Anda di halaman 1dari 40

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Bayi

Bayi baru lahir normal adalah bayi yang lahir dengan umur

kehamilan 37 minggu sampai 42 minggu dengan berat lahir 2.500 gram

sampai 4000 gram, cukup bulan, langsung menangis dan tidak ada cacat

bawaan, serta ditandai dengan pertumbuhan dan perkembangan yang

cepat. Bayi merupakan makhluk yang sangat peka dan halus, bayi yang

akan terus tumbuh dan berkembang dengan sehat, sangat bergantung pada

proses kelahiran dan perawatannya. Tidak hanya cara perawatannya,

namun pola pemberian makan juga sangat mempengaruhi perkembangan

dan pertumbuhan bayi (Depkes RI, 2009). Bayi (Usia 0-11 bulan)

merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang pesat yang

mencapai puncaknya pada usia 24 bulan, sehingga kerap diistilahkan

sebagai periode emas sekaligus periode kritis (Goi, 2010).

B. ASI (Air Susu Ibu)

1. Pengertian ASI (Air Susu Ibu)

Air Susu Ibu (ASI) adalah makanan yang sempurna bagi bayi

yang mengandung segala zat gizi yang diperlukan untuk tumbuh dan

berkembang selama 6 bulan pertama (Arini, 2012). ASI merupakan

makanan alamiah atau susu terbaik bernutrisi dan berenergi tinggi

11
12

yang mudah dicerna dan mengandung komposisi nutrisi yang

seimbang dan sempurna untuk tumbuh kembang bayi (Wiji, 2013).

ASI adalah suatu emulsi lemak dalam larutan protein, laktose dan

garam-garam anorganik yang disekresi oleh kelenjar mammae ibu,

berguna bagi makanan bayi. ASI merupakan cairan putih yang

dihasilkan oleh kelenjar payudara ibu melalui proses menyusui

(Khamzah, 2012). Air susu ibu merupakan makanan yang telah

disiapkan untuk calon bayi saat ia pada masa kehamilan. Pada masa

kehamilan ibu, hormon tertentu merangsang payudara untuk

memperbanyak saluran-saluran air susu dan kelenjer-kelenjer air susu

(Khasanah, 2011).

Air susu ibu merupakan makanan yang paling cocok bagi bayi

serta mempunyai nilai yang paling tinggi dibandingkan dengan

makanan bayi yang dibuat manusia ataupun susu hewan seperti sapi,

susu kerbau dan lain-lainnya. Air susu ibu sangat menguntungkan

ditinjau dari berbagai segi, baik segi gizi, kesehatan, ekonomi maupun

sosio-psikologis. Hal ini banyak terlihat di berbagai negara atau

wilayah dimana higiene lingkungan belum memadai disamping

makanan bayi pengganti air susu ibu tidak tersedia ataupun harganya

sangat mahal dan tidak terjangkau oleh daya beli penduduk pada

umumnya (Suhardjo, 1992 dalam Ida, 2012). Air susu ibu merupakan

makanan terbaik ciptaan Tuhan yang diperuntukkan bagi bayi yang

baru dilahirkan. Makanan-makanan tiruan bagi bayi yang diramu


13

menggunakan teknologi masa kini, ternyata tidak mampu menandingi

keunggulan ASI. Sebab ASI, mempunyai nilai gizi paling tinggi

dibandingkan dengan makanan bayi yang dibuat oleh manusia ataupun

susu yang berasal dari hewan, seperti susu sapi, kerbau, atau kambing

(Khasanah, 2011).

2. Pengertian ASI Eksklusif

Air susu ibu adalah makanan terbaik dan alamiah untuk bayi.

Nilai gizi yang terkandung dalam ASI sangat tinggi sehingga ia tidak

memerlukan tambahan komposisi apa pun dari luar. Secara alamiah,

Tuhan memang telah menciptakan ASI sedemikian rupa sehingga

sangat cocok untuk dijadikan makanan yang mudah dicerna olehnya

dengan cara diserap melalui puting ibunya. Terkadang, masih banyak

mitos dikalangan ibu-ibu, sebagian dari mereka tidak memberikan ASI

secara penuh karena alasan payudara tidak mengeluarkan ASI atau ASI

yang dihasilkan sedikit. Sebenarnya, mitos tersebut tidaklah benar.

Dari hasil penelitian, diperkirakan 8 dari 10 ibu yang melahirkan

mampu menghasilkan air susu dalam jumlah yang cukup untuk

keperluan bayinya secara penuh tanpa makanan tambahan selama 6

bulan pertama. Bahkan, sekalipun ia yang gizi nya kurang baik, sering

dapat menghasilkan ASI cukup tanpa makanan tambahan (Khasanah,

2011).
14

Pedoman internasional menganjurkan pemberian ASI secara

eksklusif selama 6 bulan pertama. Hal tersebut didasarkan pada bukti

ilmiah tentang manfaat ASI bagi daya tahan hidup bayi, pertumbuhan

dan perkembangannya. ASI memberikan semua energy dan gizi

(nutrisi) yang dibutuhkan oleh bayi selama 6 bulan pertama setelah

kelahirannya. Yang dimaksud dengan pemberian ASI Eksklusif adalah

pemberian ASI tanpa tambahan cairan seperti susu formula, jeruk,

madu, air teh, air putih dan tanpa tambahan makanan padat seperti

pisang, pepaya, bubur susu, biskuit, bubur nasi dan tim (Roesli, 2009).

ASI Eksklusif (menurut WHO) adalah pemberian ASI saja pada bayi

sampai usia 6 bulan tanpa tambahan cairan ataupun makanan lain. ASI

dapat diberikan sampai bayi berusia 2 tahun (Kristiyansari, 2009).

Pemberian ASI Eksklusif adalah bayi hanya diberi ASI saja

selama 6 bulan tanpa makanan tambahan baik berupa cairan seperti

susu formula, madu, air teh, dan air putih, maupun berupa makanan

padat seperti pisang, nasi yang dilembutkan, bubur nasi, tim, biscuit,

dan lain sebagainya (Suryoprajogo, 2009). Pemberian ASI eksklusif

dapat diberikan secara langsung maupun tidak langsung. Pemberian

ASI secara langsung yaitu dengan cara menyusui, sedangkan

pemberian ASI tidak langsung dilakukan dengan cara memerah atau

memompa ASI, menyimpannya, untuk kemudian diberikan kepada

bayi (Suryoprajogo, 2009).


15

Pengaturan mengenai pemberian ASI eksklusif juga diatur

dalam Pasal 128 UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (UU

Kesehatan) yang berbunyi :

(1) Setiap bayi berhak mendapatkan air susu ibu eksklusif sejak

dilahirkan selama 6 (enam) bulan, kecuali atas indikasi medis.

(2) Selama pemberian air susu ibu, pihak keluarga, pemerintah,

pemerintah daerah, dan masyarakat harus mendukung ibu bayi

secara penuh dengan penyediaan waktu dan fasilitas khusus.

(3) Penyediaan fasilitas khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

diadakan di tempat kerja dan tempat sarana umum.

