Anda di halaman 1dari 25

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP)

1. Pengertian HACCP

HACCP adalah salah satu penerapan system jaminan keamanan

pangan yang menganalisis bahan, produk atau proses untuk menentukan

komponen kondisi atau tahap proses yang harus mendapat pengawasan

atau dikendalikan dengan ketat untuk menjamin produk aman dan

memenuhi syarat yang ditetapkan. Analisis bahaya dan Pengendalian

Titik Krisis atau disebut HACCP (Hazard Analysis Critical Control

Point) merupakan suatu tindakan pencegahan efektif untuk menjamin

keamanan pangan. Pada prinsipnya HACCP merupakan system yang

digunakan untuk mengidentifikasi bahaya tertentu (misalnya secara

biologis, kimia, atau fisik yang dapat mengurangi keamanan pangan

(Andrestian, 2014).

Langkah-langkah pelaksanaan HACCP:

a. Pembentukan tim

b. Penetapan jenis produk

c. Identifikasi penggunaan produk

d. Pembuatan diagram alir

e. Pemeriksaan atau konfirmasi pembuatan diagram alir

f. Identifikasi atau analisis bahaya

g. Penetapan Titik Kendali Krisis (TKK)

5
6

h. Penetapan batas kritis TKK

i. Penyusunan dan penerapan system monitoring

j. Pelaksanaan tindakan perbaikan atau koreksi terhadap penyimpangan

k. Melakukan verifikasi

l. Melakukan penyimpanan data atau dokomentasi (Andrestian, 2014).

2. Pengertian CCP

CCP adalah suatu titik atau prosedur di dalam system pangan jika

tidak dikendalikan dengan baik dapat mengakibatkan resiko bahaya yang

tinggi bagi kesehatan. Titik pengendalian krisis (CCP) dapat berupa

bahan mentah, lokasi, praktek, atau pengolahan dimana pengendalian

dapat diterapkan untuk mencegah atau mengurangi bahaya. Ada dua titik

pengendalian kritis:

a. Titik Pengendalian Kritis 1 (CCP 1), adalah sebagai titik dimana

bahaya yang harus dihilangkan

b. Titik Pengendalian Kritis 2 (CCP 2), adalah sebagai titik dimana

bahaya yang dapat diminimalkan (Andrestian, 2014).

Meskipun aplikasi HACCP pada umumnya dilakukan di dalam

industry pengolahan pangan, tetapi pada prinsipnya dapat dilakukan

mulai dari produksi bahan baku sampai pemasaran dan distribusi. Hal ini

disebabkan beberapa kontaminasi, misalnya logam berat, pestisida, dan

mikotoksin yang mungkin mencemari bahan baku pada waktu produksi,

sangat sulit dihilangkan dengan proses pengolahan. Oleh karena itu

pengawasan terhadap bahan – bahan berbahaya tersebut harus dimulai


7

dari saat produksi bahan baku. HACCP tidak hanya diterapkan dalam

industri pangan modern, tetapi juga diterapkan dalam produksi makanan

katering jasa boga, makanan untuk hotel dan restoran, bahkan dalam

pembuatan makanan jajanan (Bryan, 1995).

3. Prinsip HACCP

a. Identifikasi Bahaya dan Penetapan Resiko

Identifikasi bahaya adalah evaluasi spesifik terhadap produk

pangan dan bahan mentah serta bahan tambahan untuk menentukan

risiko terhadap adanya bahaya kesehatan.

1) Jenis Bahaya

Jenis bahaya yang mungkin terdapat didalam makanan

dibedakan atas tiga kelompok bahaya, yaitu:

a) Bahaya biologis disebabkan oleh bakteri sensitiv, virus, sensitiv

yang dapat menyebabkan keracunan, penyakit infeksi, atau

infestasi.

b) Bahaya kimia disebabkan karena tertelannya toksin alami atau

bahan kimia yang beracun baik yang ditambahkan secara

sengaja maupun tidak sengaja.

c) Bahaya fisik disebabkan karena tertelannya benda – benda asing

yang seharusnya tidak boleh terdapat pada makanan. Bahaya

fisik dapat timbul selama pemanenan, penanganan, pengolahan,

pengemasan, penghidangan dan sebagainya, seperti pecahan


8

kayu, pecahan gelas, kerikil, logam, serangga, rambut dan lain –

lain.

