Anda di halaman 1dari 17

Pembinaan Akhlak Peserta Didik Melalui Kegiatan Kultum (Kuliah Tujuh Menit) Di SD

Negeri 17 Pangkalpinang

Siti Hawa
1IAIN Syaikh Abdurrahman Siddik Bangka Belitung

Info Artikel : ABSTRAK


Diterima 02 September, 2021 Akhlak merupakan tingkah laku atau kebiasaan yang telah menetap
Direvisi 02 September 2021 dalam jiwa dan menjadi kepribadian individu, sehingga timbullah baik
Dipublikasikan 02 atau buruknya. Di SD Negeri 17 Pangkalpinang masih terdapat beberapa
peserta didik yang akhlaknya kurang baik kepada guru dan teman-
September 2021
temannya. Seperti bolos, mengejek temannya, mengganggu temannya
Kata Kunci: ketika belajar sehingga terjadi pertengkaran kecil, berisik ketika di dalam
kelas, sulit untuk dinasihati dan diberitahu, tidak disiplin, tidak hormat
Pembinaan Akhlak
kepada guru, dan bahkan ada yang berani melawan gurunya dan lain
Kultum
sebagainya. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan proses
Peserta Didik pembinaan akhlak peserta didik melalui kegiatan kultum di SD Negeri 17
Pangkalpinang, serta untuk mendeskripsikan faktor pendukung dan
penghambat pembinaan akhlak peserta didik melalui kegiatan kultum di
SD Negeri 17 Pangkalpinang
Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif, yaitu penulis
menggambarkan mengenai proses pembinaan akhlak siswa melalui
kegiatan kultum dengan mewawancarai guru PAI, guru kelas dan kepala
sekolah SD Negeri 17 Pangkalpinang, serta dilengkapi dengan data
dokumentasi yang relevan dengan penelitian ini.
Kemudian hasil penelitian menunjukkan bahwa pembinaan akhlak
siswa melalui kegiatan kultum di SD Negeri 17 Pangkalpinang
dilaksanakan dengan menerapkan enam metode: metode teladan, metode
pembiasaan, metode nasehat, metode cerita, metode perumpamaan dan
metode ganjaran. Upaya pembinaan akhlak melalui kultum dengan
penerapan keenam metode tersebut hasilnya sudah cukup baik, dan
berjalan sesuai dengan jadwal dan program yang dibuat, serta dilakukan
evaluasi kegiatan dengan melihat sejauh mana perkembangan tingkah
laku peserta didik setelah melaksanakan kultum. Sedangkan faktor
pendukung dan penghambat pembinaan akhlak peserta didik melalui
kegiatan kultum di SD Negeri 17 Pangkalpinang yaitu dapat dilihat dari
faktor internal yaitu peserta didik mendengarkan dengan baik materi
kultum yang disampaikan, peserta didik terlambat mengikuti kultum dan
berisik ketika pelaksanaan kultum. Sedangkan faktor eksternal yaitu
terdapat kerja sama yang baik antara sesama pendidik untuk
menertibkan peserta didik, adanya ketersediaan sarana dan prasarana
yang memadai dalam pelaksanaan kultum, serta adanya alokasi waktu
yang dikhususkan untuk kultum. Kemudian untuk faktor
penghambatnya yaitu pendidik sering berhenti menyampaikan materi
kultum di tengah-tengah karena merasa tergangu dengan siswa yang
berisik

ABSTRACT
Morals are behavior or habits that have settled in yhe soul and
became individual personalities, so that good or bad arises. At SD Negeri
17 Pangkalpinang there are still some students whose morals are not good
to the teacher and their friends. Such as skipping class, mocking their
friends, disturbing their friends when studying so that small fights occur,
noisy when in class, difficult to be advised and notified, undisciplined,

1
Siti Hawa

disrespectful to teacher, and some even dare to fight agains their teachers
and so on. This study aims to describe the process of moral development
of students through cult activities at SD Negeri 17 Pangkalpinang, as
wells as to describe the suppotring and inhibiting factors of moral
development of students through cult activities at SD Negeri 17
Pangkalpinang.
The research method used is qualitative, namely the author describe
the process of fostering students’ morals through cult activities by
interviewing PAI teachers, class teachers, and principals of SD Negeri 17
Pangkalpinang, and is equipped with documentation data relevant to this
research.
Then the results showed that the moral development of students
through cult activities at SD Negeri 17 Pangkalpinang was carried out by
applying six methods: the exemplary method, the habituation method,
the advice method, the story method, the parable method and the reward
method. Efforts to build morals through cults with the application of the
six methods have been quite good, run according to the schedule and
programs made, and evaluation of activities od carried out by looking at
the extent of the development of student behavior after carrying out the
cult. While the supporting and inhibiting factors for fostering the morals
of students through cult activties at SD Negeri 17 Pangkalpinang, which
can be seen from internal factors, namely student listen well to the cult
material that is delivered, students are late for the cult and are noisy when
implementing the cult. While external factors are good cooperation
between fellow educators to discipline students, the availability of
adequate facilities and infrastructure in the implementation of cults, and
the allocation of time devoted to cults. Then the inhibiting factors is
thateducators often stop delivering cultural material in the middle
because they are disturbed by noisy students.

This is an open access article distributed under the Creative Commons Attribution License,
which permits unrestricted use, distribution, and reproduction in any medium, provided
the original work is properly cited. ©2019 by author.

Koresponden:
Siti Hawa
sitihawa57882@gmail.com

Pendahuluan
Perkembangan globalisasi dan kemajuan teknologi telah membawa perubahan besar bagi
kehidupan manusia. Canggihnya handphone misalnya, telah memberikan kemudahan dalam
berkomunikasi tanpa batasan jarak dan waktu, menghubungkan antar daerah, provinsi bahkan antar
negara sekalipun. Oleh karena itu, apabila tidak bijak dalam menggunakannya, maka akan
berdampak negatif bagi kehidupan.
Tayangan di televisi dan media sosial yang kurang mendidik yang memuat hal-hal yang tidak
sesuai etika sangat rentan diikuti oleh peserta didik. Sehingga sering dijumpai anak-anak yang tidak
hormat kepada guru dan orangtua,`tidak mau belajar, bolos sekolah, kebut-kebutan di jalan, mencuri,
dan bahkan ada yang sudah berpacaran. Kurangnya pembinaan agama, perhatian keluarga dan
masyarakat menjadi salah satu faktor terbesar merosotnya akhlak peserta didik saat ini. Oleh karena
itu, pembinaan akhlak sangatlah penting untuk dilakukan sedini mungkin pada setiap jenjang
pendidikan, tak terkecuali sekolah dasar (SD). (Selly Sylviyanah, 2012: 194)

Pembinaan Akhlak Peserta Didik Melalui Kegiatan Kultum 2


(Kuliah Tujuh Menit) di SD Negeri 17 Pangkalpinang
Siti Hawa

Pembinaan akhlak yang baik bagi anak semakin terasa sangat diperlukan, apalagi pada zaman
modern seperti sekarang ini yang dihadapkan pada krisisnya moral dan akhlak. Beberapa contoh
kejadian yang menandakan krisisnya akhlak anak dalam dunia pendidikan yang seringkali membuat
miris di antaranya perkelahian, pergaulan bebas, peserta didik dan mahasiswa yang terlibat kasus
narkoba, remaja usia sekolah yang melakukan perbuatan amoral, hingga peserta didik sekolah dasar
yang merayakan kelulusan dengan pesta minuman keras, dan diperburuk lagi dengan peredaran foto
dan video porno. Berdasarkan dari beberapa fakta di atas, menunjukkan betapa pentingya
pembentukan dan pembinaan akhlak sejak usia dini. (Dharma Kesuma,2011: 3)
Pembinaan akhlak adalah tujuan utama pendidikan Islam. Hal ini sebagaimana pendapat
Muhammad Athiyyah Al-Abrasyi seperti yang dikutip oleh Muhammad Rusmin bahwa tujuan
pendidikan Islam adalah akhlak. Pendidikan budi pekerti dan akhlak adalah ruh (jiwa) pendidikan
Islam, dan tujuan pendidikan Islam yang sebenarnya adalah untuk mencapai suatu akhlak yang
sempurna. Oleh karena itu, akhlak menjadi salah satu fokus utama diselenggarakannya pendidikan
Islam. (Muhammad Rusmin, 2017: 79)
Selain itu, misi utama diutusnya Nabi Muhammad adalah untuk menyempurnakan akhlak
manusia agar tidak menyimpang dari Alquran. Hal ini sebagaimana dalam hadis yang diriwayatkan
oleh Imam Malik yang berbunyi:
.ِ‫ﺇِﻧَّﻤَﺎ ﺑُﻌِﺜْﺖُ ﻷُِﺗَﻤِّﻢَ ﻣَﻜَﺎ ﺭِﻡَ ﺍﻷَْﺧْﻼَﻕ‬
“Sesungguhnya aku diutus (Allah) untuk menyempurnakan akhlak (budi pekerti)”. (H.R Abu Daud).
(Nashiruddin Al-Bani, 2007:87)

