Anda di halaman 1dari 49

BAB III

HASIL PENGAMATAN

III.1 Gambaran Umum Rumah Sakit Umum Daerah Labuang Baji

III.1.1 Sejarah Singkat RSUD Labuang Baji Makassar

Rumah Sakit Umum Labuang Baji Provinsi Sulawesi Selatan didirikan

pada tahun 1938 oleh Zending Gereja Geroforma Surabaya, Malang dan

Semarang sebagai rumah sakit Zending yang diresmikan pada tanggal 12 Juni

1938 dengan kapasitas tempat tidur yang tersedia pada saat itu adalah 25 tempat

tidur. Pada masa Perang Dunia II, Rumah Sakit ini digunakan oleh Pemerintah

Kota praja Makassar untuk menampung penderita korban perang.

Tahun 1964 – 1948 Rumah Sakit Umum Labuang Baji mendapat bantuan

dari Pemerintah Indonesia Timur (NIT) dengan merehabilitasi gedung-

gedungyang hancurakibat perang dan digunakan dan digunakan untuk

menampung korban akibat perang tersebut. Pada tahun 1949 – 1951 Zending

mendirikanbangunan permanen sehingga kapasitas tempat tidur mencapai 170

buah.

Pada tahun 1952 – 1955 oleh Pemerintah Daerah Kota praja Makassar

diberikan tambahan beberapa bangunan ruang sehingga kapasitas tempat tidur

mencapai 190 buah.Sejak tahun 1955 Rumah Sakit Labuang Baji dibiayai oleh

Pemerintah Daerah Sulawesi Selatan. Pada tahun 1960 oleh Zending Rumah Sakit

ini diserahkan kepada pemerintah Daerah Tingkat I Sulawesi Selatan dan

dikelolah oleh Dinas Kesehatan Propinsi Daerah Tingkat I Sulawesi Selatan

dengan klafikasi rumah sakit kelas C. Terhitung mulai tanggal 16 Januari 1966
melalui Peraturan Pemerintah Daerah Propinsi Dati I Sulawesi SelatanNo. 2

tahun1966, kelas rumah sakit ditingkatkan dari Rumah Sakit Kelas C menjadi

Rumah Sakit Kelas B non pendidikan. Peraturan Daerah tersebut disahkan oleh

Menteri Dalam Negeri pada tanggal7 Agustus 1966.

Struktur kelas B non pendidikan tersebut. Direktur sebagai Pimpinan

Rumah Sakit dilantik dan dikukuhkan pada tanggal 12 Maret 1999. Sejak

berdirinya pada tanggal 12 Juni 1938 Rumah Sakit Labuang Baji telah mengalami

Beberapa kali pergantian direktur yaitu:

1. Dr. Ong Yang Hang

2. Prof. Dr. Warouw

3. dr. G. J. Hoc Kartra

4. dr. Hiberlein

5. dr. A. W. F.Rulgrep

6. dr. P. Roott

7. dr. R. A. Tini Iswary, sampai tahun 1967

8. dr. Ny. Th. Sumantri Tulong, pada tahun 1967-1987

9. dr. B. Tjahjadi, pada tahun 1978 – 1981

10. dr. A. Wahid Baelang, pada tahun 1981 – 1991

11. dr. H. Mustafa Djide,SKM, dari tahun 1991 – 30 Desember 1995

12. dr. H. Jasmine Abu Mattimu, dari 30 Desember 1995–17 Januari 1997

13. dr. H. Nurfiah A. Patiroi, MHA, dari 17 Januari 1997 – 13 Juni 1998

14. dr. H. Muh. Basir Palu, Sp. A., MHA, 13 Juni 1998 – 13 Agustus 2001

15. dr. H. Sofyan Muhammad, M.Si., 13 Agustus 2001 – 14 Agustus 2006


16. dr. H. Muh. Talib Suyuti,M.Kes, 5 Oktober 2006 – 21 Agustus 2008

17. dr. H. Bambang Arya, M.Kes, 21 Agustus 2008-17 Juni 2011.

18. Dr. Drs. H. Azikin Solthan, M.Si, 18 Juli 2011-12 September 2011

19. dr. Enrico Merentek,Sp.PD, 12 September 2011 – 2016

20. dr.H. Andi Mappatoba, M.B.A., DTAS 2016 – 2021

21. drg. Abdul Haris Nawawi, M. Kes 2021 - sekarang

III.1.2 Kedudukan, Tugas Pokok, dan Fungsi RSUD Labuang Baji

III.1.2.1 Kedudukan

RSUD Labuang Baji adalah lembaga teknis daerah yang dipimping oleh

seorang Direktur, yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Gubernur

melalui Sekretaris daerah.

III.1.2.2 Tugas Pokok

RSUD Labuang Baji mempunyai tugas, yaitu:

1. Melaksanakan upaya kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna

dengan mengutamakan upaya penyembuhan pemulihan yang

dilaksanakan secara terpadu dengan upaya peningkatan serta pencegahan

dan melaksanakan upaya rujukan.

2. Melaksanakan pelayanan yang bermutu sesuai standar pelayanan Rumah

Sakit.

III.2 Visi dan Misi RSUD Labuang Baji

III.2.1 Visi RSUD Labuang Baji

Visi: Menjadi Rumah Sakit Unggulan Se-Sulawesi Selatan

III.2.2 Misi RSUD Labuang Baji


Misi: - Mewujudkan Profesionalisme SDM

- Meningkatkan Sarana dan Prasarana Rumah Sakit

- Memberikan Pelayanan Prima

- Efisiensi Biaya Rumah Sakit

- Meningkatkan Kesejahteraan Karyawan

III.2.3 Falsafah

Bahwa kesehatan jasmani maupun rohani merupakan hak setiap orang,

oleh karena itu rumah sakit berusaha untuk memberikan pelayanan kesehatan

yang terbaik kepada masyarakat, baik bersifat penyembuhan, pemulihan,

pencegahan maupun peningkatan serta ditunjang oleh kualitas sumber daya

manusia yang memadai.

III.2.4 Tujuan

Memberikan kepuasan kepada semua pelanggan agar tercipta citra baik

Rumah Sakit Umum Daerah Labuang Baji.

III.2.5 Motto

“SIPAKABAJI” yang mempunyai arti siap dengan pelayanan

komunikatif, bermutu, aman dan ikhlas.

III.2.6 Nilai

a. Kejujuran

b. Kerjasama

c. Tanggung Jawab

d. Kesetiaan

e. Disiplin
III.3 Struktur Organisasi RSUD Labuang Baji Makassar

Susunan Organisasi Badan Rumah Sakit Umum Daerah Labuang Baji

a. Direktur

b. Wakil Direktur Medik dan Keperawatan

c. Wakil Direktur Umum, Sumber Daya Manusia, dan Pendidikan.

d. Wakil Direktur Keuangan

e. Bidang Pelayanan Medik

f. Bidang Pelayana Keperawatan

g. Bidang Fasilitas Medik dan Keperawatanh.Bagian Umum

h. Bagian Sumber Daya Manusia

i. Bagian Pendidikan dan Penelitian

j. Bagian Penyelenggaraan dan anggaran

k. Bagian Perbendaharaan dan Mobilitas Dana

l. Bagian Akuntansi

m. Sub Bagian dan Seksi

III.4 Akreditasi Rumah Sakit

Akreditasi Rumah Sakit dalam ruang lingkup Instalasi Farmasi dilakukan

berdasarkan PKPO-SNARS yaitu Pelayanan Kefarmasian dan Penggunaan Obat-

Standar Nasional Akreditas RS. Adapun tujuh standar PKPO-SNARS yang harus

terpenuhi, yaitu:

1. Standar PKPO 1

Pengorganisasian pelayanan kefarmasian dan penggunaan obat di rumah sakit


harus sesuai dengan peraturan perundangan-undangan dan diorganisir untuk

memenuhi kebutuhan pasien

2. Standar PKPO 2

Ada proses seleksi obat dengan benar yang menghasilkan formularium dan

digunakan untuk permintaan obat serta instruksi pengobatan. Obat dalam

formularium senantiasa tersedia dalam stok di rumah sakit atau sumber di

dalam atau di luar rumah sakit.

a) Standar PKPO 2.1

Rumah sakit menetapkan proses pengadaan sediaan farmasi, alat

kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang aman, bermutu,

bermanfaat, dan berkhasiat sesuai dengan peraturan perundang-undangan

b) Standar PKPO 2.1.1

Rumah sakit menetapkan regulasi untuk mendapatkan obat bila sewaktu-

waktu obat tidak tersedia.

3. Standar PKPO 3

Rumah sakit menetapkan tata laksana pengaturan penyimpanan sediaan

farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang baik, benar, serta

aman.

a) Standar PKPO 3.1

Rumah sakit mengatur tata kelola bahan berbahaya, serta obat narkotika

dan psikotropika yang baik, benar, dan aman sesuaidengan peraturan

perundang-undangan

b) Standar PKPO 3.2


Rumah sakit mengatur tata kelola penyimpanan elektrolit konsentrat

yang baik, benar, dan aman sesuai dengan peraturan perundang-

undangan

c) Standar PKPO 3.3

Rumah sakit menetapkan pengaturan penyimpanan dan pengawasan

penggunaan obat tertentu.

d) Standar PKPO 3.4

Rumah sakit menetapkan regulasi untuk memastikan obat emergensi

yang tersimpan di dalam maupun di luar unit farmasi tersedia, tersimpan

aman, dan dimonitor.

e) Standar PKPO 3.5

Rumah sakit memiliki sistem penarikan kembali (recall), pemusnahan

sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai tidak layak

digunakan karena rusak, mutu substandar, atau kadaluwarsa.