2) Identifikasi Bahaya

Pada tahap ini diidentifikasi bahaya–bahaya potensial yang

berhubungan dengan produksi makanan pada setiap tahap, mulai

dari pemeliharaan, pengolahan, distribusi sampai konsumsi,

kemudian diteliti kemungkinan terjadinya bahaya tersebut dan

mengidentifikasi cara–cara pencegahan untuk mengendalikannya.

Tabel 2.1 Pengelompokan Produk Berdasarkan Bahayanya

Kelompok Bahaya Karakteristik Bahaya

Bahaya A Kelompok produk khusus yang terdiri dari produk

nonsteril yang ditujukan untuk konsumen beresiko tinggi

seperti bayi, orang sakit, orang tua dan sebagainya

Bahaya B Produk mengandung bahan yang sensitive terhadap

bahaya biologis, kimia, dan fisik.

Bahaya C Didalam proses produksi tidak terdapat tahap yang dapat

membunuh mikroorganisme berbahaya atau

mencegah/menghilangkan bahaya kimia atau fisik

Bahaya D Produk yang kemungkinan mengalami pencemaran

kembali setelah pengolahan sebelum pengemasan.

Bahaya E Kemungkinan dapat terjadi kontaminasi kembali selama

distribusi, penjualan atau penanganan oleh konsumen,


9

sehingga produk menjadi berbahaya bila dikonsumsi.

Bahaya F Tidak ada proses pemanasan setelah pengemasan yang

dapat menghilangkan bahaya biologis atau tidak ada cara

konsumen untuk mendeteksi, menghilangkan bahaya

kimia atau fisik.

3) Penetapan Resiko

Setiap produk diidentifikasi terhadap kemungkinan

mengandung bahaya A sampai F, kemudian dikelompokkan

berdasarkan kategori resiko.

Tabel 2.2 Kategori Penetapan Resiko

Kategori Resiko Karakteristik Bahaya Keterangan

0 (tidak ada bahaya) Tidak mengandung bahaya A


0
sampai F

(+) Mengandung satu bahaya A sampai


I
F

(++) Mengandung dua bahaya A sampai


II
F

(+++) Mengandung tiga bahaya A sampai


III
F

IV (++++) Mengandung empat bahaya A


10

sampai F

V (+++++) Mengandung lima bahaya A sampai

VI A+ (kategori khusus) Kategori resiko paling tinggi

tanpa/dengan bahaya A (semua produk yang mempunyai

sampai F bahaya A)

b. Penetapan CCP

CCP (Critical Control Point) atau titik kendali kritis atau titik

sensitif adalah titik prosedur atau tahap operasional yang dapat

dikendalikan untuk menghilangkan atau mengurangi kemungkinan

terjadinya bahaya. Titik prosedur atau tahap operasional yang dapat

dikendalikan termasuk bahan mentah (produksi, pemeliharaan dan

pengadaan), penerimaan dan penanganan bahan, formulasi atau

komposisi, pengolahan, pengemasan, distribusi dan transportasi,

penjualan konsumsi, lokasi, kondisi atau lingkungan.

CCP dapat dibedakan atas dua kelompok, yaitu:

1) CCP 1  : CCP yang dapat dikendalikan untuk menghilangkan atau

mencegah bahaya

2) CCP 2 : CCP yang dapat dikendalikan untuk mengurangi bahaya,

tetapi tidak dapat menghilangkan atau mencegah bahaya.

c. Penetapan Batas/Limit Kritis


11

1) Batas/limit kritis adalah suatu nilai yang merupakan batas antara

keadaan dapat diterima dan tidak dapat diterima

2) Batas kritis ditetapkan pada setiap CCP yang telah ditentukan

3) Batas kritis tersebut harus dipenuhi untuk menjamin bahwa CCP

dapat dikendalikan dengan  baik.

4) Kriteria batas kritis

CCP yang melampaui atau menyimpang dari batas kritis

menunjukkan kemungkinan terjadinya beberapa hal yang

membahayakan, misalnya: Terjadinya bahaya bagi kesehatan.

