha menganalisis komponen-kurikulum
menjelaskan bagaimana komponen-komponen kurikulum itu saling berinteraksi
dan berinteaksi dengan lingkungan. Secara makro , teori yang berorientasi pada
struktur berorientasi pada struktur berusaha menjelaskan konsep global untuk
menjelaskan komponen-komponen kurikulum. Secara mikro, menjelaskan
feomena kurikulum pada tingkat lembaga.
2. Teori yang Berorientasi pada Nilai
Teori ini berorientasi pada nilai-nilai apa yang akan dikembangkan melaluii
kurikulum. Dalam hal pilihan-pilihan nilai yang dikembangkan dalam kurikulum,
ada kurikulum yang lebih memperdulikan nilai kemanusiaan, nilai budaya, dan
juga nilai budaya. Pada kurikulum yang berorientasi pada nilai yang diutamakan
adalah nilai-nilai.
3. Teori yang Berorientasi pada Bahan
Proses yang dimaksud disini adalah proses pengembangan kurikulum.
4. Teori berorientasi pada Hasil (Kompetensi)
Teori ini lebih mengutamakan kemampuan-kemampuan apa yang ada pada
diri siswa setelah mereka mempunyai pengalaman belajar tertentu yang
didesain dalam kurikulum. Kemampuan ini tentunya berkaitan dengan isi
kurikulum: tujuan, bahan ajar, pengalaman belajar proses dan model
pembelajaran, evaluasi, dan lainniya.
2.3 Konsep Teori Kurikulum
Konsep terpenting yang perlu mendapatkan penjelasan mengenai teori
kurikulum adalah konsep kurikulum. Ada tiga konsep tentang kurikulum sebagai
substansi, sebagai sistem, dan sebagai bidang studi.
1. Kurikulum sebagai suatu substansi
Suatu kurikulum rencana kegiatan blajar bagi murid-murid di sekolah,
atau sebagai suatu perangkat tujuan yang ingin dicapai. Suatu kurikulum juga
dapat merujuk pada suatu dokumen yng berisi suatu rumusan tentang ujian,
bahan ajar, kegiatan belajar-mengajar, jadwal, dan evaluasi. suatu kurikulum
juga dapat digambarkan sebagai dokumen tertulis sebagai kurikulum persetujuan
bersama antar penyusun kurikulum dan pemegang kebijaksanaan pendidikan
2. Kurikulum sebagai suatu sistem yaitu sistem kurikulum
Sitem kurikulum merupakan bagian dari sistem persekolahan, sistem
pedidikan bahkan sistem masyarakat. Suatu sistem kurikulum mecakup
personalia, dan prosedur kerja bagaimana cara menyusun suatu kurikulum,
melaksanakan, mengevaluasi, menyempurnakannya. Hasil dari suatu kurikulum
adalah tersusunnya suatu kurikulum, dan fungsi dari suatu kurikulum adalah
bagaimana memelihara kurikulum agar tetap dinamis.
3. Kurikulum sebagai suatu bidang studi yaitu bidang studi kurikulum
Bidang kajian para ahli kurikulum dan ahli pendidikan dan pengajaran.
Tujuan kurikulum sebagai bidang studi adalah mengembangkan ilmu tentang
kurikulum. Dan sistem kurikulum. Melalui studi kepustakaan dan beragai
kegiatan penelitian dan percobaan, mereka menemukan hal-hal baru yang dapat
memperkaya dan memperkuat bidang studi kurikulum.
2.4 Perkembangan Teori Kurikulum
Perkembangan kurikulum telah dimulai pada tahun 1890 dengan tulisan
Charless dan McMurry, tetapi secara definitive berawal dari hasil karya Frankin
Babbit tahun 1918. Bobbit sering dipandang sebagai ahli kurikulum Yang
pertama, ia perintis pengembangan praktek kurikulum. Menurut Bobbit teori
kurikulum itu sederhana, yaitu kehidupan manusia. Kehidupan manusia
meskipun berbeda-beda pada dasarnya sama terbentuk oleh sejumlah kecakapan
pekerjaan. Pendidikan berupa mempersiapkan kecakapan-kecakapan tersebut
dengan teliti dan sempurna. Mulai tahun 1920, karena pengaruh pendidikan
progresif, berkembang gerakan pendidikan yang berpusat pada anak (child
centered). Perkembangan teori kurikulum selanjutnya di bawakan oleh Hollis
Dasweel. Dalam peranannya sebagai ketua divisi pengembang kurikulum di
beberapa negara di bagian Amerika Serikat. Ia mengembangkan kurikulum yang
berpusat pada masyarakat atau pekerjaan.
Maka Caswell mengembangkan kurikulum yang bersifat interaktif.
Dalam pengembangan kurikulumnya, Caswell menekankan pada partisipasi
guru-guru berpartisipasi dalam menentukan kurikulum, menentukan stuktur
organisasi dari penysusun kurikulum, dalam merumuskan pengertian kurikulum,
merumuskan tujuan, memilih isi, menetukan kegiatan belajar, desain kurikulum,
menilai hasil.