3. Jenis ASI

ASI yang dihasilkan oleh ibu memiliki jenis dan kandungan yang

berbeda-beda, terdapat 3 jenis ASI yang diproduksi oleh ibu, yaitu :

a. Kolostrum

Kolostrum adalah cairan pertama ASI yang keluar

berwarna kekuning-kuningan yang diproduksi pada hari pertama

hingga keempat dengan kandungan protein dan zat anti infeksi

yang tinggi serta berfungsi sebagai pemenuhan gizi dan proteksi

bayi baru lahir (Astutik, 2014). Jumlah kolostrum yang dikeluarkan

sangat bervariasi berkisar 10-100 ml/hari dengan rata-rata sekitar

30 ml atau sekitar 3 sendok makan.

b. Transitional milk (ASI masa transisi / peralihan)


16

ASI masa transisi merupakan cairan ASI yang keluar

setelah kolostrum, yakni kira-kira pada hari ke empat sampai

sepuluh. Pada fase ini, protein akan menurun , namun karbohidrat

dan lemak akan meningkat jumlahnya. Semakin berjalannya

waktu, maka volume ASI pun semakin meningkat (Dewi dan

Sunarsih, 2011)

c. Mature milk (ASI matang)

ASI mature merupakan cairan ASI yang berwarna putih

kekuningan dikarenakan mengandung Ca-caseinat, riboflavin dan

karoten dan disekresikan mulai hari ke sepuluh hingga seterusnya.

Kandungan dalam ASI matur relatif konstan dan semakin

menyesuaikan dengan kondisi bayi, dimana semakin tinggi akan

laktosa , lemak dan nutrisi sehingga membuat bayi menjadi lebih

cepat kenyang. Faktor-faktor antimikroba juga teradapat

didalamnya misalnya sel-sel limfosit, protein, komplemen, enzim-

enzim dan lain-lain (Dewi dan Sunarsih 2011).

ASI mature memiliki dua tipe yaitu foremilk dan hindmilk.

Foremilk diproduksi pada awal menyusui dengan kandungan tinggi

protein, laktosa dan nutrisi lainnya namun rendah lemak, serta

komposisi lebih encer. Sedangkan hindmilk diproduksi menjelang

akhir menyusui dengan kandungan tinggi lemak (Astutik, 2014).

4. Kandungan ASI
17

ASI merupakan makanan paling ideal dan seimbang bagi bayi,

menurut Astutik (2014), zat gizi yang terkandung dalam ASI adalah:

a. Nutrien

1) Lemak

Lemak merupakan sumber kalori utama dalam ASI

yang mudah diserap oleh bayi. Asam lemak essensial dalam

ASI akan membentuk asam lemak tidak jenuh rantai panjang

decosahexaenoic acid (DHA) dan arachidoic acid (AA) yang

berfungsi untuk pertumbuhan otak anak.

2) Karbohidrat

Laktosa merupakan karbohidrat utama dalam ASI yang

bermanfaat untuk meningkatkan absorbs kalsium dan

merangsang pertumbuhan lactobacillus bifidus.

3) Protein

Protein dalam ASI yaitu whey, kasein, sistin, dan

taurin. Sistin dan taurin merupakan asam amino yang tidak

dapat ditemukan pada susu sapi. Sistin diperlukan untuk

pertumbuhan somatic dan taurin untuk pertumbuhan anak

4) Garam dan Mineral

Kandungan garam dan mineral pada ASI relatif rendah

karena ginjal bayi belum dapat mengonsentrasikan air kemih


18

dengan baik. Kandungan garam dan mineral pada ASI adalah

kalsium, kalium, natrium, tembaga, zat besi, dan mangan.

5) Vitamin

Vitamin pada ASI diantaranya vitamin D, E, dan K.

b. Zat Protektif

1) Lactobasillus bifidus

Lactobasillus bifidus berfungsi mengubah laktosa

menjadi asam laktat dan asam asetat yang menyebabkan

saluran pencernaan menjadi lebih asam untuk menghambat

pertumbuhan mikroorganisme

2) Laktoferin

Laktoferin berikatan dengan zat besi untuk

menghambat pertumbuhan kuman tertentu seperti E. coli dan

menghambat pertumbuhan jamur kandida.

3) Lisozim

Lisozim merupakan faktor protektif terhadap serangan

bakteri pathogen serta penyakit diare.

4) Komplemen C3 danC4

Komplemen C3 dan C4 berfungsi sebagai daya

opsonik, anafilaktoksik, dan kemotaktik.

5) Faktor antistreptokokus

Antistreptokokus melindungi bayi terhadap infeksi

kuman steptokokus.
19

6) Antibodi

Antibodi dalam ASI dapat bertahan di dalam saluran

pencernaan bayi dan membuat lapisan pada mukosanya

sehingga mencegah bakteri pathogen atau enterovirus masuk

kedalam mukosa usus

7) Imunitas Seluler

Imunitas seluler berfungsi membunuh dan

memfagositosis mikroorganisme, membentuk C3, C4, lisozim,

serta laktoferin.

8) Tidak Menimbulkan Alergi

Sistem Ig E pada bayi belum sempurna, sehingga bayi

yang diberikan susu formula akan merangsang aktivasi system

Ig E dan menimbulkan alergi.

5. Manfaat ASI

ASI merupakan makanan yang sempurna bagi bayi yang

memiliki berbagai manfaat, baik bagi bayi, ibu, keluarga dan negara.

Manfaat ASI menurut Maryunani (2012) dan Astutik (2014) adalah :

a. Manfaat ASI bagi bayi

1) Kesehatan

ASI merupakan cairan yang mampu diserap dan

digunakan tubuh dengan cepat. Komposisi gizi pada ASI yang

lengkap bermanfaat memenuhi kebutuhan bayi, sehingga anak


20

terhindar dari malnutrisi. Kandungan antibodi pada ASI

mampu memberikan imunitas bayi sehingga mampu mencegah

terjadinya kanker limfomaligna dan bayi lebih sehat dan lebih

kuat dibandingkan dengan bayi yang tidak mendapat ASI.

2) Kecerdasan

ASI mengandung DHA terbaik, selain laktosa untuk

proses mielinisasi otak. Mielinisasi otak merupakan proses

pematangan otak agar berfungsi optimal. Pemberian ASI secara

langsung merangsang terbentuknya networking antar jaringan

otak sehingga terjalin sempurna. Penelitian Novita dkk (2008)

menyebutkan bahwa anak yang mendapat ASI eksklusif

mempunyai IQ lebih tinggi dibandingkan dengan anak ASI

noneksklusif. Perbedaan selisih rata-rata IQ antara kedua

kelompok sebesar 13,9 point.

