Anda di halaman 1dari 21

BAB III

TINJAUAN KHUSUS RSUD TGK CHIK DITIRO

A. SEJARAH RSUD TGK CHIK DITIRO SIGLI

1. Sebelum Tahun 1980/1981 RSU Sigli merupakan peninggalan Kolonial belanda


ANNO 1916 yang berlokasi di Desa Benteng Kecamatan Kota Sigli.
2. Tahun 1981/1982 RSU SIGLI dibangun di Desa Lampeudeu Baroh dan difungsikan
pada bulan februari 1986 dengan tipe D.
3. Tahun 1993 Keputusan Menkes R.I. No.009.A/Menkes/SK/I/1993 RSU-SIGLI
berubah status menjadi rumah sakit tipe C.
4. Tahun 2002 struktur organisasi RSU Sigli berubah menjadi BPK RSU SIGLI.
5. Tahun 2007 BPK RSU Sigli berubah menjadi RSUD Kabupaten Pidie.
6. Tahun 2012 RSUD Kabupaten Pidie menjadi BLUD
7. Tahun 2012 Memperoleh Sertifikat Akreditasi Pelayanan 5 Dasar
8. Tahun 2013 Terjadi perubahan nama menjadi RSUD TGK CHIK DITIRO SIGLI.
9. Tahun 2013 Juara 2 RS Sayang Ibu se Provinsi Aceh.
10. Tahun 2014 penetapan menjadi RS Kelas B
11. Tahun 2015 Penetapan Struktur Organisasi Rumah Sakit Kelas B

Sejarah Perubahan Nama Rumah Sakit

a. BPK RSU Sigli, Tahun 2002 tanggal 20 Agustus 2002 maka Struktur Organisasi
dan tata kerja RSU Sigli berubah menjadi Badan Pelayanan Kesehatan Rumah
Sakit Umum Sigli (BPK RSU Sigli
b. RSUD Kabupaten Pidie, Tahun 2007 tentang organisasi perangkat daerah, telah
terjadi penggabungan maupun perampingan SKPD menyebabkan perubahan
organisasi dan tata kerja, kemudian BPK RSU Sigli berubah nama menjadi RSUD
Kabupaten Pidie.
c. BLUD RSUD Kabupaten Pidie, Tahun 2012 tanggal 17 Oktober Tahun 2012
tentang penetapan pola pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum Daerah
maka RSUD Kabupaten Pidie secara resmi telah menjadi Badan Layanan Umum
Daerah.
d. BLUD RSUD Tgk. Chik Ditiro Sigli, Tahun 2016 tentang tugas pokok dan
fungsi jabatan pada Rumah Sakit Umum Daerah Tgk. Chik Ditiro Sigli Kabupaten
Pidie terdiri dari satu orang Direktur, Dua orang Wakil Direktur, Tiga orang
Kepala Bagian, Tiga Orang Kepala Bidang, Sembilan orang Kepala Sub. Bagian,
dan enam orang Kepala Seksi.

B. Visi dan Misi RSUD Tgk Chik Ditiro


Visi
“Terwujudnya Pelayanan Yang Prima, Efektif, Profesional Dengan Nurani
Yang Islami Serta Terjangkau Bagi Masyarakat Kabupaten Pidie”
Misi
1. Menjadikan rumah sakit rujukan di kabupaten Pidie.
2. Meningkatkan dan mengembangkan kompetensi sumber daya manusia sesuai
dengan standar.
3. Memberdayakan karyawan secara profesional sehingga tercapai pelayanan
yang bermutu dan islami.
4. Memberikan pelayanan yang berorientasi kepada kepentingan pelanggan yang
bisa dipertanggung jawabkan secara medik maupun secara moral dengan
pelayanan yang berdasarkan hati nurani.

a. Tugas dan Fungsi Rumah Sakit

1) Melakukan evaluasi pemeriksaan lengkap mulai dari


anamnesis/pemeriksaan fisik dan penunjang serta menegakkan diagnosis
kerja sesuai kompetensinya.
2) Melakukan konsultasi pasien kepada Konsulen terkait untuk segera
ditindaklanjuti.
3) Melakukan resusitasi dan stabilisasi pasien sebelum dilakukan transfer
ketempat pelayanan yang dituju.
4) Berkoordinasi dengan dokter penanggung jawab tempat pelayanan yang
dituju sebelum mengirimkan pasien.
5) Menerima serah terima pasien dari petugas sebelumnya.
6) Melakukan serah terima pasien kepada petugas berikutnya.
7) Melakukan monitoring pasien pada kondisi tertentu.
8) Memberi penjelasan dan edukasi kepada pasien dan keluarganya tentang
kondisi pasien sesuai kompetensinya.
9) Melakukan pencatatan dan melengkapi rekam medik untuk dipertanggung
jawabkan.
10) Melakukan pemeriksaan Visum Et Repertum sesuai dengan prosedur
permintaan Visum Et Repertum.
11) Mengeluarkan surat keterangan sakit dan masuk perawatan sesuai dengan
prosedur yang berlaku.
12) Menjaga rahasia jabatan sesuai Kode Etik Kedokteran Indonesia.

