Anda di halaman 1dari 9

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Informasi bisa didapatkan melalui saluran media massa, tetapi pada saat

ini fungsi tersebut telah bergeser dengan perkembangan zaman. Banyak media

yang sudah keblabasan, seperti mengabaikan kode etik jurnalistik dan prinsip-

prinsipnya, karena tidak dapat dipungkiri media saat ini hanya mengejar peringkat

(rating). Televisi memiliki kemampuan lebih dalam menyajikan kebutuhan

masyarakat.

Televisi menayangkan berbagai program acara televisi yang dapat

menimbulkan pro dan kontra. Di satu sisi, masyarakat ditampilkan tayangan

program acara televisi yang menghibur dan informatif, disisi lain stasiun televisi

juga banyak mendapatkan kecaman dari masyarakat. Salah satunya adalah

tayangan kekerasan yang ditampilkan oleh stasiun televisi. Fenomena kekerasan

ini sudah banyak dikonsumsi oleh masyarakat. Tidak dipungkiri kekerasan verbal

pun juga banyak dikonsumsi oleh masyarakat luas.

Menurut Francois Chirpaz menyebutkan bahwa kekerasan merupakan

sebuah kekuatan yang sedemikian rupa serta tanpa adanya aturan yang memukul

dan melukai jiwa ataupun badan, kekerasan disini juga mematikan entah dengan

cara memisahkan seseorang dari kehidupannya ataupun dengan mencoba

menghancurkan dasar kehidupan seseorang tersebut. Melalui kesengsaraan atau

penderitaan yang diakibatkannya, kekerasaan terlihat sebagai representasi

1
kejahatan yang dapat diderita manusia, tetapi juga dapat ia lakukan terhadap orang

lain (Haryatmoko, 2007:120).

Belakangan ini, banyak kasus kekerasan verbal yang terdapat di stand up

comedy yang tayang di televisi. Di Indonesia kekerasan verbal banyak terjadi

pada tayangan program acara sinetron maupun reality show. Televisi yang

memiliki fungsi menghibur maupun informasi sama-sama menampilkan

kekerasan. Hiburan lebih kepada kekerasan verbal dan fisik sedangkan informasi

lebih kepada kekerasan visual (Kompasiana, 2016). Hal tersebut membuktikan

bahwa kekerasan tidak hanya pada kekerasan fisik saja tetapi juga ada yang

berbentuk kekerasan verbal. Perbedaan diantara keduanya adalah jika kekerasan

fisik maka seseorang tersebut melakukan kekerasan dengan melukai atau

mencelakai orang lain atau diri sendiri, sedangkan kekerasan verbal melakukan

kekerasan tersebut dengan perkataan yang dapat menyakiti orang lain maupun diri

sendiri.

Psikolog klinis Liza Marielly Djaprie mengatakan verbal bullying atau

penindasan yang dilakukan dengan perkataan ternyata memiliki efek yang lebih

besar daripada kekerasan yang dilakukan dengan secara fisik, efeknya memang

tidak terlihat seperti mimisan dan lain sebagainya tetapi cukup menikam di dalam

hati. Beberapa pasiennya pun ada yang mengalami keluhan fisik tertentu seperti

sakit kepala, depresi dan banyak juga yang menyakiti diri sendiri karena merasa

tidak ada harganya dimata orang yang melakukan kekerasan verbal terhadapnya.

Oleh karena itu banyak sekali orang bunuh diri berasal dari cyber bullying dan

verbal bullying (CCN Indonesia, 2016). Sekarang memang stasiun televisi di

2
Indonesia saat ini memiliki banyak dampak positif dan negatif di dalam

kehidupan masyarakat. Dimana masyarakatnya harus pintar untuk memilah

tayangan mana yang baik dan buruk untu kehidupannya.

Kekerasan verbal pun juga sering diterima oleh anak-anak karena sikap

dari orang tuanya. Menurut psikolog M.Pd, Psi, kekerasan adalah perilaku yang

menyakiti sehingga korban mendapatkam kerugian ataupun kerusakan. Jika

kekerasan fisik akan berdampak pada tubuhnya maka kekerasan verbal akan

berdampak pada emosional anak. Tidak semua kekerasan verbal bertujuan untuk

jahat tetapi ada sebagian orang tua yang menggunakan kekerasan verbal untuk

mendisplinkan anak, namun pemilihan katanya yang tidak tepat seperti mencela,

memaki, menakut-nakuti yang bisa menjatuhkan harga diri anak. Orang tua yang

sedang dalam kondisi lelah juga sering tidak sadar mengucapkan kata-kata yang

sebenarnya termasuk ke dalam kekerasan verbal (Kompas, 2015).

Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mendapati tayangan di televisi yang

terdapat muatan kekerasan verbal, pelecehan, pelanggaran atas perlindungan anak

dan remaja, serta pelanggaran atas norma kesopanan pada saat bulan Ramadhan.