3) Emosi

ASI merupakan wujud curahan kasih sayang ibu pada

bayi. Pemberian ASI dengan mendekap bayi dapat merangsang

kecerdasan emosional. Doa dan harapan yang didengungkan

selama proses menyusui dapat mengasah kecerdasan spiritual

bayi

b. Manfaat ASI bagi ibu

1) Mencegah perdarahan pasca persalinan

2) Mempercepat involusi uteri


21

3) Mengurangi resiko anemia

4) Mengurangi resiko kanker ovarium dan payudara

5) Memperkuat ikatan ibu dan bayi

6) Mempercepat kembali ke berat badan semula

7) Metode kontrasepsi sementara

c. Manfaat ASI bagi keluarga

1) Praktis

ASI selalu tersedia dimanapun ibu berada dan selalu

dalam kondisi steril, sedangkan pemberian susu formula harus

mencuci dan mensterilkan botol sebelum digunakan.

2) Menghemat biaya

ASI diproduksi ibu setiap hari sehingga tidak perlu

biaya seperti membelikan susu formula. Pemberian ASI dapat

menyehatkan bayi sehingga menghemat pengeluaran keluarga

untuk berobat.

d. Manfaat ASI bagi negara

1) Menurunkan angka kesakitan dan kematian anak

2) Mengurangi subsidi untuk rumah sakit

3) Mengurangi devisa pembelian susu formula

4) Meningkatkan kualitas generasi penerus bangsa

C. Faktor yang Mempengaruhi Pemberian ASI Eksklusif


22

Pemberian ASI eksklusif merupakan suatu perilaku kesehatan yang

dilakukan oleh seorang ibu, dimana terdapat faktor – faktor yang dapat

mempengaruhinya. Menurut Lawrence Green (1980) dalam Notoadmodjo

(2003), terdapat tiga faktor yang mempengaruhi manusia dalam

melakukan suatu perilaku diantaranya yaitu :

1. Faktor predisposisi (predisposing factor)

Faktor ini merupakan faktor yang dapat mendasari atau

memotivasi seseorang untuk melakukan suatu perilaku. Faktor

predisposisi ini meliputi pengetahuan, sikap, keyakinan dan nilai.

Pengetahuan tidak selalu mutlak dapat memberikan perubahan

perilaku, namun hubungan positif diantara keduanya sudah terbukti

dalam beberapa penelitian. Tidak hanya itu saja, umur, tingkat

pendidikan dan keterpaparan informasi termasuk dalam faktor

predisposisi (Abdulah, 2012). Misalnya, seorang ibu memiliki

pengetahuan tentang pentingnya pemberian ASI eksklusif pada bayi,

maka besar kemungkinan ia akan tergerak untuk memberikan ASI

eksklusif untuk bayinya. Terlebih lagi Haryani (2014), menambahkan

bahwa faktor pekerjaan, paritas, nilai sosial budaya, persepsi dan

kebiasaan termasuk dalam faktor predisposisi.

Berikut adalah faktor-faktor predisposisi yaitu:

a. Umur Ibu

Umur yaitu usia individu yang terhitung mulai saat dilahirkan

sampai saat berulang tahun. Semakin cukup umur maka tingkat


23

kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berpikir

dan bekerja (Nursalam, 2001 dalam Ramla, 2012). Umur ibu sangat

menentukan kesehatan maternal dan berkaitan dengan kondisi

kehamilan, persalinan dan nifas serta cara mengasuh dan menyusui

bayinya. Ibu yang berumur kurang dari 20 tahun masih belum matang

dan belum siap dalam hal jasmani dan sosial dalam menghadapi

kehamilan, persalinan serta dalam membina bayi yang dilahirkan

(Depkes RI, 2004 dalam Ramla, 2012).

Dalam kurun waktu reproduksi sehat dikenal bahwa usia aman

untuk kehamilan, persalinan dan menyusui yang sesuai dengan masa

reproduksi sangat baik dan sangat mendukung dalam pemberian ASI

Eksklusif adalah 20-35 tahun. Sedangkan umur kurang dari 20 tahun

dianggap masih belum matang secara fisik, mental, dan psikologi

dalam menghadapi kehamilan, persalinan serta pemberian ASI. Umur

lebih dari 35 tahun dianggap berbahaya, sebab baik alat reproduksi

maupun fisik ibu sudah jauh berkurang dan menurun, selain itu bisa

terjadi resiko bawaan pada bayinya dan juga dapat mengakibatkan

kesulitan pada kehamilan, persalinan dan nifas. (Jannah, 2016).

b. Pendidikan Ibu

Pendidikan merupakan usaha terencana untuk mewujudkan

proses belajar dan pembelajaran agar peserta didik aktif dalam

mengembangkan kemampuan dirinya untuk mendapatkan spiritual

keagamaan, kepribadian, akhlak yang baik, pengendalian diri, dan


24

keterampilan yang berguna bagi dirinya maupun orang lain.(Suardi,

2012). Tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap pengetahuan,

khususnya dalam pembentukan perilaku, semakin tinggi tingkat

pendidikan seseorang maka semakin tinggi tingkat penasaran

seseorang tentang sesuatu hal dan semakin matang pertimbangan

seseorang untuk mengambil sebuah keputusan (Notoatmodjo, 2003

dalam Ida, 2012).

Pendidikan seorang ibu yang rendah memungkinkan ia

terlambat dalam mengadopsi pengetahuan baru, khususnya tentang

hal-hal yang berhubungan dengan pola pemberian ASI. Menurut

Koencoroningrat yang dikutip oleh Nursalam Pariani (2008) bahwa

pendidikan seseorang berpengaruh pada pengetahuan, dimana semakin

tinggi tingkat pendidikan semakin tinggi pula pengetahuan yang

dimiliki. Sebaliknya pendidikan yang rendah akan menghambat

perkembangan sikap dan perilaku seseorang terhadap nilai baru yang

diperkenalkan sehingga pengetahuan juga kurang (Nasihah, 2015).

c. Pekerjaan Ibu

Menurut Notoatmodjo (2010), mengatakan pekerjaan adalah

aktivitas atau kegiatan yang dilakukan oleh responden sehingga

memperoleh penghasilan untuk menunjang kehidupannya dan

keluarganya. Pekerjaan ibu diperkirakan dapat mempengaruhi

pengetahuan dan kesempatan ibu dalam memberikan ASI eksklusif.

Pengetahuan responden yang bekerja lebih baik bila dibandingkan


25

dengan pengetahuan responden yang tidak bekerja. Semua ini

disebabkan karena ibu yang bekerja diluar rumah (sector formal)

memiliki akses yang lebih baik terhadap berbagai informasi tentang

pemberian ASI eksklusif (Depkes RI, 1999).

Seorang ibu yang bekerja akan mempunyai tambahan

pendapatan sehingga dapat memenuhi kebutuhan keluarganya. Apabila

ia tidak bekerja maka tidak dapat memenuhi kebutuhan pokok

keluarganya, bekerja untuk perempuan seringkali bukan pilihan akan

tetapi karena pendapatan suami tidak cukup untuk memenuhi

kebutuhan rumah tangganya (Novaria, 2000). Menurut (Utami Roesli,

2005), bekerja bukan alasan untuk menghentikan pemberian ASI

secara eksklusif selama paling sedikit 4 bulan dan bila mungkin

sampai 6 bulan, meskipun cuti hamil hanya 3 bulan. Dengan

pengetahuan yang benar tentang menyusui, adanya perlengkapan

memerah ASI, dan dukungan lingkungan kerja, seorang ibu yang

bekerja dapat tetap memberikan ASI secara eksklusif.

d. Paritas

Menurut Neil, WR yang dikutip oleh Ramadani (2009), jumlah

persalinan yang pernah dialami memberikan pengalaman pada ibu

dalam memberikan ASI kepada bayi. Pada ibu dengan paritas 1-2 anak

sering menemui masalah dalam memberikan ASI kepada bayinya.

