Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

DAMPAK DISPARITAS PEMBANGUNAN TERHADAP


PERKEMBANGAN PERKOTAAN DAN PEDESAAN DITINJAU DARI
ASPEK EKONOMI

OLEH

NAMA : YOHANA MANGGOTA DA SILVA


NIM: 1803010058
KELAS: B
SEMESTER: V
DOSEN WALI: MARKUS TAE,S.SOS,M.SI

ILMU ADMINISTRASI NEGARA


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
Kata Pengantar

Puji dan Syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa atas rahmat dan hidayah-
Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul ” Dampak Disparitas
Pembangunan Terhadap Perkembangan Perkotaan dan Pedesaan dari Aspek Ekonomi’’. Saya
berharap makalah ini akan bermanfaat dalam menambah pengetahuan kita.

Saya pun menyadari sepenuhnya terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh
sebab itu saya mengharapkan adanya kritik,saran dan usulan yang membangun demi perbaikan
makalah yang sudah saya buat di masa yang akan datang.

Mudah-mudahan makalah sederhana ini bisa dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sebelumnya saya mohon maaf jika terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami
mohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan masakalah ini.

Kupang, Oktober 2020

Penulis
DAFTAR ISI

Kata Pengantar............................................................................................................................................2
DAFTAR ISI...............................................................................................................................................3
BAB I..........................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.......................................................................................................................................4
1.1 Latar Belakang...................................................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................................................5
1.3 Tujuan Penulisan...............................................................................................................................5
BAB II.........................................................................................................................................................6
PEMBAHASAN.........................................................................................................................................6
2.1 Keterkaitan Antara Wilayah Perkotaan Dan Pedesaan.......................................................................6
2.2 Penyebab Disparitas( Ketimpangan ) Pembangunan Antar Wilayah Perkotaan dan Pedesaan..........9
2.3 Disparitas Pembangunan Perkotaan dan Pedesaan dalam Aspek Ekonomi......................................11
BAB III......................................................................................................................................................15
PENUTUP.................................................................................................................................................15
3.1 Kesimpulan.....................................................................................................................................15
3.2 Saran...............................................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................16
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Setelah lebih dari tiga dekade upaya-upaya pembangunan perkotaan dan pedesaan di
Indonesia dilakukan, ternyata hasilnya belum seperti yang kita harapkan. Permasalahan
pembangunan yang belum terpecahkan dan masih menuntut perhatian kita antara lain adalah
masih adanya ketimpangan pembangunan antar daerah, urban primacy yang cukup tinggi, relasi
atau keterkaitan perkotaan-perdesaan yang kurang sinergis, wilayah-wilayah yang tertinggal dan
persoalan kemiskinan.

Bahkan tingkat persoalan kemiskinan semakin besar setelah krisis ekonomi.Disparitas


(kesenjangan) pembangunan antar daerah dapat dilihat dari kesenjangan dalam: (a) pendapatan
perkapita, (b) kualitas sumber daya manusia, (c) ketersediaan sarana dan prasarana seperti
transportasi, energi dan telekomunikasi, (d) pelayanan sosial seperti kesehatan, pendidikan, dsb.,
dan (e) akses ke perbankan. Kesenjangan pembangunan antar daerah yang terjadi selama ini
terutama disebabkan oleh: a) distorsi perdagangan antar daerah, (b) distorsi pengelolaan sumber
daya alam dan c) distorsi sistem perkotaan-perdesaan.

Disparitas Pembangunan Ekonomi antar daerah merupakan fenomena universal,


disparitas pembangunan merupakan masalah kesenjangan yang serius untuk ditanggulangi baik
pada sistem perekonomian pasar maupun ekonomi terencana. Proses pembangunan dalam skala
nasional yang telah dilaksanakan selama ini ternyata telah menimbulkan masalah pembangunan
yang cukup besar dan kompleks karena pendekatan pembangunan sangat menekankan pada
pertumbuhan ekonomi makro dan cenderung mengabaikan terjadinya kesenjangan pembangunan
ekonomi antara wilayah perkotaaan dan pedesaan.