C. Struktur Organisasi
Struktur organisasi pada instansi Rumah Sakit Umum Daerah Tgk Chik Ditiro Sigli
berdasarkan Qanun Kabupaten Pidie Nomor 07 tahun 2015 tentang perubahan ketiga atas
Qanun Kabupaten Pidie Nomor 05 Tahun 2008 tentang Susunan Organisasi dan Tata
lembaga Teknis Daerah Kabupaten Pidie, terdiri dari satu orang Direktur, dua orang Wakil
Direktur, tiga orang Kepala Bagian, tiga orang Kepala bidang, dan Sembilan orang Kepala
Sub Bagian, enam orang Kepala Seksi. Secara rinci adalah sebagai berikut:

1. Direktur Rumah Sakit: drg. Mohd. Riza Faisal, MARS


2. Wakil Direktur Umum Keuangan, Pengembangan, dan Hukum: Muhammad Nur,
SKM., M.Kes
a. Ka. Bag. Umum, Kepegawaian dan Hukum: Saifuddin, SKM
1) Ka. Sub. Bag. Umum: Azhar, SKM
2) Ka. Sub. Bag . Kepegawaian, Pendidikan, & Pelatihan: Saiful Amri, SE., MM
3) Ka. Sub. Bag. Hukum dan Humas: Safaruddin, SKM
b. Ka. Bag Keuangan, Akuntansi dan Perbendaharaan: Samsul Rijan, SH
1) Ka. Sub. Bag. Anggaran: T. Mohd. Nurmiza, SE
2) Ka. Sub. Bag Akuntansi dan Verifikasi: Radhiah, SE
3) Ka. Sub. Bag Perbendaharaan dan aset: Ishak, S.Kep
c. Ka. Bag Pengembangan dan Evaluasi, Penyusunan Program dan Data dan
Pelaporan: Cut Sri Wahyuni, SKM., M.Kes
1) Ka. Sub. Bag Pengembangan dan Evaluasi: Samsul Bahri, SKM., MPH
2) Ka. Sub. Bag Penyusunan Program: Mustari, SKM
3) Ka. Sub. Bag Data dan Pelaporan: Zainal, SKM
3. Wakil Direktur Pelayanan Medik, Keperawatan dan Penunjang: dr. Rachmad
Dermawan, Sp. THT-KL
a. Ka. Bid. Pelayanan Medik: dr. Dwi Wijaya
1) Kepala Seksi Pelayanan: Isnaini, S.Sos., SKM, MKM
2) Kepala Seksi Asuransi Kesehatan: Hj. Nuryani, SKM., MKM
b. Ka. Bid. Keperawatan: dr. Hj. Cut Rahimah, MM
1) Kepala Seksi Asuhan Keperawatan: Mahdani, S.Kep., M.Kes
2) Kepala Seksi Sumber Daya Manusia Keperawatan: Rita Mirdahni, SST., M.Kes
c. Ka. Bid. Penunjang dan Kefarmasian: Erlina, A. Md.Keb
1) Kepala Seksi Penunjang Medik dan Kefarmasian : Safriyanti, A.Md. Fis
2) Kepala Seksi Penunjang dan Klinik dan Non Klinik: Suryani, SKM., MKM

D. Instalasi Farmasi RSUD Tgk Chik Ditiro Sigli

Instalasi di rumah sakit yang selanjutnya adalah instalasi farmasi yang fungsinya pasti
sudah diketahui banyak orang, yaitu untuk menebus obat yang dibutuhkan pasien. Instalasi
farmasi juga wajib ada dalam sebuah rumah sakit, sebagai fasilitas untuk menyelenggarakan
kefarmasian yang dipimpin oleh seorang Apoteker.
E. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai

Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
merupakan suatu siklus kegiatan, dimulai dari pemilihan, perencanaan kebutuhan, pengadaan,
penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pemusnahan dan penarikan, pengendalian, dan
administrasi yang diperlukan bagi kegiatan Pelayanan Kefarmasian.
Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
dilaksanakan secara multidisiplin, terkoordinir dan menggunakan proses yang efektif untuk
menjamin kendali mutu dan kendali biaya. Dalam ketentuan Pasal 15 ayat (3) Undang-
Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit menyatakan bahwa Pengelolaan Alat
Kesehatan, Sediaan Farmasi, dan Bahan Medis Habis Pakai di Rumah Sakit dilakukan oleh
Instalasi Farmasi sistem satu pintu.
Kegiatan pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai mengikuti alur Drug Management Cycle meliputi:

a. Pemilihan/Seleksi
Pemilihan adalah kegiatan untuk menetapkan jenis Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai dengan kebutuhan. Pemilihan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai ini berdasarkan:
1) formularium dan standar pengobatan/ pedoman diagnosa dan terapi;
2) standar Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan , dan Bahan Medis Habis Pakai yang
telah ditetapkan
3) pola penyakit
4) efektifitas dan keamanan
5) pengobatan berbasis bukti
6) mutu
7) harga
8) ketersediaan di pasaran.
b. Perencanaan Kebutuhan
Perencanaan merupakan proses kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah dan
harga perbekalan farmasi yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran, untuk
menghindari kekosongan obat, alkes dan BHP dengan menggunakan metode yang
dapat dipertanggung jawabkan dan dasar-dasar perencanaan yang telah ditentukan,
adapun beberapa pertimbangan dalam perencanaan :
1) Pola konsumsi periode sebelumnya
2) Morbiditas/epidemologi
3) Obat dan bahan obat harus memenuhi syarat Farmakope Indonesia, DOEN,
Formularium RSU mufid dan Standar Terapi Rumah Sakit
4) Alkes dan BHP dilakukan perencanaan sesuai dengan kebutuhan rumah sakit.
5) Mempertimbangkan sisa persediaan dan rencana pengembangan.
6) anggaran yang tersedia
7) penetapan prioritas
8) waktu tunggu pemesanan
c. Pengadaan
1) Alur Pengadaan Obat dan BMHP (Barang Medis Habis Pakai)
Pengadaan obat, Alkes dan BMHP (Barang Medis Habis Pakai) merupakan
kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang telah direncanakan dan disetujui
melalui pembelian langsung dari distributor atau pedagang besar farmasi atau rekanan
RSU mufid. Tujuan pengadaan adalah memperoleh obat, alkes, dan BMHP (Barang
Medis Habis Pakai) yang dibutuhkan dengan harga layak, mutu baik, pengiriman obat
terjamin tepat waktu, proses berjalan lancar. Tidak memerlukan waktu dan tenaga
yang berlebihan. Pengadaan obat, alkes dan BMHP (Barang Medis Habis Pakai)
dilakukan oleh Instalasi Farmasi RSU mufid. Langkah proses pengadaan :
a) Mereview daftar obat yang akan diadakan, mengacu pada Formularium RSU
mufid dan Alkes dan BMHP (Barang Medis Habis Pakai) pengadaan mengacu
pada kebutuhan rumah sakit
b) Menentukan jumlah item yang akan dibeli
c) Menyesuaikan dengan situasi keuangan
d) Memilih metode pengadaan
e) Memilih rekanan/distributor dan membuat PKS (Perjanjian Kerjasama) dengan
pertimbangan :
 PBF yang memiliki izin resmi dari pemerintah
 Diutamakan untuk PBF yang sudah memiliki sertifikat CDOB (Cara
Distribusi Obat yang Baik)
 PBF dengan Lead Time yang singkat
 PBF dengan kebijakan Return (Pengembalian)
Memonitor pengiriman barang dan memeriksa.
Proses pengadaan obat dan BMHP (Barang Medis Habis Pakai) dapat
terlaksana dengan beberapa metode, antara lain:

a) Pembelian
b) Hibah/Droping
c) Peminjaman
2) Pengadaan bila terjadi kekosongan stok
Kekosongan stok merupakan hal yang mungkin terjadi dalam pelayanan
dirumah sakit ataupun instansi pelayanan kesehatan lainnya. kekosongan stok
dapat terjadi karena beberapa hal sebagai berikut:
a) Kekosongan dari distributot (PBF, Suplier)
b) Perencanaan obat yang buruk
c) Ketidakpatuhan dokter terhadap formularium
Kekosongan stok mengakibatkan terhambatnya pelayanan dirumah
sakit khususnya di Instalasi Farmasi. Maka dari itu perlu ditetapkan suatu
kebijakan untuk pengadaan saat terjadi kekosongan obat. Adapun alur
pengadaan saat terjadi kekosongan obat ataupun BMHP adalah sebagai berikut:
1) Membuat PKS (perjanjian Kerjasama) dengan rumah sakit lain atau klinik
yang selanjutnya disebut pihak kedua
2) Peminjaman obat dan BMHP hanya dilakukan kepada pihak kedua
3) Menghubungi pihak kedua terlebih dahulu saat akan melakukan
peminjaman
4) Pengembalian obat dan BMHP tidak boleh digantikan dengan uang, dan
harus digantikan dengan barang yang sama dengan yang dipinjam
5) Bila pihak kedua tidak memiliki stok yang akan dipinjam Instalasi Farmasi
RSU Mufid boleh mengadakan dengan cara pembelian langsung kepada
Apotek terdekat dengan jumlah yang dibutuhkan