Pada tahun 1947 di Univertas Chicago berlangsung diskusi besar pertama
tentang kurikulum. Sebagai hasil diskusi tersebut dirumuskan tiga tugas utama
teori kurikulum:
1. Mengidentifikasi masalah-masalah penting yang muncul dalam
pengembangan kurikulum dan konsep-konsep yang mendasarinya,
2. Menentukan hubungan antara masalah-masalah tersebut dengan struktur yang
mendukungnnya,
3. Mencari atau meramalkan pendekatan-pendekatan pada masa yang akan
datang untuk memecahkan masalah tersebut.
Ralph W.Tylor (1949) mengemukakan empat pertanyaan pokok yang
menjadi inti kajian kurikulum:
1. Tujuan pendidikan yang manakah yang ingin dicapai oleh sekolah?
2. Pengalaman pendidikan yang bagaimanakah yang harus disediakan untuk
mencapai tujuan tersebut?
3. bagaimana mengorganisasikan pengalaman pendidikan tersebut secara
efektif?
4. bagaimana kita menentukan bahwa tujuan tersebut telah tercapai?
Menurut Beauchamp sendiri merangkumkan perkembangan teori
kurikulum antara tahun 1960 sampai 1965. Ia mengindentifikasikan adanya 6
komponen kurikulum sebagai bidang studi yaitu landasan kurikulum, isi
kurikulum, desain kurikulum, rekayasa kurikulum, evaluasi dan penelitian, dan
pengembangan teori. Jack R. Frymier (1967) mengemukakan tiga unsur dasar
kurikulum yaitu actor, artifak, dan pelaksanaan.
Ada beberapa masalah atau isu substansi dalam pembahasan tentang teori
kurikulum yaitu definisi kurikulum, sumber sumber kebijaksaan kurikukulum,
desain kurikulum, rekayasa kurikulum, peran nilai dalam pengembangan
kurikulum, dan implikasi teori kurikulum.
1. Sumber pengembangan kurikulum
Pengembang kurikulum pertama bertolak dari kehidupan dan
pekerjaan orang dewasa, karena sekolah mempersiapkan anak bagi kehidupan
orang dewasa, kurikulum terutama isi kurikulum diambil dari kehidupan orang
dewasa. Dalam pengembangan selanjutnya, sumber ini menjadi luas meliputi
semua unsur kebudayaan. Pendidikan atau pengajaran bukan memberikan
sesuatu pada anak, melainkan menumbuhkan potensi-potensi yang telah ada pada
anak. Ada tiga pendekatan terhadap anak sebagai sumber kurikulum, yaitu
kebutuhan siswa, perkembangan siswa, dan minat siswa. Beberapa pengembang
kurikulum mendasarkan penentuan kurikulum pada pengalaman-pengalaman
penyusunan kurikulum yang lalu. Hal lain yang menjadi sumber penyusunan
kurikulum adalah nilai-nilai. Terakhir yang menjadi sumber penentuan
kurikulum adalah kekuasaan sosial-politik.
2. Desain dan rekayasa kurikulum
Desain kurikulum merupakan suatu pengorganisasian tujuan, isi, serta
proses belajar yang akan diikuti siswa pada berbagai tahap perkembangan
pendidikan. Dalam desain kurikulum akan tergambar unsure-unsur dan
kurikulum, hubungan antara satu unsure dengan unsure lainnya, prinsip-prinsip
pengorganisasian, serta hal-hal yang diperlukan dalam pelaksanaannya. Dalam
desain kurikulum, ada dua dimensi penting, yaitu:
a. substansi, unsur-unsur serta organisasi dari dokumen tertulis kurikulum,
b. model pengorganisasian dan bagian-bagian kurikulum terutama organisasi dan
proses pengajaran.
Ada dua hal yang perlu ditambahkan dalam desain kurikulum: Pertama,
ketentuan-ketentuan, tentang bagaimana penggunaan kurikulum serta bagaimana
mengadakan penyempurnaan-penyempurnaan berdasarkan masukan dari
pengalaman, kedua, kurikulum itu dievaluasi, baik bentuk desainnya maupun
system pelaksanaannya.
2.4.1 Teori Kurikulum Beauchamp
Menurut Beauchamp (dalam Sukmadinata, 2005:30), teori kurikulum
secara konseptual berhubungan erat dengan pengembangan teori dan ilmu-ilmu
lain. Hal-hal yang penting dalam pengembangan teori kurikulum adalah
penggunaan istilah-istilah teknis yang tepat dan konsisten, analisis dan klasifikasi
pengetahuan, penggunaan penelitian-penelitian prediktif untuk menambah
konsep, generalisasi atau kaidah-kaidah, sebagai prinsip-prinsip yang menjadi
pegangan dalam menjelaskan fenomena kurikulum. Beauchamp (dalam
Sukmadinata, 2005:30) merangkumkan perkembangan teori kurikulum antara
tahun 1960 sampai dengan 1965. Ia mengidentifikasi adanya enam komponen
kurikulum sebagai bidang studi yaitu: landasan kurikulum, isi kurikulum, desain
kurikulum, rekayasa kurikulum, evaluasi dan penelitian, dan pengembangan
teori. Dari semua uraian tentang hal-hal yang berkaitan dengan teori kurikulum,
Beauchamp (dalam Sukmadinata, 2005:35) mengemukakan lima prinsip dalam
pengembangan teori kurikulum, yaitu:
1. Setiap teori kurikulum harus dimulai dengan perumusan (definisi) tentang
rangkaian kejadian yang dicakupnya;
2. Setiap teorio kurikulum harus mempunyai kejelasan tentang nilai-nilai dan
sumber-sumber pangkal tolaknya;
3. Setiap teori kurikulum perlu menjelaskan karakteristik dari desain
kurikulumnya;
4. Setiap teori kurikulum harus menggambarkan proses-proses penentuan
kurikulumnya serta interaksi di antara proses tersebut;
5. Setiap teori kurikulum hendaknya menyiapkan diri bagi proses
penyempurnaannya.