Untuk mewujudkan tujuan pendidikan Islam di atas, yaitu untuk pembinaan akhlak, maka tidak
cukup hanya dengan menjelaskan pengertian saja. Akan tetapi, perlu untuk membiasakannya
melakukan perbuatan-perbuatan terpuji agar nantinya secara perlahan akhlak anak dapat terbina
dengan baik, sehingga akan muncul akhlak terpuji. Oleh karena itu, akhlak merupakan pondasi
utama dalam pembentukan kepribadian manusia.
Untuk merealisasikan akhlak mulia dalam kehidupan, perlu adanya suatu pembinaan yang
dilakukam secara terus menerus. Oleh karena itu, pembinaan akhlak sangatlah penting untuk
diterapkan kepada peserta didik, apalagi sejak usia sekolah dasar. Masa sekolah dasar (SD) adalah
masa yang tepat untuk melaksanakan pembinaan akhlak, dikarenakan pada masa ini anak telah
mengenal lingkungan luar yang memungkinkannya untuk mencontoh, dan mempelajari hal-hal
negatif yang dapat menyebabkan kerusakan akhlak apabila tidak dibina dan diarahkan. Melalui
pembinaan akhlak, peserta didik dapat mengetahui perkara yang benar dan perkara yang buruk,
serta mengetahui mana yang boleh dilakukan dan mana yang tidak boleh dilakukan. (Selly
Sylviyanah, 2012: 195)
Dalam melaksanakan pembinaan akhlak dibutuhkan strategi khusus agar proses pembinaan
akhlak ini dapat berhasil. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk membina akhlak siswa adalah
melalui metode keteladanan dan pembiasaan yang dilakukan secara kontinyu atau terus menerus.
Anak didik lebih banyak mencontoh perilaku atau sosok figur yang diidolakannya, termasuk
gurunya. Kemudian metode pembiasaan juga sangatlah penting. Apabila ingin mengubah diri
menjadi lebih baik, maka harus membiasakan diri untuk berbuat baik pula. Dengan pembiasaan
tersebut, peserta didik akan mengubah seluruh sifat-sifat baik menjadi kebiasaan, dan setiap
pengetahuan atau tingkah laku yang diperoleh dengan pembiasaan akan sangat sulit mengubah atau
menghilangkannya. (Syaepul Manam, 2017:50)
Pembinaan akhlak sangat penting untuk diterapkan kepada peserta didik pada masa sekolah
dasar. Masa sekolah dasar (SD) adalah masa yang sangat rentan bagi peserta didik untuk mencontoh
dan menirukan hal-hal yang dilihatnya, maka perlu perhatian dan bimbingan yang positif dari pihak
sekolah agar tidak menyebabkan kerusakan akhlak apabila tidak dibina dan diarahkan dengan baik
dan benar. Pembinaan akhlak di sekolah harus dilaksanakan secara terus menerus, teratur dan

Pembinaan Akhlak Peserta Didik Melalui Kegiatan Kultum 3


(Kuliah Tujuh Menit) di SD Negeri 17 Pangkalpinang
Siti Hawa

terarah agar peserta didik dapat mengembangkan dan mempraktekkannya dalam kehidupan sehari-
hari. Oleh karena itu, kepala sekolah perlu mengadakan kebijakan terprogram, salah satunya melalui
program kultum (kuliah tujuh menit) yang dilaksanakan di luar kelas seperti halnya di SD Negeri 17
Pangkalpinang.
Berdasarkan hasil wawancara dengan guru Pendidikan Agama Islam di SD Negeri 17
Pangkalpinang bahwa ketika di sekolah terdapat sebagian peserta didik yang akhlaknya kurang baik
kepada guru dan teman-temannya. Seperti bolos, mengejek temannya, mengganggu temannya ketika
belajar sehingga terjadi pertengkaran kecil, berisik ketika di dalam kelas, sulit untuk dinasihati dan
diberitahu, tidak disiplin, tidak hormat kepada guru, dan bahkan ada yang berani melawan gurunya
dan lain sebagainya. Oleh karena itu, salah satu upaya yang dapat dilakukan pihak sekolah adalah
dengan melaksanakan kegiatan Kultum atau Kuliah Tujuh Menit. (Syamsujiriyah, 2020)
Kultum yaitu metode menyampaikan ceramah atau nasihat yang baik kepada orang lain secara
singkat, tetapi bermakna. Kultum yang dilaksanakan di sekolah ini adalah berupa kegiatan
memberikan nasihat atau siraman rohani kepada peserta didik agar ketika masuk kelas mereka dapat
membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang boleh dilakukan dan tidak boleh
dilakukan. Kultum ini dilaksanakan setiap satu minggu sekali pada hari jumat pagi sebelum memulai
proses pembelajaran. Kultum ini juga disampaikan secara langsung oleh guru PAI maupun guru
mata pelajaran lainnya. Walaupun namanya “Kultum (kuliah tujuh menit)”, namun pelaksanaannya
terkadang melebihi waktu tujuh menit, bahkan bisa sampai 30 menit.
Kultum ini diharapkan dapat menjadi sarana dalam membina akhlak peserta didik. Karena
pelaksanaan kultum ini orientasi utamanya adalah untuk akhlak peserta didik. Di antara materi-
materi kultum yang disampaikan guru adalah tentang salat, akhlak kepada guru dan orangtua, budi
pekerti, bagaimana cara berterima kasih, bagaimana menghargai orang lebih tua, materi Q.S An-Nas
(bagaimana contoh manusia yang baik dan manusia yang tidak baik), sedekah, kebersihan, serta
membaca surat-surat pendek dan bershalawat bersama dengan dipandu oleh salah satu siswa secara
bergantian setiap minggunya. Kultum ini digabung pula dengan metode muraja’ah, yaitu mengulangi
hapalan surat pendek secara serentak dengan siswa lainnya. Selain itu, materi kultum juga
bergantung pada hari apa kultum itu dilaksanakan, misalnya ketika peringatan isra’ mi’raj dan hari
nuzulul quran, maka materi kultumnya yaitu tentang isra mi’raj dan hari nuzulul quran itu sendiri.
(Syamsujiriyah, 2020)
Ceramah atau Kultum yang disampaikan ini harus dapat menarik perhatian siswa dan tidak
membosankan. Hal ini untuk menghindari adanya siswa yang sibuk sendiri ketika pelaksanaan
kultum. Guru harus menguasai karakteristik siswa serta teknik-teknik dalam menyampaikan
ceramah, bisa diselipkan dengan candaan atau tepuk tangan. Pada dasarnya, semua aspek yang
diajarkan dalam ajaran Islam adalah bernilai pendidikan, begitu pula dalam kegiatan kultum ini.

Metode
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan jenis penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian
deskriptif kualitatif adalah prosedur penelitian yang menggunakan data deskriptif berupa kata-kata
tertulis atau lisan dari orang-orang dan pelaku yang diamati. Dalam penelitian deskriptif kualitatif ini
peneliti harus mendeskripsikan suatu objek, fenomena, atau setting sosial yang dituangkan dalam
tulisan yang bersifat naratif. Oleh karena itu, penelitian ini berisi deskripsi atau gambaran mengenai
pembinaan akhlak peserta didik melalui kegiatan kultum dan bagaimana proses pelaksanaan
kegiatan kultum di SD Negeri 17 Pangkalpinang, serta faktor pendukung dan penghambat
pembinaan akhlak peserta didik melalui kegiatan Kultum (kuliah tujuh menit) di SD Negeri 17
Pangkalpinang. (Muh Fitrah, dan Luthfiyah, 2017: 27)
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah wawanacara, observasi dan dokumentasi.
Wawancara merupakan percakapan tatap muka antara pewawancara dengan sumber informasi. Jenis