Distorsi sistem perkotaan-perdesaan menggambarkan tidak berfungsinya hierarki sistem


kota, sehingga menimbulkan over-concentration pertumbuhan pada kota-kota tertentu, terutama
kota-kota besar dan metropolitan di Pulau Jawa. Di sisi lain, pertumbuhan kota-kota lain dan
perdesaan relatif lebih tertinggal. Padahal idealnya, sebagai suatu sistem perkotaan-perdesaan,
terdapat keterkaitan dan interaksi yang positif baik antar tipologi kota maupun antara perkotaan
dengan perdesaan. Dalam perspektif tersebut, perkotaan-perdesaan merupakan satu kontinum.
Tidak mudah mencari penyebab terjadinya berbagai permasalahan tersebut. Makalah ini
merupakan sumbangan pemikiran dalam mempercepat proses modernisasi dan penguatan
ekonomi perdesaan.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana Keterkaitan Antara Wilayah Perkotaan Dan Pedesaan
2. Apa Saja Penyebab Disparitas Pembangunan Antara Wilayah Perkotaan Dan Pedesaan
3. Bagaimana Disparitas Pembangunan Perkotaan Dan Pedesaan Dalam Aspek Ekonomi

1.3 Tujuan Penulisan


Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Pembangunan Perkotaan dan pedesaan
2. Untuk mengetahui keterkaitan antara wilayah perkotaan dan pedesaan
3. Untuk mengetahui penyebab disparitas pembangunan antara wilayah perkotaan dan
pedesaan
4. Untuk mengetahui disparitas pembangunan perkotaan dan pedesaan dalam aspek
ekonomi
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Keterkaitan Antara Wilayah Perkotaan Dan Pedesaan


Keterkaitan antara wilayah pedesaan dengan wilayah perkotaan sebenarnya telah lama
terjadi. Sebut saja misalnya petani sayur di kawasan Puncak yang secara tradisional selalu
membawa hasil panennya ke pasar-pasar di kota Bogor. Sekembali dari kota-kota, para petani ini
membawa berbagai kebutuhan rumah tangga yang tidak dihasilkan di desanya. Ada suatu realitas
yang telah berjalan selama ini bahwa penduduk desa menjadi konsumen barang dan jasa
pelayanan perkotaan sementara masyarakat kota juga menjadi konsumen jasa dan barang hasil
produksi perdesaan (ESCAP, 2002:7)Berdasar pada kondisi seperti itu Tacoli (2004:19)
membagi hubungan desa kota menjadi dua. Yang pertama hubungan yang berbentuk lintas batas
(linkages across space) manusia, uang (dana), barang dan jasa. Sedangkan yang kedua dalam
bentuk hubungan antar sektor (sectoral interactions) seperti adanya kegiatan industri di pedesaan
yang memanfaatkan bahan baku dari daerah pedesaan itu sendiri namun bahan penunjangnya
didatangkan dari perkotaan. Atau semua bahan baku berasal dari perkotaan namun keseluruhan
aktifitas dilakukan di desa oleh penduduk desa itu sendiri.Rondinelli (1985:18) menjelaskan tipe
keterkaitan desa kota sebagai berikut:

1) keterkaitan fisik (jaringan jalan, irigasi, transportasi),

2) keterkaitan ekonomi (pasar, produki, konsumsi, modal, pendapatan, aliran komoditas


sektoral dan interregional),

3) keterkaitan mobilitas penduduk,

4) keterkaitan teknologi,

5) keterkaitan interaksi sosial,

6) keterkaitan penyediaan pelayanan,

7) keterkaitan politik, administratif, dan organisasional

Tipe keterkaitan berkaitan dengan tingkat kemajuan suatu masyarakat. Daerah yang relatif
terbelakang biasanya masih mengandalkan keterkaitan konsumsi dan jasa tradisional. Sedangkan
wilayah yang sudah maju lebih terfokus pada keterkaitan produksi dengan keterkaitan ke depan
(forward lingkage) dan ke belakang (backward lingkage) yang kompleks. Sementara itu,
keterkaitan finansial akan melanda semua wilayah bersamaan meningkatnya proses
desentralisasi (otonomi). Adapun yang disebut dengan forward linkages disini adalah suatu
keterkaitan yang terjadi karena adanya pengeluaran penduduk pedesaan untuk membeli barang
kebutuhan sehari-hari melalui penjualan hasil pertaniannya di perkotaan. Sedangkan backward
linkages adalah keterkaita karena adanya pembelian sarana produksi (benih, pupuk, obat-obatan,
dan lain-lain) oleh penduduk pedesaan untuk kepentingan peningkatan produksi.Menurut
Herman Haeruman, seperti yang dikutip Tarigan (2003:20), secara tradisional hubungan desa-
kota diindikasikan dengan adany aliran produk atau jasa perkotaan yang harus “dibayar” oleh
masyarakat perdesaan melalui aliran dana atau kapital dari desa ke kota. Kondisi ini secara
umum dikenal dengan rendahnya nilai tukar (terms of trade) produk atau jasa masyarakat
perdesaan terhadap produk atau jasa perkotaan. Pendekatan keterkaitan desa kota diharapkan
dapat menaikkan nilai tukar produk atau jasa masyarakat perdesaan melalui :