George A. Beauchamp (1981) mendefinisikan kurikulum sebagai
dokumen tertulis yang memuat rencana untuk pendidikan peserta didik selama
belajar di sekolah. Pengembangan kurikulum merupakan bagian penting dalam
program pendidikan. Kurikulum dan silabus perlu dijabarkan lebih lanjut agar
dapat dioperasionalkan di sekolah dan kelas. Menurut Beauchamp, ada lima
langkah atau pentahapan dalam mengembangkan suatu kurikulum (Beauchamp’s
System).
1. Menetapkan arena atau lingkup wilayah yang akan dicakup oleh kurikulum
tersebut: sekolah, kecamatan, kabupaten, propinsi, negara. Pentahapan arena
ini ditentukan oleh wewenang yang dimiliki oleh pengambil kebijakan dalam
pengembangan kurikulum, serta oleh tujuan pengembangan kurikulum.
2. Menetapkan personalia, yaitu siapa-siapa yang turut serta terlibat dalam
pengembangan kurikulum. Ada empat kategori orang yang turut
berpartisipasi dalam pengembangan kurikulum:
a. para ahli pendidikan/kurikulum yang ada pada pusat pengembangan
kurikulum dan para ahli bidang ilmu dari luar
b. para ahli pendidikan dari perguruan tinggi atau sekolah dan guru-guru
terpilih
c. para profesional dalam sistem pendidikan
d. profesional lain dan tokoh-tokoh masyarakat
Beauchamp mencoba melibatkan para ahli dan tokoh-tokoh
pendidikan seluas mungkin, yang biasanya pengaruh mereka kurang
langsung terhadap pengemba- ngan kurikulum dibanding dengan tokoh-
tokoh lain seperti para penulis dan pe- nerbit buku, para pejabat pemerintah,
politisi, dan pengusaha serta industriawan. Penetapan personalia ini sudah
tentu disesuaikan dengan tingkat dan luas wila- yah arena. Untuk tingkat
propinsi atau nasional tidak terlalu banyak melibatkan guru. Sebaliknya
untuk tingkat kabupaten, kecamatan atau sekolah keterlibatan guru-guru
semakin besar. Mengenai keterlibatan kelompok-kelompok personalia ini,
Beauchamp mengemukakan tiga pertanyaan:
a. Haruskah kelompok ahli/pejabat/profesi tersebut dilibatkan dalam
pengembangan kurikulum?
b. Bila ya, apakah peranan mereka?
c. Apakah mungkin ditemukan alat dan cara yang paling efektif untuk
melaksanakan peran tersebut?
3. Organisasi dan prosedur pengembangan kurikulum. Langkah ini berkenaan
dengan prosedur yang harus ditempuh dalam merumuskan tujuan umum dan
tujuan yang lebih khusus, memilih isi dan pengalaman belajar, serta kegiatan
evaluasi, dan dalam menentukan keseluruhan desain kurikulum. Beauchamp
membagi keseluruhan kegiatan ini dalam lima langkah, yaitu :
a. membentuk tim pengembang kurikulum
b. mengadakan penilaian atau penelitian terhadap kurikulum yang ada yang
sedang digunakan
c. studi penjajagan tentang kemungkinan penyusunan kurikulum baru
d. merumuskan kriteria-kriteria bagi penentuan kurikulum baru
e. penyusunan dan penulisan kurikulum baru.
4. Implementasi kurikulum
Langkah ini merupakan langkah mengimplementasikan atau
melaksanakan kurikulum yang bukan sesuatu yang sederhana, sebab
membutuhkan kesiapan yang menyeluruh,baik kesiapan guru-guru, siswa,
fasilitas, bahan maupun biaya, di samping kesiapan manajerial dari pimpinan
sekolah atau administrator setempat.
5. Evaluasi kurikulum.
Langkah ini mencakup empat hal, yaitu: a. evaluasi tentang
pelaksanaan kurikulum oleh guru-guru b. evaluasi desain kurikulum c.
evaluasi hasil belajar siswa d. evaluasi dari keseluruhan sistem kurikulum.
Data yang diperoleh dari hasil kegiatan evaluasi ini digunakan bagi
penyempurnaan sistem dan desain kurikulum, serta prinsip-prinsip
melaksanakannya.
2.4.2 Teori Kurikulum Ralph W. Taylor
Dalam bukunya yang berjudul Basic Principles Curriculum and
Instruction (1949), Tyler mengatakan bahwa curriculum development needed to
be treted logically and systematically. Ia berupaya menjelasskan tentang
pentingnya pendapat secara rasional, menganalisis, menginterpretasi kurikulum
dan program pengajarannya dari suatu pengajaran dari suatu lembaga pendidikan.
Pengembangan kurikulum model Tyler ini mungkin yang terbaik, dengan
penekanan khusus pada fase perencanaan. Walaupun Tyler mengajukan model
pengembangan kurikulum secara komprehensif tetapi bagian pertama dari
modelnya (seleksi tujuan) menerima sambutan yang hangat dari para educator.