Contoh : Ditemukannya kerikil atau rambut pada makanan

kemungkinan bahaya dapat meningkat/berkembang.

d. Pemantauan

1) Kegiatan pemantauan mencakup: pemeriksaan apakah prosedur

penanganan dan pengolahan CCP dapat dikendalikan dengan baik.

2) Pengamatan terjadwal terhadap efektifitas suatu proses tujuan

pengendalian CCP dan batas kritisnya untuk memperoleh data

dengan tujuan menjamin batas kritis yang ditetapkan dapat

menjamin keamanan produk.

e. Tindakan Koreksi Terhadap Penyimpangan

Jika hasil pemantauan telah terjadi penyimpangan terhadap CCP

dan batas kritisnya, maka harus dilakukan tindakan koreksi. Tindakan

koreksi berbeda – beda tergantung tingkat resiko produk. Semakin

tinggi resiko produk semakin cepat tindakan koreksi harus dilakukan.


12

f. Verifikasi

Verifikasi merupakan kegiatan evaluasi terhadap program atau

rancangan HACCP untuk membuktikan bahwa sistem HACCP yang

diterapkan bekerja secara efektif. Tujuannya untuk memeriksa apakah

program HACCP telah dilaksanakan sesuai dengan rancangan

HACCP yang ditetapkan masih efektif.

g. Dokumentasi

Tujuan dari sistem dokumentasi dalam program HACCP adalah

untuk mengarsipkan rancangan HACCP dengan cara menyusun

catatan yang teliti, rapi mengenai seluruh sistem dan penerapan

HACCP dan memudahkan pemeriksaan oleh instansi berwenang jika

produk yang dihasilkan diketahui penyebab kasus keracunan.

4. Keuntungan dan Kerugian HACCP

Penerapan HACCP sebagai alat pengatur keamanan pangan dapat

memberikan keuntungan, yaitu:

a. Mencegah terjadinya bahaya sebelum mencapai konsumen.

b. Meminimalkan risiko kesehatan yang berkaitan dengan konsumsi

makanan.

c. Meningkatkan kepercayaan akan keamanan makanan sehingga

secara tidak langsung mempromosikan perdagangan dan stabilitas

usaha makanan.
13

Beberapa kerugian dari HACCP adalah sebagai berikut:

a. Tidak cocok bila diaplikasikan untuk bahaya atau proses yang hanya

sedikit diketahui.

b. Tidak melakukan kuantifikasi (perhitungan) atau memprioritaskan

risiko

c. Tidak melakukan kuantifikasi dampak dari tambahan control

terhadap penurunan risiko (Andrestian, 2014).

5. Manfaat penerapan HACCP

Terdapat beberapa keuntungan pokok yang diperoleh pemerintah dan

instansi kesehatan serta konsumen dari penerapan HACCP sebagai alat

pengatur keamanan makanan:

a. HACCP adalah suatu pendekatan yang sistematis yang dapat

diterapkan pada semua aspek dari pengamatan makanan, termasuk

bahaya secara biologi, kimia dan fisik pada setiap tahapan dari rantai

makanan mulai dari bahan baku sampai penggunaan produk akhir.

b. HACCP dapat memberikan dasar nuansa statistic untuk

mendemonstrasikan kegiatan yang dapat atau mungkin dilakukan

untuk mencegah terjadi bahaya sebelum mencapai konsumen.

c. Sistem HACCP memfokuskan kepada upaya timbulnya bahaya

dalam proses pengolahan makanan

d. Penerapan HACCP melengkapi sistem pemeriksaan oleh pemerintah

sehingga pengawasan menjadi optimal.


14

e. Pendekatan HACCP memfokuskan pemeriksaan kepada tahap

kegiatan yang kritis dari prose produksi yang langsung berkaitan

dengan konsumsi makanan.

f. Sistem HACCP meminimalkan resiko kesehatan yang berkaitan

dengan konsumsi makanan.

g. Dapat meningkatkan kepercayaan akan keamanan makanan olahan

dan karena itu mempromosikan perdagangan dan stabilitas usaha

makanan.