(1) upaya memindahkan proses produksi dari kota ke desa untuk meningkatkan produktivitas
dan nilai tambah produk/jasa yang dihasilkan oleh masyarakat perdesaan melalui bantuan modal,
sarana produksi dan pelatihan;

(2) memperpendek jalur produksi, distribusi, dan pemasaran produk/jasa masyarakat


perdesaan untuk mengurangi biaya ekonomi tinggi melalui pembentukan satuan partisipatif bagi
pengembangan produk/jasa secara spesifik. Jasa ini dibangun di perkotaan;

(3) memberikan akses yang lebih besar bagi masyarakat perdesaan terhadap faktor-faktor
produksi barang/jasa seperti modal, bahan baku, teknologi, sarana dan prasarana. Hal ini akan
merangsang SDM di perdesaan untuk lebih produktif dalam mengembangkan usahanya,
sehingga desa memiliki daya tarik untuk investasi produksi dan tenaga kerja. Di samping itu
adanya dukungan informasi khususnya informasi pasar.

Bersamaan dengan dinamika pembangunan, keterkaitan desa-kota mengalami perubahan


substansi dan bentuk. Karenanya selalu terdapat berbagai variasi keterkaitan, baik di dalam suatu
wilayah, di dalam suatu negara, maupun antar wilayah dan antar negara. Hal itu sangat
bergantung pada faktor pembangunan sosial, ekonomi, dan politik di wilayah bersangkutan.
Untuk itu, keterkaitan perlu diperlakukan sesuai kondisi suatu wilayah tanpa perlu menerapkan
generalisasi. Keterkaitan desa-kota perlu dipahami dalam suatu rentang wilayah yang relatif
tanpa batas.

Walaupun sepenuhnya disadari akan arti penting keterkaitan pembangunan desa kota namun
yang lebih penting adalah bagaimana mewujudkan keterkaitan ekonomi tersebut seperti
terbangunnya akses ke pasar, penguasaan informasi & teknologi, jaringan pemasaran,
berkembangnya jaringan kerja produksi, pengolahan dan pemasaran, distribusi input, modal,
sumber daya manusia profesional sebagai prasyarat kunci untuk membangun perdesaan
(Akkoyunlu, S. 2013:1). Gan Untuk menjawab pertanyaan tersebut secara umum dapat dikatakan
bahwa sektor pertanian tampaknya masih tetap menjadi fokus perhatian mengingat sektor ini
masih sangat dominan di pedesaan. Produksi pertanian tetap harus ditingkatkan karena secara
logika peningkatan produksi akan menyebabkan peningkatan pendapatan masyarakat.
Peningkatan pendapatan ini secara otomatis akan mendorong masyarakat untuk membeli barang-
barang di perkotaan atau barang-barang yang dihasilkan di perkotaan. Sehingga semakin tinggi
pendapatan masyarakat pedesaan akan semakin erat pula hubungan antara wilayah pedesaan
dengan perkotaan. Akan semakin banyak penduduk desa ke wilayah perkotaan untuk membeli
berbagai kebutuhan.

Demikian juga akan semakin banyak pula penduduk perkotaan pergi ke pedesaan untuk
menawarkan berbagai barang atau jasa yang mungkin dibutuhkan penduduk pedesaan. Selain itu
produk pertanian yang melimpah juga akan mendorong timbulnya berbagai aktifitas ekonomi di

perkotaan seperti industri pengolah, jasa perdagangan, jasa perbankan dan lain sebagainya.

(Braun , J. 2006:3 ; Ibrahim, M.B 2014: 10;).Untuk meningkatkan produksi pertanian ada

beberapa hal yang perlu diperhatikan. Yang terutama tentunya adalah tersedianya sarana
produksi pertanian yang memadai baik berupa benih, pupuk maupun obat-obatan pemberantas
hama dan penyakit. Sarana ini harus dapat diperoleh oleh para petani tepat waktu agar sistem
pertanian dapat berjalan sesuai dengan waktu atau jadwal penanaman yang sudah ada. Apabila
kebutuhan ini tidak dapat dipenuhi, baik dalam hal jumlah maupun waktunya, sangat mungkin
produk yang dihasilkan tidak sesuai dengan yang diharapkan. Ambil contoh misalnya dalam hal
pemupukan. Kalau sudah waktunya untuk memupuk namun pupuk yang dibutuhkan tidak
tersedia, atau kalau tersedia jumlahnya juga tidak sesuai dengan kebutuhan dapat diduga hasil
panennya nanti akan berada di bawah kapasitas produksi. Oleh karena itu dalam rangka
menunjang produksi para pedagang sarana produksi di perkotaan hendaknya mengetahui jadwal
tanam petani sehingga persediaan sarana produksi dapat disesuaikan dengan kebutuhan.