Langkah-langkah pengembangan kurikulum:
a. Langkah l: Tyler merekomendasikan, bahwa perencana kurikulum agar
mengidentifikasikan tujuan umum (tentative general objectives) dengan
mengumpulkan data dari tiga sumber, yaitu : kebutuhan peserta didik,
masyarakat (fimgsi yang diperlukan) dan subject matter.
b. Langkah 2: Setelah mengidentifikasi beberapa buah tujuan umum, perencana
merifinenya dengan cara menyaring melalui dua saringan, yaitu filosofi
pendidikan dan psikologi belajar. Hasilnya akan menjadi Tujuan pembelajaran
khusus dan meyebutkannya juga pendidikan sekolah dan filosofi masyarakat
sebagai saringan pertama untuk tujuan iniSelanjutnya perlu disusun garis-garis
besar nilai-nilai yang didapat dan mengilustrasikannya dengan memberi tekanan
pada empat tujuan demokratis. Untuk melaksanakan penyaringan, para pendidik
harus menjelaskan prinsip-prinsip belajar yang baik, dan psikologi belajar
memberikan ide mengenai jangka waktu yang diperlukan untuk mencapai tujuan
dan waktu untuk melaksanakan kegiatan secara efesien. Tyler pun menyarankan
agar pendidik memberi perhatian kepada cara belajar yang dapat :
1) Mengembangkan kemampuan berpikir
2) Menolong dalam memperoleh informasi
3) Mengembangkan sikap masyarakat
4) Mengembangkan minat
5) Mengembangkan sikap kemasyarakatan
c. Langkah 3: Menyeleksi pengalaman belajar yang menunjang pencapaian
tujuan. Penentuan pengalaman belajar harus mempertimbangkan persepsi dan
pengalaman yang telah dimililiki oleh peserta didik.
d. Langkah 4: Mengorganisasikan pengalaman kedalam unit-unit dan
menggambarkan berbagai prosedur evaluasi
e. Langkah 5: Mengarahkan dan mengurutkan pengalaman-pengalaman belajar
dan mengkaitkannya dengan evaluasi terhadap keefektifan perencanaan dan
pelaksanaan.
f. Langkah 6: Evaluasi pengalaman belajar. Evaluasi merupakan komponen
penting dalam pengembangan kurikulum
Sehubungan dengan hal tersebut Tyler (1949) memperingatkan agar
dibedakan antara konten (isi) pelajaran atau kegiatan-kegiatan belajar dengan
pengalaman-pengalaman belajar, karena pengalaman belajar merupakan
pengalaman yang diperoleh dan dialami anak-anak didik sebagai hasil belajar dan
interaksi mereka dengan konten (isi) dan kegiatan belajar. Untuk
mengembangkan pengalaman belajar yang mereka peroleh harus bermuara pada
pemberian pengalaman para pelajar yang dirancang dengan baik dan
dilaksanakan dengan benar. Dari beberapa konsepsi kurikulum diatas kelihatan
bahwa kurikulum dapat dilihat dari segi yang sempit atau dari segi yang luas
(sebagai pengalaman yang diperoleh di sekolah atau diluar sekolah).
2.4.3 Teori Kurikulum Hilda Taba
Pada beberapa buku karya Hilda Taba yang paling terkenal dan besar
pengaruhnya adalah Curriculum Development: Theory and Pratice (1962).
Dalam buku ini, Hilda Taba mengungkapkan pendekatanya untuk proses
pengembangan kurikulum. Dalam pekerjaanya itu, Taba mengindetifasikan
model dasar Tayler agar lebih representatif terhadap pengembangan kurikulum di
berbagai sekolah. Model pengembangan kurikulum ini oleh Hilda Tiba ini
berbeda dengan lazimnya yang banyak diitempuh secara yang bersifat dekduktif
karena caranya induktif. Oleh Karena itu sring disebut “Model Terbalik” atau
“Inverted Model”.
Pengembangan kurikulum model ini diawali dengan melakukan
percobaan, penyusunan teori, dan kemudian baru ditetapkan. Hal itu diharapkan
dimaksudkan untuk lebih mempertemukan antara teori dan pratik,  serta
menghilangkan sifat keumuman dan keabstrakan yang terjadi dalam kurikulum
yang dilakukan tanpa kegiatan percobaan. Dalam pendekatanya, Taba
menganjurkanuntuk lebih mempunyai informasi tentang masukan (input) pada
proses setiap langkah proses kurikulum, secara khusus, Taba mengajurkan untuk
menggunakan pertimbangan ganda terhadap isi (organisasi kurikulum yang logis)
dan individu pelajar (psikologis kurikulum). Untuk memperkuat pendapatanya,
Taba mengkalim bahwa semua kurikulum disusun dari elemen-elemen dasar.
Suatu kurikulum bisanya berisi seleksi dan organisasi isi; itu merupakan
manisfetasi atau implikasi dari bentuk-bentuk (patterns) belajar dan mengajar.
Kemudian, suatu program evaluasi dari hasil pun akan dialakukan.