B. Produk Makanan Semur Telur

1. Bahan Utama Pembuatan Semur Telur

a. Telur

1) Pengertian Telur

Menurut Sudaryani (2003), telur merupakan produk peternakan

yang memberikan sumbangan terbesar bagi tercapainya kecukupan gizi

masyarakat. Dari sebutir telur didapatkan gizi yang cukup sempurna

karena mengandung zat – zat gizi yang sangat baik & mudah dicerna.

Oleh karenanya telur merupakan bahan pangan yang sangat baik untuk

anak – anak yang sedang tumbuh dan memerlukan protein dan mineral
15

dalam jumlah banyak dan juga dianjurkan diberikan kepada orang

yang sedang sakit untuk mempercepat proses kesembuhannya.

Telur sebagai bahan pangan merupakan salah satu sumber protein

hewani yang memiliki citarasa yang lezat dan bergizi tinggi. Selain itu

telur merupakan bahan makanan yang paling sering dikonsumsi oleh

masyarakat, karena harga yang relatif murah dan mudah diperoleh.

Telur juga berfungsi dalam aneka ragam pengolahan. Umumnya telur

yang dikonsumsi berasal dari jenis unggas, seperti ayam, bebek,

burung puyuh dan angsa (Astawan, 2004; Hasym, 2016).

2) Struktur dan Komponen Telur

Bentuk telur berbagai jenis unggas pada umumnya memiliki

bentuk oval atau lonjong. Bentuk telur ini secara umum dikarenakan

faktor genetis (keturunan). Setiap induk bertelur berurutan dengan

bentuk yang sama yaitu bulat, panjang, dan lonjong (Suprijatna dkk.,

2005). Bentuk telur lainnya yaitu mempunyai ukuran yang beragam.

Telur ayam ras memiliki ukuran yang lebih besar dari telur ayam

kampung. Berbeda halnya dengan telur puyuh yang memiliki ukuran

yang lebih kecil dibandingkan dengan jenis telur unggas lainnya.

Meskipun telur unggas memiliki ukuran yang beragam, namun semua

jenis telur unggas mempunyai struktur telur yang sama (Saraswati,

2012).

Menurut Nuryati dkk (2000) menyatakan bahwa telur terdiri atas

enam bagian penting, yaitu kerabang telur (shell), selaput kerabang


16

(shell membrane), putih telur (albumen), kuning telur (yolk), tali

kuning telur (chazale), dan sel benih (germinal disc). Sedangkan

Hartono dan Isman (2010) menyatakan bahwa struktur telur terdiri atas

empat bagian penting, yaitu selaput membran, kerabang (shell), putih

telur (albumen), dan kuning telur (yolk). Umumnya semua jenis telur

unggas dan hewan lain yang berkembangbiak dengan cara bertelur

mempunyai struktur telur yang sama (Saraswati, 2012). Secara

ringkas, struktur telur pada umumnya terdiri dari kerabang (kulit telur)

±10%, putih telur (albumen) ±60%, dan kuning telur (yolk) ±30%

(Suharyanto, 2009).

Gambar 2.1 Morfologi dan Anatomi Telur

(Sumber:The Avian Egg 1963 dalam Hardini, 2000)

3) Karakteristik Telur Ayam

Telur ayam merupakan telur yang dihasilkan oleh ternak unggas

ayam. Ada dua macam telur ayam yang saat ini banyak dikonsumsi

oleh masyarakat Indonesia, yaitu telur ayam ras (negeri) dan ayam
17

kampung (buras). Telur ayam ras yang warna kulitnya cokelat lebih

mahal harganya dibandingkan dengan telur yang berkulit putih. Hal ini

disebabkan kulit telur yang berwarna cokelat lebih tebal dan kuat

sehingga tidak mudah pecah jika dipegang. Bobot rata-rata telur ayam

ras adalah 50-70 gram per butir (Astawan, 2004). Struktur anatomi

telur ayam ras terdiri dari 3 komponen pokok yaitu putih telur, kuning

telur, dan kerabang telur.

Telur ayam buras/ kampung memiliki berat yang berbeda dengan

telur ayam ras, berat telur ayam kampung yaitu antara 34-45 gram

perbutir. Namun harga telur ayam kampung lebih mahal dibandingkan

telur ayam ras. Telur ayam kampung umumnya digunakan sebagai

bahan ramuan jamu dan dimakan setengah matang (Astawan, 2004).