Rumah sakit menetapkan dan melaksanakanidentifikasi dalam proses

penarikan kembali (recall) oleh Pemerintah, pabrik, atau pemasok.

Rumah sakit juga harus menjamin bahwa sediaan farmasi, alat kesehatan,

dan bahan medis habis yang tidak layak pakai karena rusak, mutu

substandard, atau kadaluwarsa tidak digunakan serta dimusnahkan.

4. Standar PKPO 4

Ada regulasi peresepan/permintaan obat dan instruksi pengobatan

a) Standar PKPO 4.1

Regulasi ditetapkan untuk menentukan pengertian dan syarat


kelengkapan resep atau pemesanan.

b) Standar PKPO 4.2

Rumah sakit menetapkan individu yang kompeten yang diberi

kewenangan untuk menulis resep/permintaan obat atau instruksi

pengobatan.

c) Standar PKPO 4.3

Obat yang diresepkan dan diberikan tercatat di rekam medis pasien.

5. Standar PKPO 5

Obat disiapkan dan diserahkan di dalam lingkungan aman dan bersih.

a) Standar PKPO 5.1

Rumah sakit menetapkan regulasi yang mengatur semua

resep/permintaan obat dan instruksi pengobatan obat ditelaah

ketepatannya.

6. Standar PKPO 6

Rumah sakit menetapkan staf klinis yang kompeten dan berwenang ntuk

memberikan obat.

a) Standar PKPO 6.1

Proses pemberian obat termasuk proses verifikasi apakah obat

yang akandiberikan telah sesuai resep/permintaan obat.

b) Standar PKPO 6.2

Ada regulasi tentang obat yang dibawa oleh pasien ke rumah sakit

untuk digunakan sendiri

7. Standar PKPO 7
Efek obat dan efek samping obat terhadap pasien dipantau.

a) Standar PKPO 7.1

Rumah sakit menetapkan dan menerapkan proses pelaporan serta

tindakanterhadap kesalahan penggunaan obat (medication error) serta

upaya menurunkan angkanya.

III.5 Instalasi Farmasi Rumah Sakit

III.5.1 Definisi Instalasi Farmasi

Instalasi farmasi adalah unit pelaksana fungsional yang menyelenggarakan

seluruh kegiatan pelayanan kefarmasian di rumah sakit.

III.5.2 Tugas dan Fungsi Instalasi Farmasi

III.5.2.1 Tugas Instalasi Farmasi

a. Menyelenggarakan, mengkoordinasikan, mengatur, dan mengawasi seluruh

kegiatan Pelayanan Kefarmasian yang optimal dan professional serta sesuai

prosedur dan etik profesi.

b. Melaksanakan pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan

Medis Habis Pakai yang efektif, aman, bermutu dan efisien.

c. Melaksanakan pengkajian dan pemantauan penggunaan Sediaan Farmasi,

Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai guna memaksimalkan efek

terapi dan keamanan serta meminimalkan risiko.

d. Melaksanakan Komunikasi, Edukasi dan Informasi (KIE) serta memberikan

rekomendasi kepada dokter, perawat dan pasien.

e. Berperan aktif dalam Tim Farmasi dan Terapi.

f. Melaksanakan pendidikan dan pelatihan serta pengembangan Pelayanan


Kefarmasian.

g. Memfasilitasi dan mendorong tersusunnya standar pengobatan dan

formularium Rumah Sakit.

III.5.2.2 Fungsi Instalasi Farmasi

1. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis

Habis Pakai

a) Memilih Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, Dan Bahan Medis Habis

Pakai Sesuai Kebutuhan Pelayanan Rumah Sakit.

b) Merencanakan Kebutuhan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, Dan Bahan

Medis Habis Pakai Secara Efektif, Efisien Dan Optimal.

c) Mengadakan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, Dan Bahan Medis Habis

Pakai Berpedoman Pada Perencanaan Yang Telah Dibuat Sesuai

Ketentuan Yang Berlaku.

d) Memproduksi Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, Dan Bahan Medis Habis

Pakai Untuk Memenuhi Kebutuhan Pelayanan Kesehatan Di Rumah

Sakit.

e) Menerima Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, Dan Bahan Medis Habis

Pakai Sesuai Dengan Spesifikasi Dan Ketentuan Yang Berlaku

f) Menyimpan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, Dan Bahan Medis Habis

Pakai Sesuai Dengan Spesifikasi Dan Persyaratan Kefarmasian;.

g) Mendistribusikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, Dan Bahan Medis

Habis Pakai Ke Unit-Unit Pelayanan Di Rumah Sakit.

h) Melaksanakan Pelayanan Farmasi Satu Pintu


i) Melaksanakan Pelayanan Obat “Unit Dose”/Dosis Sehari.

j) Melaksanakan Komputerisa Pengelolaan Sediaan

k) Farmasi, Alat Kesehatan, Dan Bahan Medis Habis Pakai (Apabila

Sudah Memungkinkan).

l) Mengidentifikasi, Mencegah Dan Mengatasi Masalah Yang Terkait

Dengan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, Dan Bahan Medis Habis

Pakai. Melakukan Pemusnahan Dan Penarikan Sediaan Farmasi, Alat

Kesehatan, Dan Bahan Medis Habis Pakai Yang Sudah Tidak Dapat

Digunakan.

m) Mengendalikan Persediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, Dan

Bahan Medis Habis Pakai.

n) Melakukan Administrasi Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat

Kesehatan, Dan Bahan Medis Habis Pakai.

2. Pelayanan Farmasi Klinik

a) Mengkaji dan melaksanakan pelayanan Resep atau permintaan Obat.

b) Melaksanakan penelusuran riwayat penggunaan Obat.

c) Melaksanakan rekonsiliasi Obat.

d) Memberikan informasi dan edukasi penggunaan Obat baik

berdasarkan Resep maupun Obat non Resep kepada pasien/keluarga

pasien.

e) Mengidentifikasi, mencegah dan mengatasi masalah yang terkait

dengan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis

Pakai.
f) Melaksanakan visite mandiri maupun bersama tenaga kesehatan lain.

g) Memberikan konseling pada pasien dan/atau keluarganya.

h) Melaksanakan Pemantauan Terapi Obat (PTO).

i) Melaksanakan Evaluasi Penggunaan Obat (EPO).

j) Melaksanakan dispensing sediaan steril.

k) Melaksanakan Pelayanan Informasi Obat (PIO) kepada tenaga

kesehatan lain, pasien/keluarga, masyarakat dan institusi di

luar Rumah Sakit

3. Melaksanakan Penyuluhan Kesehatan Rumah Sakit (PKRS)

a. Visi, Misi, Falsafah, dan Tujuan Instalasi Farmasi RSUD Labuang

Baji

1. Visi: Memberikan pelayanan kefarmasian berstandar Nasional dengan

tanpa complain.

2. Misi: Misi instalasi farmasi RSUD Labuang Baji Makassar, yaitu:

a. Melaksanakan pelayanan kefarmasian (Pharmaceutical care)

yang berorientasi pada tercapainya hasil pengobatan maksimal

bagi pasien

b. Melaksanakan pelayanan farmasi yang bertanggung jawab

dengan berpedoman pada kode etik Apoteker

c. Menciptakan suasana aman dan nyaman bagi petugas

instalasi farmasi, petugas kesehatan lain di rumah sakit, pasien,


dan keluarganya.

d. Menata unit pelayanan instalasi farmasi menjadi lebih mandiri,

kredibel, efektif, dan efisien.

e. Meningkatkan kesejahteraan karyawan instalasi farmasi.

3. Falsafah, Pelayanan kefarmasian (Pharmaceutical care) adalah

pengelolaan dan penggunaan obat secara rasional yang merupakan

bagian yang tidak terpisahkan dari seluruh sistem pelayanan kesehatan

secara menyeluruh, dilaksanakan secara langsung dan bertanggung

jawab demi tercapainya peningkatan kualitas hidup manusia.

4. Tujuan

a. Terselenggaranya pelayanan kefarmasian dengan mutu cakupan

dan efisiensi yang tinggi yang selanjutnya dapat meningkatkan

pelayanan kefarmasian bagi pengguna jasa di rumah sakit serta

masyarakat yang memerlukannya.

b. Berfungsinya organisasi farmasi rumah sakit yang didukung oleh

tata laksana organisasi yang mantap dan SDM yang profesional.

c. Terlaksananya proses manajemen.

d. Mantapnya sistem informasi yang didukung oleh data yang

akurat, lengkap, sahih, relevan, dan mutakhir.