Perekayasaan kurikulum secara tradisional dilakukan oleh suatu panitia
yang dipilih. Panitia ini bertugas :
a.   mempelajari daerah-daerah fundasional dan mengembangkan rumusan
kesepakatan fundasional
b.   merumuskan desain kurikulum secara menyeluruh berdasarkan kesepakatan
yang telah dirumuskan
c.   mengkonstruksi unit-unit kurikulum sesuai dengan kerangka desain
d.   melaksanakan kurikulum pada tingkat atas.
Taba percaya bahwa esensial proses deduktif ini cendemng untuk
mengurangi kemungkinan-kemungkinan inovasi kreatif, sebab membatasi
kemungkinan mengeksperimentasikan konsep-konsep baru kurikulum.Taba
menyatakan bahwa :
a.  bila perubahan nilai dari mendesain ulang kerangka yang menyeluruh
maka   sebelumnya harus ditetapkan lebih dahulu suatu pola yang akan
dipelajari dan diuji.
b.  panitia penyusunan kurikulum yang tradisional itu dapat menduduld rencana-
rencana kurikulum yang bermanfaat, bagian dari desain itu sendiri hanya atas
dasar logika bukan empiric
c. karena mereka tidak melakukan pengujian secara empirik, kurikulum yang
dihasilkan cenderung merupakan skema / sket bagan yang sangat umum dan
abstrak dan sedikit membantu untuk melaksanakan praktek instruksional
Ketiga masalah tersebut menunjukkan efesiensi perekayasaan kurikulum
yang tradisional dan kesenjangan antara teori dan praktek. Suatu contoh adanya
disfungsi dalam teori praktek terdapat pada core kurikulum yang dirancang untuk
mengajukan (1) Integrasi isi / materi, (2) Hubungan dengan kebutuhan siswa-
Jalannya praktek core tersebut umumnya hanya merupakan reorganisasi
administratif, block of time mata ajaran-mata ajaran yang terpisah-pisali, dan
dimana masalah-masalah kehidupan terisolasi dari materi (content) yang valid.
Bentuk core yang dilaksanakan berdasarkan rekayasa deduktif menghasilkan
pemisahan teori dan praktek
Taba mengajukan pandangan yang berlawanan dengan urutan tradisional
dengan mengembangkan inverted model, yakni : langkah awal dimulai dari
perencanaan unit-unit mengajar-belajar yang spesifik oleh para guru, bukan
diawali aengan desain kerangka (framework) yang umum. Urut-unit tersebut
diuji / dilaksanakan dalam kelas, yang ada pada gilirannya digunakan sebagai
dasar empirik untuk menentukan desain yang menyeluruh (overall design).
Keuntungan digunakannya inverted sequence ini ialah :
a.   membantu untuk menjembatani kesenjangan antara teori dan praktek karena
produksi unit-unit tadi mengkombinasikan kemampuan teoritik dan
pengalaman praktis.
b. kurikulum yang terdiri dari unit-unit mengajar-belajar yang disiapkan oleh
guru-guru lebih mudah diintroduser ke sekolah, berarti lebih mudah
dimengerti dibandingkan dengan kurikulum yang umum dan abstrak yang
dihasilkan oleh umtan tradisional
c. kurikulum yang terdiri dari kerangka umum dan unit-unit belajar-mengajar
lebih berpengaruh terhadap praktek kelas dibandingkan dengan kurikulum
yang ada
Langkah-langkah pengembangan kurikulum Hilda Taba (1962)
mengemukakan perekayasaan kurikulum terdiri atas 5 langkah berurutan, ialah :
a. Langkah Pertama, Experimental Production of Pilot Units.
Kelompok tenaga pengajar membuat unit eksperiment sebagai ajang
untuk melakukan studi tentang hubungan teori dan praktek. Untuk itu diperlukan
(1) Perencanaan yang didasarkan atas teori yang kuat (2) Eksperimen didalam
kelas yang dapat menghasilkan data empiris untuk menguji landasan teori yang
digunakan. Hasil dari langkah ini berupa teaching-leaming unit yang masih
bersifat draft yang siap diuji pada langkah berikutnya. Unit eksperimen ini
dirancang melalui delapan kegiatan sebagai berikut :
1) Diagnosing needs.
Tenaga pengajar mengidentifikasi masalah-masalah, kondisi, kesulitan serta
kebutuhan-kebutnhan siswa dalam suatu proses pengajaran. Lingkup
diagnosis tergantung pada latar belakang program yang akan direvisi,
termasuk didalamnya tujuan konteks dimana program tersebut difungsikan
2) Formulating Specific Objectives
Formulasi tujuan-tujuan khusus, sebagai penjabaran dari tujuan umum yang
dimmuskan berdasarkan kebutuhan-kebutuhan yang telah diidentifikasi yang
menjadi titik berat pada teaching leaming unit. Namun demikian tidak semua
tujuan khusus tersebut dapat tercapai oleh masing-masing imit.
3) Selecting Content
Pemilihan isi (materi) berdasarkan kesepadanan dengan tujuan khusus, dan
harus mempertimbangkan tingkat validitas dan signifikannya. Karena itu periu
dilakukan seleksi terhadap tingkatan isi (materi) yang meliputi pemilihan
topik utama, pemilihan ide-ide dasar dan pemilihan materi khusus.
4) Organizing Content.
 Pengorganisasian materi dilakukan berdasarkan tingkat kemampuan awal
serta minat siswa. Pengorganisasian isi disusun dari konkrit keabstrak dan dari
mudah ke sulit.