Masalah yang paling sering muncul putting susu yang lecet akibat

kurangnya pengalaman yang dimiliki atau belum siap menyusui secara


26

fisiologis. Menurut Soetjiningsih (1997), kenaikan jumlah paritas

menyebabkan ada sedikit perubahan produksi ASI yaitu pada anak

pertama: jumlah ASI ± 580 ml/24 jam, anak kedua: jumlah ASI ± 654

ml/24 jam, anak ketiga: jumlah ASI ± 602 ml/24 jam, kemudian anak

kelima: jumlah ASI ± 506 ml/24 jam. Dari penjelasan tersebut dapat

disimpulkan bahwa semakin banyak jumlah paritas, maka produksi

ASI semakin menurun.

e. Pengetahuan Ibu tentang ASI Eksklusif

1) Pengertian Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil tahu dari manusia, yang sekedar

menjawab pertanyaan “what”, misalnya apa air, apa manusia, apa

alam, dan sebagainya (Notoatmodjo, 2013). Pengetahuan ibu

merupakan hal yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan

seseorang, karena tindakan yang didasari oleh pengetahuan akan

lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh

pengetahuan (Notoatmodjo, 2003 dalam Ida, 2012).

2) Kategori Pengetahuan

Menurut Arikunto (2006), pengetahuan dibagi dalam 3

kategori, yaitu:

a. Baik: Bila subyek mampu menjawab dengan benar 76% -

100% dari seluruh petanyaan

b. Cukup : Bila subyek mampu menjawab dengan benar 56% -

75% dari seluruh pertanyaan


27

c. Kurang: Bila subyek mampu menjawab dengan benar 40% -

55% dari seluruh pertanyaan

3) Tingkat Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2003) pengetahuan yang tercakup

dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan, yaitu:

a. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang

telah dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan

tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang

spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan

yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat

pengatahuan yang paling rendah

b. Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk

menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan

dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang

telah faham terhadap objek atau materi harus dapat

menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan,

meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.

c. Aplikasi (Aplication)

Aplikasi dapat diartikan sebagai kemampuan untuk

menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau

kondisi real (sebenarnya).


28

d. Analisis

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan

materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi

masih didalam satu struktur organisasi, dan masih ada

kaitannya satu sama lain.

e. Sintesis

Menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan

atau menyambungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk

keseluruhan yang baru, dengan kata lain sintesis adalah

kemampuan untuk menyusun suatu formulasi baru dari

formulasi-formulasi yang ada.

f. Evaluasi

Berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan

justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.

4) Faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan

Menurut berbagai sumber dari berbagai literatur yang

berhubungan, berikut adalah beberapa faktor yang dapat

mempengaruhi pengetahuan seseorang tentang sesuatu hal :

a. Umur

Usia adalah umur yang terhitung mulai saat dilahirkan

sampai saat ia akan berulang tahun. Semakin cukup umur,


29

tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang

dalam berpikir dan bekerja. Dari segi kepercayaan masyarakat

yang lebih dewasa akan lebih dipercaya dari pada orang yang

belum cukup tinggi tingkat kedewasaannya. Hal ini sebagai

akibat dari pengalaman dan kematangan jiwanya.

b. Pendidikan

Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan oleh

seseorang terhadap perkembangan orang lain menuju ke arah

suatu cita-cita tertentu. Makin tinggi tingkat pendidikan

seseorang maka makin mudah dalam menerima informasi,

sehingga semakin banyak pula pengetahuan yang dimiliki.

Sebaliknya pendidikan yang kurang akan menghambat

perkembangan sikap seseorang terhadap nilai-nilai yang baru

dikenal.

c. Lingkungan

Lingkungan adalah seluruh kondisi yang ada di sekitar

manusia dan pengaruhnya yang dapat mempengaruhi

perkembangan dan perilaku orang atau kelompok. Lingkungan

adalah input kedalam diri seseorang sehingga sistem adaptif

yang melibatkan baik faktor internal maupun faktor eksternal.

Seseorang yang hidup dalam lingkungan yang berpikiran luas

maka pengetahuannya akan lebih baik daripada orang yang

hidup di lingkungan yang berpikiran sempit.


30

d. Pekerjaan

Pekerjaan adalah serangkaian tugas atau kegiatan yang

harus dilaksanakan atau diselesaikan oleh seseorang sesuai

dengan jabatan atau profesi masing-masing. Status pekerjaan

yang rendah sering mempengaruhi tingkat pengetahuan

seseorang.

Pekerjaan biasanya sebagai simbol status sosial di

masyarakat. Masyarakat akan memandang seseorang dengan

penuh penghormatan apabila pekerjaannya sudah pegawai

negeri atau pejabat di pemerintahan.

e. Sosial Ekonomi

Variabel ini sering dilihat angka kesakitan dan kematian,

variabel ini menggambarkan tingkat kehidupan seseorang yang

ditentukan unsur seperti pendidikan, pekerjaan, penghasilan

dan banyak contoh serta ditentukan pula oleh tempat tinggal

karena hal ini dapat mempengaruhi berbagai aspek kehidupan

termasuk pemeliharaan kesehatan.

f. Informasi yang diperoleh

Informasi dapat diperoleh di rumah, di sekolah, lembaga

organisasi, media cetak dan tempat pelayanan kesehatan. Ilmu

pengetahuan dan teknologi membutuhkan informasi sekaligus


31

menghasilkan informasi. Jika pengetahuan berkembang sangat

cepat maka informasi berkembang sangat cepat pula. Adanya

ledakan pengetahuan sebagai akibat perkembangan dalam

bidang ilmu dan pengetahuan, maka semakin banyak

pengetahuan baru bermunculan. Pemberian informasi seperti

cara-cara pencapaian hidup sehat akan meningkatkan

pengetahuan masyarakat yang dapat menambah kesadaran

untuk berperilaku sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki.

g. Pengalaman

Merupakan sumber pengetahuan atau suatu cara untuk

memperoleh kebenaran dan pengetahuan. Hal ini dilakukan

dengan cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh

dalam memecahkan masalah yang dihadapi di masa lalu. Orang

yang memiliki pengalaman akan mempunyai pengetahuan yang

baik bila dibandingkan dengan orang yang tidak memiliki

pengalaman dalam segi apapun (Mubarok, 2007).

f. Sikap Ibu terhadap ASI Eksklusif

Menurut Notoatmodjo (1993) yang dikutip oleh Ida (2012),

sikap adalah reaksi atau respon seseorang terhadap stimulus atau

objek. Penelitian Hariyani (2008) yang dikutip oleh Ramadani (2009)

menyebutkan ada hubungan bermakna antara sikap ibu terhadap

praktek pemberian ASI eksklusif.