III.5.2.3 Struktur Organisasi dan Tata Kerja IFRS Labuang Baji

Struktur organisasi adalah bagan yang menggambarkan pembagian tugas,

koordinasi dan kewenangan serta fungsi. Kerangka organisasi minimal


mengakomodasi penyelenggaraan pengelolaan, perbekalan, pelayanan farmasi

klinik dan manajemen mutu, dan harus selalu dinamis sesuai perubahan yang

dilakukan yang tetap menjaga mutu sesuai harapan pelanggan. Disesuaikan

dengan situasi dan kondisi rumah sakit

Berdasarkan Surat Keputusan Kepala Instalasi Farmasi RSUD Labuang

Baji Provinsi Sulawesi Selatan No. 01/IFRS-LB/IV/2015 tentang Struktur

Organisasi dan Tata Kerja Instalasi Farmasi RSUD Labuang Baji Provinsi

Sulawesi Selatan, IFRS dipimpin oleh seorang Kepala instalasi. Dalam

melaksanakan kegiatan IFRS, kepala instalasi dibantu oleh koordinator Farmasi

Manajerial dan Gudang, sub bagian perencanaan, koordinator farmasi klinik dan

mutu, serta 4 koordinator depo (Depo Rawat Inap, Depo Rawat Jalan, Depo OK,

dan Depo Instalasi Rawat Darurat)

Instalasi Farmasi RSUD Labuang Baji Provinsi Sulawesi Selatan dipimpin

oleh seorang apoteker yang berada dan bertanggungjawab langsung kepada

Direktur Utama dan Operasional. Kepala Instalasi farmasi dibawah koordinasi

Komite Farmasi bertanggung jawab terhadap segala aspek hukum dan peraturan-

peraturan farmasi baik terhadap pengawasan distribusi maupun administrasi

perbekalan farmasi.

1. Tugas instalasi farmasi RSUD Labuang Baji adalah:

a. Membantu tugas-tugas direktur RSUD Labuang Baji Provinsi Sulawesi

Selatan dalam hal pengelolaan pelayanan kefarmasian di rumah sakit.

b. Mengkoordinir dan memantau pelayanan kefarmasian ada unit rawat

jalan, rawat inap, dan instalasi penunjang lainnya.


c. Memberikan bimbingan, konsultasi dan melaksanakan penelitian dan

pengembangan Sumber Daya Manusia pada Instalasi Farmasi

d. Menetapkan jadwal pertemuan dengan kepala unit pelayanan d alam

lingkungan Instalasi Farmasi

e. Menjadi sekretaris dalam Komite Farmasi dan Terapi Rumah Sakit

f. Membantu menyelesaikan masalh yang timbul di Instalasi Farmasi

2. Kewenangan instalasi farmasi RSUD Labuang Baji adalah:

a. Berwenang merumuskan arah pengembangan instalasi farmasi rumah

sakit

b. Berwenang mengoreksi staf instalasi farmasi yang pelaksanaan tugasnya

menyimpang dari arah yang telah ditetapkan.

c. Berwenang mengundang rapat unit kerja yang terkait untuk

menyelesaikan masalah-masalah yang timbul dengan izin direktur rumah

sakit

d. Berwenang memutuskan masalah-masalah yang timbul dalam

pelaksanaan tugas diantara subinstalasi

e. Bersama unit terkait kepala instalasi farmasi berwenang menentukan

spesifikasi perbekalan farmasi

f. Berwenang menentukan volume perbekalan farmasi

g. Berwenang memperkirakan harga perbekalan farmasi

h. Berwenang mengusulkan jumlah anggaran yang dibutuhkan untuk

perbekalan farmasi
i. Kepala instalasi farmasi atas izin direktur rumah sakit berwenang

melakukan studi kerja keluar rumah sakit untuk memperluas wawasan

dalam rangka merumuskan arah pengembangan instalasi farmasi rumah

sakit

j. Berwenang menentukan kapan realisasi perbekalan farmasi

k. Dalam keadaan tertentu, kepala instalasi farmasi dengan seizing direktur

rumah sakit berwenang melakukan perubahan spesifikasi, harga, volume

yang telah ditetapkan sebelumnya

l. Berwenang mengusulkan apoteker menjadi anggota sekretaris komite

farmasi dan terapi yang ditetapkan oleh direktur rumah sakit

m. Berwenang menentukan supplier dalam pengadaan perbekalan farmasi

n. Berwenang mengusulkan Apoteker yang akan ditetapkan sebagai

anggota P3U (Panitia Pengadaan Perbekalan Unit)

o. Berwenang mengusulkan Apoteker yang akan ditetapkan sebagai

anggota tim Pemeriksaan Barang Rumah Sakit

p. Berwenang menentukan berapa kali stock opname dalam setahun

q. Berwenang menentukan metode penyaluran perbekalan farmasi

r. Berwenang menentukan obat-obat yang sudah tidak dapat digunakan

lagi

s. Berwenang menilai setiap tahap criteria proses/kegiatan kefarmasian

dengan mennetukan standar penilaian

t. Berwenang menentukan bentuk/ruangan ayang digunakan di Instalasi


Farmasi

u. Berwenang untuk memutuskan segala sesuatu yang berisfat

administratif atau teknis demi kelancaran pelayanan

v. Berwenang menetapkan program orientasi kepada staf instalasi farmasi

w. Berwenang menentukan program pelatihan

x. Berwenang menugaskan stafnya untuk mengerjakan pekerjaan tertentu

y. Berwenang untuk menentukan program evaluasi pekerjaan untuk setiap

stafnya

z. Berwenang menentukan program pengembangan karir stafnya sampai

mencapai pensiun

3. Tugas Koordinator Farmasi Manajerial dan Gudang

a. Membantu tugas kepala instalasi di bidang administrasi pengelolaan

instalasi farmasi rumah sakit

b. Membantu kepala instalasi farmasi menata, mengatur penyelenggaraan,

dan operasionalisasi instalasi farmasi rumah sakit

c. Membantu kepala instalasi farmasi menyelenggarakan administrasi

perencanaan, pelaksanaan, evaluasi kegiatan instalasi farmasi

d. Membantu tugas kepala instalasi farmasi memantau, menilai realisasi

pendapatan dalam penyelanggaraan pelayanan barang farmasi

e. Menyusun laporan hasil kegiatan instalasi farmasi rumah sakit

Untuk melaksanakan tugas-tugas tersebut, koordinator farmasi

manajerial dan gudang instalasi farmasi mempunyai fungsi sebagai


berikut:

a. Perencanaan, pelaksanaan dan pengembangan ketatalaksanaan organisasi

di instalasi farmasi

b. Pengkoordinasian pelaksanaan administrasi kegiatan pelaporan di

instalasi farmasi

c. Evaluasi terhadap penyelanggaraan administrasi di instalasi farmasi

d. Pelaporan terhadap penyelenggaraan pelayanan kefarmasian di RSUD

Labuang Baji

Koordinator farmasi manajerial dan gudang instalasi farmasi juga

memiliki tanggung jawab sebagai berikut:

a. Bertanggung jawab atas tertibnya proses surat masuk, surat keluar

dan pengarsipannya

b. Bertanggung jawab atas pengarsipan resep instalasi farmasi

c. Bertanggung jawab atas tersedianya laporan kegiatan di instalasi

farmasi

4. Subbagian perencanaan memiliki tugas merencanakan dan mengevaluasi

kebutuhan tenaga, bahan dan alat dalam menunjang kegiatan pelayanan

farmasi:

a. Mengumpulkan kebutuhan barang farmasi dari penerimaan, sisa/stock

akhir dan pengeluaran barang sesuai dengan logistik/depo farmasi

b. Memberikan satuan harga berdasarkan keputusan pimpinan rumah sakit

c. Merencanakan pengadaan kebutuhan barang farmasi berdasarkan jumlah,

jenis dan harga barang farmasi


d. Menghitung harga kebutuhan berdasarkan usulan pelaksanaan

perencanaan pengadaan barang farmasi

e. Menyesuaikan usulan pengadaan barang farmasi dengan dana/anggaran

pengadaan batang farmasi yang bersumber dari anggaran APBD, APBN

dan sumber anggaran lainnya

f. Mengajukan usulan perencanaan barang farmasi berdasarkan pembagian

waktu pengadaan(tahunan, triwulan, bulanan, mingguan dan sewaktu-

waktu)

5. Koordinator Farmasi Klinik dan Mutu

a. Merencanakan dan mengevaluasi kebutuhan tenaga, bahan dan alat

dalam menunjang kegiatan pelayanan farmasi

b. Menerima dan memeriksa kelengkapan administrasi permintaan barang

farmasi dari ruangan dan poliklinik

c. Mencatat dan merekapitulasi daftar permintaan yang dilayani dari

ruangan poliklinik

d. Merencanakan dan mengajukan permintaan barang farmasi untuk

distribusi

e. Menyiapkan barang farmasi sesuai permintaan ruangan dan poliklinik

f. Mendistribusikan barang farmasi sesuai permintaan ruangan dan

poliklinik

g. Membuat laporan hasil kegiatan pelayanan barang farmasi

h. Melaksanakan pelayanan infromasi obat oleh apoteker kepada pasien

dan tenaga kesehatan di lingkungan RS


i. Menyediakan informasi untuk membuat kebijakan yang berhubungan

dengan obat, terutama bagi panitia/komite farmasi dan terapi

j. Memberikan dan menyebarkan infromasi kepada konsumen secara katif

dan pasif

k. Menjawab pertanyaan dari pasien maupun tenaga kesehatan melalui

telepon, surat atau tatap muka

l. Membuat leaflet / brosur obat dan poster

m. Bersama dengan PKMRS melakukan kegiatan penyuluhan bagi pasien

rawat jalan dan rawat inap

n. Melaksanakan visite mandiri dengan melakukan kegiatan kunjungan ke

pasien rawat inap dengan tujuan melakukan pemilihan obat, menilai

kemajuan passion, memonitoring efek samping obat.

o. Melaksanakan kegiatan PIO, konseling, visite mandiri terhadap pasien

RS.

p. Memantau penggunaan dan penelitian efek samping obat (ESO)

q. Memantau penggunaan obat pada penderita Diabetes Mellitus dan

Hipertensi.

r. Memantau penerapan protap pelayanan instalasi farmasi RS.

s. Melaksanakan evaluasi terhadap penggunaan obat generik di RS

t. Melaksanakan kegiatan pengawasan terhadap kelengkapan administrasi

pelayanan farmasi.

u. Melaksanakan pemantauan mutu tenaga, sarana, bahan dalam pelaksaan

kegiatan farmasi.
v. Meningkatkan pengetahuan SDM melalui pelatihan atau seminar.