Beberapa tayangan adalah program acara televisi Sahur itu Indah dan Ngabuburit

di Trans TV serta program acara Alhamdulillah Kita Sahur di Trans 7 pada 30

Juni 2015 lalu. Sedangkan, terdapat surat peringatan yang telah diberikan oleh

Komisi Penyiaran Indonesia kepada program acara Assalamualaikum D’Terong di

Indosiar dan Pesbukers di ANTV. Hal ini diakibatkannya adanya tayangan yang

mengandung kekerasan verbal (Komisi Penyiaran Indonesia, 2015). Kekerasan

verbal yang ada di beberapa program acara televisi tersebut seperti melecehkan

3
orang dan menghina. Hal ini sangat disayangkan karena program acara tersebut

tayang pada bulan Ramadhan.

Program Sahur itu Indah yang ada di Trans TV juga didapati sering

menayangkan muatan yang mengandung kekerasan verbal seperti di tanggal 20

Juni 2015 “…ini contoh adil, walaupun ganteng agak oon. Yang ini contoh

serakah, udah jelek, oon”. Lalu, pada tayangan tanggal 18 Juni 2015 juga terdapat

adanya kata-kata yang menghina dan menyerang keadaan fisik seseorang. Seperti

mengatakan muka yang berantakan, badan seperti lemari, busway mogok, dan lain

sebagainya (Komisi Penyiaran Indonesia, 2015).

Dalam penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Syarif Ady Putra

dengan judul Analisis Isi Kekerasan Verbal pada Tayangan Pesbukers di ANTV,

penelitian ini lebih menganalisis kepada frekuensi kekerasan verbal yang muncul

terhadap tayangan televisi acara komedi Pesbukers dengan menggunakan analisis

isi deskriptif lalu menggunakan lima kategori kekerasan yaitu asosiasi pada

binatang, umpatan, hiperbola, eufimisme dan disfemisme. Hasil dari penelitian

tersebut terdapat 1.396 pola komunikasi yang termasuk kekerasan verbal, 1.394

jumlah frekuensi kesepakatan, yang terdiri dari lima kategorisasi. Kekerasan

verbal didominasi oleh kategori dengan cara umpatan sebanyak 679 kali

kemunculan sedangkan urutan paling sedikit yaitu kekerasan verbal yang secara

hiperbola sebanyakk 149 kali kemunculannya.

Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Haryo Pambuko Jiwandono

dengan judul Analisis Resepsi Pemain Terhadap Serial Video Game Grand Theft

Auto. Hasil dari penelitian tersebut adalah pemaknaan terhadap konten kekerasan

4
dalam game Grand Theft Auto menunjukkan pemaknaan yang berbeda-beda baik

itu posisi mereka dalam memaknai kekerasan, respon saat mereka bermain

permainan, dan subjek didalam penelitian tersebut menyukai pesan kekerasan

dengan tingkatan yang berbeda-beda, tetapi semua subjeknya juga memaknai

game Grand Theft Auto hanyalah sebuah permainan yang tidak akan dibawa

kedalam keseharian.

Sebagai media yang sering digunakan oleh masyarakat, maka televisi

dapat mempengaruhi masyarakat dengan cukup kuat ketika menyampaikan

pesannya. Keberhasilan suatu program acara di dalam stasiun televisi dapat diukur

melalui seberapa besarnya ketertarikan penonton terhadap program acara tersebut.

Salah satunya juga adalah program acara televisi Master Chef Indonesia.

Master Chef Indonesia adalah program acara televisi reality competition

show yang ada di Indonesia. Program acara master chef ini ditayangkan dalam

stasiun televisi Rajawali Citra Televisi Indonesia (RCTI). Tidak hanya

menayangkan kompetisi memasak tetapi juga menayangkan sisi reality show,

kompetisi memasak yang diselingi dengan reality show ini membuat program

acara tersebut diminati banyak orang dan cukup menghibur.

Reality Show merupakan program acara yang menampilkan situasi

ataupun keadaan seperti adanya persaingan, konflik, atau hubungan yang

berdasarkan kepada realitas yang sebenarnya. Maka dari itu, menampilkan situasi

sebagaimana apa adanya. Kata lain program acara ini mencoba menampilkan

sesuatu ataupun keadaan yang nyata (riil) dengan menggunakan cara yang

sealamiah mungkin tanpa adanya rekayasa (Morissan, 2008:217). Tingkat realitas

5
yang diusung oleh Master Chef Indonesia ini adalah Competition Show. Master

Chef Indonesia memberikan hiburan dan memberikan banyak pengetahuan yang

bisa didapatkan oleh audiens yang menontonnya. Selain itu, di dalam Master Chef

Indonesia juga memberikan banyak pelajaran untuk para kontestan untuk tetap

berusaha dan menerima saran serta pengetahuan tentang memasak yang diberikan

oleh juri.

Banyak hal yang terjadi di Master Chef Indonesia, terdapat testimonial

yang menceritakan mengenai proses yang terjadi saat memasak serta terdapat

testimonial yang menggunakan perkataan bernada negatif yang memberikan kesan

dan perasaan kontestan dengan kontestan lainnya secara vulgar seperti rasa tidak

suka, menjatuhan kontestan lain, iri, dan lain sebagainya tanpa adanya sensor. Hal

ini membuat acara tersebut berbeda dengan acara ajang pencarian bakat yang lain,

dimana ajang pencarian bakat ini terkesan menonjolkan dari ambisi dari setiap

kontestan yang ditambah dengan juri (Kompasiana, 2013).