d. Penerimaan
Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis, spesifikasi,
jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam kontrak atau surat
pesanan dengan kondisi fisik yang diterima. Semua dokumen terkait penerimaan
barang tersimpan dengan baik, beberapa hal yang perlu diperhatian dalam penerimaan
adalah sebagai berikut
1) Menyesuaikan faktur pengiriman dengan Sp (Surat pesanan)
2) Menyesuaikan faktur dengan barang yang diterima
3) Mengecek fisik barang yang diterima, meliputi : jenis, jumlah, Expire Date,
Nomor Batch
4) Untuk produk khusus seperti Cold Chain Product (CCP) harus diperhatiakan suhu
saat penerimaan
5) Dokumentasi
e. Penyimpanan
Metode penyimpanan dilakukan berdasarkan kelas terapi, bentuk sediaan, dan
jenis Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dan disusun
secara alfabetis dengan menerapkan prinsip First Expired First Out (FEFO) dan First
In First Out (FIFO) disertai sistem informasi manajemen. Penyimpanan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang penampilan dan
penamaan yang mirip LASA (Look Alike Sound Alike) tidak ditempatkan berdekatan
dan harus diberi penandaan khusus untuk mencegah terjadinya kesalahan
pengambilan obat.
Obat harus selalu disimpan di ruang penyimpanan yang layak.Bila obat rusak,
mutu obat menurun dan memberi pengaruh buruk bagi penderita. Beberapa ketentuan
mengenai sarana penyimpanan obat antara lain :
1) Memiliki Ruangan yang cukup untuk menyimpan semua persediaan obat dan
cukup untuk pergerakan petugas
2) Pintu Ruang Penyimpanan mempunyai kunci pengaman
3) Struktur Dinding dalam keadaan baik, tidak ada retakan, lubang atau tanda
kerusakan oleh air.
4) Atap Ruang penyimpanan dalam keadaan baik dan tidak bocor.
5) Tempat penyimpanan rapi, rak dan lantai tidak berdebu dan dinding bersih.
6) Tempat penyimpanan bebas hama dan tidak ada tanda infestasi hama.
7) Udara bergerak bebas, kipas angin dan kawat nyamuk dalam keadaan baik.
8) Tersedia cukup ventilasi, sirkulasi udara dan penerangan.
9) Tersedia alat pengukur dan pengatur suhu ruangan
10) Jendela dicat putih atau mempunyai gorden serta aman dan mempunyai teralis.
11) Terdapat rak/lemari penyimpanan.
12) Terdapat lemari pendingin untuk obat tertentu dan dalam keadaan baik.
13) Terdapat lemari khusus yang mempunyai kunci untuk penyimpanan narkotik dan
psikotropika.
14) Terdapat alat bantu lain untuk pengepakan dan perpindahan barang.
Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam merancang tempat
peyimpanan adalah sebagai berikut :
a) Kemudahan bergerak
b) Sirkulasi udara yang baik
c) Rak dan Pallet
d) Kondisi penyimpanan khusus :
 Vaksin memerlukan“Cold Chain” khusus dan harus dilindungi dari
kemungkinan terputusnya arus listrik.
 Narkotika, Psikotropika dan bahan berbahaya harus disimpan dalam lemari
khusus dan selalu terkunci.
 Bahan-bahan mudah terbakar seperti alkohol harus disimpan dalam ruangan
khusus, sebaiknya disimpan di bangunan khusus terpisah dari gudang induk.
e) Pencegahan kebakaran

Penyimpanan obat khusus

1) Penyimpanan Obat Termolabil pada suhu dingin (2o – 8oC)


Penyimpanan obat Termolabil pada suhu dingin ditempatkan pada lemari
pendingin yang sudah dikalibrasi dan memiliki pengatur suhu. Prosedur
penyimpanan obat dalam lemari pendingin:

a) Siapkan lemari pendingin khusus obat yang didalamnya dilengkapi dengan


alat pengukur suhu, suhu diatur pada 2o – 8oC
b) Periksa obat yang akan disimpan sesuai dengan spesifikasi penyimpanan
obat pada suhu dingin (2o – 8oC)
c) Buka lemari pendingin
d) Simpan obat pada tempat yang telah disediakan di dalam lemari pendingin
e) Susun mengikuti prinsip FIFO (First In First Out) dan FEFO (First
Expired FirstOut)
f) Tutup pintu lemari pendingin dengan rapat
g) Isi kartu stok
h) Suhu pada lemari pendingin dipantau dan dicatat pada form pemantauan
suhu setiap tiga kali dalam sehari atau disesuaikan dengan shift kerja
Setiap lemari pendingin terinstalasi dengan generator listrik. Jika lemari
pendingin rusak, maka dilaporkan ke Instalasi Pemeliharaan Sarana dan isi
lemari pendingin dipindah ke lemari pendingin lain yang masih baik.
2) Penyimpanan Sediaan Narkotika dan psikotropika
Narkotika dan Psikotropika yang berada dalam penguasaan Rumah Sakit
wajib disimpan secara khusus dengan ketentuan sebagai berikut (Permenkes
No 3 Tahun 2015) :
a) Harus dibuat seluruhnya dari kayu atau bahan lain yang kuat.
b) Harus mempunyai kunci ganda yang berbeda yang dikuasi oleh apoteker
penanggung jawab dan pegawai lain yang ditunjuk
c) Lemari khusus tidak dipergunakan untuk menyimpan bahan lain selain
narkotika/psikotropika
Prosedur penyimpanan obat Sediaan narkotika dan psikotropika :