Pembinaan Akhlak Peserta Didik Melalui Kegiatan Kultum 4


(Kuliah Tujuh Menit) di SD Negeri 17 Pangkalpinang
Siti Hawa

wawancara yang digunakan adalah wawancara semi-struktur, yaitu jenis wawancara yang
menggunakan panduan wawancara dalam proses pelaksanannya, dimana peneliti membuat dan
menyusun daftar pertanyaan yang akan ditanyakan kepada narasumber. Adapun narasumbernya
yaitu Kepala Sekolah SD Negeri 17 Pangkalpinang, guru mata pelajaran PAI SD Negeri 17
Pangkalpinang, serta guru kelas yang mengisi kajian kultum di SD Negeri 17 Pangkalpinang.
Sedangkan observasi yaitu cara pengumpulan data yang dilakukan dengan mengamati, baik secara
langsung maupun tidak langsung. Jenis observasi yang digunakan adalah observasi terstruktur, yaitu
pengamatan yang dilakukan dengan adanya pedoman observasi. Observasi ini dilakukan pada saat
pelaksanaan kegiatan Kultum di SD Negeri 17 Pangkalpinang. Adapun dokumentasi merupakan
data pelengkap dari penggunaan metode demonstrasi dan wawancara dalam penelitian kualitatif.
Dalam penelitian ini, dokumen yang dikumpulkan sebagai data adalah dokumen tertulis yang
dimiliki SD Negeri 17 Pangkalpinang seperti jumlah dan nama-nama peserta didik, jadwal kegiatan
kultum beserta nama-nama guru yang bertugas, serta foto-foto ketika wawancara dan ketika kegiatan
kultum yang dilaksanakan di SD Negeri 17 Pangkalpinang, dan dokumen lainnya yang berkaitan
dengan masalah penelitian.
Kemudian populasi, yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pendidik yang
melaksanakan kultum yang berjumlah 10 orang, serta seluruh peserta didik SD Negeri 17
Pangkalpinang dari kelas I sampai VI yang berjumlah 246 siswa yang melaksanakan kegiatan kultum.
Untuk membatasi jumlah populasi tersebut, maka peneliti menggunakan teknik purposive sampling,
yaitu teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu. Oleh karena
itu,sampel yang didiambil dalam penelitian ini yaitu Kepala Sekolah, Guru PAI dan guru kelas SD
Negeri 17 Pangkalpinang
Kemudian teknik analisis data dalam penelitian ini yaitu melalui tahapan reduksi data, penyajian
data, serta menarik kesimpulan dan verifikasi. Reduksi data berarti suatu bentuk analisis yang
merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal penting, membuang yang
tidak perlu, serta mengorganisasikan data dalam satu cara, dimana kesimpulan akhir dapat
digambarkan dan diverfikasikan.(Muri Yusuf, 2014:408)
Dalam hal ini, data yang telah diperoleh dari hasil wawancara, observasi dan dokumentasi
kemudian dirangkum dengan mengambil data-data pokok saja sehingga tidak melenceng dari fokus
masalah yang sedang diteliti. Tujuannya adalah untuk melakukan proses penghalusan data. Proses
penghalusan data yaitu memperbaiki setiap kata dan kalimat yang tidak jelas, memberikan
keterangan tambahan, membuang dan menghapus setiap kata yang tidak perlu, serta
menterjemahkan ungkapan setempat ke dalam bahasa Indonesia yang baku, baik dan benar. Setelah
data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah menyajikan data dalam bentuk teks yang bersifat
naratif. Kemudian setelah proses penyajian data, selanjutnya peneliti menarik kesimpulan dari data-
data pokok yang telah dirangkum sebelumnya, barulah kemudian melakukan verifikasi.

Hasil dan Pembahasan

A. Pembinaan Akhlak Peserta Didik Melalui Kegiatan Kultum Di SD Negeri 17 Pangkalpinang


1. Metode Teladan
Dalam menerapkan metode teladan ini, pendidik di SD Negeri 17 Pangkalpinang
melakukannya dengan memberikan contoh atau teladan kepada peserta didik melalui
ucapan, sikap, dan perbuatan baik yang dilakukan secara langsung. Memberikan contoh
melalui ucapan, berdasarkan wawancara dengan Ibu Syamsujiriyah dalam menjawab
pertanyaan pada sub indikator memberikan contoh pembinaan akhlak dengan ucapan
melalui kultum, beliau mengatakan: “Dengan memberikan pembinaan akhlak melalui
ucapan peserta didik dapat mendengarkan materi kultum dengan baik. Sehingga mereka bisa
memahami apa yang disampaikan”. (Syamsujiriyah, 2021)

Pembinaan Akhlak Peserta Didik Melalui Kegiatan Kultum 5


(Kuliah Tujuh Menit) di SD Negeri 17 Pangkalpinang
Siti Hawa

Senada dengan Ibu Syamsujiriyah, Ibu Endang mengatakan:“Dengan memberikan


pembinaan akhlak melalui ucapan maka anak-anak akan terbiasa melakukan seperti yang
saya sampaikan”. (Endang, 2021)
Kemudian dari hasil observasi penulis bahwa ketika pelaksanaan kultum, pendidik
memberikan contoh pembinaan akhlak kepada peserta didik dalam bentuk ucapan yaitu
dengan menggunakan lisannya.
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi penulis mengenai sub indikator
memberikan contoh pembinaan akhlak dengan ucapan melalui kultum, bahwa ketika
pelaksanaan kultum, pendidik menggunakan ucapan atau lisannya untuk membina akhlak
peserta didik. Oleh karena itu, pendidik dituntut untuk menjaga lisannya terutama saat
menyampaikan kultum. Karena dalam hal ini pendidik harus menjadi teladan yang baik bagi
peserta didiknya. yaitu menyampaikan kultum dengan bahasa yang baik, sopan dan tidak
kasar. Sehingga peserta didik dapat mendengarkan dengan baik apa yang disampaikan dan
dapat memahami maksud serta pesan-pesan yang terkandung dalam materi kultum, dan
secara perlahan, peserta didik akan mempraktekkannya dan akan terbiasa melakukan seperti
yang disampaikan oleh pendidik yang tentunya akan selalu mengarahkan kepada hal-hal
baik yang dapat membina akhlak peserta didik.
Selanjutnya, Ibu Syamsujiriyah juga mengatakan:“Misalnya dengan memberi arahan
kepada anak-anak untuk berbaris secara rapi, kemudian memfokuskan anak-anak dengan
cara membaca Al-fatihah dan membaca shalawat nabi, kemudian apabila guru memberikan
kultum anak-anak harus mendengarkan dengan baik agar ilmu yang diberikan dapat
langsung diresapi dan dipahami. Makanya apabila anak-anak belum tenang dan belum rapi,
guru jangan memberikan kultum dahulu.” (Syamsujiriyah, 2021)
Tidak jauh berbeda dengan Ibu Syamsujiriyah, Ibu Endang mengatakan:“Contohnya
yaitu dengan mengarahkan anak-anak untuk mengawali kultum dengan membaca Al-
Fatihah dan surah-surah pendek lainnya serta membaca shalawat nabi. Terus
mengarahkannya harus dengan bahasa yang lembut dan sopan agar anak-anak itu mau
mengikuti apa yang disampaikan” (Endang, 2021)
Kemudian dari hasil observasi penulis bahwa ketika pelaksanaan kultum, pendidik
memberikan contoh pembinaan akhlak kepada peserta didik dalam bentuk ucapan yaitu
dengan menggunakan lisannya.
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi di atas bahwa contoh pembinaan akhlak peserta
didik dengan ucapan melalui kultum dilakukan pendidik dengan menggunakan lisannya,
yaitu dengan cara memberikan berbagai arahan kepada peserta didik dengan bahasa yang
lembut dan sopan, seperti berbaris dengan rapi, membaca Al-Fatihah, membaca shalawat
nabi, dan melatih peserta didik agar mendengarkan kultum dengan baik. Sehingga dengan
cara tersebut peserta didik dapat memahami dan mengikuti apa yang disampaikan pendidik,
dan akan menjadi kebiasaan karena dilakukan berulang-ulang setiap kultum ataupun ketika
di dalam kelas. Dengan demikian, dapat dikatakan pendidik cukup berhasil dalam
melakukan upaya pembinaan akhlak peserta didik dengan ucapan melalui kultum.
Kemudian mengenai memberikan contoh pembinaan akhlak peserta didik dengan
ucapan melalui kultum, hal ini sesuai dengan teori yang disampaikan oleh Bayu Prafitri dan
Subekti bahwa ada enam metode pembinaan akhlak dalam perpektif Islam, salah satunya
metode teladan. Metode ini dapat dilakukan dengan cara memberikan contoh kepada peserta
didik melalui ucapan, sikap, serta perbuatan baik yang dilakukan secara langsung. (Bayu
Prafitri dan Subekti, 2018:342-343) Dengan demikian, pendidik di SD Negeri 17
Pangkalpinang dalam memberikan contoh pembinaan akhlak kepada peserta didik dengan
ucapan melalui kultum dapat dikatakan sudah cukup baik hasilnya.

Pembinaan Akhlak Peserta Didik Melalui Kegiatan Kultum 6


(Kuliah Tujuh Menit) di SD Negeri 17 Pangkalpinang
Siti Hawa

Selanjutnya memberikan contoh melalui sikap, Ibu Syamsujiriyah mengatakan: “Setiap