Kepribadian yang unik merupakan salah satu penilaian untuk bisa

menjadi kontestan, karena kepribadian yang unik dapat membuat Geleri master

Chef Indonesia ini lebih berwarna. Kepribadian yang kuat serta mampu

menghadapi tekanan dalam di setiap tantangan dan dapat bekerjasama dengan tim

juga diperlukan di dalam kompetisi ini. Kepribadian yang berbeda tersebut

ternyata dapat membuat adanya kekerasan verbal yang ditayangkan di dalam

Master Chef Indonesia. Kekerasan verbal tersebut dilakukan oleh juri maupun

kontestan itu sendiri. Kenyataan yang sekarang terjadi berbanding terbalik dengan

6
adanya peraturan Undang-undang Penyiaran yang tidak memperbolehkan unsur

kekerasan ditayangkan.

Lembaga penyiaran harus memperhatikan beberapa pertimbangan dalam

penyajian kekerasan, antara lain (Liliweri, 2011:966) Pertama, lembaga

penyiaran harus mencegah jangan sampai adanya tayangan tersebut

menimbulkan hilangnya kepekaan masyarakat terhadap kekerasan dan korban

kekerasan. Kedua, lembaga penyiaran harus mencegah agar masyarakat tidak

berlaku apatis terhadap gejala kekerasan yang ada. Ketiga, mencegah adanya

efek peniruan. Keempat, lebaga penyiaran harus mencegah serta memperhatikan

agar tidak timbul rasa ketakutan yang berlebihan pada penonton. Terakhir,

lembaga penyiaran harus mencegah agar penonton tidak menerima pemikiran

ataupun pemahaman bahwa kekerasan merupakan solusi yang tepat dan

dibolehkan.

Kekerasan verbal yang ada di dalam program acara televisi ini terjadi

saat kompetisi memasak berlangsung yang terjadi pada kontestan satu dan

kontestan lainnya serta saat penjurian antara satu kontestan dengan ketiga juri.

Kekerasan verbal tersebut terbukti dengan adanya ejekan, kata-kata yang kasar,

dan umpatan-umpatan yang tidak seharusnya diucapkan.

Sara Mills mengatakan bahwa membangun suatu model yang

menghubungkan antara teks dan penulis di satu sisi dengan teks dan pembaca di

sisi lain, mempunyai sejumlah kelebihan (Eriyanto, 2001:204). Hal yang perlu

diperhatikan bahwa model ini secara komprehensif akan melihat teks bukan

berhubungan dengan faktor produksi saja tetapi juga resepsi. Lalu, posisi pembaca

7
atau khalayak disini akan ditempatkan didalam posisi penting. Posisi pembaca

atau khalayak disini sangat penting didalam suatu teks media, karena pada

dasarnya resepsi pembaca atau khalayak akan mempengaruhi pembuatan suatu

teks media yang terkait.

Berdasarkan latar belakang ini, peneliti tertarik untuk mengkaji lebih

lanjut tentang pemaknaan ibu rumah tangga Pegawai Negeri Sipil perumahan

Grand Mandiri Land terhadap kekerasan verbal dalam tayangan reality

competition show Master Chef Indonesia. Penonton disini menginterpretasikan

teks media tersebut dengan cara menghubungkan dengan latar belakang mereka.

Riset ini menggunakan analisis resepsi, dengan menggunakan analisis ini

maka akan mengetahui apakah ibu rumah tangga Pegawai Negeri Sipil ini

termasuk kedalam kategori Dominan, Negoisasi ataupun Oposisi. Pemaknaan

setiap individu akan berbeda satu dengan lainnya, khalayak akan

menginterpretasikan teks media makna tersebut juga tidak begitu saja hadir tetapi

tergantung berdasarkan bagaimana latar belakang, pengalaman, pengetahuan,

penilaian, dan pengamatan yang individu tersebut dapatkan.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam

penelitian ini yaitu “Bagaimana posisi ibu rumah tangga Pegawai Negeri Sipil di

perumahan Grand Mandiri Land dalam memaknai pernyataan para juri dan

kontestan dalam tayangan Reality Competition Show Master Chef Indonesia di

RCTI?”.

8
1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini yaitu

untuk mengetahui dan memahami posisi ibu rumah tangga Pegawai Negeri Sipil

di perumahan Grand Mandiri Land dalam memaknai pernyataan para chef dan

kontestan dalam tayangan Reality Competition Show Master Chef Indonesia di

RCTI.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Akademis

Secara akademis penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai

bahan informasi yang bermanfaat dan gambaran kajian ilmu komunikasi

mengenai studi resepsi dalam penelitian-penelitian lainnya dimasa yang

akan datang.

1.4.2 Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sebuah informasi baru

dan pemahaman bagi masyarakat umum dan remaja terhadap kekerasan

verbal di dalam media massa.

Anda mungkin juga menyukai