Untuk menunjang kegiatan produksi dan juga kegiatan lain jasa keuangan yang semula
terkonsentrasi di perkotaan juga harus masuk ke pedesaan. Dengan adanya jasa perbankan petani
dapat segera menyimpan uang hasil penjualan hasil panennya untuk kemudian menggunakannya
sesuai karena adanya pembelian sarana produksi (benih, pupuk, obat-obatan, dan lain-lain) oleh
penduduk pedesaan untuk kepentingan peningkatan produksi. Menurut Herman Haeruman,
seperti yang dikutipTarigan(2003:20), secara tradisional hubungan desa-kota diindikasikan
dengan adanya aliran produk atau jasa perkotaan yang harus “dibayar” oleh masyarakat
perdesaan melalui aliran
dana atau kapital dari desa ke kota.

2.2 Penyebab Disparitas( Ketimpangan ) Pembangunan Antar Wilayah Perkotaan dan


Pedesaan

A. Perbedaan Kandungan Sumberdaya Alam

Penyebab utama yang mendorong timbulnya ketimpangan pembangunan antar wilayah


adalah adanya perbedaan yang sangat besar dalam kandungan sumberdaya alam pada masing-
masing daerah. Sebagaimana diketahui bahwa perbedaan kandungan sumberdaya alam ini di
Indonesia ternyata cukup besar. Ada daerah yang mempunyai minyak dan gas alam, tetapi
daerah lain tidak mempunyai. Ada daerah mempunyai deposit batubara yang cukup besar, tapi
daerah lain tidak ada. Demikian pulahalnya dengan tingkat kesuburan lahan yang juga sangat
bervariasi sehingga sangat mempengaruhi upaya untuk mendorong pembangunan pertanian pada
masing-massing daerah.

Perbedaan kandungan sumberdaya alam ini jelas akan mempengaruhi kegiatan produksi
pada daerah bersangkutan, daerah dengan kandungan sumberdaya alam cukup tinggi akan dapat
memproduksi barang-barang tertentu dengan biaya relatif murah dibandingkan dengan daerah lai
n yang mempunyai kandungan sumberdaya alam yang lebih rendah. Kondisi ini mendorong
pertumbuhan ekonomi daerah bersangkutan menjadi lebih cepat. Sedangkan daerah lain yang
mempunya ikandungan sumberdaya alam yang lebih kecil hanya akan dapat memproduksi
barang-baran gdengan biaya produksi lebih tinggi sehingga daya saingnya menjadi lemah.
Kondisi tersebut menyebabkan daerah bersangkutan cenderung mempunyai pertumbuhan
ekonomi yang lebih lambat. Dengan demikian terlihat bahwa perbedaan kandungan sumberdaya
alam ini dapat mendorong terjadinya ketimpangan pembangunan antar wilayah yang lebih tinggi
pada suatu negara.

B. Perbedaan Kondisi Demografis

Faktor utama lainnya yang juga dapat mendorong terjadinya ketimpangan pembangunan
antar wilayah adalah bilamana terdapat perbedaan kondisi demografis yang cukup besar antar
daerah. Kondisi demografis yang dimaksudkan disini meliputi perbedaan tingkat pertumbuhan
dan struktur kependudukan, perbedaan tingkat pendidikan dan kesehatan, perbedaan kodisi
ketenagakerjaan dan perbedaan dalam tingkat laku ddan kebiasaan serta etos kerja yan gdimiliki
masyarakat daerah bersangkutan.
Kondisi demografis ini akan dapat mempengaruhi ketimpangan pembangunan antar
wilayah karena hal ini akan berpengauh terhadap produktivitas kerja masyarakat pada daerah
yang bersangkutan. Daerah dengan kondisi demografis yang baik akan cenderung mempunyai
produktivitas kerja yang lebih tinggi sehingga hal ini akan mendorong peningkatan investai yang
selanjutnya akan meningkatkan penyediaan lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi daerah
bersangkutan. Sebaliknya, bila pada suatu daerah tertentu kondisi demografisnya kurang baik
maka hal ini akanmenyebabkan relatif rendahnya produktivitas kerja masyarakat setempat yang
menimbulkan kondisi yang kurang menarik bagi penanaman modal sehingga pertumbuhan
ekonomi daerah bersangkutan akan menjadi rendah.