kultum ataupun di luar kultum kita sebagai guru harus bisa membina akhlak anak-anak,
salah satunya dengan cara memberikan contoh sikap yang baik kepada
mereka”.(Syamsujiriyah, 2021)
Senada dengan Ibu Syamsujiriyah, Ibu Endang mengatakan: “Dengan memberikan contoh
pembinaan akhlak melalui sikap anak-anak akan terbiasa mengikuti dan melakukan seperti
yang dicontohkan”.(Endang, 2021)
Dari hasil observasi bahwa ketika pelaksanaan kultum pendidik sudah memberikan
contoh pembinaan akhlak kepada peserta didik melalui sikap, yaitu dalam bentuk perilaku
terpuji mereka ketika di sekolah. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara di atas, dapat
penulis simpulkan bahwa pendidik sudah memberikan contoh pembinaan akhlak kepada
peserta didik dengan sikap melalui kultum. Yaitu dalam bentuk perilaku terpuji mereka
selama di sekolah dengan memberikan contoh sikap yang baik kepada peserta didik. Dengan
memberikan contoh sikap yang baik, maka peserta didik dapat melihat dan mengikuti apa
yang telah dicontohkan pendidik, sehingga mereka akan menjadi paham dan terbiasa
melakukan sikap baik tersebut.
Memberikan contoh pembinaan akhlak kepada peserta didik dengan sikap melalui
kultum. Hal ini sesuai dengan teori dari Adi Sasono bahwa secara asasi metode pembinaan
akhlak yang bisa diterapkan di sekolah maupun pondok pesantren ada empat macam, salah
satunya adalah dengan memberikan teladan yang baik kepada peserta didik, metode ini
diberikan dalam bentuk perilaku terpuji guru sehari-hari, baik di depan peserta didik
maupun di belakangnya, karena pendidik adalah contoh bagi para peserta didiknya. Dengan
demikian, upaya pendidik dalam memberikan contoh pembinaan akhlak kepada peserta
didik dengan sikap melalui kultum dapat dikatakan hasilnya sudah cukup baik sebagaimana
yang disamapikan oleh Ibu Syamsujiriyah:“Contohnya dari hal-hal kecil saja, yaitu ketika
berbaris tangannya harus lurus ke samping dan pandangan fokus ke depan, artinya anak-
anak harus sopan. Jangan berbicara ketika saya atau guru lainnya memberikan kultum dan
dengarkan apa yang disampaikan. Dan begitu pula dengan saya, sebagai guru yang ditiru
anak-anak, saya juga harus sopan, fokus, tidak main handphone dan tidak berbicara dengan
guru lainnya ketika sedang menyampaikan kultum.” (Syamsujiriyah,2021)
Sedangkan Ibu Endang dalam wawancaranya mengatakan:“Contohnya yaitu ketika
menyampaikan kultum sebisa mungkin saya bersikap sopan kepada anak-anak. Karena
seorang guru harus memiliki perilaku yang baik dahulu sebelum mengajarkan bagaimana
perilaku yang baik itu kepada siswanya. Misalnya ketika ada anak yang berisik saat kultum,
maka saya tidak boleh langsung memarahi dan berkata kasar seperti kurang ajar, nakal, dll.
Sebaliknya anak tersebut harus dinasehati dengan kata-kata yang baik, sopan dan lembut.
Sehingga anak-anak dapat melihat dan mengerti bahwa ketika ada temannya yang berbuat
salah tidak boleh langsung dimarahi”.(Endang, 2021)
Dari hasil observasi penulis bahwa ketika pelaksanaan kultum pendidik sudah
memberikan contoh pembinaan akhlak kepada peserta didik melalui sikap, yaitu dalam
bentuk perilaku terpuji mereka ketika di sekolah.
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi penulis di atas dapat dipahami bahwa contoh
pembinaan akhlak yang diberikan pendidik kepada peserta didik dengan sikap melalui
kultum diterapkan dalam bentuk perilaku terpuji mereka selama di sekolah seperti bersikap
sopan, fokus, tidak main handphone dan tidak berbicara dengan pendidik lainnya ketika
sedang menyampaikan kultum, serta tidak berkata kasar kepada peserta didik yang
membuat kesalahan. Sehingga peserta didik juga dapat menjaga sikapnya, seperti berbaris
dengan rapi dan fokus dalam mendengarkan kultum. Karena seorang pendidik merupakan

Pembinaan Akhlak Peserta Didik Melalui Kegiatan Kultum 7


(Kuliah Tujuh Menit) di SD Negeri 17 Pangkalpinang
Siti Hawa

contoh bagi peserta didiknya, jadi apabila ingin membina akhlak peserta didik, maka terlebih
dahulu seorang pendidik harus memiliki akhlak yang mulia.
Pernyataan di atas sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Hendri bahwa
pembinaan akhlak di sekolah juga dapat dilakukan melalui kegiatan di luar kelas, seperti
memberikan keteladanan kepada siswa (sopan santun terhadap sesama guru, pimpinan, dan
para siswa), sholat zuhur berjama’ah, kultum, upacara bendera, serta kegiatan keagamaan
lainnya.(Hendri, 2018:181)
Selanjutnya memberikan contoh perbuatan baik secara langsung kepada peserta didik, Ibu
Syamsujiriyah menyampaikan:“Yang pertama kita sebagai guru tentu harus terlebih dahulu
memberikan contoh perbuatan baik tersebut, misalnya dengan menggunakan pakaian syar’i,
karena kalau perempuan menggunakan pakaian pendek itu tidak pas dan tidak sesuai
dengan ajaran Islam. Jadi dengan kita memakai jilbab dan pakaian syar’i otomatis anak dapat
melihat dan memahami bahwa cara berpakaian orang Islam itu adalah pakaian yang syar’i
dan menutupi aurat. Jadi secara perlahan anak-anak yang perempuan dapat mengikuti cara
berpakaian tersebut walaupun ini adalah sekolah negeri”. (Syamsujiriyah, 2021) Sedangkan
menurut Ibu Endang, beliau mengatakan: “Caranya tentu harus dimulai dengan diri saya
terlebih dahulu, barulah nanti anak-anak bisa mengikutinya. Misalnya dengan menghormati
guru yang lebih tua, dan tidak berjalan di depan guru tersebut. Hal ini tentu akan memberi
pemahaman kepada siswa bahwa adab kepada orang yang lebih tua adalah seperti
itu”.(Endang, 2021)
Sedangkan dari hasil observasi penulis bahwa cara pendidik mencontohkan perbuatan
baik secara langsung kepada peserta didik, yaitu dengan mencontohkan cara berpakaian
syar’i, dan mencontohkan bagaimana menghormati guru dan orang lebih tua.
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi penulis bahwa pendidik mencontohkan
perbuatan baik secara langsung kepada peserta didik dengan cara mencontohkan cara
berpakaian syar’i, dan mencontohkan bagaimana menghormati guru dan orang lebih tua.
Dengan mencontohkan kedua hal tersebut, maka secara langsung peserta didik dapat
memahami bahwa cara berpakaian orang Islam yang benar adalah yang menutupi aurat, dan
adab kepada orang lebih tua salah satunya adalah dengan tidak berjalan di depannya.
Sehingga mereka dapat melakukan seperti yang telah dicontohkan tersebut. Dengan
demikian, hal ini dapat menjadi sebuah kebiasaan.
Mengenai cara mencontohkan perbuatan baik secara langsung kepada peserta didik, hal
ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Bayu Prafitri dan Subekti bahwa metode
teladan dapat dilakukan dengan mencontohkan perbuatan baik secara langsung maupun
melalui suguhan ilustrasi mengenai kisah-kisah keteladanan tokoh-tokoh tertentu. (Bayu
Prafitri dan Subekti, 2018: 342-343) Selain itu, teori dari Ajat Sudrajat bahwa dalam membina
akhlak peserta didik di lingkungan sekolah, para pendidik harus harus terlebih dahulu
memiliki akhlak yang mulia, seperti jujur, amanah, tanggungjawab, rasa hormat, peduli,
santun, lapang dada, toleran, tekun, dan sabar. Semuanya harus dilakukan secara
berkelanjutan, sehingga terbentuklah budaya akhlak mulia dalam diri peserta didik, baik di
lingkungan sekolah maupun di luar lingkungan sekolah

2. Metode Pembiasaan
Metode pembiasaan yang diterapkan oleh guru di SD Negeri 17 Pangkalpinang adalah
dengan cara melatih peserta didik untuk melakukan pekerjaan atau tingkah laku yang mulia,
Ibu Syamsujiriyah mengatakan: “Anak-anak harus dilatih untuk melakukan tingkah laku
yang mulia agar mereka dapat segera meninggalkan tingkah laku yang kurang
baik”.(Syamsujiriyah, 2021)