6. Koordinator Depo Rawat Inap

Depo rawat inap dipimpin oleh seorang apoteker kepala yang berada di

bawah dan bertanggung jawab langsung kepada kepala Instalasi Farmasi RSUD

Labuang Baji, mempunyai tugas membantu kepala Instalasi Farmasi dalam hal

mengkoordinasikan, membina, melaksanakan perencanaan, penerimaan,

penyimpanan, menjamin ketersediaan, keamanan dan mutu sediaan farmasi, alkes

dan bahan medis habis pakai, melakukan skrining administrasi atas permintaan

tiap unit rawat inap dalam meminimalkan pemborosan dan penyalahgunaan obat,

mengendalikan harga sesuai bentuk tanggungan peserta jaminan kesehatan yang

berlaku secara sistem peresepan individual, system floor stock dan One Day Dose

Disspensing (ODDD) serta melaksanakan pencatatan, pelaporan dan evaluasi dari

setiap pelaksanaan tugas di lingkungan Depo Rawat Inaprumah sakit

7. Koordinator Depo Rawat Jalan

Depo rawat jalan dipimpin oleh seorang apoteker kepala yang berada di

bawah dan bertanggung jawab langsung kepada kepala Instalasi Farmasi RSUD

Labuang Baji, mempunyai tugas membantu kepala Instalasi Farmasi dalam hal

mengkoordinasikan, membina, melaksanakan perencanaan, penerimaan,

penyimpanan, menjamin keamanan, mutu dan ketersediaan sediaan farmasi,

melakukan pengendalian, pemantauan penggunaan obat rasional, melakukan

skrining administrasi atas permintaan sesuai resep pasien poliklinik dan penerapan

pelayanan farmasi klinik secara langsung serta meminimalkan pemborosan dan

penyalahgunaan obat, serta melaksanakan pencatatan, pelaporan dan evaluasi dari


setiap pelaksanaan tugas di lingkungan Depo Rawat Jalan rumah sakit.

8. Koordinator Rawat Darurat

Depo rawat darurat dipimpin oleh seorang apoteker kepala yang berada di

bawah dan bertanggung jawab langsung kepada kepala Instalasi Farmasi RSUD

Labuang Baji, mempunyai tugas membantu kepala Instalasi Farmasi dalam hal

mengkoordinasikan, membina, melaksanakan perencanaan, penerimaan,

penyimpanan, menjamin ketersediaan, keamanan dan mutu sediaan farmasi, alat

kesehatan maupun bahan medis habis pakai, meminimalkan pemborosan dan

penyalahgunaan obat, memantau penggunaan obat rasional dan melakukan

skrining resep sehubungan kelengkapan administrasi sesuai bentuk tanggungan

perserta jaminan kesehatan, serta melaksanakan pencatatan, pelaporan dan

evaluasi dari setiap pelaksanaan tugas di lingkungan Depo Rawat Darurat rumah

sakit.

9. Koordinator Depo OK

Depo OK dipimpin oleh seorang apoteker kepala yang berada di bawah

dan bertanggung jawab langsung kepada kepala Instalasi Farmasi RSUD Labuang

Baji, mempunyai tugas membantu kepala Instalasi Farmasi dalam hal

mengkoordinasikan, membina, melaksanakan perencanaan, penerimaan,

penyimpanan, menjamin ketersediaan, keamanan dan mutu sediaan farmasi

terutama sediaan injeksi obat bius dan alat kesehatan medis habis pakai yang

digunakan dalam operasi, mencatat penggunaan paket operasi yang digunakan

setiap hari yang meliputi paket anastesi dan paket operasi, mengawasi

penggunaan sediaan narkotika, serta melaksanakan, pelaporan dan evaluasi dari


setiap pelaksanaan tugas di lingkungan Depo OK rumah sakit.

III.5.2.4 Cakupan Pelayanan Instalasi Farmasi Rumah Sakit

a. Mengelola kebutuhan dan kegiatan pelayanan farmasi

b. Melaksanakan penilaian dan pemilihan barang farmasi meliputi: obat, alat

kesehatan dan bahan pakai habis, bahan laboratorium, bahan radiologi dan

barang farmasi lainnya

c. Melaksanakan pengdaan, penyimpanan, peracikan dan pendistribusian

obat/bahan dan alat kesehatan pakai habis serta barang farmasi lainnya

d. Melaksanakan pengawasan mutu barang farmasi yang diterima, disimpan,

didistribusikan dan digunakan

e. Melaksanakan penyuluhan, bimbingan dan konsultan penggunaan obat dan

pengobatan

f. Melaksanakan pendidikan dan pelatihan bagi calon farmasis, paramedik dan

tenaga kesehatan lainnya

g. Melaksanakan pelayanan kesehatan bagi masyarakat kabupaten Gowa yang

memiliki JAMKESDA, yaitu program jaminan bantuan pembayaran biaya

pelayanan kesehatan yang diberikan Pemerintah Daerah kabupaten gowa

yang meliputi pelayanan Rawat Jalan Tingkat Lanjut (RJTL), Rawan Inap

Tingkat Lanjut (RITL), dan pelayanan gawat darurat (emergency).

Adapun syarat dan ketentuannya antara lain:

a. Peserta berhak mendapat pelayanan sesuai pelayanan yang tersedia

b. Peserta wajib memperlihatkan keterangan domisili (Kartu Tanda Penduduk,

Kartu Keluarga) serta memperlihatkan surat rujukan dari Puskesmas bagi


peserta pelayanan kesehatan gratis yang berobat ke rumah sakit.

III.5.2.5 Kualifikasi Tenaga

a. Pimpinan. Pimpinan instalasi farmasi RSUD Labuang Baji adalah apoteker

yang mempunyai surat izin kerja, SK penempatan, pengalaman di rumah sakit

lebih dari 3 tahun dan terdaftar di asosiasi profesi.

b. Staf. Jumlah tenaga kefarmasian cukup, kualifikasi memenuhi,

berpengalaman dan sebagian sudah mengikuti pelatihan.

III.5.2.6 Pengawasan dan Pengendalian Mutu Pelayanan dan Perbekalan

Farmasi

Pelayanan farmasi rumah sakit merupakan salah satu kegiatan di rumah

sakit yang menunjang pelayanan kesehatan yang bermutu. Hal tersebut diperjelas

dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang

Standar Pelayanan Rumah Sakit,yang menyebutkan bahwa pelayanan farmasi

rumah sakit adalah bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan

rumah sakit yang berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan obat yang

bermutu, termasuk pelayanan farmasi klinik, yang terjangkau bagi semua lapisan

masyarakat. Tuntutan pasien dan masyarakat akan mutu pelayanan

farmasi,mengharuskan adanya perubahan pelayanan dari paradigma lama

(orientasi obat/produk) ke paradigma baru (orientasi pasien) dengan filosofi

(asuhankefarmasian). Praktek pelayanan kefarmasian merupakan kegiatan yang

terpadu dengan tujuan untuk mengidentifikasi, mencegah dan menyelesaikan

masalah obat dan masalah yang berhubungan dengan kesehatan. Saat ini

kenyataannya sebagian besar rumah sakit di Indonesia belum melakukan kegiatan


pelayanan farmasi seperti yang diharapkan,mengingat beberapa kendala antara

lain kemampuan tenaga farmasi,terbatasnya pengetahuan manajemen rumah sakit

akan fungsi farmasi rumah sakit, kebijakan manajemen rumah sakit, terbatasnya

pengetahuan pihak-pihak terkait tentang pelayanan farmasi rumah sakit. Akibat

kondisi ini maka pelayanan farmasi rumah sakit masih bersifat konvensional yang

hanya berorientasi pada produk yaitu sebatas penyediaan dan pendistribusian.

Pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit merupakan bagian yang tidak terpisahkan

dari sistem pelayanan kesehatan Rumah Sakit yang berorientasi kepada pelayanan

pasien, penyediaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai

(BMHP) yang bermutu dan terjangkau bagi semua lapisan masyarakat termasuk

pelayanan farmasi klinik. Pelayanan kefarmasian merupakan kegiatan yang

bertujuan untuk mengidentifikasi, mencegah, dan menyelesaikan masalah terkait

obat (Kemenkes RI, 2016).