5) Selecting Learning Experiences (Avtivities).
Pengalaman belajar disusun dengan maksud terjadi interaksi antara siswa dan
materi pelajaran. Karena setiap materi memiliki beberapa fungsi tertentu.
6) Organizing Leaming Experiences Avtivities
Pengalaman belajar siswa disusun dan diorganisasikan dengan sekuensi dan
organisasi materi (content). Kegiatan belajar siswa diarahkan dari induktif
kegeneralisasi dan abstraksi serta difokuskan pada pengembangan ide-ide
utama, langkah-langkah perolehan konsep dan prilaku yang baik.
7) Evaluating.
Evaluasi dilakukan untuk mengetahui tingkat pencapaian tujuan unit oleh
siswa. Hasil evaluasi berguna untuk menentukan tujuan, diagnosis kesulitan
belajar, serta penilaian dalam rangka pengembangan dan revisi kurikulum.
8) Checking for Balance and Seguence
Setelah garis besar teaching leaming dirancang lengkap, selanjutnya perlu
dicek konsistensi antara semua bagian yang berkenaan dengan keseimbangan
dan urutan topik-topik yang telah tersusun atau unsur-unsur dalam unit
tersebut
b. Langkah Kedua, Testing of Experimental Units
Teaching-leaming units yang dihasilkan pada langkah pertama perlu
diujicobakan di kelas-kelas eksperimen pada berbagai situasi dan kondisi belajar.
Pengujian dilakukan untuk mengetahui tingkat validitas dan keyakinan terap bagi
tenaga pengajar yang berbeda-beda gaya mengajar dan kemampuan
melaksanakan pengajaran unit. Hasil uji coba menjadi masukan bagi
penyempumaan draft kurikulum.
c. Langkah Ketiga, Revising dan Consolidating
Revisi dan penyempumaan draft teaching leammg units dilakukan
berdasarkan data dan informasi yang terkumpul selama langkah pengujian. Pada
langkah ini dilakukan pula penarikan kesimpulan (konsolidasi) tentang
konsistensi teori yang digunakan. Langkah ini dilakukan bersama oleh
koordinator kurikulum dan ahli kurikulum. Produk langkah ini berupa teaching
leaming units yang telah teruji di lapangan. Bila hasilnya sudah memadai, maka
unit-unit tersebut dapat disebarkan dalam lingkup yang lebih luas.
d. Langkah Keempat  Developing a Framework
Pengembangan keseluruhan kerangka kurikulum dilakukan guna menjamin :
1) Apakah ide-ide dan konsep-konsep dasar yang digunakan telah terakomodasi?
Apakah lingkup isi telah memadai?
2) Apakah isi telah tersusun berurutan secara logis?
3)  Apakah aktivitas pembelajarannya memberikan peluang untuk pengembangan
keterampilan mtelektual dan pemahaman emosi secara kumulatif.
Pengembangan ini dilakukan oleh ahli kurikulum dan para professional
kurikulum lainnya. Produk dari langkah-langkah ini adalah dokumen kurikulum
yang siap untuk diimplementasikan dan diidentifikasikan.
e. Langkah Kelima, Instalation and Desimination of The New Unit
Instalasi dan desiminasi adalah peresmian dan penyebarluasan kurikulum
hasil pengembangan, sebagai sub sistem pada sistem sekolah secara
menyeluruh. Tanggung jawab tahap ini dibebankan pada administrator sekolah.
Penerapan kurikulum merupakan tahap yang ditempuh dalam kegiatan
pengembangan kurikulum. Pada tahap ini harus diperhatikan berbagai masalah :
seperti kesiapan tenaga pengajar untuk melaksanakan kurikulum di kelasnya,
penyediaan fasilitas pendukung yang memadai, alat atau bahan yang diperlukan
dan biaya yang tersedia, semuanya perlu mendapat perhatian dalam penerapan
kurikulum agar tercapai hasil optimal.
2.4.4 Teori Kurikulum Carl Rogers
Menurut Rogers manusia berada dalam proses perubahan (becoming,
developing, chaging), sesungguhnya ia memepunyai kekuatan dan potensi untuk
berkembang sendir, tetapi karena ada hambatan-hambatan tertentu ia
membutuhkan orang untuk membantu mempelanacar atau memepercepat
perubahan tersebut. Pendidikan juga tidak lain merupakan upaya untuk
membantu mempelancar atau mempercepat perubahan tersebut. Guru serta
pendidik lainya bukan memberikan informassi apalagi penentu perkembangan
anaknya, mereka hanyalah pendorong dan pemenlancar perkembangan anak.
Rogers memperluas tentang terapi sebagai suatu model belajar untuk
pendidikan : ia percaya bahwa hubungan antar insani yang positif memungkinkan
orang tumbuh dan oleh karenanya pengajaran harus berdasarkan konsep human
relation bukan pada mata pelajaran. Guru berperan sebagai fasilitator yang
memiliki personal relationship dengan siswa dan membimbing pertumbuhan dan
perkembangan mereka.
Salah satu cara untuk proses itu adalah melalui proses pendidikan, sebab
pendidikan merupakan upaya untuk memperlancar dan mempercepat perubahan
pada diri manusia, Guru serta unsur-unsur pendidik lainnya bukan sebagai
pemberi informasi atau penentu perkembangan anak, tetapi mereka hanya
pendorong dan yang memperlancar perkembangan individu yang belajar.