 Terima dan pisahkan sediaan farmasi yang termasuk dalam obat


Narkotika dan Psikotropika
 Izin pada petugas yang diberi tanggung jawab pemegang kunci
Lemari Narkotika dan Psikotropika
 Buka pintu lemari narkotik dan psikotropik
 Simpan obat pada rak yang sudah disediakan
 Susun obat mengikuti prinsip FIFO (First In First Out) dan FEFO
(First Expired First Out)
 Catat jumlah, nomor batch dan tanggal kadaluwarsa obat di dalam
kartu stok
 Jumlahkan setiap penerimaan obat pada kartu stok.
 Catat nama/paraf petugas pada kartu stok

3) Penyimpanan Obat High Alert


Obat High Alert disimpan terpisah dari obat-obat yang lain sesuai
dengan daftar Obat High Alert yang dikeluarkan Instalasi Farmasi. Pada setiap
Obat High Alert yang akan dipergunakan untuk kebutuhan klinis harus diberi
stiker berwarna merah yang bertuliskan High Alert. Tempat penyimpanan obat
High Alert harus di tempat khusus yang bertanda dengan label berwarna
mencolok di sekeliling tempat penyimpanan dan terpisah dari obat obat yang
lain. Prosedur penyimpanan obat High Alert :

 Terima dan pisahkan sediaan farmasi yang termasuk dalam obat High
Alert
 Beri label “HIGH ALERT” pada masing-masing obat
 Siapkan tempat khusus penyimpanan obat High Alert terpisah dari
penyimpanan sediaan farmasi lainnya
 Susun obat secara alfabetisdengan menggunakan box obat
 Susunsediaan farmasi mengikuti prinsip FIFO (First In First Out) dan
FEFO (First Expired First Out )
 Catat jumlah, nomor batch dan tanggal kadaluwarsa sediaan farmasi di
dalam kartu stok
 Catat nama/paraf petugas pada kartu stok

4) Penyimpanan obat LASA (Look Alike Sound Alike)


Obat LASA (Look Alike Sound Alike) adalah obat-obat yang
mempunyai tampilan kemasan yang mirip baik dari segi bentuk, warna,
konsentrasi obat yang berbeda dan obat yang kedengaran di telinga berbunyi
mirip.Penyimpanan obat LASA, tidak ditempatkan berdekatan dipisahkan oleh
satu boks obat sebelumnya yang tidak LASA dan harus diberi penandaan
khusus untuk mencegah terjadinya kesalahan pengambilan Obat. Prosedur
penyimpanan obat LASA :

 Terima dan pisahkan sediaan farmasi yang termasuk dalam obat LASA
 Siapkan kotak tempat penyimpanan obat dan beri stiker LASA berwarna
hijau
 Tulis nama obat menggunakan huruf capital dengan warna dan ukuran
yang cukup sehingga terbaca dengan jelas contoh DIAzepam,
LORAzepam, CeFOTAxim, ceFUROxim.
 Susun kotak LASA secara tidak berdekatan, dipisahkan oleh satu boks
obat sebelumnya yang tidak LASA
 catat jumlah, nomor batch dan tanggal kadaluwarsa sediaan farmasi di
dalam kartu stok
 Jumlahkan setiap penerimaan sediaan farmasi pada kartu stok.
 Catat nama/paraf petugas pada kartu stok
5) Penyimpanan obat pada troli/box emergensi
Obat emergensi tersedia pada unit-unit perawatan yang ditetapkan dan
bisa segera di akses untuk kebutuhan emergensi. Instalasi Farmasi
bertanggungjawab untuk menyediakan, menyimpan dan melindungi obat
emergensi dari kehilangan atau pencurian.Obat-obatan emergensi disimpan
dalam troli/box emergensi dengan akses terdekat dan selalu siap pakai.
troli/box emergensi dikunci dan disegel kunci disposable dengan nomor seri.
Troli/box emergensi dicek setiap satu bulan sekali terkait jumlah perbekalan,
waktu kadaluarsa perbekalan, serta penggantian perbekalan yang mendekati
waktu kadaluarsa. Prosedur penyimpanan obat emergensi adalah :
 Siapkan obat yang akan disimpan dalam troli/box emergensi, sesuai
dengan daftar obat emergensi yang telah ditetapkan oleh rumah sakit.
 Susun obat emergensi dalam troli/box emergensi
 Kunci troli/box emergensi menggunakan kunci plastik dengan nomor
register
 Distribusikan troli/box emergensi pada unit pelayanan yang membutuhkan
obat emergensi
 Troli/box emergensi disimpan ditempat yang tersendiri, mudah dilihat,
terdekat, dan siap dipakai.
 Penyimpanan troli/box emergensi disertai dengan daftar obat dengan
nama, jumlah, formulir pengecekan kotak emergensi dan buku
penggunaan.
 Inspeksi dilakukan setiap 1 (satu) bulan
6) Penyimpanan nutrisi parenteral
Nutrisi parenteral adalah suatu bentuk pemberian nutrisi yang
diberikan langsung melalui pembuluh darah tanpa melalui saluran
pencernaan dan merupakan salah satu alternative dukungan nutrisi yang
dapat menunjang defesiensi nutrisi pada pasien, penyimpanan produk
nutrisi harus pada suhu <25°C. Beberapa jenis nutrisi parenteral, yaitu:
 Karbohidrat, contoh: dextrose 5%, dextrose 10%, , dll.
 Asam amino, contoh: Aminofluid L600
 Lemak, contoh: Intralipid 10%
 Cairan elektrolit, contoh: Ringer Laktat
Beberapa sifat pada nutrisi parenteral yang perlu diperhatikan,
misalnya:
 Bahan organik biasanya lebih sensitif terhadap panas
 Lemak dan minyak alami mengandung ikatan rangkap yang dapat
bereaksi dengan oksigen membentuk peroksida
 Asam amino dapat terpengaruh oleh panas, cahaya, air dan kelembaban.
 Material anhidrat dapat menyerap kelembaban dari lingkungan.
 Senyawa seperti NaOH dapat mengabsorbsi CO2 dari udara
 Instalasi farmasi hanya mengelola produk nutrisi parenteral.
 Produk nutrisi parenteral disimpan sesuai sifat bahan dan petunjuk
penyimpanan dari produsen.
7) Penyimpanan obat yang dibawa oleh pasien (obat rekonsiliasi)
Penyimpanan obat yang dibawa oleh pasien atau obat hasil rekonsiliasi
disimpan di box khusus dan sewaktu-waktu akan digunakan dalam terapi jika
obat yang diresepkan sama, penyimpanan obat hasil rekonsiliasi harus terjaga
dan terhindar dari tertukarnya obat pasien yang satu dengan pasien lainnya.
Obat hasil rekonsiliasi akan diserahkan kembali kepada pasien atau keluarga
pasien yang pulang