Praktik Kefarmasian adalah sautu kegiatan yang dilakukan oleh tenaga

farmasi dalam menjalankan pelayanan farmasi yang meliputi pembuatan termasuk

pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan

pendistribusian obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat

serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional harus dilakukan oleh

tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan sesuai dengan

peraturan perundang-undangan (Kemenkes RI, 2016). Pengendalian dilakukan

untuk mempertahankan jenis dan jumlah persediaan sesuai kebutuhan pelayanan,

melalui pengaturan system pesanan atau pengadaan, penyimpanan dan

pengeluaran. Hal ini bertujuan untuk menghindari terjadinya kelebihan,


kekurangan, kekosongan, kerusakan, kadaluwarsa, kehilangan serta pengembalian

pesanan. Pengendalian persediaan dilakukan menggunakan kartu stok baik dengan

cara manual atau elektronik. Kartu stok sekurang-kurangnya memuat nama Obat,

tanggal kadaluwarsa, jumlah pemasukan, jumlah pengeluaran dan sisa persediaan

(Permenkes, 2016). Pengendalian mutu adalah suatu mekanisme kegiatan

pemantauan dan penilaian terhadap pelayanan yang diberikan, secara terencana

dan systematis, sehingga dapat diidentifikasi peluang untuk peningkatan mutu

serta menyediakan mekanisme tindakan yang diambil sehingga terbentuk proses

peningkatan mutu pelayanan farmasi yang berkesinambungan. Kegiatan

pengendalian mutu mencakup hal-hal sebagai berikut :

a. Pemantauan: Pengumpulan semua informasi yang penting yang berhubungan

dengan pelayanan farmasi.

b. Penilaian: Penilaian secara berkala untuk menentukan masalah-masalah

pelayanan yang berupaya untuk memperbaiki.

c. Tindakan: Bila masalah-masalah sudah dapat ditentukan maka harus

diambil tindakan untuk memperbaikinya dan didokumentasikan.

d. Evaluasi: Efektivitas tindakan harus dievaluasi agar dapat diterapkan dalam

program jangka Panjang.

e. Umpan balik: Hasil tindakan harus secara teratur diinformasikan kepada staf.

Pengendalian mutu merupakan kegiatan pengawasan, pemeliharaan dan

audit terhadap perbekalan farmasi untuk menjamin mutu, mencega kehilangan,

kadaluarsa, rusak dan mencegah ditarik dari peredaran serta keamanannya sesuai

dengan Kesehatan Keselamatan Kerja Rumah Sakit (K3 RS) yang meliputi:
a. Melaksanakan prosedur yang menjamin keselamatan kerja dan lingkungan

b. Melaksanakan prosedur yang mendukung kerja tim pengendalian infeksi

rumah sakit (Kemenkes RI, 2004).

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 51 tahun 2009

tentang pekerjaan kefarmasian pada bab V pasal 59 tentang pembinaan dan

pengawasan sebagaimana dimaksud dalam pasal 58 diarahkan untuk:

a. Melindungi pasien dan masyarakat dalam hal pelaksaan pekerjaan

kefarmasian yang dilakukan oleh tenaga kefarmasian.

b. Mempertahankan dan meningkatkan mutu pekerjaan kefarmasian sesuai

dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi.

c. Memberikan kepastian hokum bagi pasien, masyarakat, dan tenaga

kefarmasian.

Pelayanan farmasi rumah sakit melibatkan Apoteker dalam fungsi

pengawasan dan kendali terhadap semua kegiatan yang berkaitan dengan

pengobatan/terapi pasien dalam tujuan menerapkan standar keselamatan pasien

yang meliputi kegiatan pengelolaan perbekalan farmasi yang dimulai dari

perencanaan kebutuhan hingga pengendalian perbekalan farmasi dan kegiatan

pelayanan farmasi klinis yang beriorientasi pada menurunkan risiko terjadinya

kesalahan penggunaan obat di rumah sakit. Dengan implementasi standar

pelayanan kefarmasian maka Apoteker dapat bekerja sesuai standar dan memiliki

acuan untuk melaksanakan praktik kefarmasian (Melinda, 2019).

III.6 Instalasi Sterilisasi

Peran apoteker adalah sebagai Kepala Instalasi Pusat Sterilisasi yang


memiliki tugas:

a. Mengarahkan semua aktivitas staf yang berkaitan dengan supply alat medis

steril bagi perawatan pasien di rumah sakit.

b. Mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan, keterampilan dan

pengembangan diri/personel lainnya.

c. Mementukan metoda yang efektif bagi penyiapan dan penanganan

alat/bahan steril.

d. Bertanggung jawab agar staf mengerti akan prosedur dan penggunaan mesin

sterilisasi secara benar.

e. Memastikan bahwa teknik aseptik diterapkan pada saat penyiapan dan

penanganan alat steril baik yang sekali pakai atau pemakaian ulang.

f. Kerjasama dengan unit lain di rumah sakit dan melakukan koordiansi yang

bersifat intern/ekstern.

g. Melakukan seleksi untuk calon tenaga di pusat sterilisasi, menyiapkan konsep

dan rencana kerja serta melakukan evaluasi pada waktu yang telah ditentukan.

Instalasi CSSD di RSUD Labuang Baji Makassar memiliki struktur

organisasi sebagai berikut:


Gambar 3. Struktur Organisasi CSSD RSUD Labuang Baji

Alur pelayanan yang dilakukan di instalasi CSSD RSUD Labuang Baji

juga hampir serupa dengan anjuran yang dikemukakan oleh Kementerian

Kesehatan RI y aitu sebagai berikut:

Gambar 4. Alur Pelayanan Instalasi CSSD RSUD Labuang Baji

III.7 Instalasi Sanitasi Rumah Sakit

III.7.1 Definisi Sanitasi Rumah Sakit

Rumah sakit merupakan organisasi kompleks yang menggunakan


perpaduan antara peralatan ilmiah yang rumit dan khusus, yang difungsikan oleh

kelompok tenaga terlatih dan terdidik dalam menghadapi masalah-masalah yang

berkaitan dengan pengetahuan medik modern untuk tujuan pemulihan dan

pemeliharaan kesehatan yang baik. Peran dan fungsi rumah sakit selain pelayanan

medis diperlukan pelayanan penunjang salah satunya pelayanan kesehatan

lingkungan atau Sanitasi Rumah Sakit. Sanitasi rumah sakit adalah upaya

kesehatan lingkungan rumah sakit untuk mencegah berjangkitnya suatu penyakit

menular dengan jalan memutuskan mata rantai dari sumber. Sanitasi merupakan

usaha kesehatan masyarakat yang menitikberatkan pada penguasaan terhadap

berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi derajat kesehatan (Arifin, 2009).

Beberapa pengertian sanitasi rumah sakit sebagai berikut :

a. Sanitasi menurut kamus bahasa Indonesia diartikan sebagai 'pemelihara

kesehatan'. Menurut WHO, sanitasi lingkungan (environmental sanitation)

adalah upaya pengendalian semua faktor lingkungan fisik manusia yang

mungkin menimbulkan atau dapat menimbulkan hal-hal yang merugikan bagi

perkembangan fisik, kesehatan dan daya tahan hidup manusia.

b. Dalam lingkup Rumah Sakit (RS), sanitasi berarti upaya pengawasan

berbagai faktor lingkungan fisik, kimiawi dan biologik di RS yang

menimbulkan atau mungkin dapat mengakibatkan pengaruh buruk terhadap

kesehatan petugas, penderita, pengunjung maupun bagi masyarakat di sekitar

RS.

Tujuan dari sanitasi RS tersebut adalah menciptakan kondisi lingkungan

RS agar tetap bersih, nyaman, dan dapat mencegah terjadinya infeksi silang serta
tidak mencemari lingkungan. Dalam pelaksanaannya sanitasi RS seringkali

ditafsirkan secara sempit, yakni hanya aspek kerumahtanggaan (housekeeping)

seperti kebersihan gedung, kamar mandi dan WC, pelayanan makanan minuman.

Sanitasi RS sering kali dianggap hanyalah merupakan upaya pemborosan dan

tidak berkaitan langsung dengan pelayanan kesehatan di RS. Sehingga seringkali

dengan dalih kurangnya dana pembangunan dan pemeliharaan, ada RS yang tidak

memiliki sarana pemeliharaan sanitasi, bahkan cenderung mengabaikan masalah

sanitasi. Mereka lebih mengutamakan kelengkapan alat-alat kedokteran dan

ketenagaan yang spesialistik. Di lain pihak dengan masuknya modal asing dan

swasta dalam bidang perumahsakitan kini banyak RS berlomba-lomba untuk

menampilkan citranya melalui kementerengan gedung, kecanggihan peralatan

kedokteran serta tenaga dokter spesialis yang qualified, tetapi kurang

memperhatikan aspek sanitasi.

Sebagai contoh, banyak RS besar yang tidak memiliki fasilitas pengolahan

air limbah dan sarana pembakar sampah (incinerator) serta fasilitas cuci

tangannya tidak memadai atau sistim pembuangan sampahnya tidak saniter.

Apabila hal ini dibiarkan berlarut-larut akan dapat membahayakan masyarakat,

baik berupa terjadinya infeksi silang di RS maupun pengaruh buruk terhadap

lingkungan dan masyarakat luas. Dari berbagai penelitian diketahui bahwa

kejadian infeksi di RS ada hubungannya dengan kondisi RS yang tidak saniter.

Untuk itu apabila RS akan menjadi lembaga swadana, aspek sanitasi perlu

diperhatikan. Karena di samping dapat mencegah terjadinya pengaruh buruk

terhadap lingkungan, juga secara ekonomis dapat menguntungkan. Sungguh ironis


bila RS sebagai tempat penyembuhan, justru menjadi sumber penularan penyakit

dan pencemar lingkungan. Rumah Sakit sebagai institusi pelayanan kesehatan

yang di dalamnya terdapat bangunan, peralatan, manusia (petugas, pasien dan

pengunjung) dan kegiatan pelayanan kesehatan, ternyata di samping dapat

menghasilkan dampak positif berupa produk pelayanan kesehatan yang baik

terhadap pasien, juga dapat menimbulkan dampak negatif berupa pengaruh buruk

kepada manusia seperti pencemaran lingkungan, sumber penularan penyakit dan

menghambat proses penyembuhan dan pemulihan penderita. Untuk itu sanitasi RS

diarahkan untuk mengawasi faktor-faktor tersebut agar tidak membahayakan.