32

2. Faktor pemungkin ( enabling factor)

Faktor ini meliputi keterampilan dan ketersediaan sarana dan

prasarana yang diperlukan untuk menunjang terjadinya suatu perilaku

kesehatan. Keterampilan yang dimaksud yakni misalnya keterampilan

tenaga kesehatan, sedangkan untuk sarana dan prasarana misalnya

fasilitas pelayanan kesehatan, keterjangkauan biaya dan jarak untuk 14

mengakses fasilitas pelayanan kesehatan tersebut, jam operasional

pelayanan kesehatan, ketersediaan fasilitas menyususi di tempat

bekerja, lama meninggalkan bayi dan lain-lain (Abdulah, 2012).

Berikut faktor pemungkin (enabling factor) yang mempengaruhi

pemberian ASI eksklusif yaitu :

a. Pendapatan Keluarga

Pendapatan keluarga adalah jumlah penghasilan riil dari seluruh

anggota rumah tangga yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan

bersama maupun perseorangan dalam rumah tangga. Tingkat

pendapatan keluarga merupakan pendapatan atau penghasilan keluarga

yang tersusun mulai dari rendah, sedang, hingga tinggi. Tingkat

pendapatan setiap keluarga berbeda-beda. Terjadinya perbedaan

tersebut dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain jenis pekerjaan dan

jumlah anggota keluarga yang bekerja.


33

Pada kelompok yang mempunyai ekonomi yang rendah

mempunyai peluang lebih besar untuk memberikan ASI Eksklusif

karena susu formula yang mahal menyebabkan hampir sebagian besar

pendapatan keluarga hanya untuk membeli susu sehingga tidak

mencukupi kebutuhan yang lain dibanding ibu dengan ekonomi yang

tinggi. Begitupun juga, bertambahnya pendapatan keluarga atau status

sosial ekonomi yang tinggi serta lapangan pekerjaan bagi perempuan,

membuat orangtua berpikir untuk mengganti ASI mereka dengan susu

formula.

b. Tempat Melahirkan

Tempat melahirkan diduga berpengaruh terhadap pemberian

ASI eksklusif oleh ibu kepada bayinya. Ibu yang melahirkan di

fasilitas kesehatan mempunyai kesempatan yang besar untuk

memberikan ASI secara eksklusif. Hal ini berkaitan dengan adanya

pengawasan oleh petugas kesehatan di fasilitas kesehatan terhadap

pemberian ASI eksklusif oleh ibu (Ida, 2012).

Penelitian yang dilakukan Kusnadi (2007) dalam Lestari

(2009) menunjukkan proporsi pemberian ASI eksklusif pada ibu yang

melakukan persalinan menggunakan fasilitas kesehatan lebih besar jika

dibandingkan dengan ibu yang tidak menggunakan fasilitas kesehatan.

Hal ini dapat disebabkan oleh ibu yang melakukan persalinan di

fasilitas kesehatan mendapatkan info lebih baik tentang ASI eksklusif

daripada yang bersalin di fasilitas non kesehatan.


34

c. Inisiasi Menyusu Dini (IMD)

1. Pengertian Inisiasi Menyusu Dini (IMD)

IMD atau kemampuan untuk melakukan penyusuan segera

(immediate breastfeeding) merupakan salah satu faktor

keberhasilan ASI eksklusif. Bila ibu difasilitasi oleh penolong

persalinan untuk IMD diharapkan interaksi ibu dan bayi ini akan

segera terjadi. Dengan IMD, ibu semakin percaya diri untuk tetap

memberikan ASI-nya dan bayi bisa nyaman menempel pada

payudara ibu atau tenang dalam pelukan ibu segera setelah lahir

(Fikawati dan Syafiq, 2009). Menurut hasil penelitian Agudelo et

al (2016) kontak kulit dengan kulit bermanfaat bagi ibu dan janin.

Kontak kulit dengan kulit berhubungan dengan durasi menyusui

secara eksklusif pada bayi.

IMD dianjurkan pada bayi bukan untuk pemberian nutrisi

tetapi untuk belajar menyusu atau membiasakan menghisap puting

susu dan juga guna mempersiapkan ibu mulai memproduksi ASI.

Apabila bayi tidak menghisap puting susu pada setengah jam

setelah persalinan, prolaktin akan turun dan sulit merangsang

prolaktin sehingga ASI baru akan keluar hari ketiga atau lebih dan

memperlambat pengeluaran kolostrum (Adam, Alim & Sari, 2016).


35

Bayi yang diberi kesempatan menyusu dini dengan meletakkan

bayi dengan kontak kulit ke kulit setidaknya selama satu jam,

mempunyai hasil dua kali lebih lama menyusui (Saputra dan

Lasmini, 2015).

Faktor – faktor yang mempengaruhi keberhasilan IMD

yaitu keadaan bayi yang bugar, keadaan ibu yang baik, keluarnya

kolostrum dan peran petugas kesehatan. Bayi bugar adalah bayi

yang lahir langsung menangis, warna kulit kemerahan, tonus otot

baik. Bayi harus berada dalam keadaan yang sehat ketika

melakukan kontak kulit dengan ibu. Kedua, keluarnya kolostrum

membantu bayi mendapatkan puting susu ibu karena bau yang

dihasilkan kolostrum sama dengan bau yang ada pada telapak

tangan bayi. Ketiga, petugas kesehatan harus memiliki kesabaran

untuk menunggu bayi dalam usahanya mencapai puting susu

(Susanti dan Armi, 2014).

Menurut Roesli (2008) Inisiasi Menyusu Dini (IMD)

berperan dalam pencapaian tujuan Millennium Development Goals

(MDGs), karena:

1) Membantu mengurangi kemiskinan

Inisiasi Menyusu Dini dapat meningkatkan keberhasilan

ASI eksklusif enam bulan dan lama menyusui.

2) Membantu mengurangi kelaparan


36

Kebutuhan makanan bayi akan terpenuhi secara

bermakna sampai usiadua tahun jika masih menyusu pada

ibunya. Pemberian ASI membantu mengurangi angka kejadian

kurang gizi. Bayi yang diberi kesempatan menyusu dini akan

delapan kali lebih berhasil dalam menyusu eksklusif. Bayi yang

diberi kesempatan Inisiasi Menyusu Dini akan lebih mungkin

disusui sampai usia dua tahun bahkan lebih.

3) Membantu mengurangi angka kematian anak balita

Peran Inisiasi Menyusu Dini dapat mengurangi 22%

kematian neonatus. Inisiasi Menyusu Dini mengurangi angka

kematian balita 8,8%. Inisiasi Menyusu Dini dapat

meningkatkan keberhasilan menyusu eksklusif dan lama

menyusu sampai dua tahun sehingga dapat menurunkan

kematian anak secara menyeluruh.

