Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Angka kematian bayi dan anak mencerminkan tingkat

pembangunan kesehatan dari suatu negara serta kualitas hidup dari

masyarakatnya (BPS, 2013). Angka Kematian Neonatal (AKN) dan Angka

Kematian Bayi (AKB) merupakan salah satu indikator keberhasilan

layanan kesehatan suatu negara. Tingginya angka kematian neonatal akan

berpengaruh pada 59% kematian bayi (Kemenkes, 2015).

Tujuan Milenium Development Goal’s (MDGs) adalah menekan

kematian bayi dari 90 kematian per 1000 kelahiran hidup di tahun 1990

menjadi 23 per 1000 kelahiran di tahun 2015. Saat ini angka kematian bayi

masih 32 kematian per 1000 kelahiran hidup (SDKI, 2012). Tujuan

Sustainable Development Goals (SDGs) di tahun 2030, yaitu penurunan

Angka Kematian Neonatal (AKN) 14 per 1000 kelahiran hidup dan Angka

Kematian Balita (AKBa) 25 per 1000 kelahiran hidup (Dirjen BGKIA,

2015). Salah satu upaya dalam proses penurunan angka kematian bayi

yaitu dengan program ASI eksklusif dan penyediaan konsultan ASI

eksklusif di puskesmas atau rumah sakit (Kemenkes RI, 2015).

ASI atau Air Susu Ibu adalah cairan biologis kompleks yang

mengandung semua zat gizi untuk pertumbuhan fisik bayi. ASI merupakan

makanan pertama yang baik untuk bayi usia 0–6 bulan (Hariani,Amareta

1
2

& Suryana,2016). Pemberian ASI secara eksklusif yaitu bayi hanya diberi

ASI saja, tanpa tambahan cairan lain seperti susu formula, jeruk, madu, air

teh, air putih dan juga tanpa tambahan makanan padat seperti pisang,

pepaya, bubur susu, biskuit, bubur nasi ataupun tim mulai lahir sampai

usia 6 bulan (Handayani dan Husna, 2016). ASI bisa menciptakan ikatan

yang kuat antara ibu dan bayi, membantu perkembangan gigi, mengurangi

resiko terjadinya alergi, melindungi dari penyakit diabetes tipe 1 dan

mengurangi resiko obesitas pada remaja dan dewasa (Tewabe, 2016 dalam

Nurcahyani, 2017).

Rendahnya pemberian ASI merupakan ancaman bagi tumbuh

kembang anak. Bayi yang tidak diberi ASI secara eksklusif dapat

berakibat buruk pada gizi dan kesehatan bayi (Zaenab, 2016). Bayi

mengalami defisiensi gizi khususnya vitamin A, vitamin D, kalsium,

yodium, zat besi, dan asam folat. Kekurangan vitamin A dan zat besi dapat

meningkatkan resiko morbiditas dan mortalitas bayi serta gangguan

perkembangan kognitif. Sedangkan defisiensi asam folat meningkatkan

resiko cacat pada syaraf (Kureishy et al, 2017 dalam Nurcahyani, 2017).

Kandungan antibodi dalam ASI mampu menginduksi sistem imun tubuh

sehingga anak yang diberi ASI eksklusif tidak mudah sakit dan

mengurangi morbiditas infeksi sistem pencernaan dan diare (Hartinah dan

Dewi, 2016 dalam Nurcahyani 2017).

Menurut WHO (2014) secara keseluruhan, kurang dari 40 persen

anak di bawah usia enam bulan diberi ASI Eksklusif. Hal tersebut belum
3

sesuai dengan target WHO yaitu meningkatkan pemberian ASI eksklusif

dalam 6 bulan pertama sampai paling sedikit 50%. Ini merupakan target ke

lima WHO di tahun 2025 (Suciastini, 2019).