Dengan demikian, sesuai dengan pengertian sanitasi, lingkup sanitasi RS menjadi

luas mencakup upaya-upaya yang bersifat fisik seperti pembangunan sarana

pengolahan air limbah, penyediaan air bersih, fasilitas cuci tangan, masker,

fasilitas pembuangan sampah, serta upaya non fisik seperti pemeriksaan,

pengawasan, penyuluhan, dan pelatihan.

III.7.1.1 Ruang Lingkup Sanitasi Rumah Sakit

Ruang lingkup Sanitasi Rumah Sakit yang diatur oleh Kementerian

Kesehatan adalah sebagai berikut:

1. Aspek Kerumahtanggaan (Housekeeping)

a. Kebersihan gedung secara keseluruhan

b. Kebersihan dinding dan lantai

c. Pemeriksaan karpet lantai

d. Kebersihan kamar mandi dan fasilitas toilet

e. Penghawaan dan pembersihan udara


f. Gudang dan ruangan

g. Pelayanan makanan dan minuman.

2. Aspek khusus Sanitasi

a. Penanganan sampah kering mudah terbakar

b. Pembuangan sampah basah

c. Pembuangan sampah kering tidak mudah terbakar

d. Tipe incinerator Rumah Sakit

e. Kesehatan kerja dan proses-proses operasional

f. Pencahayaan dan instalasi listrik

g. Radiasi.

h. Sanitasi linen, sarung dan prosedur pencucian

i. Teknik-teknik aseptic

j. Tempat cuci tangan

k. Pakaian operasi

l. Sistem isolasi sempurna.

3. Aspek Dekontaminasi, Disinfeksi dan Sterilisasi

a. Sumber-sumber kontaminasi

b. Dekontaminasi peralatan pengobatan pernafasan

c. Dekontaminasi peralatan ruang ganti pakaian

d. Dekontaminasi dan sterilisasi air,makanan dan alat-alat pengobatan

e. Sterilisasi kering

f. Metode kimiawi pembersihan dan disinfeksi

g. Faktor-faktor pengaruh aksi bahan kimia


h. Macam-macam disinfektan kimia

i. Sterilisasi gas

4. Aspek Pengendalian Serangga dan Binatang Pengganggu

5. Aspek pengawasan pasien dan pengunjung Rumah Sakit

a. Penanganan petugas yang terinfeksi

b. Pengawasan pengunjung Rumah Sakit

c. Keamanan dan keselamatan pasien

6. Peraturan Perundang-Undangan di Bidang Sanitasi Rumah Sakit

7. Aspek Penanggulangan Bencana

8. Aspek Pengawasan Kesehatan Petugas Laboratorium

9. Aspek Penanganan Bahan-Bahan Radioaktif

10. Aspek Standarisasi Sanitasi Rumah Sakit

III.7.2 Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit

a. Penyehatan Ruang Bangunan dan Halaman Rumah Sakit

Dalam upaya mendukung sanitasi RS, lingkungan bangunan rumah sakit

memiliki kriteria tertentu yang harus dipenuhi, lingkungan bangunan rumah sakit

harus mempunyai batas yang jelas, dilengkapi dengan pagar yang kuat dan tidak

memungkinkan orang atau binatang peliharaan keluar masuk dengan bebas.

Fasilitas sanitasi rumah sakit perbandingan jumlah tempat tidur pasien

dengan jumlah toilet dan jumlah kamar mandi jumlah tempat tidur. Perbandingan

jumlah tempat tidur dengan luas lantai untuk kamar perawatan dan kamar isolasi

sebagai berikut:

a. Ruang bayi
 Ruang perawatan minimal 2 m2/tempat tidur

 Ruang isolasi minimal 3,5 m2/tempat tidur

b. Ruang dewasa

 Ruang perawatan minimal 4,5 m2/tempat tidur

 Ruang isolasi minimal 6 m2/tempat tidur

III.7.3 Penyehatan Hygiene dan Sanitasi Makanan Minuman

a. Angka kuman E. coli pada makanan jadi harus O/gr sampel makanan dan

pada minuman angka kuman E. coli harus 0/100 ml sampel minuman.

b. Kebersihan peralatan ditentukan dengan angka total kuman sebanyak-

banyaknya 100/cm2 permukaan dan tidak ada kuman E. coli.

c. Makanan yang mudah membusuk disimpan dalam suhu panas lebih dari

65,5°C atau dalam suhu dingin kurang dari 4°C. Untuk makanan yang

disajikan lebih dari 6 jam disimpan dalamsuhu-5°C sampai-1°C

d. Makanan kemasan tertutup sebaiknya disimpan dalam suhu ± 10°C

e. Penyimpanan bahan mentah dilakukan dalam suhu

f. Kelembaban penyimpanan dalam ruangan 80 -90%

g. Cara penyimpanan bahan makanan tidak menempel pada lantai,

dinding, atau langitlangit dengan ketentuan sebagai berikut:

1. Jarak bahan makanan dengan lantai 15 cm.

2. Jarak bahan makanan dengan dinding 5 cm.

3. Jarak bahan makanan dengan langit-langit 60 cm

III.7.4 Penyehatan Air


a. Kualitas Air Minum Sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia Nomor 907/Menkes/SK/Vll/2002 tentang Syarat-

Syarat dan Pengawasan Kualitas Air Minum. Kualitas Air yang Digunakan

di Ruang Khusus:

1) Ruang Operasi Bagi rumah sakit yang menggunakan air yang sudah diolah

seperti dari PDAM, sumur bar dan sumber lain untuk keperluan operasi

dapat melakukan pengolahan tambahan dengan catridge filter dan

dilengkapi dengan disinfeksi menggunakan ultra violet (UV).

2) Ruang Farmasi dan Hemodialisis Air yang digunakan di ruang farmasi

terdiri dari air yang dimurnikan untuk penyiapan obat, penyiapan injeksi

dan pengenceran dalam hemodialysis.

b. Kegiatan pengawasan kualitas air dengan pendekatan surveilans kualitas air

antara lain meliputi:

1) Inspeksi sanitasi terhadap sarana air minum dan air bersih

2) Pengambilan, pengiriman dan pemeriksaan sampel air

3) Melakukan analisis hasil inspeksi sanitasi pemeriksaan laboratorium

4) Tindak lanjut berupa perbaikan sarana dan kualitas air.

III.7.5 Pengelolaan Limbah

Definisi Limbah Rumah Sakit

Limbah rumah sakit adalah semua limbah yang dihasilkan dari kegiatan

rumah sakit dalam bentuk padat, gas dan cair (Permenkes, 2004). Pengolahan

limbah rumah sakit adalah bagian dari kegiatan penyehatan lingkungan di rumah

sakit yang bertujuan untuk melindungi masyarakat dari bahaya pencemaran


lingkungan yang bersumber dari limbah rumah sakit (Agustiani, et al., 1998)

Macam-macam Limbah Rumah Sakit (Permenkes, 2004).

1. Limbah padat rumah sakit adalah semua limbah rumah sakit yang berbentuk

padat sebagai akibat kegiatan rumah sakit yang terdiri dari limbah medis

padat dan non medis.

2. Limbah medis padat adalah limbah padat yang terdiri dari limbah infeksius,

limbah patologi, limbah benda tajam, limbah farmasi, limbah sitotoksis,

limbah kimiawi, limbah radioaktif, limbah kontainer bertekanan, dan limbah

dengan kandungan logam berat yang tinggi.

3. Limbah padat non medis adalah limbah padat yang dihasilkan dari kegiatan di

rumah sakit di luar medis yang berasal dari dapur, perkantoran, taman, dan

halaman yang dapat dimanfaatkan kembali apabila ada teknologinya.

4. Limbah cair adalah semua air buangan termasuk tinja yang berasal dari

kegiatan rumah sakit yang kemungkinan mengandung mikroorganisme,

bahan kimia beracun dan radioaktif yang berbahaya bagi kesehatan.

5. Limbah gas adalah semua limbah yang berbentuk gas yang berasal dari

kegiatan pembakaran di rumah sakit seperti insinerator, dapur, perlengkapan

generator, anastesi dan pembuatan obat citotoksik.

6. Limbah infeksius adalah limbah yang terkontaminasi organisme patogen yang

tidak secara rutin ada di lingkungan dan organisme tersebut dalam jumlah dan

virulensi yang cukup untuk menularkan penyakit pada manusia rentan.

7. Limbah sangat infeksius adalah limbah berasal dari pembiakan dan stock

bahan sangat infeksius, otopsi, organ binatang percobaan dan bahan lain yang
telah diinokulasi, terinfeksi atau kontak dengan bahan yang sangat infeksius.

8. Limbah sitotoksis adalah limbah dari bahan yang terkontaminasi dari

persiapan dan pemberian obat sitotoksik untuk kemoterapi kanker yang

mempunyai kemampuan untuk membunuh atau menghambat pertumbuhan

sel hidup.

Tata Laksana dalam Mengelola Limbah Medis Padat

1) Minimisasi Limbah

a. Setiap rumah sakit harus melakukan reduksi limbah dimulai dari sumber

b. Setiap rumah sakit harus mengelola dan mengawasi penggunaan bahan

kimia yang berbahaya dan beracun.