2. Tahapan Inisiasi Menyusu Dini (IMD)

Menurut Depkes RI (2008), beberapa tahap perilaku bayi

saat proses Inisiasi Menyusu Dini antara lain meliputi :

a. Dalam 30 menit pertama : stadium istirahat/diam dalam

keadaan siaga (rest/quite alert stage). Bayi diam tidak bergerak.

Sesekali matanya terbuka lebar melihat ibunya. Masa tenang

yang istimewa ini merupakan penyesuaian peralihan dari

keadaan dalam kandungan ke keadaan di luar kandungan.

Bonding (hubungan kasih sayang) ini merupakan dasar


37

pertumbuhan bayi dalam suasana aman. Hal Ini meningkatkan

kepercayaan diri ibu terhadap kemampuan menyusui dan

mendidik bayinya. Kepercayaan diri ayahpun menjadi bagian

keberhasilan dan mendidik anak bersama ibu.

b. Antara 30-40 menit: mengeluarkan suara, gerakan mulut seperti

mau minum, mencium dan menjilat tangan. Bayi mencium dan

merasakan cairan ketuban yang ada di tangannya. Bau ini sama

dengan bau cairan yang dikeluarkan payudara ibu. Bau rasa ini

akan membimbing bayi untuk menentukan payudara dan puting

susu ibu.

c. Mengeluarkan air liur saat menyadari bahwa ada makanan di

sekitarnya, bayi mulai mengeluarkan air liurnya.

d. Bayi mulai bergerak ke arah payudara. Areola (kalang

payudara) sebagai sasaran, dengan kaki menekan perut ibu. Ia

menjilat-jilat ibu, menghentak-hentakkan kepala ke dada ibu,

menoleh kekanan dan kekiri, serta menyentuh dan meremas

daerah puting susu dan sekitarnya dengan tangannya yang

mungil.

e. Menemukan, menjilat, mengulum puting, membuka mulut

lebar dan melekat dengan baik (Roesli, 2008)

3. Manfaat Inisiasi Menyusu Dini (IMD)

Menurut Bergstrom (2007) manfaat Inisiasi Menyusu Dini

(IMD) meliputi:
38

a. Manfaat Inisiasi Menyusu Dini (IMD) untuk Bayi

1) Menurunkan angka kematian bayi karena hypothermia

2) Dada ibu menghangatkan bayi dengan suhu yang tepat.

3) Bayi mendapatkan kolostrum yang kaya akan antibodi,

penting untuk pertumbuhan usus dan ketahanan bayi

terhadap infeksi

4) Bayi dapat menjilat kulit ibu dan menelan bakteri yang

aman, berkoloni di usus bayi dan menyaingi bakteri

pathogen

5) Menyebabkan kadar glukosa darah bayi yang lebih baik

pada beberapa jam setelah persalinan

6) Pengeluaran mekonium lebih dini, sehingga menurunkan

intensitas ikterus normal pada bayi baru lahir

b. Manfaat Inisiasi Menyusu Dini (IMD) untuk Ibu

1) Ibu dan bayi menjadi lebih tenang.

2) Jalinan kasih sayang ibu dan bayi lebih baik sebab bayi

siaga dalam 1-2 jam pertama.

3) Sentuhan, jilatan, usapan pada putting susu ibu akan

merangsang pengeluaran hormon oksitosin.

4) Membantu kontraksi uterus, mengurangi risiko perdarahan

dan mempercepat pelepasan plasenta.

4. Penghambat Inisiasi Menyusu Dini (IMD)


39

Menuru Roesli (2008), beberapa pendapat masyarakat yang

tidak benar yang dapat menghambat terjadinya kontak dini kulit

ibu dengan kulit bayi antara lain :

a. Bayi Kedinginan

Bayi berada dalam suhu yang aman jika melakukan

kontak kulit dengan ibu. Suhu payudara ibu akan meningkat

0,5°C dalam dua menit jika bayi diletakkan di dada ibu.

b. Setelah melahirkan, ibu terlalu lelah untuk segera menyusui

Seorang ibu jarang terlalu lelah untuk memeluk bayinya

segera setelah lahir. Keluarnya oksitosin saat kontak kulit ke

kulit serta saat bayi menyusu dini membantu menenangkan ibu.

c. Tenaga Kesehatan kurang tersedia

Saat bayi di dada ibu, penolong persalinan dapat

melanjutkan tugasnya untuk persalinan kala tiga. Bayi dapat

menemukan sendiri payudara ibu. Libatkan ayah atau keluarga

terdekat untuk menjaga bayi sambil member dukungan pada

ibu.

d. Kamar bersalin atau kamar operasi sibuk

Ibu dapat dipindahkan ke ruang pulih atau kamar

perawatan. Beri kesempatan pada bayi untuk meneruskan

usahanya mencapai payudara dan menyusu dini.

e. Ibu harus dijahit


40

Kegiatan merangkak mencari payudara terjadi di area

payudara sedangkan yang dijahit adalah bagian perineum ibu.

f. Suntikan vitamin K dan tetes mata untuk mencegah penyakit

Gonore (Gonorrhea) harus diberikan setelah lahir

Menurut American College of Obstetrics and

Gynecology dan Academy Breastfeeding Medicine (2007),

tindakan pencegahan ini dapat ditunda setidaknya selama satu

jam sampai bayi menyusu sendiri tanpa membahayakan bayi.

g. Bayi harus segera dibersihkan, dimandikan, ditimbang dan

diukur

Menunda memandikan bayi berarti mencegah hilangnya

panas tubuh bayi. Selain itu memberi kesempatan verniks

untuk meresap, melunakkan, dan melindungi bayi lebih besar.

Bayi dapat dikeringkan segera setelah lahir. Penimbangan dan

pengukuran dapat ditunda sampai menyusu awal selesai.

h. Bayi kurang siaga

Pada 1-2 jam pertama kelahirannya, bayi sangat siaga

(alert). Setelah itu, bayi tidur dalam waktu yang lama. Jika bayi

mengantuk akibat obat yang diasup ibu, kontak kulit akan lebih

penting lagi karena bayi memerlukan bantuan lebih untuk

bounding. Menurut Hamilton (1995) periode reaktivitas (pada

3060 menit setelah lahir) bayi dalam keadaan terjaga dengan

mata terbuka, memberikan respon terhadap stimulus,


41

menghisap dengan penuh semangat dan menangis, kecepatan

pernapasan sampai 82 x/menit, denyut jantung sampai 180x/

menit, bising usus aktif.

i. Kolostrum tidak keluar atau jumlahnya tidak memadai

sehingga diperlukan cairan lain.

Kolostrum cukup dijadikan makanan pertama bayi baru

lahir. Volume kolostrum berkisar 150-300 ml/24 jam.

j. Kolostrum tidak baik/ berbahaya untuk bayi.