Dengan model pengembangan kurikulum interpersonal relation ini, Carl
Rogers berpendapat, bahwa kurikulum diperlakukan dalam rangka
mengembangkan individu yang terbuka, luwes dan adaptif terhadap situasi
perubahan.
Kurikulum tersebut hanya dapat disusun dan diterapkan oleh unsur-unsur
pendidikan serta yang lainnya yang terbuka, luwes dan berorientasi pada proses.
Untuk itu diperiukan pengalaman kelompok dalam latihan sensitif (sensitivity
traming).
Ada empat tahap dalam pengembangan kurikulum model "Rogers
Interpersonal Relation", yaitu:
a. Pemilihan suatu target sistem pendidikan
Penentuan target ini berdasarkan kriteria yang menjadi pegangan yakni
adanya kesediaan dari administrator / pejabat pendidikan untuk turut serta
dalam kegiatan kelompok intensif
b. Pengalaman kelompok yang intensif bagi guru
Pertemuan selama seminggu atau pertemuan yang diadakan dalam minggu
akhir yang panjang perlu diadakan untuk saling mengenal antar sesama
peserta. Dalam pertemuan tersebut diharapkan terjadi pertukaran informasi.
Demikian pula guru yang skeptis dan menentang mungkin akan melihat
pembaharuan dari sisi lain, sehingga kemungkinan besar terjadi perubahan
sikap menerima.
c. Pengembangan pengalaman kelompok vanp intensif bagi kelas
Caranya mengikutsertakan satu unit kelas dalam pertemuan lima hari. Selama
lima hari penuh siswa ikut serta dalam kelompok secara aktif, den^an
fasilitator para guru, administrator pendidikan, dan administrator dari luar.
Dengan kegiatan itu diharapkan menumbuhkan suasana hubungan yang baik
antara siswa yang satu dengan yang lain.
d. Keterlibatan orang tua dalam pengalaman kelompok yang intensif
Kegiatan ini dapat dikordinasi oleh persatuan orang tua pada masing-masing
sekolah. Kegiatan kelompok berlangsung selama tiga jam tiap sore selama
satu minggu atau dua puluh satu jam selama tiga hari terus menerus. Jika
kemungkinan, pertemuan demikian agar berbarengan dengan pertemuan unit
kelas. Tujuan utama kegiatan ini adalah supaya orangtua, staf pengajar dan
pimpinan sekolah atau administrator pendidikan lainnya dapat saling
mengenal secara pribadi sehingga memudahkan pemecahan-pemecahan
persoalan-persoalan yang dihadapi dunia pendidikan, khususnya
persekolahan. Carl Rogers juga menyarankan, kalau mungkin ada pengalaman
kegiatan kelompok yang bersifat campuran kulminasi dari model interpersonal
adalah diselenggarakannya kelompok-kelompok vertical ("vertical groups")
yang diikuti oleh partisipan. Perubahan kurikulum yang berhasil dapat dicapai
bila ada hubungan efektifsecara horizontal dan across status-role lines.
Saran Carl Rogers tersebut adalah perlunya diadakan pertemnan vertical
yang mendobrak hierarki birokrasi dan status sosial. Peserta kegiatan tersebut
terdiri dari dua orang administrator, dua orang pimpinan sekolah, dua orang
stafpengajar dan dua orang siswa.
Model pengembangan kurikulum ini mengutamakan hubungan antar pribadi
yaitu penciptaan suasana akrab antar unsur-unsur pendidikan yang terlibat
didalam pengembangan kurikulum, yaitu : adnunistrator, pimpinan sekolah,
guru-guru serta para siswa, kebaikkannya antara lain :
a. Sedikit kemungkinan terjadinya tekanan hierarld yang bersifat menghambat,
sehingga diharapkan dapat menerapkan kurikulum yang lebih besar.
b. Masing-masing unsur pendidikan khususnya yang terlibat langsung dalam
pelaksanaan kurikulum, yaitu para guru tidak ragu mengemukakan pendapat
dan gagasannya dalam pengembangan kurikulum
c. Tidak timbul adanya dominasi kuat dari pihak "pusat/atas" untuk memaksakan
kehendak politik di bidang pendidikan khususnya pengembangan kurikulum.
Ada tampaknya hal yang dapat dianggap sebagai tanda-tanda kelemahan /
kekurangan pada model "Rogers Interpersonal Relation " dalam pengembangan
kurikulum antara lain:
a. Tampaknya tidak ada batas hubungan antara siswa dengan guru atau unsur
pendidik lainnya, sehingga dikhawatirkan luntumya rasa hormat pada diri
siswa.
b. Memerlukan waktu yang lama dan sulit ditargetkan untuk penyelesaian secara
tuntas dalam penyusunan kurikulum baru sebagai hasil dari pengembangan
kurikulum.
c. Memerlukan biaya yang tidak sedikit, mengingat banyaknya unsur yang
terlibat sertajenis kegiatan yang dilakukan.
d. Keterlibatan berbagai unsur pendidikan dalam proses pengembangan
kurikulum tersebut, kemungkinan besar mengakibatkan kesulitan dalam
pengorganisasiannya
2.5 Fungsi Teori Kurikulum
Teori kurikulum memiliki fungsi yang sangat penting dalam kaitannya
dengan penyusunan, pengembangan, pembinaan dan evaluasi kurikulum pada
khususnya dan pendidikan pada umumnya. Dalam kaitannya fungsi kurikulum
meliputi
1. Sebagai pedoman dalam pengambilan keputusan dan memberikan alternatif
secara rinci dalam perencanaan kurikulum.