Pembinaan Akhlak Peserta Didik Melalui Kegiatan Kultum 8


(Kuliah Tujuh Menit) di SD Negeri 17 Pangkalpinang
Siti Hawa

Senada dengan Ibu Syamsujiriyah, Ibu Endang juga mengatakan sebagai berikut: “Untuk
melatih anak-anak setiap hari Jumat kita ada infaq”. (Endang, 2021)
Sedangkan dari hasil observasi penulis bahwa pendidik sudah melatih peserta didik
untuk melakukan tingkah laku yang mulia, yaitu dengan infaq atau sedekah. Berdasarkan
hasil wawancara dan observasi penulis bahwa pendidik harus melatih peserta didik untuk
melakukan tingkah laku yang mulia, salah satunya dengan melatih mereka untuk berinfaq
atau bersedekah. Hal ini agar peserta didik dapat mengurangi segala bentuk tingkah laku
yang kurang baik, dan menggantinya dengan tingkah laku yang mulia, seperti halnya
berinfaq atau bersedekah.
Hal tersebut sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Bayu Prafitri dan Subekti
bahwa terdapat enam macam metode pembinaan akhlak dalam perspektif Islam, yaitu
metode teladan, metode pembiasaan, metode nasehat, metode cerita, metode perumpamaan
dan metode ganjaran. Untuk metode pembiasaan dapat dilakukan dengan cara melatih jiwa
peserta didik kepada pekerjaan atau tingkah laku yang mulia. (Bayu Prafitri dan Subekti,
2018 :342-343) Dengan demikian, upaya pendidik melatih peserta didik untuk melakukan
tingkah laku yang mulia dapat dikatakan hasilnya sudah baik dan tepat.
Selanjutnya mengenai cara pendidik melatih peserta didik untuk melakukan tingkah
laku yang mulia, Ibu Syamsujiriyah mengatakan:
“Yaitu dengan cara hari Jumat itu anak-anak diarahkan untuk berinfaq atau bersedekah
semampu dan seikhlasnya saja. Saya bilang ke anak-anak kalau ada uang jajan yang dikasih
orangtua, sebaiknya disedekahkan agar dapat ditabung sebagai amal kita di akhirat
kelak”(Syamsujiriyah, 2021). Senada dengan Ibu Syamsujiriyah, Ibu Endang juga
mengatakan: “Yaitu dengan cara hari Jumat itu anak-anak diarahkan untuk berinfaq
seikhlasnya, infaq ini tidak hanya diadakan di hari Jumat saja. Namun ketika ada salah satu
atau beberapa anak yang mendapat musibah misalnya orangtua meninggal. Maka disini
anak-anak juga diarahkan untuk berinfaq kepada keluarga siswa yang meninggal tersebut.”
(Endang, 2021)
Kemudian dari hasil observasi penulis terlihat bahwa pendidik sudah melatih peserta
didik untuk melakukan tingkah laku yang mulia, yaitu dengan infaq atau sedekah.
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi di atas, dapat penulis katakan bahwa cara
pendidik untuk melatih tingkah laku mulia peserta didik adalah dengan membiasakan
mereka untuk berinfaq setiap hari Jumat atau ketika terdapat peserta didik lain yang
mengalami musibah. Dengan berinfaq, peserta didik dapat belajar bagaimana caranya
membantu sesama dan menolong orang yang sedang kesusahan. Sehingga hal ini akan
mendorong mereka untuk selalu membantu ketika terdapat temannya maupun orang lain
yang sedang membutuhkan pertolongan. Oleh karena itu, peserta didik tidak hanya
diajarkan untuk berinfaq saja, tetapi juga dijelaskan apa gunanya berinfaq dan apa
ganjarannya ketika kita selalu berinfaq.
Pernyataan di atas relevan dengan teori yang disampaikan oleh Bayu Prafitri dan
Subekti bahwa dalam menerapkan maetode pembinaan akhlak, yaitu metode pembiasaan
dapat dilakukan dengan membiasakan anak untuk melakukan pekerjaan yang murah hati
hinggga menjadi kebiasaan yang mendarah daging. (Bayu Prafitri dan Subekti, 342-343)
Dengan demikian, hasil dari penerapan cara melatih tingkah laku mulia peserta didik dapat
dikatakan sudah cukup baik

3. Metode Nasehat
Pendidik di SD Negeri 17 Pangkalpinang menerapkan metode nasehat untuk pembinaan
akhlak peserta didik adalah dengan memberikan nasehat dengan cara menyampaikan kata-
kata menyentuh hati agar peserta didik dapat menerima nasehat tersebut.

Pembinaan Akhlak Peserta Didik Melalui Kegiatan Kultum 9


(Kuliah Tujuh Menit) di SD Negeri 17 Pangkalpinang
Siti Hawa

Dalam memberikan nasehat tersebut, Ibu Syamsujiriyah menyampaikan:“Yaitu dengan


cara ketika menyampaikan kultum saya selalu mengingatkan siswa tentang disiplin waktu,
contohnya kita orang Islam harus mengerjakan salat lima waktu, hal ini sekaligus akan
memberikan tanggung jawab kepada siswa agar selalu menjaga salatnya. Karena ketika
kultum saya bilang bahwa orang yang mengerjakan salat akan masuk surga dan orang yang
meninggalkan salat masuk neraka”. (Syamsujiriyah, 2021).
Kemudian menurut Ibu Endang, beliau menyatakan:“Kalau saya biasanya menasehati
siswa untuk selalu melakukan perilaku terpuji kepada guru di sekolah ini atau kepada
orangtuanya di rumah. Misalnya kepada guru harus sopan, guru harus dihormati,
pakaiannya rapi, ketika guru menyampaikan kultum harus diam, dengarkan apa yang di
sampaikan, kemudian ketika ingin bertanya harus menggunakan bahasa yang sopan, kepada
orangtua harus sopan, pulang ke rumah harus mengucapkan salam. Kemudian ketika anak
melakukan kesalahan, harus dinasehati dengan bahasa yang bijak agar tidak ada kesan
memaksa dan mengatur. Sehingga nasehat itu dapat diterima oleh anak-anak”.(Endang,
2021)
Dari hasil observasi penulis, bahwa pendidik sudah memberikan nasehat kepada peserta
didik, yaitu berupa nasehat tentang disiplin waktu, dan melakukan perilaku terpuji.
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi peneliti, bahwa pendidik menasehati
peserta didik dengan mengingatkan mereka tentang disiplin waktu, yaitu bagaimana
menjaga salat lima waktu dan menasehati tentang melakukan perilaku terpuji, yaitu
bagaimana adab kepada pendidik maupun orangtua, seperti berperilaku sopan,
menghormati pendidik, pakaian harus rapi, ketika pendidik menyampaikan kultum harus
diam, dengarkan apa yang di sampaikan, kemudian ketika ingin bertanya harus
menggunakan bahasa yang sopan. Sama halnya kepada orangtua juga harus sopan, pulang
ke rumah harus mengucapkan salam. Kemudian agar peserta didik dapat menerima nasehat
tersebut, pendidik harus menyampaikan nasehatnya dengan bahasa yang baik dan dapat
mneyentuh hati peserta didik, sopan, lembut, serta bijak. Dengan demikian, peserta didik
tidak merasa dipaksa maupun diatur dengan nasehat tersebut.
Pernyataan di atas sudah sesuai dengan teori yang sampaikan oleh Bayu Prafitri dan
Subekti, bahwa metode pembinaan akhlak dapat diterapkan melalui metode nasehat, metode
nasehat merupakan penyampaian kata-kata yang menyentuh hati yang disertai dengan
keteladanan.( Bayu Prafitri dan Subekti, 2018:342-343). Dengan demikian, pemberian nasehat
yang dilakukan pendidik kepada peserta didik, dapat dikatakan sudah cukup baik hasilnya
karena terlihat pendidik memberikan nasehatnya dengan bahasa yang lembut sehingga
peserta didik dapat menerima nasehat tersebut.

4. Metode Cerita
Guru di SD Negeri 17 Pangkalpinang menyampaikan ceritanya dengan melalui materi
kultum yang diberikan. Yaitu mengenai materi atau cerita yang diberikan pendidik kepada
peserta didik saat kultum. Salah satu materi yang pernah diberikan Ibu Syamsujiriyah adalah
“Indahnya Berperilaku Terpuji”, bahwa “Orang yang selama hidupnya memiliki tingkah
laku yang baik, cara bicaranya baik, sikapnya baik, maka akan memperoleh ganjaran dari
Allah berupa Surga-Nya dan Allah akan menambah keimanannya, sehingga ia terlindungi
dari perbuatan yang buruk. Karena perilaku yang baik akan senantiasa menimbulkan hal
yang baik pula, misalnya mendapatkan pertolongan dari Allah secara langsung maupun
melalui orang lain. Sebaliknya orang yang selama hidupnya memiliki tingkah laku yang
tidak baik, senantiasa bermaksiat di bumi Allah, maka Allah akan mengazabnya baik di
dunia maupun akhirat kelak, seperti hidupnya penuh dengan kegelisahan atau sulit untuk
menerima nasehat”.