Berdasarkan hasil Riset kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2018

pemberian ASI saja pada bayi umur 0-5 bulan di Indonesia semakin

menurun seiring meningkatnya umur bayi. Bayi umur 0 bulan pemberian

ASI saja sebesar 81%, umur 1 bulan sebesar 78,4%, umur 2 bulan sebesar

79,7%, umur 3 bulan sebesar 74,4%, umur 4 bulan sebesar 72,4%, dan

umur 5 bulan sebesar 62,2%, maka diperoleh kesimpulan proporsi

pemberian ASI saja pada bayi umur 0-5 bulan secara nasional sebesar

74,5%. Sedangkan menurut data dan informasi profil kesehatan Indonesia

persentase bayi mendapat ASI eksklusif menurut provinsi tahun 2018 rata-

rata sebesar 65,16%. Sementara persentase bayi mendapat ASI eksklusif di

Kalimantan Selatan adalah 55,31%. Hal ini berada dibawah rata-rata

provinsi tahun 2018 (Kemenkes RI, 2018).

Menurut data dari Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Selatan

berdasarkan indikator program perbaikan gizi masyarakat tahun 2018 bayi

usia kurang dari 6 bulan mendapat ASI eksklusif adalah 55,31%.

Persentase bayi usia kurang dari 6 bulan mendapat ASI eksklusif tertinggi

pada tahun 2018 berada di Kabupaten Hulu Sungai Utara yaitu sebesar

72,74% dan yang paling rendah berada di kota Banjarmasin yaitu sebesar

34,96% (Dinkes Provinsi Kalsel, 2018).


4

Sementara data yang diperoleh di Dinas Kesehatan Kota

Banjarmasin dari 26 Puskesmas yang ada di Kota Banjarmasin, Puskesmas

Gadang Hanyar adalah Puskesmas yang paling rendah pemberian ASI

eksklusif terhadap bayi kurang dari 6 bulan yaitu pada tahun 2016 sebesar

33,56%, tahun 2017 sebesar 35,26% dan tahun 2018 sebesar 25,32%. Hal

ini berada di bawah target Renstra berdasarkan indikator kinerja dan target

kegiatan perbaikan gizi tahun 2015-2019 yaitu pada tahun 2016 sebesar

42%, tahun 2017 sebesar 44% dan tahun 2018 sebesar 47%. (Dinkes Kota

Banjarmasin, 2018).

Berdasarkan data demografi, distribusi penduduk berdasarkan

tingkat pendidikan di wilayah kerja Puskesmas Gadang Hanyar tahun

2017 yang berpendidikan SD Kebawah sebanyak 8.648 orang dengan

persentase 42,67%, SMP sebanyak 6.621 dengan persentase 32,67%, SMA

sebanyak 4.323 dengan persentase 21,33%, Diploma sebanyak 405 dengan

persentase 2%, S1 sebanyak 271 dengan persentase 1,33% dan S2 keatas

sebanyak 0 dengan persentase 0% (Puskesmas Gadang Hanyar, 2017).

Banyak faktor yang berhubungan dengan pemberian ASI eksklusif

diantaranya adalah tingkat pendidikan ibu, pengetahuan ibu dan paritas

ibu. Pendidikan berfungsi mengembangkan kemampuan dan mutu hidup

manusia. Secara umum, pendidikan orang tua merupakan salah satu faktor

yang penting dalam tumbuh kembang anak, karena dengan pendidikan

yang baik, maka orang tua lebih memahami cara pengasuhan anak dalam

pemenuhan gizi anaknya. Pendidikan yang tinggi juga mempengaruhi


5

pengetahuan seseorang. Dan juga ibu yang memiliki banyak anak,

diharapkan agar tetap memberikan ASI eksklusif kepada anaknya. Karena

hal ini berkaitan dengan pengalaman ibu dalam pemberian ASI (Jannah,

2016).