8) Penyimpanan elektrolit konsentrat tinggi


Elektrolit konsentrat tinggi adalah sediaan atau zat yang beresiko
tinggi menyebabkan keadaan yang tidak aman bagi pasien jika pengelolaannya
tidak memadai, sediaan ini termasuk dalam High alert medications. High alert
medications memiliki risiko yang lebih tinggi dalam menyebabkan
komplikasi, efek samping, atau bahaya. Hal ini dapat dikarenakan adanya
rentang dosis terapeutik dan keamanan yang sempit atau karena insidens yang
tinggi akan terjadinya kesalahan Metode untuk meminimalisasi kesalahan ini
meliputi beberapa strategi seperti:
 penyimpanan elektrolit konsentrat tinggi hanya di instalasi farmasi ataupun
depo farmasi
 tidak boleh ada penyimpanan elektrolit konsentrat tinggi di ruang rawatan
 menyediakan akses informasi mengenai elektrolit konsentrat tinggi
 menggunakan label atau tanda ‘peringatan’ untuk high alert medications
Tujuan dari pengelolaan cairan konsentrat tinggi ini adalah untuk
Meningkatkan kewaspadaan terhadap larutan konsentrat tinggi sehingga
meningkatkan keselamatan pasien dan memberikan pelayanan kesehatan
dengan kualitas tinggi dan meminimalisasi terjadinya kesalahan-kesalahan
medis dan menurunkan potensi resiko terhadap pasien.

Prinsip
a) Elektrolit konsentrat tinggi merupakan golongan High alert medications
b) Setiap pengeluaran elektrolit konsentrat tinggi harus dilakukan double
check
c) Berikan label high alert pada kemasan elektrolit konsentrat tinggi
d) Minimalisasi instruksi verbal dan hindarkan penggunaan singkatan
Pengawasan Penyimpanan
Seluruh tempat penyimpanan obat diinspeksi secara berkala sesuai
kebijakan rumah sakit untuk memastikan obat disimpan secara benar oleh
apoteker supervisi, kriteria penilaian :
a) Penataan penyimpanan perbekalan farmasi adalah :
 Bentuk sediaan obat.
 Alfabetis
b) Stabilitas penyimpanan obat dengan ketentuan suhu :
 Ruangan : 15 – 30 ˚ C
 Lemari pendingin : 2 – 8 ˚ C
c) Pengisian kartu stok obat : kesesuaian jumlah obat yang ada dan yang
tercatat di stok setiap hari
d) Obat kadaluarsa : Ada / tidak
e) Inspeksi ke ruang rawatan untuk memastikan bahwa tidak ada elektroli
konsentrat tinggi yang disimpan diruang rawatan, agar meminimalisir
kesalahan penggunaan dan resiko elektrolit konsentrat tinggi
Dokumentasikan hasil inspeksi jika ada temuan terhadap penyimpanan yang
tidak sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan dan lakukan tindak lanjut
terhadap temuan tersebut