Manfaat lain dari telur ayam buras (kampung), selain untuk ramuan

jamu juga dimanfaatkan oleh perusahaan kue sebagai bahan campuran

kue, dimanfaatkan juga oleh industri sampo, dan industri bedak

(Redaksi AgroMedia, 2007). Berbeda halnya dengan telur ayam

horn/ras yang lebih banyak dimanfaatkan oleh konsumen sebagai

pemenuhan kebutuhan gizi karena telur ayam ras tersedia dalam

jumlah yang cukup dan juga dapat diolah dalam berbagai jenis

masaskan, seperti halnya sebagai bahan baku pembuatan martabak,

roti, puding dll. Telur ayam horn/ras, selain tersedia dalam jumlah

yang cukup, telur ini juga memiliki harga yang relatif terjangkau
18

dengan penyebaran yang merata di seluruh wilayah Indonesia (Fadilah

dan Fatkhuroji, 2013).

Telur ayam ras dan buras memiliki kandungan gizi yang tidak

berbeda jauh. Jika dilihat dari komposisi kimia kandungan protein telur

ayam ras dan buras memiliki kandungan protein yang tidak berbeda

jauh. Perbedaan yang lebih terlihat hanya pada kandungan lemaknya

(Muchtadi dkk., 2010). Hal ini tampak pada Tabel Komposisi Kimia

Telur Ayam Ras (Ayam Horn) dan Buras (Ayam Kampung)

Sedangkan telur ayam ras mempunyai kandungan protein yang

tinggi dan susunan protein yang lengkap, akan tetapi lemak yang

terkandung di dalamnya juga tinggi. Secara umum telur ayam ras dan

telur itik merupakan telur yang paling sering di konsumsi oleh

masyarakat (Sudaryani, 2003).

Perbedaan zat gizi telur ayam ras dengan telur itik dan telur puyuh

dapat dilihat pada Tabel Perbedaan kandungan gizi per 100 gram telur

ayam ras dengan telur puyuh dan telur itik


19

4) Penyimpanan dan Penanganan

a. Penyimpanan

Menurut Paula Figoni (2008), penyimpanan telur

memegang peran penting dalam menjaga kualitas telur. Faktor –

faktor yang perlu diperhatikan adalah:

1. Menyimpan telur dengan suhu 12 - 15° C dan kelembaban 70 –

80%.
20

2. Ruang penyimpanan telur jauh dari benda – benda yang berbau

tajam (misalnya seperti bawang).

b. Penanganan

Menurut Paula Figoni (2008), dalam penanganan sebelum

menggunakan telur, ada beberapa faktor yang harus diperhatikan:

1. Buang telur yang sudah memiliki bau yang tidak enak/

menyengat pertanda bahwa telur sudah busuk.

2. Jangan mencuci telur sebelum digunakan, hal tersebut

membuat telur cepat rusak. Sebaiknya telur sudah dibersihkan

& disanitasi oleh penjual (packer).

3. Jangan memecahkan telur dalam jumlah banyak lalu

menggunakannya di lain waktu sebab telur yang sudah

dipecahkan dari kulitnya biasanya bakteri akan berkembang

biak.

4. Jangan memecahkan telur langsung ke bahan makanan lainnya

atau ke telur lainnya. Ini bertujuan untuk menghindari adanya

telur busuk yang masuk ke bahan makanan lainnya &

mencegah pecahan kulit telur masuk ke bahan makanan

lainnya.

5. Gunakan peralatan yang bersih dalam menggunakan telur

untuk menghindari terjadinya kontaminasi silang (cross

contamination).
21

6. Bersihkan tangan sebelum dan sesudah menggunakan telur

apabila ingin mengurus makanan lain untuk menghindari

terjadinya kontaminasi silang (cross contamination).

5) Kualitas Telur

Kualitas telur ditentukan oleh dua faktor yaitu kualitas luarnya

berupa kulit cangkang dan isi telur. Faktor luar meliputi bentuk, warna,

tekstur, keutuhan, dan kebersihan kulit. Faktor isi telur meliputi

kekentalan putih telur, warna serta posisi kuning telur, dan ada

tidaknya noda-noda pada putih dan kuning telur (Haryoto, 2002).