2) Pemilahan, Pewadahan, Pemanfaatan Kembali dan Daur Ulang

a. Dilakukan pemilahan jenis limbah medis padat mulai dari sumber yang

terdiri dari limbah infeksius, limbah patologi, limbah benda tajam,

limbah farmasi, limbah sitotoksis, limbah kimiawi, limbah radioaktif,

limbah kontainer bertekanan, dan limbah dengan kandungan logam

berat yang tinggi.

b. Tempat pewadahan limbah medis padat, terbuat dari bahan yang kuat,

cukup ringan, tahan karat, kedap air, dan mempunyai permukaan yang

halus pada bagian dalamnya, misalnya fiberglass.

c. Tempat Penampungan Sementara

1. Bagi rumah sakit yang mempunyai insinerator di lingkungannya

harus membakar limbahnya selambat-lambatnya 24 jam


2. Bagi rumah sakit yang tidak mempunyai insinerator, maka limbah

medis padatnya harus dimusnahkan melalui kerjasama dengan

rumah sakit lain atau pihak lain yang mempunyai insinerator untuk

dilakukan pemusnahan selambat-lambatnya 24 jam apabila

disimpan pada suhu ruang

d. Transportasi

1. Kantong limbah medis padat sebelum dimasukkan ke kendaraan

pengangkut harus diletakkan dalam kontainer yang kuat dan tertutup.

2. Kantong limbah medis padat harus aman dari jangkauan manusia

maupun binatang

e. Petugas yang menangani limbah, harus menggunakan alat pelindung diri

yang terdiri:

1. Topi/helm

2. Masker

3. Pelindung mata

4. Pakaian panjang (coverall)

5. Apron untuk industri

6. Pelindung kaki atau sepatu boot

7. Sarung tangan khusus (disposable gloves atau heavy duty gloves)

3) Pengolahan, Pemusnahan dan Pembuangan Akhir Limbah Padat

1. Limbah lnfeksius dan Benda Tajam Limbah yang sangat infeksius seperti

biakan dan persediaan agen infeksius dari laboratorium harus disterilisasi

dengan pengolahan panas dan basah seperti dalam autoclave sedini


mungkin. Untuk limbah infeksius yang lain cukup dengan cara disinfeksi.

2. Limbah Farmasi Limbah farmasi dalam jumlah kecil dapat diolah dengan

insinerator pirolitik (pyrolytic incinerator), rotary kiln, dikubur secara

aman, sanitary landfill, dibuang ke sarana air limbah atau inersisasi. Tetapi

dalam jumlah besar harus menggunakan fasilitas pengolahan yang khusus

seperti rotary kiln, kapsulisasi dalam drum logam, dan inersisasi.

3. Limbah padat farmasi dalam jumlah besar harus dikembalikan kepada

distributor, sedangkan bila dalam jumlah sedikit dan tidak memungkinkan

dikembalikan, supaya dimusnahkan melalui insinerator pada suhu di atas

1.000 °C.

4. Limbah Sitotoksis Limbah sitotoksis sangat berbahaya dan tidak boleh

dibuang dengan penimbunan (landfill) atau kesaluran limbah umum.

5. Limbah Bahan Kimiawi Pembuangan Limbah Kimia Biasa Limbah kimia

biasa yang tidak bisa didaur ulang seperti gula, asam amino, dan garam

tertentu dapat dibuang ke saluran air kotor. Namun demikian, pembuangan

tersebut harus memenuhi persyaratan konsentrasi bahan pencemar yang

ada seperti bahan melayang, suhu, dan pH.

6. Limbah dengan Kandungan Logam Berat Tinggi Limbah dengan

kandungan mercuri atau kadmium tidak boleh dibakar atau diinsinerasi

karena berisiko mencemari udara dengan uap beracun dan tidak boleh

dibuang ke landfill karena dapat mencemari airtanah.

7. Limbah Radioaktif Pengelolaan limbah radioaktif yang aman harus diatur

dalam kebijakan dan strategi nasional yang menyangkut peraturan,


infrastruktur, organisasi pelaksana dan tenaga yang terlatih.

4. Limbah Non Medis Padat

Pemilahan Limbah Padat Non Medis:

1. Dilakukan pemilahan limbah padat non medis antara limbah yang dapat

dimanfaatkan dengan limbah yang tidak dapat dimanfaatkan kembali

2. Dilakukan pemilahan limbah padat non medis antara limbah basah dan

limbah kering.

3. Tempat Pewadahan Limbah Padat Non Medis Terbuat dari bahan yang

kuat, cukup ringan, tahan karat, kedap air, dan mempunyai permukaan

yang mudah dibersihkan pada bagian dalamnya, misalnya fiberglass

4. Pengangkutan Pengangkutan limbah padat domestik dari setiap ruangan ke

tempat penampungan sementara menggunakan troli tertutup. Tempat

Penampungan Limbah Padat Non Medis Sementara. Tersedia tempat

penampungan limbah padat non medissementara dipisahkan antara limbah

yang dapat dimanfaatkan dengan limbah yang tidak dapat dimanfaatkan

kembali. Tempat tersebut tidak merupakan sumber bau, dan lalat bagi

lingkungan sekitarnya dilengkapi saluran untuk cairan lindi.

5. Pengolahan Limbah Padat Upaya untuk mengurangi volume, merubah

bentuk atau memusnahkan limbah padat dilakukan pada sumbernya.

Limbah yang masih dapat dimanfaatkan hendaknya dimanfaatkan kembali

untuk limbah padat organik dapat diolah menjadi pupuk.

6. Lokasi Pembuangan Limbah Padat Akhir Limbah padat umum (domestik)

dibuang ke lokasi pembuangan akhir yang dikelola oleh pemerintah daerah


(Pemda), atau badan lain sesuai dengan peraturan perundangan yang

berlaku.

5. Limbah Cair (Djaja, et al., 2006).

Kualitas limbah (efluen) rumah sakit yang akan dibuang ke badan air atau

lingkungan harus memenuhi persyaratan baku mutu efluen sesuai Keputusan

Menteri Lingkungan Hidup Nomor Kep-58/MENLH/12/1995 atau peraturan

daerah setempat. Mekanisme Pengolahan Limbah Cair yaitu Pengolahan limbah

cair di rumah sakit menggunakan sistem extended aeration. Pada awalnya air

limbah dialirkan ke dalam influent chamber. Dalam proses penyaluran ke influent

chamber ini, bahan padat dapat masuk ke sistem penyaluran. Jika bahan padat

masuk ke sistem penyaluran dan mencapai unit pengolahan maka proses

pengolahan limbah cair dapat terganggu. Oleh karena itu, pada influent chamber

dilakukan pengolahan pendahuluan yaitu melalui proses penyaringan dengan bar

screen. Air limbah dialirkan melalui saringan besi untuk menyaring sampah yang

berukuran besar. Sampah yang tertahan oleh saringan besi secara rutin diangkut

untuk menghindari terjadinya penyumbatan.

Selanjutnya air limbah diolah dalam equalizing tank. Di dalam equalizing

tank, air limbah dibuat menjadi homogen dan alirannya diatur dengan flow

regulator. Flow regulator yang terdapat pada bak ekualisasi ini dapat

mengendalikan fluktuasi jumlah air limbah yang tidak merata, yaitu selama jam

kerja air diperlukan dalam jumlah banyak, dan sedikit sekali pada malam hari.

Flow regulator juga dapat mengendalikan fluktuasi kualitas air limbah yang tidak

sama selama 24 jam dengan menggunakan teknik mencampur dan mengencerkan.


Dengan dibantu oleh diffuser, air limbah dari berbagai sumber teraduk dan

bercampur menjadi homogen dan siap diolah. Selain itu, diffuser juga dapat

menghilangkan bau busuk pada air limbah. Setelah itu, proses pengolahan secara

biologis terjadi di dalam aeration tank dengan bahan-bahan organik yang terdapat

dalam air limbah didekomposisikan oleh mikroorganisme menjadi produk yang

lebih sederhana sehingga menyebabkan bahan organik semakin lama semakin

berkurang. Dalam hal ini bahan buangan organik diubah dan digunakan untuk

perkembangan sel baru (protoplasma) serta diubah dalam bentuk bahan-bahan

lainnya seperti karbondioksida, air, dan ammonia. Massa dari protoplasma dan

bahan organik baru yang dihasilkan, mengendap bersama-sama dengan endapan

dalam activated sludge.

Proses oksidasi yang terjadi adalah sebagai berikut:

CHNOS + O2 + nutrien bakteri CO2 + H2O + NH3 + penambahan sel

microbial NH3 + HO2 + Penambahan sel-sel nitratN O2 +NH3 + H2O +sel-sel

nitrat. Kemudian air limbah beserta lumpur hasil proses biologis tadi dialirkan

kedalam clarifier tank agar dapat mengendap. Lumpur yang sudah mengendap di

bagian paling bawah dipompakan kembali ke bak aerasi dan lumpur pada air

limbah yang baru datang dibiarkan turun mengendap ke bawah sehingga terjadi

pergantian. Lumpur yang telah mengendap pada dasar bak clarifier dikembalikan

ke bak aerasi tanpa ada yang diambil keluar atau dilakukan pengolahan lumpur

lebih lanjut.

Air limbah dari bak clarifier yang sudah lebih jernih dialirkan ke

bak effluent. Sebelum masuk ke effluent tank, air limbah diberikan khlorin untuk
mengendalikan jumlah populasi bakteri pada ambang yang tidak membahayakan.