Pembinaan Akhlak Peserta Didik Melalui Kegiatan Kultum 10


(Kuliah Tujuh Menit) di SD Negeri 17 Pangkalpinang
Siti Hawa

Ibu Syamsujiriyah dalam wawancara mengatakan:“Kalau materi banyak sekali yang


sudah saya sampaikan, namun secara garis besar materi-materi tersebut mengarah kepada
bagaimana membentuk ahkhlak siswa. Misalnya materi tentang salat, akhlak kepada guru
dan orangtua, budi pekerti yang baik, bagaimana cara berterima kasih, bagaimana
menghargai orang lebih tua, bagaimana contoh manusia yang baik dan tidak baik, tentang
sedekah, tentang kebersihan yang diringi dengan membaca surah-surah pendek dan
shalawat nabi. Kalau untuk cerita saya bercerita tentang isra’ mi’raj, kisah perjalanan dan
perjuangan Nabi Muhammad serta kisah para Nabi yang lainnya”.(Syamsujiriyah, 2021)
Tidak jauh berbeda dengan Ibu Syamsujiriyah, Ibu Endang mengatakan: “Misalnya
bagaimana akhlak kepada guru dan orangtua, bagaimana sopan santun yang baik kepada
guru, orangtua, dan sesama teman, bagaiman cara menjaga salat lima waktu, tentang Q.S An-
Nas atau cerita tentang perjuangan wali songo dalam menyampaikan dakwah Islam, dan lain
sebagainya.”(Endang, 2021)
Dari hasil observasi penulis bahwa secara umum, materi atau cerita yang pernah
diberikan pendidik kepada peserta didik saat kultum yaitu materi tentang bagaimana akhlak
yang baik.
Berdasarkan hasil awancara dan observasi penulis, bahwa materi atau cerita yang
diberikan pendidik kepada peserta didik saat pelaksanaan kultum adalah tentang salat,
akhlak kepada guru dan orangtua, budi pekerti yang baik, bagaimana cara berterima kasih,
bagaimana menghargai orang lebih tua, bagaimana contoh manusia yang baik dan tidak
baik, tentang sedekah, tentang kebersihan, tentang isra’ mi’raj, kisah perjalanan dan
perjuangan Nabi Muhammad serta kisah para Nabi yang lainnya, tentang tentang Q.S An-
Nas atau cerita tentang perjuangan wali songo dalam menyampaikan dakwah Islam yang
diringi dengan membaca surah-surah pendek dan shalawat nabi. Dimana pemberian materi-
materi tersebut bertujuan untuk membina akhlak peserta didik agar dapat berubah dari yang
kurang baik menjadi baik. Karena secara umum, materi yang diberikan pendidik kepada
peserta didik adalah berhubungan dengan akhlak terpuji sehari-hari. Oleh karena itu, dengan
materi tersebut, akhlak peserta didik dapat terbina dengan baik.
Materi atau cerita yang diberikan kepada peserta didik, hal tersebut sudah sesuai
dengan teori dari Moh Ali Aziz bahwa fungsi ceramah atau kultum adalah berfungsi
mengubah tingkah laku manusia (peserta didik) yang kurang baik menjadi lebih baik.(Moh
Ali Aziz, 2011 :59) Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa hasil dari pemberian materi
kultum oleh pendidik kepada peserta didik sudah cukup baik karena dengan materi tersebut
dapat mengubah tingkah laku peserta didik menjadi lebih baik.
Pernyataan di atas diperkuat dengan data hasil wawancara penulis dengan Ibu Kepala
Sekolah SD Negeri 17 Pangkalpinang, yaitu Ibu Komariyah bahwa tujuan dari pelaksanaan
kultum untuk pembinaan akhlak adalah agar perilaku dan akhlak pesetta didik menjadi lebih
baik dan memiliki karakter yang mulia. Dalam wawancaranya beliau
mengatakan:“Tujuannya yaitu yang terpenting adalah agar perilaku anak-anak itu lebih baik
dan lebih berkarakter. Karena tujuan dari pendidikan itu untuk menghasilkan lulusan yang
memilki akhlak yang mulia. Mengingat sekarang ini anak-anak banyak sekali pengaruhnya
dari luar, apalagi dengan adanya handphone, anak-anak jadi hobi main game sampai berjam-
jam. Sehingga ketika di kelas mereka tidak fokus dan malah tidur”.(Komariyah, 2021)
Kemudian, tidak jauh berbeda dengan pendapat di atas, Ibu Komariyah menyampaikan
pendapatnya mengenai latar belakang diadakannya kegiatan kultum untuk pembinaan
akhlak peserta didik, beliau mengatakan:“Yang pertama ibu tinggal melanjutkan program
kultum untuk pembinaan akhlak dari kepala sekolah yang lama. Yang kedua karena melihat
tingkah laku sebagian anak-anak yang kurang baik, maka kita harus bisa memperbaikinya,
salah satunya dengan memberikan kultum setiap hari Jumat, ataupun melalui kegiatan

Pembinaan Akhlak Peserta Didik Melalui Kegiatan Kultum 11


(Kuliah Tujuh Menit) di SD Negeri 17 Pangkalpinang
Siti Hawa

lainnya. Yang ketiga karena saya melihat bahwa setelah adanya kultum ini, sifat anak-anak
mulai berubah dari yang tadinya kurang baik menjadi lebih baik. Jadi saya beserta guru-guru
lainnya tetap melanjutkan program kultum ini karena memang kultum ini banyak sekali
manfaatnya, terutama dalam memperbaiki akhlak anak-anak”.(Komariyah, 2021)
Jadi dapat penulis simpulkan bahwa latar belakang pelaksanaan program kultum untuk
pembinaan akhlak peserta didik di SD Negeri 17 Pangkalpinang adalah untuk merubah
tingkah laku peserta didik agar menjadi lebih baik. Sehingga apa yang disampaikan dalam
materi kultum sudah relevan dan berkaitan erat dengan tujuan dan latar belakang
diadakannya kegiatan kultum

5. Metode Perumpamaan
Selanjutnya metode perumpamaan, yaitu guru di SD Negeri 17 Pangkalpinang
menghubungkan materi kultum dengan contoh nyata dalam kehidupan sehari-hari, Ibu
Syamsujiriyah mengatakan:“Misalnya tentang isra’ mi’raj, isra’ mi’raj itu artinya kita berubah
dari yang tidak baik menjadi baik. untuk merubah itu kita tidak perlu mengikuti Nabi naik
ke langit dalam perjalanan isra’ mi’raj-nya. Akan tetapi kita bisa mengikuti perintah Allah
yang diterima Nabi dalam perjalanan tersebut yaitu perintah mengerjakan salat lima waktu.
Misalnya hari ini tidak salat zuhur, maka hari esoknya salat zuhur. Jadi isra’ mi’raj itu
merubah kita dari yang tidak baik menjadi baik”.(Syamsujiriyah, 2021)
Sedangkan menurut Ibu Endang, beliau mengatakan:“Misalnya materi tentang Q.S An-
Nas yang berbicara tentang manusia, manusia itu ada yang baik dan ada manusia yang tidak
baik. Manusia yang baik itu seperti apa dan manusia yang tidak baik itu seperti apa. Kalau
ingin menjadi manusia yang baik maka harus berbuat baik kepada sesama dan tidak
mengikuti apa yang bisikkan setan ke dalam diri kita.”(Endang, 2021)
Dari hasil observasi, bahwa pendidik menghubungkan materi kultum dengan contoh
nyata dalam kehidupan sehari dengan cara menyampaikan materi kultum terlebih dahulu,
kemudian mengaitkan materi tersebut dengan hal-hal atau aktivitas peserta didik dalam
kehidupan sehari-harinya.
Kemudian berdasarkan hasil wawancara dan observasi penulis, bahwa pendidik
menghubungkan materi kultum dengan contoh nyata dalam kehidupan sehari-hari peserta
didik, yaitu dengan cara menyampaikan materi kultum terlebih dahulu, kemudian
mengaitkan materi tersebut dengan hal-hal atau aktivitas peserta didik dalam kehidupan
sehari-harinya. Agar peserta didik dapat memahami materi tersebut dan dapat
mempraktekkannya dalam kehidupan sehari-hari, baik di sekolah maupun di luar sekolah.
Contohnya materi tentang isra’ mi’raj, pendidik mengaitkannya dengan salat, karena di
dalam perjalanan isra’ mi’raj Nabi mengandung perintah untuk mengerjakan salat lima
waktu. Jadi dengan adanya isra’ mi’raj ini, peserta didik dapat mengerti bahwa salat itu wajib,
sehingga mereka dapat meningkatkan ibadah salatnya. Dengan demikian ini dapat merubah
mereka dari yang kurang baik menjadi baik. Seperti halnya materi tentang tentang Q.S An-
Nas yang berkaitan dengan manusia, peserta didik dapat memilih ingin berubah menjadi
manusia yang baik atau manusia yang tidak baik.
Cara menghubungkan materi kultum dengan contoh nyata dalam kehidupan sehari-
hari, hal ini sesuai dengan teori dari Bayu Prafitri dan Subekti bahwa salah satu metode
pembinaan akhlak adalah metode perumpamaan. Metode perumpamaan adalah bagaimana
pendidik berupaya untuk menghubungkan materi pelajaran dengan contoh-contoh
nyata.(Bayu Prafitri dan Subekti, 2018:342-343) Dengan demikian, upaya pendidik dalam
menghubungkan materi kultum dengan contoh nyata dalam kehidupan sehari-hari dapat
dikatakan sudah tepat dan hasilnya juga sudah cukup baik.