Kualitas bagian luar tidak banyak mempengaruhi kualitas dalamnya,

jika telur tersebut dalam kondisi baru maka dapat dikonsumsi

langsung. Kualitas telur bagian dalam juga tidak menjadi masalah.

Tetapi jika telur tersebut akan disimpan dalam jangka waktu yang

lama, maka kualitas kulit telur perlu diperhatikan (Haryoto, 2002).

Telur yang disimpan dalam jangka waktu lebih dari 2 minggu

diruangan terbuka umumnya dapat mengalami kerusakan. Kerusakan

awal yang akan dialami telur yaitu berupa kerusakan alami (pecah,

retak). Kerusakan lainnya adalah akibat udara dalam isi telur keluar

sehingga derajat keasaman naik. Sebab lain adalah karena keluarnya

uap air dari dalam telur yang menyebabkan penurunan berat telur serta

putih telur menjadi encer sehingga kesegaran telur merosot. Kerusakan


22

telur dapat pula disebabkan oleh masuknya mikroba ke dalam telur

(Ginting, 2007).

Menurut Astawan (2004) kualitas telur juga dapat dilihat dari kulit

telur, isi telur, dan berat telur. kulit telur dikatakan baik apabila

mempunyai kulit yang bersih, tidak mengandung kotoran apapun,

tekstur kulit halus dan utuh (tidak retak). Kualitas isi telur yang baik

adalah telur yang memiliki ruang udara sekecil mungkin. Ruang udara

yang menjadi tolak ukur kualitas telur dikelompokkan berdasarkan

kedalaman ruang udaranya, yaitu kualitas AA (kedalaman ruang udara

0,5 cm), kualitas A (kedalaman ruang udara lebih dari 0,5 cm), dan

kualitas B (kedalaman ruang udara lebih dari 0,5cm).Keadaan kuning

telur dan putih telur juga menjadi tolak ukur dalam menentukan

kualitas isi telur. Telur yang segar memiliki kuning telur yang tidak

cacat, bersih, dan tidak ada pembuluh darahnya, bercak daging atau

bercak darah. Putih telur dari telur yang segar adalah tebal dan diikat

kuat oleh kalaza. Bagian putih telur kualitas AA harus bebas dari titik

daging atau titik darah. Kualitas telur juga diklasifikasikan berdasarkan

berat per butir. Klasifikasi yang berlaku di Amerika Serikat adalah

jumbo (68,5 g/butir), sangat besar (61,4 g), besar (54,3 g), medium

(47,2 g), kecil (40,2 g), dan Pee Wee (bila kurang dari 40 g/butir).

Sebagai dasar penentuan kualitas telur dapat digunakan tabel 2.5

sebagai panduan. Berikut ini merupakan tabel penetuan kualitas telur:


23

6) Faktor Kerusakan Telur

Dari beberapa penelitian yang dilakukan para ahli, misalnya

Haryoto (1996), Muhammad Rasyaf (1991), dan Antonius Riyanto

(2001), menyatakan bahwa kerusakan isi telur disebabkan adanya CO2

yang terkandung didalamnya sudah banyak yang keluar, sehingga

derajat keasaman meningkat. Penguapan yang terjadi juga membuat

bobot telur menyusut, dan putih telur menjadi lebih encer.

7) Tanda-tanda Kerusakan Telur

Menurut Lies Suprapti (2002), telur yang pernah mengalami

penurunan kualitas, ditandai dengan adanya perubahan – perubahan,

antara lain isi telur yang semula terbagi 2 (kuning & putih) dan kental

berubah menjadi cair & tercampur, timbul bau busuk, bila diguncang

berbunyi, timbul keretakan atau pecah pada kulit luarnya dan bila

dimasukkan ke air akan mengapung atau melayang mendekati

permukaan air.

Telur yang tenggelam sehingga menyentuh dasar wadah

menunjukan bahwa kondisi telur masih sangat bagus (masih baru).


24

Apabila telur tersebut digoyang – goyang dan terasa ada guncangan

atau pukulan benda berat didalamnya, berarti telur tersebut sudah

pernah dierami beberapa waktu dan 20 sudah terbentuk janin

didalamnya. Telur yang melayang, menunjukan bahwa telur mulai

mengalami penurunan kualitas, semakin mendekati permukaan

menunjukan bahwa tingkat kerusakannya semakin tinggi. Telur yang

sudah terapung, menunjukan bahwa telur tersebut sudah rusak parah.