Kolostrum sangat diperlukan untuk tumbuh kembang

bayi. Selain sebagai imunisasi pertama dan mengurangi

penyakit kuning pada bayi baru lahir, kolostrum melindungi

dan mematangkan dinding usus yang masih muda.

d. Rawat Gabung

Setelah bayi lahir dan selama masa perawatan, keberadaan ibu

dan bayi dalam suatu ruangan yang sama dan bayi dalam jangkauan

ibu untuk disusui tentunya diharapkan akan memungkinkan ibu untuk

memberikan ASI eksklusif kepada bayinya (Ida, 2012).

e. Cara Melahirkan

Cara melahirkan bukan dengan operasi caesar (normal)

diharapkan dapat meningkatkan kemungkinan ibu untuk memberikan

ASI kepada bayinya (Ida, 2012).

f. Akses terhadap Tenaga Kesehatan


42

Proses menyusui kadang sering terhambat dengan masalah pada

payudara ibu dan cara menyusui. Jika ibu tidak bisa mengatasi masalah

tersebut, maka akan mempengaruhi pemberian ASI eksklusif kepada

bayinya. Kemampuan ibu untuk mengakses tenaga kesehatan

diharapkan bias mengatasi permasalahan ibu dalam menyusui sehingga

akan mendukung perilaku pemberian ASI eksklusif kepada bayinya

(Ida, 2012).

g. Keterpaparan Sampel Susu Formula

Pemberian sampel susu formula ketika ibu melahirkan atau

menyusui dapat mempengaruhi perilaku ibu dalam pemberian ASI

eksklusif. Begitu juga dengan adanya iklan di televisi. Iklan susu

formula dapat diartikan sebagai berita pesanan (untuk mendorong,

membujuk) kepada khalayak atau orang ramai tentang produk susu

yang ditawarkan.

Jika kita melihat televisi, berbagai produsen susu formula

berlomba-lomba untuk membuat iklan yang menarik minat para ibu

untuk membeli produk mereka. Iklan susu sudah membuat para ibu

enggan untuk memberikan ASI kepada bayi mereka. Iklan susu yang

mempromosikan produk mereka dengan luar biasa bermanfaat sampai

melebihi manfaat ASI, sehingga membuat para ibu percaya bahwa

susu formula mempunyai nilai gizi yang sama dengan ASI (Yuniar,

2011).
43

3. Faktor penguat ( reinforcing factor)

Faktor ini merupakan faktor yang menitikberatkan pada umpan

balik atau feedback yang biasanya dari pihak sekitar ibu , yang dapat

berupa penilaian positif atau negatif dan kemudian nantinya dapat

menentukan bahwa perilaku kesehatan ini mendapat dukungan atau

tidak. Pihak penguat yang dimaksud misalnya dari pihak keluarga,

petugas kesehatan, masyarakat , dukungan dari tempat bekerja, dan

lain-lain.

Berikut faktor penguat (reinforcing factor) yang mempengaruhi

pemberian ASI eksklusif yaitu :

a. Dukungan Suami

Dukungan suami merupakan faktor penting terhadap

keberhasilan ASI eksklusif. Dukungan suami dibutuhkan mulai dari

hamil sampai menyusui. Suami cukup memberikan dukungan secara

emosional dan bantuan-bantuan praktis seperti mengganti popok dan

lain-lain (Roesli, 2009 dalam Handayani, 2011). Kepercayaan suami

akan keberhasilan ibu dalam menyusui serta kemampuan suami dalam

memberikan informasi mengenai ASI dapat menghilangkan kendala

yang ada dan merubah keadaan psikologis ibu. Keadaan psikologis ibu

berpengaruh besar terhadap keberhasilan ibu menyusui secara

eksklusif (NMAA, 2001 dalam Zakiyah, 2012).


44

b. Dukungan Sarana dan Tenaga Kesehatan

Petugas kesehatan merupakan ujung tombak keberhasilan

pemberian ASI eksklusif, dimana keberhasilan ini dimulai dengan

diterapkannya Inisiasi Menyusu Dini. Petugas kesehatan juga harus

gencar memotivasi ibu untuk memberikan ASI dan bukan

menyodorkan berbagai merek susu formula (Handayani, 2011).

c. Keterpaparan Informasi ASI Eksklusif

Dalam rangka peningkatan dan pembinaan perilaku khususnya

tentang pemberian ASI eksklusif tampaknya pendekatan pemberian

informasi akan lebih tepat karena hal tersebut adalah upaya agar

masyarakat berperilaku atau mengadopsi perilaku kesehatan dengan

cara persuasi, rujukan, himbaun, ajakan, memberikan informasi,

memberikan kesadaran, dan lain sebagainya melalui kegiatan yang

disebut pendidikan atau penyuluhan kesehatan. Memang dengan cara

ini dampak terhadap perubahan perilaku yang akan berlangsung lama

(Notoatmodjo, 2000 dalam Ida, 2012).

d. Dukungan Teman

Lingkungan kedua setelah keluarga yang paling dekat dengan

individu adalah teman atau masyarakat sekitar tempat tinggal ibu.

Pengaruh yang kuat dari teman-teman dapat mendorong atau bahkan

menghambat seorang ibu untuk memberikan ASI eksklusif pada bayi.


45

Teman-teman yang mempunyai pengalaman atau pengetahuan tentang

ASI serta manfaatnya mungkin akan memberikan pengaruh atau

dampak yang baik bagi sang ibu (Handayani, 2011).

e. Dukungan Keluarga (Ibu dan Ibu Mertua)

Dukungan keluarga merupakan salah satu unsur penting

menyukseskan ASI eksklusif. Dukungan keluarga akan menambah

rasa percaya diri dan meningkatkan motivasi. Interaksi positif dengan

keluarga akan menghasilkan kasih saying dan dukungan moril

(Zakiyah, 2012).

D. Hubungan Pengetahuan Ibu dengan Pemberian ASI Eksklusif

Thaib et al dalam Abdullah et al (2004) menyatakan bahwa tingkat

pengetahuan, pendidikan, status kerja ibu, dan jumlah anak dalam keluarga

berpengaruh positif pada frekuensi dan pola pemberian ASI. Penelitian

yang dilakukan oleh Ambarwati (2004) di Kecamatan Banyumanik, Kota

Semarang menunjukkan bahwa persentase kegagalan pemberian ASI

Eksklusif lebih tinggi terjadi pada para ibu dengan pengetahuan tentang

ASI yang kurang daripada para ibu yang memiliki pengetahuan tentang

ASI yang lebih baik. Hubungan pengetahuan ibu dengan praktek ASI juga

ditemukan dalam penelitian Hariyani (2008) yang dikutip oleh Ramadani

(2009), dimana peluang ibu dengan pengetahuan baik adalah 11 kali lebih

tinggi untuk berhasil memberi ASI eksklusif dibandingkan dengan ibu

dengan pengetahuan kurang.