Pembinaan Akhlak Peserta Didik Melalui Kegiatan Kultum 12


(Kuliah Tujuh Menit) di SD Negeri 17 Pangkalpinang
Siti Hawa

6. Metode Ganjaran
Selanjutnya metode ganjaran, yaitu pendidik di SD Negeri 17 Pangkalpinang
memberikan ganjaran berupa hukuman dan hadiah kepada peserta didik. Ganjaran yang
berupa hukuman diberikan kepada peserta didik yang melanggar aturan sekolah, sedangkan
ganjaran yang berupa hadiah diberikan kepada peserta didik yang berprestasi dan berakhlak
baik.
Mengenai ganjaran yang berupa hukuman, Ibu Syamsujiriyah mengatakan:“Kita tidak
bisa langsung memberikan hukuman, harus ada tahap penyelesaiannya. Yang pertama kita
akan menanyakan sebab mengapa dia melanggar aturan tersebut. Yang kedua kita beri
nasehat dulu, kalau tidak mempan dengan nasehat. Maka cara yang ketiga adalah dengan
memanggil orangtuanya agar anak yang melanggar aturan tersebut ada efek jeranya dan
tidak lagi melanggar aturan sekolah. Misalnya tidak mengerjakan PR, kita tanya dulu
mengapa dia tidak mengerjakan PR, apakah karena tidak mengerti atau karena orangtuanya
tidak ada di rumah, atau karena faktor lain. Jadi kita tidak bisa langsung menghukum kalau
tidak bertanya dahulu apa sebabnya, barulah nanti kita tentukan mau memberikan hukuman
yang seperti apa”.(Syamsujiriyah, 2021)
Tidak jauh berbeda dengan Ibu Syamsujiriyah, Ibu Endang nengatakan: “Hukumannya
tergantung kesalahan yang diperbuat, misalnya dia berkelahi dengan temannya, maka kita
sebagai guru harus memanggil orangtuanya. Tapi kalau kesalahannya seperti terlambat
mengikuti kultum, maka kita perlu menasehati dan membimbingnya agar tidak mengulangi
kesalahan tersebut. Dan sebagai hukuman, suruh dia maju ke depan untuk membaca surah
pendek dan memandu teman-temannya membaca surah tersebut”.(Endang, 2021)
Dari hasil observasi bahwa hukuman yang diberikan pendidik kepada peserta didik
yang melanggar aturan adalah melalui tiga tahapan. Ditanya, dinasehati, dan dipanggil
orangtuanya. Hukuman ini bergantung pada besar kecilnya kesalahan yang diperbuat
peserta didik.
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi penulis, bahwa pendidik memberikan
hukuman kepada peserta didik melalui tiga tahapan, yaitu ditanya dahulu apa sebabnya dia
melakukan kesalahan, kemudian dinasehati agar peserta didik tidak lagi melakukan
kesalahan tersebut, dan apabila sudah dinasehati tetapi dia masih melakukan kesalahan
tersebut, maka tahap yang ketiga yang paling efektif adalah dengan memanggil orangtuanya
ke sekolah. Namun, hukuman yang diberikan bergantung pada seberapa besar peserta didik
melakukan kesalahan dan pelanggaran. Apabila peserta didik melakukan kesalahan besar,
seperti berkelahi dengan temannya, maka pendidik perlu memanggil orangtuanya ke
sekolah. Akan tetapi, apabila peserta didik hanya melakukan kesalahan kecil seperti
terlambat mengikuti kultum, maka pendidik perlu menasehati dan membimbingnya agar
tidak mengulangi kesalahan tersebut. Sedangkan untuk memberikan bentuk hukuman yang
sifatnya mendidik, pendidik bisa menyuruh peserta didik untuk maju ke depan dan
menyampaikan hapalan surah pendeknya sekaligus memandu teman-temannya untuk
membaca surah tersebut. Dengan hukuman tersebut, peseerta didik akan merasa malu dan
pasti akan berpikir kembali untuk mengulangi kesalahannya.
Memberikan hukuman yang bersifat mendidik kepada peserta didik yang melanggar,
hal ini sesuai dengan teori dari Bayu Prafitri dan Subekti bahwa metode ganjaran yang
berupa hukuman dapat menjadi pengendali dari melakukan akhlak yang tercela. (Bayu
Prafikti dan Subekti, 2018 :342-343) Dengan demikian, upaya pendidik dalam membina
akhlak peserta didik dengan memberikan hukuman yang bersifat mendidik kepada peserta
didik yang melanggar aturan, dapat dikatakan sudah berjalan baik, dan hasilnya juga sudah

Pembinaan Akhlak Peserta Didik Melalui Kegiatan Kultum 13


(Kuliah Tujuh Menit) di SD Negeri 17 Pangkalpinang
Siti Hawa

cukup baik. Hal ini terlihat dari sedikitnya peserta didik yang berbuat kesalahan baik ketika
pelaksanaan kultum maupun di luar pelaksanaan kultum.
Selanjutnya mengenai bentuk penghargaan atau hadiah yang diberikan pendidik kepada
peserta didik yang berprestasi dan yang berakhlak baik, Ibu Syamsujiriyah mengatakan:“Kita
biasanya menyiapkan hadiah-hadiah kecil seperti buku tulis, pulpen, serta alat-alat yang bisa
digunakan untuk mendukung sekolahnya. Kemudian kalau ada anak yang sikapnya baik,
sopan, maka beri dia sedikit pujian, sehingga ia semangat terus belajarnya dan tidak bosan
untuk bersikap baik”.(Syamsujiriyah, 2021)
Senada dengan pendapat di atas, Ibu Endang juga menyampaikan: “Kita biasanya
menyiapkan beberapa hadiah. Misalnya ketika kultum, bagi siswa yang mau maju ke depan
dan membaca surah pendek, serta memandu teman-temannya membaca surah tersebut.
maka kita akan memberi dia hadiah seperti buku tulis, pulpen, penghapus, dan lain
sebagainya”.(Endang, 2021)
Dari hasil observasi penulis, bahwa bentuk penghargaan atau hadiah yang diberikan
pendidik kepada peserta didik yang berprestasi dan berakhlak baik adalah berupa buku tulis,
pulpen dan penghapus.
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi penulis bahwa pendidik sudah memberikan
penghargaan atau hadiah kepada peserta didik yang berprestasi dan berakhlak baik, yaitu
dengan memberikan hadiah kecil berupa buku tulis, pulpen dan penghapus. Dengan
memberikan hadiah-hadiah tersebut, peserta didik dapat menjadi semangat dan terdorong
untuk terus meningkatkan akhlaknya ketika di sekolah maupuun di luar sekolah, serta
peserta didik dapat terdorong untuk meningkatkan prestasinya. Dengan demikian, disini
sudah terdapat upaya pendidik untuk membina akhlak peserta didik, dan dengan adanya
hadiah dan penghargaan tersebut, akan mendorong terbentuk dan terbinanya akhlak peserta
didik.
Bentuk penghargaan atau hadiah yang diberikan pendidik kepada peserta didik yang
berprestasi dan berakhlak baik adalah sesuai dengan teori yang berasal dari Bayu Prafitri dan
Subekti bahwa hadiah bisa menjadi dorongan spritual seseorang untuk terus melakukan
akhlak yang baik. (Bayu Prafitri dan Subekti, 2018 :342-343) Dengan demikian, upaya
pendidik dalam membina akhlak peserta didik melalui pemberian hadiah dan penghargaan,
dapat dikatakan sudah tepat, dan hasilnya sudah cukup baik
Kemudian, untuk mengetahui sejauh mana perkembangan akhlak peserta didik setelah
melaksanakan kultum, pendidik perlu melakukan evaluasi terhadap program kultum
tersebut. Terkait hal ini Ibu Komariyah selaku Kepala Sekolah SD Negeri 17 Pangkalpinang
sudah melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan kultum di sekolahnya, yaitu dengan
melalui pengamatannya terhadap tingkah laku peserta didik selama berada di sekolah,
sebagaimana dalam wawancaranya beliau menyampaikan:“Kalau evaluasi terhadap kegiatan
kultum ini kita melihat dari tingkah laku anak-anak itu sendiri, bisa berubah atau tidak pada
saat kita memberikan kultum dan selama dia berada di sekolah. Dan alhamdulillah tingkah
laku anak-anak disini bisa berubah dengan adanya kultum, oleh karena itu, kegiatan kultum
ini maju sekali perkembangannya dalam membina akhlak anak-anak”.(Komariyah, 2021)
Kemudian setelah melakukan evaluasi, maka pendidik dapat melihat dan mengetahui
bagaimana perkembangan akhlak peserta didik setelah mengikuti pelaksanaan kultum. Oleh
karena itu, di SD Negeri 17 Pangkalpinang setelah diamati akhlak peserta didik mengalami
perubahan dan perkembangan yang cukup baik. Hal ini terbukti dengan pernyataan Ibu
Komariyah dalam wawancaranya: “Perkembangannya tentu akhlak anak-anak menjadi lebih
baik, kemudian dari yang sudah baik menjadi sangat baik. Misalnya sudah jarang sekali ada
anak-anak yang berkelahi, dan saya melihat sekarang ini anak-anak itu sopan dengan

Pembinaan Akhlak Peserta Didik Melalui Kegiatan Kultum 14


(Kuliah Tujuh Menit) di SD Negeri 17 Pangkalpinang
Siti Hawa

gurunya, kalau bertatap muka itu mereka langsung nundukkan kepalanya, kalau ke kantor
guru mereka mengucapkan salam”. (Komariyah, 2021)
Sejalan dengan hal tersebut, Ibu Komariyah juga menjelaskan bagaimana dampak yang
didapatkan oleh sekolah maupun peserta didik dari program kultum yang telah
dilaksanakan. Dimana dalam penerapannya, program kultum ini telah membawa dampak
yang positif bagi perkembangan akhlak peserta didik. Sehingga dalam wawancaranya beliau
mengatakan:“Dampaknya positif dan sangat baik, yaitu akhlak anak-anak menjadi lebih baik.
Misalnya dari yang tadinya sering mencuri bisa berubah jadi tidak mencuri lagi, yang sering
mengganggu temannya bisa berubah jadi tidak mengganggu temannya lagi. Jadi banyak
sekali manfaatnya dengan adanya kultum ini”. (Komariyah, 2021)