f. Pendistribusian
Distribusi merupakan suatu rangkaian kegiatan dalam rangka menyalurkan/
menyerahkan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dari
tempat penyimpanan sampai kepada unit pelayanan/pasien dengan tetap menjamin
mutu, stabilitas, jenis, jumlah, dan ketepatan waktu. Rumah Sakit menentukan sistem
distribusi yang dapat menjamin terlaksananya pengawasan dan pengendalian Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai di unit pelayanan. Sistem
distribusi di unit pelayanan dapat dilakukan dengan cara:
1) Sistem Persediaan Lengkap di Ruangan (floor stock)
a) Pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai untuk persediaan di ruang rawat disiapkan dan dikelola oleh Instalasi
Framasi.
b) Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang
disimpan di ruang rawat dalam jenis dan jumlah yang sangat dibutuhkan.
c) Dalam kondisi sementara dimana tidak ada petugas farmasi yang mengelola
(di atas jam kerja) maka pendistribusiannya didelegasikan kepada
penanggung jawab ruangan.
d) Setiap hari dilakukan serah terima kembali pengelolaan obat floor stock
kepada petugas farmasi dari penanggung jawab ruangan.
e) Apoteker menyediakan informasi, peringatan dan kemungkinan interaksi
Obat pada setiap jenis Obat yang disediakan di floor stock.
2) Sistem Resep Perorangan
Pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai berdasarkan Resep perorangan/ pasien rawat jalan dan rawat inap melalui
Instalasi Farmasi.
3) Sistem Unit Dosis (UDD)
Pendistribusian Sedian Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai berdasarkan Resep perorangan yang disiapkan dalam unit dosis tunggal atau
ganda, untuk penggunaan satu kali dosis/ pasien. Sistem unit dosis ini digunakan
untuk pasien rawat inap.
4) Sistem Kombinasi
Sistem pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai bagi pasien rawat inap dengan menggunakan kombinasi a + b atau b
+ c atau a + c.
Sistem distribusi Unit Dose Dispensing (UDD) sangat dianjurkan untuk pasien
rawat inap mengingat dengan sistem ini tingkat kesalahan pemberian Obat dapat
diminimalkan sampai kurang dari 5% dibandingkan dengan sistem floor stock atau
Resep individu yang mencapai 18%.

g. Penarikan dan Pemusnahan


Penarikan sediaan farmasi yang tidak memenuhi standar/ ketentuan peraturan
perundang-undangan dilakukan oleh pemilik izin edar berdasarkan perintah penarikan
oleh BPOM (Mandatory Recall) atau berdasarkan inisiasi sukarela oleh pemilik izin
edar (Voluntary Recall) dengan tetap memberikan laporan kepada Kepala BPOM.
Penarikan Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai dilakukan terhadap produk
yang izin edarnya dicabut oleh Menteri. Adapun tahapan dalam penarikan produk
adalah sebagai berikut:
1) Menerima surat edaran penarikan dari BPOM (Mandatory Recall) ataupun
surat edaran dari Suplier (Voluntary Recall)
2) Menarik semua produk dengan nomor batch tersebut yang ada disetiap unit
penyimpanan perbekalan farmasi dan mengumpulkannya
3) Selanjutnya diserahkan kepada pihak yang bersangkutan (BPOM/Suplier)
yang mengeluarkan surat edaran penarikan
4) Membuat berita acara acara penarikan/recall dengan tembusan kepada BPOM
Pemusnahan merupakan suatu kegiatan memusnahkan atau
menghilangkan produk yang sudah tidak bisa digunakan. Pemusnahan
dilakukan untuk Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai bila :
a) produk tidak memenuhi persyaratan mutu
b) telah kadaluarsa
c) tidak memenuhi syarat untuk dipergunakan dalam pelayanan kesehatan
atau kepentingan ilmu pengetahuan
d) dicabut izin edarnya.
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
selanjutnya akan dilakukan pemusnahan, hal ini dilakukan sesuai dengan
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2016
Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit, adapun tahapan
pemusnahan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis terdiri
dari:
1) membuat daftar Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai yang akan dimusnahkan
2) menyiapkan berita acara pemusnahan
3) mengoordinasikan jadwal, metode dan tempat pemusnahan kepada pihak
terkait
4) menyiapkan tempat pemusnahan
5) melakukan pemusnahan disesuaikan dengan jenis dan bentuk sediaan serta
peraturan yang berlaku.