C. Kurang Lancarnya Mobilitas Barang dan Jasa

Kurang lancarnya mobilitas barang dan jasa dapat pula mendorong terjadinya
peningkatan ketimpangan pembangunan antar wilayah. Mobilitas barang dan jas ini meliputi
kegiatan perdagangan antar daerah dan migrasi baik yang disponsori pemerintah a9 transmigrasi
atau migrasi spontan. Alasannya adalah karena bila mobilitas tersebut kurang lancar maka
kelebihan produksi suatu daerah tidak dapat dijuaal ke daerah lin yang membutuhkan. Demikian
pula halnya dengan migrasi ynag kurang lancar menyebabkan kelebihan tenaga keja suatu daerah
tidak dapat dimanfaatkan oleh daerah lain yang sangat membutuhkannya. Akibatnya,
ketimpangan pembangunan antar wilayah akan cenderung tinggi karena kelebihan suatu daerah
tidak dapat dimanfaatkan oleh daerah lain yang membutuhkan., sehingga daerah terbelakang
sulit mendorong proses pembangunannya. Karena itu, tidaklah mengherankan bilamana,
ketimpangan pembangunan antar wilayah akan cenderung tinggi pda negara sedang berkembang
dimana mobilitas barang dan jasa kurang lancar dan masih terdapat beberapa daerah yang
terisolir.

D. Konsentrasi Kegiatan Ekonomi wilayah

Terjadinya konsentrasi kegiatan ekonomi yang cukup tinggi pada wilayah tertentu jelas
akan mempengaruhi ketimpangan pembangunan antar wilayah. Pertumbuhan ekonomi daerah
akan cenderung lebih cepat pada daerah dimana terdapat konsentrasi kegiatan ekonomi yang
cukup besar. Kondisi tersebut selanjutnya akan mendorong proses pembangunan daerah melalui
peningkatan penyediaan lapangan kerja dan tingkat pendpatan masyarakat. Demikian pula
sebaliknya bilamana, konsentrasi kegiatan ekonomi pada suatu daerah relatif rendah yang
selanjutnya juga mendorong terjadi pengangguran dan rendahnya tingkat pendapatan masyarakat
setempat.

Konsentrasi kegiatan ekonomi tersebut dapat disebabkan oleh beberapa hal .. pertam
karena terdapat sumberdaya alam yang lebih banyak pada daerah tertentu, misalnya minyak
bumi, gas, batubara, dan bahan mineral lainnya. Disamping itu terdapatnya lahan yang subur
juga turut mempengaruhi, khususnya menyangkut dengan pertumbuhan kegiatan pertanian.
Kedua, meratanya fasilitas transportasi, baik darat, laut dan udara, juga ikut mempengaruihi
konsentrasi kegiatan ekonomi antar daerah. Ketiga, kondisi demografis ( kependudukan ) juga
ikut mempengaruhi karena kegiatan ekonomi akan cenderung terkonsentrasi dimana sumberdaya
manusia tersedia dengan kualitas yang lebih baik.

E. Alokasi Dana Pembangunan Antar Wilayah

Tidak dapa tdisangkal bahwa investasi merupakan salah satu yang sangat menentukan
pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Krena itu daerah yang dapat alokasi investasi yang lebih
besar dari pemerintah, atau dapat menarik lebih banyak investasi swwasta akan cenderung
mempunyai tingkat pertumbuhan ekonomi derah yang lebih cepat. Kondisi ini tentunya akan
dapat pula mendorong proses pembangunan daerah melalui penyediaan lapangan kerja yang
lebih banyak dan tingkat pendapatan perkapita yang lebih tinggi. Demikian pula seballiknya
terjadi bilaman investasi pemerintah dan swasta yang masuk ke suatu daerah ternyat lebih
rendah.

Alokas iinvestasi pemerintah ke daerah lebih banyak ditentukan oleh sistem


pemerintahab daerah yang dianut. Bila sistem pemerintahan daerah yang dianut bersifat
sentralistik, maka alokasi dana pemerintah akan cenderung lebih banyak dialokasikan pada
pemerintah pusat, sehingga ketimpangan pembangunan antar wilayah akan cenderung tinggi.
Akan tetapi sebaliknya bilaman sistem pemerintahan yang dianut adala hotonomi atau federal,
maka dan pemerintah akan lebih banyak dialokasikan ke daerah, sehingga ketimpangan
pembangunan antar wilayah akan cenderung lebih rendah.