2. Bahan Bumbu Pembuatan Semur Telur

a. Bawang Merah

Bawang merah (Allium cepa var ascalonicum (L) Back)

merupakan sejenis tanaman yang menjadi bumbu berbagai

masakan di dunia, berasal dari Iran, Pakistan, dan pegunungan-

pegunungan di sebelah utaranya, kemudian dibudidayakan di

daerah dingin, sub-tropis maupun tropis. Umbi bawang dapat

dimakan mentah, untuk bumbu masak, acar, obat tradisional, kulit

umbinya dapat dijadikan zat pewarna dan daunnya dapat pula

digunakan untuk campuran sayur. Bawang mentah penuh dengan

senyawa-senyawa sulfur, termasuk zat kimia yang disebut alliin

yang membuat bawang putih mentah terasa getir atau angur.

Bahaya yang kemungkinan terdapat pada bawang merah adalah

bahaya fisik. Bahaya fisik meliputi kotoran dan bahaya ini dapat

diminimalisir dengan cara sortasi sesuai spesifikasi yang telah


25

ditentukan dan pencucian dengan air mengalir. Spesifikasi yaitu

kondisi segar, sudah dikupas, bersih, dan tidak busuk.

b. Bawang Putih

Bawang putih (Allium sativum; bahasa Inggris: garlic) adalah

nama tanaman dari genus Allium sekaligus nama dari umbi yang

dihasilkan. Umbi dari tanaman bawang putih merupakan bahan

utama untuk bumbu dasar masakan Indonesia. Bawang mentah

penuh dengan senyawa-senyawa sulfur, termasuk zat kimia yang

disebut alliin yang membuat bawang putih mentah terasa getir atau

angur.

Bawang putih digunakan sebagai bumbu yang digunakan

hampir di setiap makanan dan masakan Indonesia. Sebelum

dipakai sebagai bumbu, bawang putih dihancurkan dengan ditekan

dengan sisi pisau (dikeprek) sebelum dirajang halus dan ditumis di

penggorengan dengan sedikit minyak goreng. Bawang putih bisa

juga dihaluskan dengan berbagai jenis bahan bumbu yang lain.

Bahaya yang kemungkinan terdapat pada bawang putih adalah

bahaya fisik. Bahaya fisik meliputi kotoran dan bahaya ini dapat

diminimalisir dengan cara sortasi sesuai spesifikasi yang telah

ditentukan dan pencucian dengan air mengalir. Spesifikasi yaitu

kondisi segar, sudah dikupas, bersih, dan tidak busuk.

c. Jahe
26

Jahe (Zingiber officinale), adalah tanaman rimpang yang

sangat populer sebagai rempah-rempah dan bahan obat.

Rimpangnya berbentuk jemari yang menggembung di ruas-ruas

tengah. Rasa dominan pedas disebabkan senyawa keton bernama

zingeron.

Tanaman rimpang bernama Zingiber officinale ini sangat

populer sebagai bumbu masak, minuman dan obat. Jahe biasanya

ditambahkan dalam sup, tumisan atau aneka bumbu masakan

tradisional. Spesifikasi jahe adalah rimpang bersih, tidak

layu/masih segar

d. Kecap

Kecap adalah bumbu dapur atau penyedap makanan yang

berupa cairan berwarna hitam yang rasanya manis atau asin. Bahan

dasar pembuatan kecap umumnya adalah kedelai atau kedelai

hitam. Namun ada pula kecap yang dibuat dari bahan dasar air

kelapa yang umumnya berasa asin.