2. Sebagai landasan sistematis dalam pengambilan keputusan, memilih,
menyusun dan membuat urutan isi kurikulum.
3. Sebagai pedoman atau dasar bagi evaluasi formatif dan kurikulum yang
sedang berjalan.
4. Membantu orang (yang berkepentingan dengan kurikulum) untuk
mengidentifikasi kesenjangan pengetahuannya sehingga merangsang untuk
diadakannya penelitian lebih lanjut.
2.6 Corre Curriculum
Core curriculum menunjuk pada suatu rencana yang mengorganisasikan
dan mengatur (scheduling) bagian utama dari program pendidikan umum
disekolah (Saylor dan Alexander, 1956 dalam Subandijah 1992:13). Sedangakan
Faunce dan Bossing,1951 dalam Subandijah, 1992:14) mendefinisikan bahwa
istilah core curriculum menunjuk pada pengalaman belajar yang fundamental
bagi peserta didik, sebab pengalaman belajar didapat dari (1) kebutuhan atau
dorongan secara individual maupun secara umun, dan (2) kebutuhan secara sosial
maupun sebagai warga negara masyarakat demokratis.
Alberty dalam menggunakan istilah core curriculum dan general
curriculum dalam pendidikan digunakan secara simultan yang akhirnya dia
berpendapat atas kedua istilah tersebut dengan sebutan core program. Dalam
kaitannya dengan core program Alberty mengajukan enam tipe (jenis) core
program, yaitu :
1. Core program terdiri atas sejumlah mata pelajaran yang masing-masing dapat
diajarkan secara bebas tanpa sistematika untuk mempertunjukan hubungan
masing-masing pelajaran itu.
2. Core program terdiri atas sejumlah pelajaran yang dihubungkan satu dengan
yang lainnya.
3. Core program terdiri atas masalah yang luas, unit kerja, atau tema yang
disatukan, yang dipilih untuk menghasilkan arti mengajar secara efektif
tentang isi pelajaran tertentu, misalnya matematika, ilmu pengetahuan alam,
dan ilmu pengetahuan sosial.
4. Core program merupakan mata pelajaran yang dilebur dan disatukan.
5. Core program merupakan masalah luas yang dapat memenuhi kebutuhan fisik
dan sosial, masalah minat anak (peserta didik).
6. Core program merupakan unit kerja yang direncanakan oleh siswa (peserta
didik) dsn guru untuk memenuhi kebutuhan kelompok (Alberty 1953 dalam
Subandijah, 1992:14).
Core curriculum memiliki enam karakteristik yang dapat digunakan
sebagai bahan dasar dalam menentukan apakah suatu program pendidikan
termasuk dalam core curriculum atau tidak yaitu
1. Program kurikulum inti melengkapi pendidikan umum, dan tujuan program
adalah seluas dengan hasil dasar yang dicapai melalui program pendidikan
umum.
2. Kelas dalam kurikulum inti (core curriculum) disusun atau diatur dua atau
lebih priode kelas pada umumnya.
3. Pengalaman belajar kelompok inti biasanya diorganisasikan berdasarkan pada
unit kerja yang luas dan tidak terikat pada subject matter (mata pelajaran)
tradisional.
4. Guru kurikulum inti menggunakan metode pengajaran yang lebih fleksibel
dan bebas, dan menggunakan prosedur kelompok kerja sama dalam
merencanakan dan melasanakan kegiatan belajar.
5. Program kurikulum inti menggunakan berbagai macam pengalaman belajar.
6. Bimbingan merupakan bagian yang pokok dari kegiatan kurikulum( Saylor
dan Alexander 1956 dalam Subandijah, 1992:15-16).
Disiplin akademik (mata pelajaran) tradisional ini tidak memungkinkan
menerima secara teoritis terhadap nilai yang bersifat edukasional. Broudy, Smith
dan Burnett mengklasifikasikan isi kurikulum kedalam lima kelompok, yang
selanjutnya diuraikan Jenkins sebagai berikut:
1. Bentuk pengetahuan yang digunakan sebagai alat berpikir simbolik,
komunikasi belajar.
2. Bentuk pengetahuan yang berupa fakta dasar yang sistematis dan hubungan
antara fakta tersebut.
3. Bentuk pengetahuan yang merupakan informasi yang terorganisasi sepanjang
perkembangan budaya.
4. Bentuk pengetahuan yang menggambarkan masalah masa depan dan mencoba
mengatur aktivitas yang sesuai dengan aturan sosial (masyarakat).
5. Sifat integratif dan disiplin inspirasional
BAB III
PEMBAHASAN
BAB IV
SIMPULAN DAN SARAN
4.1. Kesimpulan

4.2. Saran
Beauchamp, George A. 1981. A Curriculum Theory. Illinoise : F.E. Peacock
Publisher.
Taba, Hilda. 1962. Curriculum and development : Theory and practice. New York :
Harcourt, Brace and World.
Tyler, Ralph W. 1950. Basic principles of curriculum and instruction. Chicago :
University Chicago Press.

Anda mungkin juga menyukai