Tidak demikian halnya dengan investasi swasta yang lebih banyak ditentukan oleh
kekuatan pasar. Dalam hal ini kekuatan yang berperan banyak dalam menarik investasi swasta ke
suatu daerah adalah keuntungan lokasi yang dimiliki oleh suatu daerah. Sedangkan keuntungan
lokasi tersebut ditentukan oleh ongkos transport baik untuk bahan baku dan hasil produksi yang
arus dikeluarkan pengusaha, perbedaan upah buruh, konsentrasi pasar, tingkat persaingan usaha
dan sewa tanah. Termasuk kedalam keuntungan lokasi ini adalah keuntungan aglomerasi yang
timbul karena terjadi konsentrasi beberapa kegiatan ekonomi terkait pada suatu daerah tertentu.
Karena itu, tidaklah mengherankan bilamana investasi cenderung lebih banyak terkonsentrasi di
daerah perkotaan dibandingkan dengan daerah pedesaan. Kondisi ini menyebabkan daerah
perkotaan cenderung tumbuh lebih cept dibandingkan dari daerah pedesaan.

2.3 Disparitas Pembangunan Perkotaan dan Pedesaan dalam Aspek Ekonomi


Disparitas Pembangunan merupakan perbedaan pembangunan antar suatu wilayah
dengan wilayah lainnya secara vertikal dan horizontal yang menyebabkan disparitas atau
ketidakmerataan pembangunan.
Inti permasalahan pembangunan ekonomisi nasional terletak pada tingginya disparitas
(kesenjangan) antarwilayah. Hal ini terlihat dari segi kegiatan ekonomi, pembangunan
infrastruktur, sampai tingkat kemiskinan yang begitu timpang. Kalau lihat lebih detail, pada
tingkat regional provinsi, kabupaten, dan kota ada disparitas. Di satu sisi, banyak daerah yang
mencapai peningkatan ekonomi signifikan, tetapi di lain pihak banyak daerah yang masih jauh,
dipasritas sangat tinggi. Adanya disparitas tersebut terjadi karena aktivitas ekonomi yang juga
timpang. Di kota yang menjadi pusat bisnis, segala sarana dan prasarana tergarap dengan baik.
Akan tetapi, di daerah yang bukan pusat bisnis, sarana dan prasarana tidak tergarap. "Hal ini
kemudian yang membuat aktivitas ekonomi jadi rendah di banyak daerah. Aktivitas ekonomis
rendah, tingkat kemiskinan pun menjadi tinggi.

Oleh karena itu kuncinya ada pada pemerintah yang berwenang besar dalam hal distribusi
dan alokasi yang lebih adil. "Pemerintah harus berpihak di sini, nah makanya ini yang penting
untuk diterapkan, yakni konektivitas domestik, sehingga kita bisa mencapai pembangunan yang
impulsif dan berkeadilan.Apalagi, Indonesia tengah mencapai MDGs untuk mengatasi
kemiskinan di segala aspek, daerah atau domestik harus digerakkan agar tercipta pembangunan
ekonomi yang merata atau terintegasi. Semua stakeholder harus mengembangkan konsep
konektivitas ini,"

Indonesia sebagai Negara sedang berkembang sedang giat melakukan pembangunan


secara berencana dan bertahap. Pembangunan ekonomi pada umumnya didefinisikan sebagai
suatu proses yang menyebabkan pendapatan per kapita penduduk sesuatu masyarakat meningkat
dalam jangka panjang. Tujuannya tidak lain adalah untuk mengejar ketertinggalan kita sebagai
Negara sedang berkembang dan meningkatkan kesejahteraan rakyat.Salah satu permasalahan
yang dihadapi Indonesia dalam melakukan pembangunan adalah masalah ketimpangan, baik
ketimpangan yang terjadi antar wilayah maupun didalam wilayah, khususnya antara Jawa dan
Luar Jawa. Kesenjangan itu tercermin dari penyebaran sumber daya manusia, industri,
perdagangan dan jasa, infrastruktur, irigasi, listrik, pendidikan dan bahkan sektor pertanian.

Pembangunan yang tersentralisasi di perkotaan selama sekian lama telah membuat


kesenjangan ekonomi serta kesejahteraan antara kota dan desa begitu lebar. Kota terus
tersejahterakan, sementara desa dipenuhi dengan segala momok kemiskinan dan
keterbelakangan. Pembangunan kota yang pesat menggeser kemiskinan bertumpuk-tumpuk atau
terkonsentrasi di pedesaan.Lahirnya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa boleh
dikatakan sebagai suatu "revolusi" pembangunan nasional. Dalam waktu singkat, paradigma dan
corak pembangunan berubah cepat. Undang-undang itu mengubah cara pikir negara, dari desa
sebagai subordinasi pemerintahan menjadi entitas penting pemerintahan.Dengan adanya
Undang-Undang Desa, desentralisasi menemukan bentuk sempurna hingga ke bentuk entitas
pemerintahan paling rendah, yakni otonomisasi pemerintahan desa beserta keistimewaan
mengelola anggaran pembangunan sendiri dalam bentuk anggaran pendapatan dan belanja desa.