Menurut penelitian Jannah (2016) terdapat hubungan pendidikan

dan pengetahuan ibu dengan pemberian ASI eksklusif pada Bayi Usia 6-12

Bulan di Kelurahan Gerem. Dari hasil tersebut terlihat bahwa ibu di

kelurahan Gerem dengan pendidikan tinggi cenderung memberikan ASI

eksklusif kepada bayinya dibandingkan dengan ibu berpendidikan rendah.

Ibu dengan tingkat pendidikan yang tinggi akan lebih mudah menerima

informasi baru khususnya tentang ASI eksklusif sehingga ibu tersebut

dapat memiliki pengetahuan dan perhatian yang baik terhadap kebutuhan

gizi anak yang kemudian dengan bekal informasi dan pengetahuan tersebut

akhirnya mampu mempengaruhi perilaku seorang ibu untuk lebih memilih

memberikan ASI eksklusif kepada bayinya. Hal ini sejalan dengan

penelitian Hartini (2014) didapatkan ada hubungan yang signifikan antara

tingkat pendidikan ibu dengan keberhasilan ASI eksklusif pada bayi usia

6-12 bulan di Puskesmas Kasihan II Yogyakarta. Tingkat pendidikan yang

rendah akan sulit menerima arahan dalam pemberian ASI eksklusif.

Sedangkan tingkat pendidikan yang baik akan lebih mudah dalam

menyerap informasi terutama tentang pemenuhan kebutuhan nutrisi anak

sehingga akan menjamin kecukupan gizi anak.


6

Paritas ibu juga dapat mempengaruhi pemberian ASI eksklusif

pada bayi. Ibu yang melahirkan lebih dari satu kali produksi ASI-nya jauh

lebih tinggi dibandingkan ibu yang melahirkan pertama kali. Jumlah

persalinan yang pernah dialami ibu juga memberikan pengalaman dalam

memberikan ASI kepada bayi (Fitriyani dan Aisyah, 2016).

Berdasarkan penelitian Jannah (2016) terdapat hubungan antara

paritas ibu dengan pemberian ASI eksklusif. Hal ini dikarenakan paritas

seorang ibu sangat berpengaruh pada kesehatan dan pengalaman ibu dalam

memberikan ASI eksklusif pada bayinya. Ibu yang memiliki pengalaman

yang baik dalam menyusui pada anak pertama maka akan menyusui secara

benar pada anak selanjutnya. Namun jika pada anak pertama ibu tidak

memberikan ASI eksklusif dan ternyata anaknya tetap sehat, maka untuk

anak selanjutnya ibu merasa bahwa anak tidak harus diberi ASI eksklusif

(Manuaba, 1998 dalam Jannah, 2016).

Faktor lain yang tidak kalah pentingnya dalam pemberian ASI

eksklusif berdasarkan penelitian Fikawati dan Syafiq (2009) adalah

Inisiasi Menyusu Dini (IMD). IMD atau kemampuan untuk melakukan

penyusuan segera (immediate breastfeeding) merupakan salah satu faktor

keberhasilan ASI eksklusif. Bila ibu difasilitasi oleh penolong persalinan

untuk IMD, diharapkan interaksi ibu dan bayi ini akan segera terjadi.

Dengan IMD, ibu semakin percaya diri untuk tetap memberikan ASI-nya

dan bayi bisa nyaman menempel pada payudara ibu atau tenang dalam

pelukan ibu segera setelah lahir.


7

Berdasarkan hasil penelitian Nurcahyani (2017) didapatkan bahwa

Ada hubungan antara Inisiasi Menyusu Dini dengan Keberhasilan ASI

eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Godean II dengan tingkat keeratan

hubungan sedang. Inisiasi menyusu dini akan meningkatkan keberhasilan

pemberian ASI eksklusif 6 bulan karena kontak dini ibu dan bayi akan

meningkatkan lama menyusui dibandingkan dengan kontak yang lambat.

(Saputra dan Lasmini, 2015).

Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian mengenai Hubungan Pengetahuan, Tingkat

Pendidikan, Paritas Ibu dan Inisiasi Menyusu Dini Dengan Pemberian ASI

Eksklusif Pada Bayi 6-11 Bulan (Studi di Wilayah Kerja Puskesmas

Gadang Hanyar Kota Banjarmasin).

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas didapat rumusan masalah yaitu

apakah ada hubungan pengetahuan, tingkat pendidikan, paritas ibu dan

inisiasi menyusu dini dengan pemberian ASI eksklusif pada bayi 6-11

bulan studi di wilayah kerja Puskesmas Gadang Hanyar Kota

Banjarmasin?
8

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan,

tingkat pendidikan, paritas ibu dan inisiasi menyusu dini dengan

pemberian ASI eksklusif pada bayi 6-11 bulan studi di wilayah kerja

Puskesmas Gadang Hanyar Kota Banjarmasin.

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi karakteristik responden (umur ibu, umur anak,

pekerjaan ibu)

b. Mengidentifikasi pemberian ASI eksklusif pada bayi 6-11 bulan.

c. Mengidentifikasi pengetahuan ibu yang memberikan ASI eksklusif

pada bayi 6-11 bulan.

d. Mengidentifikasi tingkat pendidikan ibu yang memberikan ASI

eksklusif pada bayi 6-11 bulan.

e. Mengidentifikasi paritas ibu yang memberikan ASI eksklusif pada

bayi 6-11 bulan.

f. Mengidentifikasi inisiasi menyusu dini pada bayi 6-11 bulan.

g. Menganalisis hubungan pengetahuan ibu dengan pemberian ASI

eksklusif pada bayi 6-11 bulan.

h. Menganalisis hubungan tingkat pendidikan ibu dengan pemberian

ASI eksklusif pada bayi 6-11 bulan.

i. Menganalisis hubungan paritas ibu dengan pemberian ASI

eksklusif pada bayi 6-11 bulan.


9

j. Menganalisis hubungan inisiasi menyusu dini dengan pemberian

ASI eksklusif pada bayi 6-11 bulan.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Bagi Ibu Menyusui

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan

wawasan kepada para ibu agar termotivasi untuk memberikan ASI

eksklusif pada bayi agar kebutuhan ASI nya terpenuhi minimal sampai

usia 6 bulan dan ibu bayi memahami secara tepat tentang pemberian

ASI eksklusif pada bayi 6-11 bulan.

2. Manfaat Bagi Puskesmas Gadang Hanyar

Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan masukan dan dorongan

untuk selalu memberikan pelayanan yang berkualitas khususnya dalam

pencapaian target pemberian ASI eksklusif.

3. Manfaat Bagi Peneliti Selanjutnya

Sebagai bahan informasi bagi peneliti lain untuk meneliti variabel

yang mempengaruhi pemberian ASI eksklusif.


10

E. Keaslian Penelitian

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian


No Nama Judul Variabel Metode/Desain
Peneliti Penelitian
1 Ana Faktor-Faktor yang Variabel Bebas : Metode :
Mahillatul Berhubungan Paritas ibu, Kuantitatif
Jannah dengan Perilaku tingkat
(2016) Pemberian ASI pendidikan ibu, Desain
Eksklusif pada Bayi pengetahuan ibu, Penelitian :
Usia 6-12 Bulan di tempat persalinan, cross-sectional
Kelurahan Gerem penolong
Wilayah Kerja persalinan,
Puskesmas Grogol dukungan petugas
Kota Cilegon kesehatan,
dukungan
keluarga, umur
ibu dan pekerjaan
ibu.

Variable Terikat :
ASI Eksklusif
2 Annisa Hubungan Inisiasi Variabel Bebas : Metode :
Septy Menyusu Dini Inisiasi Menyusu Deskriptif
Nurcahyani dengan Keberhasilan Dini Analitik
(2017) ASI Eksklusif di
Wilayah Kerja Variable Terikat : Desain
Puskesmas Godean ASI Eksklusif Penelitian :
II cross-sectional

Anda mungkin juga menyukai