46

E. Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu dengan Pemberian ASI Eksklusif

Menurut Notoatmodjo (2010) menjelaskan tentang konsep

pendidikan yang merupakan suatu proses belajar yang berarti di dalam

pendidikan itu terjadi proses pertumbuhan, perkembangan, atau perubahan

ke arah yang lebih dewasa, lebih baik dan lebih matang pada diri individu

kelompok atau masyarakat. Semakin tinggi tingkat pendidikan maka ia

akan mudah menerima hal-hal baru dan mudah menyesuaikan hal-hal baru

tersebut. Pendidikan orang tua atau keluarga terutama ibu bayi merupakan

salah satu faktor yang penting dalam pemberian ASI Eksklusif pada bayi.

Tingkat pendidikan yang rendah akan sulit menerima arahan dalam

pemberian ASI eksklusif. Tingkat pendidikan yang baik akan lebih mudah

dalam menyerap informasi terutama tentang pemenuhan kebutuhan nutrisi

anak sehingga akan menjamin kecukupan gizi anak.

Responden yang memiliki pendidikan yang lebih tinggi cenderung

mudah menerima informasi baru, mereka akan aktif mencari informasi-

informasi yang berguna untuk anaknya seperti ASI Eksklusif. Semakin

tinggi tingkat pendidikan ibu, maka akses untuk mencari informasi akan

tinggi pula (Prasetyono, 2009). Berdasarkan hasil penelitian Hartini (2014)

diketahui bahwa ada hubungan yang signifikan pada tingkat pendidikan

dengan keberhasilan ASI Eksklusif pada bayi usia 6-12 bulan di


47

Puskesmas Kasihan II Yogyakarta tahun 2014 dengan p=0,003. Penelitian

ini sejalan dengan penelitian Anita (2012) yang meneliti tentang hubungan

tingkat pendidikan ibu dengan pemberian ASI Eksklusif pada Bayi usia 7-

24 bulan di Posyandu Desa Tambakrejo Tempel Sleman yang menemukan

bahwa ada hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan pemberian ASI

Eksklusif pada ibu bayi usia 7 – 24 bulan. Berbeda dengan penelitian

Oselaguri (2012) yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara

tingkat pendidikan dengan pemberian ASI Eksklusif. Hal ini dikarenakan

faktor budaya dan kebiasaan masyarakat yang beranggapan ASI tidak akan

mencukupi kebutuhan bayi, sehingga perlu diberikan tambahan makanan.

F. Hubungan Paritas Ibu dengan Pemberian ASI Eksklusif

Penelitian yang dilakukan Frinsevae (2008) di Kabupaten

Katingan, Kalimantan Tengah menyebutkan bahwa paritas mempunyai

hubungan yang signifikan dengan praktek pemberian ASI eksklusif

(Ramadani, 2009). Hasil penelitian di Brazil menyebutkan bahwa paritas

mempengaruhi dalam pemberian ASI eksklusif, yaitu anak yang terlahir

dari ibu bukan multipara, mempunyai peluang 0,25 untuk diberikan ASI

eksklusif dibandingkan anak yang terlahir dari ibu multipara (Venancio,

2005 dalam Ida, 2012).

Gatti (2008) dalam penelitiannya mengenai persepsi ibu tentang

kekurangan/ketidakcukupan suplai ASI menyebutkan bahwa paritas dan

pengalaman menyusui berpengaruh secara signifikan terhadap kesuksesan


48

menyusui, dimana wanita yang baru pertama kali menyusui biasanya

selalu berfikir akan resiko dan masalah menyusui atau penghentian

menyusui di awal dibandingkan dengan wanita yang sudah pernah

menyusui sebelumnya.

Suradi (2007) dalam Handayani (2009), bahwa salah satu faktor

yang mempengaruhi pemberian ASI meliputi karakteristik ibu yaitu

pengalaman ibu menyusui. Perbedaan jumlah anak akan berpengaruh

terhadap pengalaman ibu dalam hal menyusui. Seorang ibu yang telah

sukses menyusui pada lahir sebelumnya akan lebih mudah serta yakin

akan dapat menyusui pada lahir berikutnya. Seorang ibu muda dengan

anak pertama akan merasa sulit untuk dapat menyusui (Solihah, 2010

dalam Anggraeni, 2012).

Hasil penelitian Arasta (2010) menunjukkan sebagian besar ibu

yang gagal memberikan ASI selama dua bulan yaitu ibu yang melahirkan

anak ≥3 (multipara). Penelitian Fikawati dan Syafiq (2009) menyatakan

bahwa informan ASI eksklusif mempunyai paritas rata-rata lebih tinggi (3

anak) daripada informan ASI tidak eksklusif (2 anak). Perbedaan jumlah

anak akan mempengaruhi terhadap pengalaman ibu dalam hal menyusui.

G. Hubungan Inisiasi Menyusu Dini dengan Pemberian ASI Eksklusif

Inisiasi Menyusu Dini adalah memberikan kesempatan bayi

memulai atau inisiasi menyusu sendiri segera setelah lahir atau dini

dengan membiarkan kontak kulit bayi dengan kulit ibu setidaknya satu jam
49

atau lebih sampai menyusu pertama selesai. Apabila dalam satu jam tidak

ada reaksi menyusu, maka boleh mendekatkan puting susu tetapi beri

kesempatan bayi untuk inisiasi. Dalam prosedur ini kontak kulit bayi

dengan kulit ibu (skin to skin) lebih bermakna dibandingkan dengan

proses inisiasi itu sendiri (Saputra dan Lasmini, 2015).

Berdasarkan penelitian Nurcahyani (2017) didapatkan ada

hubungan antara Inisiasi Menyusu Dini dengan keberhasilan ASI eksklusif

di Wilayah Kerja Puskesmas Godean II. Hal ini sejalan dengan penelitian

Luthfiyati dkk (2014) bahwa ada hubungan yang signifikan antara inisiasi

menyusu dini dengan ASI eksklusif.

H. Kerangka Teori

Kerangka teori dalam penelitian ini mengacu pada model

PRECEDE (Predisposing, Reinforcing, and Enabling Causes in

Educational Diagnosis and Evaluation) yang dikembangkan oleh Green

dan Kreuter (1980) yang telah di modifikasi oleh Ida (2012).


50

Variabel Bebas Variabel Terikat

Faktor Predisposisi
(Predisposing Factors) :
1. Umur Ibu
2. Pendidikan Ibu
3. Pekerjaan Ibu
4. Paritas
5. Pengetahuan Ibu tentang
ASI Eksklusif
6. Sikap Ibu terhadap ASI
Eksklusif

Faktor Pemungkin
(Enabling Factors) :
1. Pendapatan Keluarga
2. Tempat Melahirkan
Pemberian ASI Eksklusif
3. Inisiasi Menyusu Dini
4. Rawat Gabung 6 Bulan
5. Cara Melahirkan
6. Akses terhadap Tenaga
Kesehatan
7. Keterpaparan Sampel
Susu Formula

Faktor Penguat
(Reinforcing Factors) :
1. Dukungan Suami
2. Dukungan Saranan dan
Tenaga Kesehatan
3. Keterpaparan Informasi
ASI Eksklusif
4. Dukungan Teman
5. Dukungan Keluarga (Ibu
dan Ibu Mertua)

Gambar 2.1 Kerangka Teori

Anda mungkin juga menyukai