Menurut data Kementerian Keuangan, alokasi dana desa dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara 2015-2020 sudah mencapai Rp 329,74 triliun. Pada APBN 2015, dana desa yang
dialokasikan sebesar Rp 20,76 triliun, kemudian menjadi 46,9 triliun pada 2016, Rp 60 triliun
pada 2017-2018, dan meningkat menjadi Rp 70 triliun pada 2019. Adapun pada 2020 meningkat
lagi menjadi Rp 72 triliun. Maka, rata-rata pertumbuhan dana desa selama lima tahun adalah 28
persen dari alokasi APBN.Dengan tren dana desa yang meningkat, diharapkan disparitas antara
kota dan desa semakin tipis karena dana itu benar-benar dimanfaatkan untuk membangun
infrastruktur dasar desa. Pembangunan itu diharapkan menjadi mesin pertumbuhan ekonomi desa
dengan menstimulasi tumbuhnya sentra-sentra baru ekonomi desa.Dengan dana desa sebesar Rp
329,74 triliun dari APBN sepanjang 2015-2020, semestinya capaian pembangunan desa dapat
menstimulasi pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat desa serta menekan disparitas
ekonomi kota dan desa. Namun, sejauh ini, dana desa hanya memperlihatkan hasil yang
datar.Dalam Sidang Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat pada 16 Agustus lalu, Presiden
Joko Widodo menyampaikan dalam pidatonya bahwa kesenjangan antara kota dan desa semakin
turun. Hal ini ditunjukkan dengan penurunan rasio Gini dari 0,334 pada 2015 menjadi 0,317
pada 2019. Kesenjangan fiskal antardaerah juga menurun, dari 0,726 pada 2015 menjadi 0,597
pada 2018 berdasarkan indeks Williamson.

Dari alokasi dana sebesar Rp 329,74 triliun sepanjang lima tahun, dengan pertumbuhan
rata-rata sebesar 28 persen dari APBN, rasio Gini turun hanya 0,017 persen. Hal ini
menggambarkan belum optimalnya pemanfaatan dana desa. Semestinya kesenjangan fiskal
antara kota dan desa yang turun 0,129 dari 2015 hingga 2018 akan berdampak lebih besar pada
penurunan rasio Gini antara kota dan desa.Selain itu, berdasarkan data Badan Pusat Statistik
(2019), persentase penduduk miskin di daerah perkotaan sebesar 6,69 persen pada Maret 2019,
turun dari 6,89 persen pada September 2018. Sementara itu, di pedesaan, persentase penduduk
miskin sebesar 12,85 persen pada Maret 2019, turun dari 13,10 persen pada September 2018.
Meskipun penduduk miskin di kota dan desa turun, disparitas kemiskinannya masih tinggi.

Penyelewengan dana desa juga menjadi persoalan. Menurut data Indonesia Corruption
Watch, pada 2015-2018, tren penyalahgunaan dana desa terus meningkat. Sedikitnya ada 181
kasus korupsi dana desa dengan 184 tersangka korupsi dan nilai kerugian sebesar Rp 40,6 miliar.
Artinya, setiap tahun, ada penyimpangan terhadap dana desa, meskipun setiap desa didampingi
dua hingga tiga tenaga ahli yang mengawasi setiap program dan mata anggaran.Selain itu,
polemik mengenai desa fiktif penerima dana desa semakin memperparah pembangunan desa ke
depan. Membayangkan ada desa imajiner dan tahapan pembahasan rancangan anggaran desa
yang begitu runut hingga menjadi anggaran pendapatan dan belanja desa serta mendapat alokasi
dana perimbangan dari pusat adalah hal yang mustahil.
Namun, buktinya, ada desa imajiner yang ikut menikmati dana desa dari APBN. Artinya,
perencanaan dan pembahasan anggaran hingga menjadi peraturan desa berlangsung secara
imajiner dan dilakukan oleh pemerintah daerah (kabupaten/kota).Semestinya, dengan tiga
kementerian terkait, yakni Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Keuangan, dan
Kementerian Desa, pengelolaan dana desa sudah diatur lebih ketat dari sisi data, program, serta
pengawasan. Masalahnya, tiga kementerian ini belum memiliki data yang mumpuni untuk
memverifikasi keberadaan desa-desa yang diusulkan mendapatkan dana desa. Idealnya,
Kementerian Desa mengatur program dan pengawasan, Kementerian Dalam Negeri mengatur
administrasi kepemerintahannya, dan Kementerian Keuangan mengatur dari sisi tertib
fiskal.Masalah terbesar adalah belum tersedianya suatu data terintegrasi yang memungkinkan
pengawasan secara menyeluruh. Dengan data yang lemah, ketiga kementerian ini tak akan
mampu menjangkau desa-desa bodong yang selama ini menerima dana desa. Maka, ke depan,
dibutuhkan data yang terintegrasi dan interkoneksi, yang memungkinkan kementerian terkait
dapat memverifikasi tahapan pengajuan dana desa sesuai dengan wilayah kerja masing-masing.