Kecap manis biasanya bertekstur kental dan terbuat dari

kedelai, sementara kecap asin bertekstur lebih cair dan terbuat dari

kedelai dengan komposisi garam yang lebih banyak, atau bahkan

ikan laut. Selain berbahan dasar kedelai atau kedelai hitam bahkan

air kelapa, kecap juga dapat dibuat dari ampas padat dari

pembuatan tahu. Spesifikasi kecap adalah warna hitam, bungkus

tidak rusak, tidak kadaluarsa, aroma tidak busuk


27

e. Gula Merah

Gula merah adalah gula yang berwarna kekuningan atau

kecoklatan. Gula ini terbuat dari cairan nira atau legen yang

dikumpulkan dari pohon kelapa, aren, lontar atau tebu. Cairan yang

dikumpulkan direbus secara perlahan sehingga mengental lalu

dicetak dan didinginkan. Setelah dingin maka gula merah siap

dikonsumsi atau dijual kepada orang lain. Spesifkasi gula merah

adalah tidak ada kotoran, tidak hancur, tidak mencair.

f. Kayu Manis

Kayu manis (Cinnamomum verum, sin. C. zeylanicum)

ialah sejenis pohon penghasil rempah-rempah. Termasuk ke dalam

jenis rempah-rempah yang amat beraroma, manis, dan pedas.

Kayu manis adalah salah satu bumbu makanan tertua yang

digunakan manusia. Bumbu ini digunakan di Mesir Kuno sekitar

5000 tahun yang lalu, dan disebutkan beberapa kali di dalam kitab-

kitab Perjanjian Lama. Spesifikasinya adalah tidak basah, bersih

dari kotoran

g. Merica

Aroma dan rasa merica sangat khas, sehingga terkadang

menjadi bagian dari resep masakan andalan. Merica berguna untuk

bumbu masak, sebagai penyedap dan pelezat, pengawet daging,

campuran bahan obat-obatan tradisional dan dapat dijadikan


28

minuman kesehatan (Sarfian, 2014). Spesifikasi merica yang baik

bersih, padat, utuh, tidak berulat.

h. Daun Salam

Salam adalah nama pohon penghasil daun rempah yang

digunakan dalam masakan Nusantara. Dalam bahasa Inggris

dikenal sebagai Indonesian bay-leaf atau Indonesian laurel,

sedangkan nama ilmiahnya adalah Syzygium polyanthum. Daun

salam digunakan terutama sebagai rempah pengharum masakan di

sejumlah negeri di Asia Tenggara, baik untuk masakan daging,

ikan, sayur mayur, maupun nasi. Daun ini dicampurkan dalam

keadaan utuh, kering atau pun segar, dan turut dimasak hingga

makanan tersebut matang. Rempah ini memberikan aroma herba

yang khas namun tidak keras. Di pasar dan di dapur, salam kerap

dipasangkan dengan laos alias lengkuas. Bahaya yang

kemungkinan terdapat pada daun salam adalah bahaya fisik.

Bahaya fisik meliputi kotoran dan bahaya ini dapat diminimalisir

dengan cara sortasi sesuai spesifikasi yang telah ditentukan dan

pencucian dengan air mengalir. Spesifikasi daun salam diterima

dengan kondisi tidak layu, segar, bersih tanpa kotoran.

i. Garam
29

Garam dapur adalah sejenis mineral yang lazim dimakan

manusia.  Bentuknya kristal putih, seringkali dihasilkan dari air

laut. Biasanya garam dapur yang tersedia secara umum adalah

Natrium klorida (NaCl). Garam sangat diperlukan tubuh, namun

bila dikonsumsi secara berlebihan dapat menyebabkan berbagai

penyakit, termasuk tekanan darah tinggi (hipertensi). Selain itu

garam juga digunakan untuk mengawetkan makanan dan sebagai

bumbu. Bahaya yang kemungkinan terdapat pada garam adalah

bahaya fisik, kimia dan mikrobiologi.

Bahaya fisik meliputi kotoran seperti debu, pasir, atau kerikil

kecil, dan bahaya ini dapat diminimalisir dengan cara sortasi garam

berdasarkna spesifikasi yang telah ditentukan. Bahaya kimia yaitu

adanya zat pengawet pada garam dan bahaya ini dapat

diminimalisir dengan cara mencantumkan tanggal kadaluarsa

sehingga konsumen dapat mengetahui kapan garam tersebut

kadaluarsa. Sedangkan untuk bahaya mikrobiologi adalah adanya

bakteri halofilik yang tahan pada suasana garam tinggi, bahaya ini

dapat dicegah dengan cara disimpan pada tempat kering dan

tertutup. Spesifikasi garam beryodium, warna putih bersih,

bungkus utuh, tidak basah.

Anda mungkin juga menyukai