h. Pengendalian
Pengendalian dilakukan terhadap jenis dan jumlah persediaan dan penggunaan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai. Pengendalian
penggunaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
dilakukan oleh Instalasi Farmasi bersama dengan Komite/Tim Farmasi dan Terapi di
Rumah Sakit. Tujuan pengendalian persediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai adalah untuk:
1) penggunaan Obat sesuai dengan Formularium Rumah Sakit;
2) penggunaan Obat sesuai dengan diagnosis dan terapi
3) memastikan persediaan efektif dan efisien atau tidak terjadi kelebihan dan
kekurangan/kekosongan, kerusakan, kadaluarsa, dan kehilangan serta
pengendalian pesanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai.
i. Administrasi
Administrasi dilakukan secara tertib dan berkesinambungan untuk
memudahkan penelusuran kegiatan yang sudah berlaku. Kegiatan administrasi terdiri
dari:
1) Pencatatan dan Pelaporan
Pencatatan dan pelaporan terhadap kegiatan pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang meliputi perencanaan kebutuhan,
pengadaan, penerimaan, pendistribusian, pengendalian persediaan, pengembalian,
pemusnahan dan penarikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai. Pelapoan dibuat secara periodik yang dilakukan instalasi farmasi
dalam periode waktu tertentu (bulanan dan pertahun). Pencatatan dilakukan untuk:
a) Persyaratan Kementrian Kesehatan/ BPOM;
b) Dasar akreditasi rumah sakit;
c) Dasar audit rumah sakit
d) Dokumentasi farmasi.
e) Komunikasi antara level manajemen;
f) Penyiapan laporan tahunan yang komprehensif mengenai kegiatan di instalasi
farmasi; dan
g) Laporan tahunan.
2) Administrasi Keuangan
Administrasi keuangan merupakan peraturan anggaran, pengendalian dan
analisa biaya, pengumpulan informasi keuangan, penyiapan laporan, penggunaan
laporan yang berkaitan dengan semua kegiatan pelayanan kefarmasian secara rutin
atau tidak rutin dalam periode bulanan atau tahunan.
3) Administrasi Penghapusan
Administrasi penghapusan merupakan kegiatan penyelesaian terhadap Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang tidak terpakai karena
kadaluwarsa, rusak, mutu tidak memenuhi standar dengan cara membuat usulan
penghapusan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
kepada pihak terkait sesuai dengan prosedur yang berlaku.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai
Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai harus
dilaksanakan secara multidisiplin, terkoordinir dan menggunakan proses yang efektif untuk
menjamin kendali mutu dan kendali biaya. Dalam ketentuan Pasal 15 ayat (3) Undang-
Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit menyatakan bahwa Pengelolaan Alat
Kesehatan, Sediaan Farmasi, dan Bahan Medis Habis Pakai di Rumah Sakit harus dilakukan
oleh Instalasi Farmasi sistem satu pintu. Alat Kesehatan yang dikelola oleh Instalasi Farmasi
sistem satu pintu berupa alat medis habis pakai/peralatan non elektromedik, antara lain alat
kontrasepsi (IUD), alat pacu jantung, implan, dan stent.

B. Pelayana Kefarmasian di RSUD Tgk Chik Ditiro Sigli


Pelayanan farmasi klinik merupakan pelayanan langsung yang diberikan Apoteker
kepada pasien dalam rangka meningkatkan outcome terapi dan meminimalkan risiko
terjadinya efek samping karena Obat, untuk tujuan keselamatan pasien (patient safety)
sehingga kualitas hidup pasien (quality of life) terjamin.

Pelayanan farmasi klinik yang dilakukan meliputi:


1. Pengkajian dan pelayanan Resep;
2. Penelusuran riwayat penggunaan Obat;
3. Pekonsiliasi Obat;
4. Pelayanan Informasi Obat (PIO);
5. Ponseling;
6. Pisite;
7. Pemantauan Terapi Obat (PTO);
8. Monitoring Efek Samping Obat (MESO);
9. Evaluasi Penggunaan Obat (EPO);
10. Pispensing sediaan steril; dan
11. Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD);
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Apoteker khususnya yang bekerja di Rumah Sakit dituntut untuk merealisasikan
perluasan paradigma Pelayanan Kefarmasian dari orientasi produk menjadi orientasi pasien.
Untuk itu kompetensi Apoteker perlu ditingkatkan secara terus menerus agar perubahan
paradigma tersebut dapat diimplementasikan. Apoteker harus dapat memenuhi hak pasien
agar terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan termasuk tuntutan hukum. Dengan
demikian, para Apoteker Indonesia dapat berkompetisi dan menjadi tuan rumah di negara
sendiri.

B. Saran
Apoteker yang bekerja di Rumah Sakit dituntut untuk merealisasikan perluasan
paradigma Pelayanan Kefarmasian dari orientasi produk menjadi orientasi pasien untuk itu
kompetensi Apoteker perlu ditingkatkan secara kontinu agar perubahan paradigma tersebut
dapat diimplementasikan, sehingga dalam rangka mencapai keberhasilan pelaksanaan Standar
Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit diperlukan komitmen, kerjasama dan koordinasi
yang lebih baik antara Pemerintah, Pemerintah Daerah, Organisasi Profesi serta seluruh pihak
terkait.
DAFTAR PUSTAKA

BAB III

Depkes RI. Pedoman Pengelolaan Perbekalan Farmasi di Rumah Sakit.


Jakarta: Direktorat Jendral Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Departemen
Kesehatan RI bekerja sama dengan Japan International Cooperation Agency
(JICA). 2008.
Febriawati, Henni.. Manajemen Logistik Farmasi Rumah Sakit. Yogyakarta: Gosyen
Publishing. 2013.

BAB IV

Permenkes No. 34 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
58 Tahun 2014 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian Di Rumah Sakit.
BN.2017/NO. 49, kemenkes.go.id : 10 hlm

Anda mungkin juga menyukai