 Dampak yang ditimbulkan dari masalah Disparitas Pembangunan atau Kesenjangan


pembangunan terhadap wilayah pedesaaan dan perkotaan
Dari penjelasan diatas dapat saya temukan beberapa dampak terkait disparitas
pembangunan antar wilayah perkotaaan dan pedesaan:

1) Rendahnya produktivitas kerja masyarakat dipedesaan


2) Aktivitas ekonomi diwilayah pedesaan semakin rendah dan hal ini memicu terjadinya
peningkatan kemiskinan di wipayah pedesaan
3) Meningkatnya kasus penyimpangan dana desa atau kasus korupsi dari dana yang
dialokasikan dari pemerintah pusat.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Disparitas Pembangunan Ekonomi antar daerah merupakan fenomena universal,


disparitas pembangunan merupakan masalah kesenjangan yang serius untuk ditanggulangi baik
pada sistem perekonomian pasar maupun ekonomi terencana. Proses pembangunan dalam skala
nasional yang telah dilaksanakan selama ini ternyata telah menimbulkan masalah pembangunan
yang cukup besar dan kompleks karena pendekatan pembangunan sangat menekankan pada
pertumbuhan ekonomi makro dan cenderung mengabaikan terjadinya kesenjangan pembangunan
ekonomi antara wilayah perkotaaan dan pedesaan.

Ada beberapa penyebab terjadinya disparitas atau kesenjangan yaitu, penyebab utama
yang mendorong timbulnya kesenjangan pembangunan antar wilayah adalah adanya perbedaan
yang sangat besar dalam kandungan sumberdaya alam pada masing-masing daerah. Sebagaimana
diketahui bahwa perbedaan kandungan sumberdaya alam ini di Indonesia ternyata cukup besar.
Adapun penyebab lain yaitu perbedaan kondisi demografis,kurang lancarnya mobilitas barang
dan jasa, kosentrasi kegiatan ekonomi wilayah,dan alokasi dana antarwilayah.
Ada beberapa dampak yang ditimbulkan dari Disparitas Pembangunan
1) Rendahnya produktivitas kerja masyarakat dipedesaan
2) Aktivitas ekonomi diwilayah pedesaan semakin rendah dan hal ini memicu terjadinya
peningkatan kemiskinan di wipayah pedesaan
3) Meningkatnya kasus penyimpangan dana desa atau kasus korupsi dari dana yang
dialokasikan dari pemerintah pusat.

3.2 Saran
Dalam mengatasi Disparitas Pembangunan ini perlu peran penting dari pemerintah yaitu
pemerintah harus lebih memfokuskan pendistribusian alokasi dana kepada wilayah pedesaan,
agar pemerintah desa dapat meningkatkan pembangunan di daerah mereka. Setelah
didistribusikan alokasi dana pemerintah harus turun langsung ke wilayah tersebut untuk melihat
dan mengontrol apakah proses pembangunan yang dilakukan sudah berjalan dengan baik atau
belum, sehinnga tidak terjadi lagi kondis disparitas atau kesenjangan yang dapat menyebabkan
meningkatnya angka kemiskinan di daerah pedesaan akibat gagalnya pembangunan.

DAFTAR PUSTAKA

Adisasmita, R, 2010, Pembangunan dan Tata Ruang, Yogya-karta,Graha Ilmu.

Emilia. Imelia, 2006.Modul Ekonomi Regional, FE-UNJA, Jambi.Sirojuzalim dan Mahdi, 2010,

Regional Pembangunan Perencanaan dan Ekonomi,USU Press, Medan

Anda mungkin juga menyukai