B. Faktor Pendukung Dan Penghambat Pembinaan Akhlak Peserta Didik Melalui Kegiatan
Kultum (Kuliah Tujuh Menit) Di SD Negeri 17 Pangkalpinang
1. Faktor Internal
Dalam melaksanaan proses pembinaan akhlak peserta didik melalui kegiatan kegiatan
kultum di SD Negeri 17 Pangkalpinang, terdapat beberapa faktor pendukung dan
pemnghambat yang berasal dari diri peserta didik itu sendiri. Sebagaimana yang dikatakan
oleh Ibu Syamsujiriyah dalam wawancaranya: “Di antara faktor pendukungnya yaitu siswa
mendengarkan dengan baik apa yang disampaikan dalam kultum walaupun tidak
semuanya. Sedangkan untuk faktor penghambat yaitu masih terdapat siswa yang terlambat
mengikuti kultum, serta berisik dan mengobrol ketika guru sedang menyampaikan
kultum”.(Syamsujiriyah, 2021)
Berdasarkan data di atas jelas bahwa faktor pendukung pelaksanaan pembinaan akhlak
melalui kultum yang berasal dari dalam diri peserta didik yaitu peserta didik mendengarkan
dengan baik materi yang disampaikan. Hal ini tentu akan mempermudah pendidik dalam
membina akhlak peserta didik karena meraka mendengarkan dan kemudian memahami
pesan-pesan yang terdapat dalam materi kultum, sehingga pesan-pesan tersebut dapat
praktekkan dalam kehidupannya sehari-hari. Kemudian untuk faktor penghambatnya yaitu
peserta didik terlambat mengikuti kultum dan berisik ketika pelaksanaan kultum. Hal ini
tentu akan menghambat pendidik dalam membina akhlak peserta didik.
Selanjutnya mengenai cara mengatasi hambatan-hambatan tersebut, Ibu Syamsujiriyah
mengatakan:“Salah satunya dengan menasehati dan menghukum siswa yang terlambat,
yaitu dengan menyuruhnya maju ke depan untuk membaca surah pendek dan memandu
teman-temannya membaca surah tersebut. serta dengan menunjuk guru lainnya untuk
mengawasi peserta didik yang suka berisik dan mengobrol”.(Syamsujiriyah, 2021)
Berdasarkan hasil wawancara di atas bahwa cara mengatasi berbagai hambatan yang
berasal dari dalam diri peserta didik adalah dengan memberikan nasehat kepada peserta
didik yang terlambat dan menghukum mereka untuk maju ke depan dan membaca surah
pendek dan memandu teman-temannya yang lain untuk membaca surah tersebut. Kemudian
dengan menunjuk pendidik lainnya untuk mengawasi peserta didik yang suka berisik dan
mengobrol. Sehingga dengan adanya pengawasan tersebut, peserta didik tidak ada
kesempatan untuk mengobrol dengan temannya ketika kultum.

2. Faktor Eksternal
Dalam melaksanaan proses pembinaan akhlak peserta didik melalui kegiatan kultum di
SD Negeri 17 Pangkalpinang, terdapat beberapa faktor pendukung dan pemnghambat yang
berasal dari sekolah, orang tua dan masyarakat. Dalam wawancaranya Ibu Syamsujiriyah
mengatakan:“Faktor pendukung yaitu adanya kerja sama yang cukup baik antara para guru

Pembinaan Akhlak Peserta Didik Melalui Kegiatan Kultum 15


(Kuliah Tujuh Menit) di SD Negeri 17 Pangkalpinang
Siti Hawa

disini untuk mengatur dan menertibkan para siswa ketika kultum, serta tersedianya alat-alat
yang mendukung pelaksanaan kultum, seperti adanya alat pengeras suara, serta adanya
alokasi waktu khusus untuk kultum ini sehingga tidak mengganggu waktu belajar.
Sedangkan faktor penghambat yaitu guru sering berhenti ketika menyampaikan materi
kultum karena merasa tergangu dengan siswa yang berisik”.(Syamsujiriyah, 2021)
Kemudian untuk mengatasi hambatan-hambatan tersebut Ibu Syamsujiriyah
mengatakan:“Yaitu dengan menasehati siswa yang berisik dan menyuruhnya menghafal
surah pendek, kemudian disetorkan pada minggu berikutnya dengan cara maju ke depan
dan memandu teman-temannya untuk membaca surah tersebut”. (Syamsujiriyah, 2021)
Berdasarkan data hasil wawancara di atas dapat penulis simpulkan bahwa beberapa
faktor pendukung dalam proses pembinaan akhlak melalui kultum yang berasal dari sekolah
yaitu terdapat kerja sama yang baik antara sesama pendidik untuk menertibkan peserta didik
saat pendidik lainnya sedang menyampaikan kultum. Adanya ketersediaan sarana dan
prasarana yang memadai dalam pelaksanaan kultum, dalam hal ini adalah adanya pengeras
suara yang digunakan pendidik untuk menyampaikan kultum agar suara pendidik dapat
jelas terdengar oleh peserta didik. Serta adanya alokasi waktu yang dikhususkan untuk
kultum, yaitu 30 menit, setiap hari jumat pagi sebelum memulai pelajaran di kelas, sehingga
kegiatan kultum tidak mengganggu waktu belajar peserta didik di dalam kelas. Sedangkan
faktor penghambatnya yaitu pendidik sering berhenti menyampaikan materi kultum di
tengah-tengah karena merasa tergangu dengan siswa yang berisik. Sehingga hal ini akan
menghambat proses pembinaan akhlak peserta didik melalui kultum.
Kemudian berdasarkan data hasil wawancara di atas bahwa untuk mengatasi berbagai
hambatan tersebut, pendidik memberikan nasehat kepada peserta didik yang berisik dan
menghukumnya untuk menghafal surah pendek, kemudian disetorkan pada minggu
berikutnya dengan cara maju ke depan dan memandu teman-temannya untuk membaca
surah tersebut

Kesimpulan
1. Pembinaan akhlak peserta didik melalui kegiatan kultum di SD Negeri 17 Pangkalpinang
dilaksanakan dengan menerapkan enam metode: metode teladan, metode pembiasaan, metode
nasehat, metode cerita, metode perumpamaan dan metode ganjaran. Upaya pembinaan akhlak
melalui kultum dengan penerapan keenam metode tersebut hasilnya sudah cukup baik, dan
berjalan sesuai dengan jadwal dan program yang dibuat, serta dilakukan evaluasi kegiatan
dengan melihat sejauh mana perkembangan tingkah laku peserta didik setelah melaksanakan
kultum.
2. Faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan pembinaan akhlak peserta didik melalui
kegiatan kultum di SD Negeri 17 Pangkalpinang yaitu dapat dilihat dari faktor internal yaitu
peserta didik mendengarkan dengan baik materi kultum yang disampaikan, sedangkan faktor
penghambat: peserta didik terlambat mengikuti kultum dan berisik ketika pelaksanaan kultum.
Sedangkan untuk faktor eksternal yaitu terdapat kerja sama yang baik antara sesama pendidik
untuk menertibkan peserta didik, adanya ketersediaan sarana dan prasarana yang memadai
dalam pelaksanaan kultum, serta adanya alokasi waktu yang dikhususkan untuk kultum.
Kemudian untuk faktor penghambatnya yaitu pendidik sering berhenti menyampaikan materi
kultum di tengah-tengah karena merasa tergangu dengan siswa yang berisik

Referensi

Pembinaan Akhlak Peserta Didik Melalui Kegiatan Kultum 16


(Kuliah Tujuh Menit) di SD Negeri 17 Pangkalpinang
Siti Hawa

Al-Bani, Muhammad Nashiruddin. 2007. Shahih Sunan Abu Daud. ter.Tajuddin Arief. Jakarta: Pustaka
Azzam

Aziz, Moh Ali. 2011. Ilmu Dakwah. Jakarta: Kencana.

Endang. Guru Kelas Di SD Negeri 17 Pangkalpinang. Wawancara.

Fitrah, Muh dan Luthfiyah. 2017. Metodologi Penelitian: Penelitian Kualitatif, Tindakan Kelas dan Studi
Kasus. Jawa Barat: CV Jejak.

Hendri. 2018. “Upaya Guru Dalam Membina Akhlak Siswa Di MTs PGAI Padang”. Jurnal Pendidikan
Islam. Vol. 1. No. 2.

Kesuma, Dharma. 2011. Pendidikan Karakter: Kajian Teori dan Praktik Di Sekolah. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.

Komariyah. Kepala Sekolah SD Negeri 17 Pangkalpinang. Wawancara

Manam, Syaepul. 2017. “Pembinaan Akhlak Mulia Melalui Keteladanan dan Pembiasaan”. Jurnal
Pendidikan Agama Islam. Vol. 15. No. 1

Prafitri, Bayu dan Subekti. 2018. “Metode Pembinaan Akhlak Dalam Peningkatan Pangalaman
Ibadah Peserta Didik Di SMP N 4 Sekampung Lampung Timur”. Jurnal Kajian Ilmu-Ilmu
Keislaman. Vol. 4. No. 2.

Rusmin, Muhammad. 2017. “Konsep dan Tujuan Pendidikan Islam”. Jurnal UIN Alauddin Makassar.
Vol. 6. No. 1.

Syamsujiriyah, Guru Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam Di SD Negeri 17 Pangkalpinang.


Wawancara.

Sylviyanah, Selly. 2012. “Pembinaan Akhlak Mulia Pada Sekolah Dasar”. Jurnal Tarbawi. Vol. 1. No. 3.

Yusuf, Muri. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Penelitian Gabungan. Jakarta: Kencana.

Pembinaan Akhlak Peserta Didik Melalui Kegiatan Kultum 17


(Kuliah Tujuh Menit) di SD Negeri 17 Pangkalpinang

Anda mungkin juga menyukai