Sebagai mata rantai terakhir, air limbah ditampung di dalam effluent tank yang

pada akhirnya akan dibuang ke parit dan bermuara ke sungai.

6. Limbah Gas (Harper, 1986)

Standar limbah gas (emisi) dari pengolahan pemusnah limbah medis padat

dengan insinerator mengacu pada Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor

Kep13/MenLH/3/1995 tentang Baku Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak.

Monitoring limbah gas berupa NO2, SO2, logam berat dan dioksin dilakukan

minimal satu kali setahun. Suhu pembakaran minimum 1000oC untuk pemusnahan

bakteri patogen, virus, dioksin. Rumah sakit harus dilengkapi alat untuk

mengurangi emisi gas dan debu (Permenkes, 2004).

Upaya pengelolaan limbah gas lebih sederhana dibanding dengan limbah

cair, pengelolaan limbah gas tidak dapat terlepas dari upaya penyehatan ruangan

dan bangunan khususnya dalam memelihara kualitas udara ruangan (indoor) yang

antara lain disyaratkan agar:

1. Tidak berbau (terutama oleh gas H2S dan Amoniak).

2. Kadar debu tidak melampaui 150 Ug/m3 dalam pengukuran rata-rata

selama 24 jam.

3. Angka kuman:

 Ruang operasi: kurang dari 350 kalori/m3 udara dan bebas kuman

patogen (khususnya α-Streptococcus haemoliticus) dan spora gas

gangrer.

 Ruang perawatan dan isolasi: kurang dan 700 kalori/m 3 udara dan
bebas kuman patogen, kadar gas dan bahan berbahaya dalam udara

tidak melebihi konsentrasi maksimum yang telah ditentukan.

7. Teknologi Pengolahan Limbah (Christiani, 2002)

Teknologi pengolahan limbah medis yang sekarang dioperasikan oleh 90%

rumah sakit hanya berkisar antara masalah tangki septik dan insinerator.

Insinerator adalah alat pemusnah limbah padat dengan cara pembakaran yang

terkendali sehingga emisi gas buangnya terkontrol atau tidak mencemari

lingkungan serta abu hasil pembakaran tidak berbahaya (stabil). Tipe insinerator

yang sesuai untuk pemusnahan sampah/limbah padat adalah Insinerator Multi

chamber, yang konstruksinya terdiri dari beberapa ruangan yaitu:

a. Ruang bakar primer, untuk membakar limbah padat menjadi abu, suhu pada

ruangan ini sekitar 600-800oC.

b. Ruang bakar sekunder, untuk membakar gas dari hasil pembakaran pada

ruang bakar primer, suhu pada ruang ini harus lebih tinggi yaitu sekitar 800-

1000oC, agar terjadi pembakaran yang sempurna dan gas yang keluar tidak

berbahaya.

c. Ruang abu, untuk menampung abu hasil pembakaran, pada ruangan ini

diperlengkapi dengan alat pemanas (burner) untuk membakar kembali abu

agar tidak terkontaminasi oleh bahan-bahan berbahaya.

Proses pembakaran dengan insinerator berlangsung pada suhu tinggi (600-

800oC), pada suhu tersebut limbah padat organik sudah dapat hancur terbakar dan

abu yang dihasilkan akan dalam keadaaan bersih/steril. Gas hasil pembakaran

limbah tersebut dibakar juga pada suhu yang lebih tinggi yaitu antara 800-1000
o
C, gas buangnya yang bersih dan emisinya terkendali berada dibawah ambang

batas. Keunggulan pemusnahan sampah dengan teknik insinerasi adalah: sampah

dapat dimusnahkan dengan cepat, terkendali dan insitu, serta tidak memerlukan

lahan yang luas seperti halnya proses landfill. Tetapi insinerator juga bukan

berarti tanpa cacat. Badan Perlindungan Lingkungan AS menemukan teknik

insenerasi merupakan sumber utama zat dioksin yang sangat beracun. Penelitian

terakhir menunjukkan zat dioksin inilah yang menjadi pemicu tumbuhnya kanker

pada tubuh.

Tangki septik banyak dipersoalkan lantaran rembesan air dari tangki yang

dikhawatirkan dapat mencemari tanah. Terkadang ada beberapa rumah sakit yang

membuang hasil akhir dari tangki septik tersebut langsung ke sungai-sungai,

sehingga dapat dipastikan sungai tersebut mulai mengandung zat medis. Saat ini

telah ditemukan teknologi pengolahan limbah dengan metode ozonisasi. Salah

satu metode sterilisasi limbah cair rumah sakit yang direkomendasikan United

States Environmental Protection Agency (USEPA) pada tahun 1999 (Harper,

1986).

8. Penanganan Limbah di RSUD Labuang Baji

Limbah RSUD Labuang Baji tergolong dalam beberapa jenis, dan

dihasilkan dari berbagai jenis kegiatan rumah sakit dan kegiatan penunjang

lainnya. Penanggulangan limbah RSUD Labuang Baji dibagai berdasarkan

jenisnya, seperti limbah klinis, limbah cair rumah sakit dan limbah padat rumah

sakit.

a. Penanggulangan Limbah Klinis di RSUD Labuang Baji Limbah klinis di


RSUD Labuang Baji di percayakan kepada pihak ke 3 (tiga) yaitu salah satu

perusahaan pengolahan limbah klinis di Kota Makassar karena, alat

pengolahan limbah klinis RSUD Labuang Baji belum memenuhi syarat dalam

pengolahan Limbah klinis. Limbah yang diperoleh dari seluruh kegiatan medis

di RSUD Labuang Baji, kemudian dikumpulkan dalam satu tempat khusus dan

ditimbang berat limbah tersebut. Kemudian diserahkan kepada pihak

perusahaan pengelolah limbah klinis di RSUD Labuang Baji. Proses

pembayaran biaya pengolahan limbahnya dihitung berdasarkan berat limbah

klinis dan dibayarkan tiap bulan oleh pihak RSUD Labuang Baji

b. Penanggulangan Limbah Cair di RSUD Labuang Baji Limbah cair di RSUD

Labuang Baji dikelolah oleh pihak rumah sakit, dengan sarana yang digunakan

sama dengan pengolahan limbah cair pada umumnya dan telah sesuai dengan

ketentuan pengolahan limbah cair rumah sakit yang telah ditetapkan oleh

departemen kesehatan.

c. Penanggulangan Limbah Padat di RSUD Labuang Baji Limbah padat di RSUD

Labuang Baji, merupakan hasil dari berbagai kegiatan penunjang di rumah

sakit. Limbah padat tersebut dikumpulkan dalam satu tempat khusus dan

terpisah dengan pembuangan sampah umum masyarakat dan pengolahan

limbah padat tersebut diserahkan kepada dinas kebersihan kota Makassar.

9. Pengendalian Binatang Penganggu

Pengendalian serangga, tikus dan binatang pengganggu lainnya adalah

upaya untuk mengurangi populasi serangga, tikus dan binatang pengganggu

lainnya sehingga keberadaannya tidak menjadi vektor penularan penyakit.


Persyaratan Pengendalian Binatang Penganggu

1. Kepadatan jentik Aedes sp. yang diamati melalui indeks kontainer harus 0

(nol).

2. Tidak ditemukannya lubang tanpa kawat kasa yang memungkinkan nyamuk

masuk ke dalam ruangan, terutama di ruangan perawatan.

3. Semua ruang di rumah sakit harus bebas dari kecoa, terutama pada dapur,

gudang makanan, dan ruangan steril.

4. Tidak ditemukannya tanda-tanda keberadaan tikus terutama pada daerah

bangunan tertutup (core) rumah sakit.

5. Tidak ditemukan lalat di dalam bangunan tertutup (core) di rumah sakit.

6. Di lingkungan rumah sakit harus bebas kucing dan anjing.

Tata Laksana Pengendalian Binatang Penganggu

1. Nyamuk, (1) Pengamatan Jentik Pengamatan jentik Aedes sp. dilakukan secara

berkala di setiap sarana penampungan air, sekurang-kurangnya setiap 1 (satu)

minggu; (2) Pengamatan lubang dengan kawat kasa. Setiap lubang di dinding

harus ditutup dengan kawat kasa untuk mencegah nyamuk masuk.

2. Kecoa, (1) Mengamati keberadaan kecoak yang ditandai dengan adanya

kotoran, telur kecoak, dan kecoa hidup atau mati di setiap ruangan; (2)

Pengamatan dilakukan secara visual dengan bantuan senter, setiap 2 (dua)

minggu; (3) Bila ditemukan tanda-tanda keberadaan kecoa maka segera

dilakukan upaya pemberantasan.

3. Tikus, Mengamat atau memantau secara berkala setiap 2 (dua) bulan di tempat-

tempat yang biasanya menjadi tempat perkembangbiakan tikus yang ditandai


dengan adanya keberadaan tikus antara lain: kotoran, bekas gigitan, bekas

jalan, dan tikus hidup.

4. Lalat, mengukur kepadatan lalat secara berkala dengan menggunakan fly grill

pada daerah core dan pada daerah yang biasa dihinggapi lalat, terutama di

tempat yang diduga sebagai tempat perindukan lalat seperti tempat sampah,

saluran pembuangan limbah padat dan cair, kantin rumah sakit, dan dapur.

5. Binatang pengganggu lainnya, mengamati atau memantau secara berkala

kucing dan anjing.

Anda mungkin juga menyukai