Anda di halaman 1dari 20

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian HACCP

Analisis bahaya dan pengendalian titik kritis (Hazard Analysis

Critical Control Point) HACCP didefinisikan sebagai suatu pendekatan

ilmiah, rasional, dan sistematik untuk mengidentifikasi, menilai dan

mengendalikan bahaya. Tujuan dari HACCP adalah untuk mencegah

bahaya-bahaya yang sudah diketahui ( bahaya biologi, kimia, dan fisik)

dan mengurangi resiko terjadinya bahaya dengan melakukan pengendalian

pada setiap titik kritis dalam proses produksi (dari sejak tahap produksi

bahan baku, pengadaan dan penanganan bahan baku, pengolahan,

distribusi hingga konsumsi produk jadi). HACCP ini merupakan sistem

jaminan keamanan pangan dalam industri makananan yang sudah dikenal

dan berlaku secara Internasional (Surono, dkk., 2016).

Konsep HACCP merupakan penggabungan dari prinsip

mikrobiologis makanan, pengawasan mutu, dan penilaian resiko untuk

mencapai tingkat keamanan setinggi mungkin. Meskipun bergitu,

penerapan HACCP tidak berarti menghentikan pertumbuhan bakteri

hingga ke titik nol, melainkan meminimalkannya ke tingkat yang dapat

dianggap aman. Sistem ini menilai kendali atas mutu bahan mentah, sistem

pengolahan, lingkungan tempat proses dilangsungkan, orang-orang yang


terlibat dalam proses, dan sistem penyimpanan serta distribusi (Arisman,

2009).

B. Langkah – Langkah HACCP

HACCP terdiri dari 12 langkah dimana 7 prinsip HACCP tercakup

di dalamnya. Berikut adalah langkah-langkah penyusunan dan penerapan

HACCP menurut (Dewanti, 2013) :

1. Menyusun tim HACCP

2. Deskripsikan Produk

3. Identifikasi penggunaan yang dituju

4. Menyusun diagram alir

5. Verifikasi diagram alir

6. Daftarkan semua bahaya potensial, lakukan analisis bahaya, tentukan

tindakan pengendalian.

7. Tentukan CCP

8. Tetapkan Batas kritis untuk setiap CCP

9. Tetapkan sistem pemantauan untuk setiap CCP

10. Tetapkan tindakan koreksi untuk penyimpangan yang mungkin terjadi

11. Tetapkan prosedur verifikasi

12. Tetapkan penyimpanan catatan dan dokumentasi

C. Prinsip HACCP

Secara teoritis ada tujuh prinsip dasar penting dalam penerapan sistem

HACCP pada industri pangan. Ketujuh prinsip dasar penting HACCP


yang merupakan dasar filosofi HACCP tersebut menurut Rauf (2013)

adalah :

1. Analisis Potensi Bahaya

Analisis bahaya merupakan prinsip pertama dari tujuh prinsip HACCP

yang tertuang di dalam dua belas langkah penerapan sistem HACCP.

Analisis bahaya dilakukan untuk mengidentifikasi potensi-potensi

bahaya termasuk penyebabnya serta menentukan peluang kejadian atau

resiko (risk) dan tingkat keparahan (severity) pada setiap tahapan proses

(Brown, 2000).

Tabel 1
Analisis potensi bahaya
Jenis Bahaya Contoh

Biologi Bakteri, virus, kapang, protozoa


dan serangga
Kimia Toksin alami (sianida), allergen,
peptisida, mikotoksin
Fisik Kerikil, logam, kaca, rambut

Sumber: Rauf (2013)

Analisis potensi bahaya dilakukan dalam tiga tahap yaitu :

a. Menetukan potensi bahaya dan tindakan pengendalian, merupakan

potensi bahaya dari setiap bahan, baik bahan utama maupun bahan

tambahan sekecil apapun harus dilakukan analisis potensi bahaya

b. Menentukan kelompok bahaya pada bahan baku dan produk, tahap

kedua dalam analisis potensi bahaya adalah penentuan kelompok

bahaya dari bahan baku, produk antara, dan produk akhir, yang dibagi

menjadi 6 kelompok bahaya, yaitu bahaya A, B, C, D, E, dan F.


Tabel 2
Kelompok bahaya pada bahan baku dan produk
Kelompok Bahaya Karakteristik Bahaya

Bahaya A Kelompok produk khusus yang


terdiri dari produk nonsteril yang
ditunjukkan untuk konsumen
berisiko tinggi seperti bayi, ibu
hamil, ibu menyusui, orang sakit,
dan lansia.
Bahaya B Produk mengandung bahan yang
sensitif terhadap bahaya biologis,
kimia, dan fisik.
Bahaya C Di dalam produksi tidak terdapat
tahap yang dapat membunuh
mikrooorganisme berbahaya atau
mencegah/mrnhilangkan bahaya
kimia atau fisik.
Bahaya D Produk yang kemungkinan
mengalami pencemaran kembali
setelah pengolahan sebelum
pengemasan.
Bahaya E Kemungkinan dapat terjadi
kontaminasi kembali selama
distribusi, penjualan atau
penanganan oleh konsumen,
sehingga produk menjadi berbahaya
bila dikonsumsi.
Bahaya F Tidak ada proses pemanasan setelah
pengemasan pngemasan yang dapat
menghilangkan bahaya biologis
atau tidak ada cara konsumen untuk
mendeteksi, menghilangkan bahaya
kimia atau fisik.
Sumber: Rauf (2013)

c. Menentukan kategori resiko, setelah ditentukan kelompok

bahaya dari bahan baku dan produk, selanjutnya ditentukan

kategori resiko dari setiap bahan baku, bahan antara dan bahan

produk. Kategori resiko terbagi menjadi tujuh, yaitu dari

kategori 0 – VI.
Tabel 3
Kategori resiko dari bahan baku dan produk
Kategori Keterangan

0 Tidak mengandung bahaya A-F

I Mengandung 1 bahaya B-F

II Mengandung 2 bahaya B-F

III Mengandung 3 bahaya B-F

IV Mengandung 4 bahaya B-F

V Mengandung 5 bahaya B-F

VI Mengandung bahaya A, dengan

atau tanpa bahaya B-F

Sumber: Rauf (2013)

2. Titik Kendali Kritis

CCP (Critical Control Point) dapat didefinisikan sebagai titik, atau

tahapan atau prosedur dalam pengolahan makanan yang dapat

dikendalikan sehingga bahaya dapat dicegah atau diturunkan pada tingkat

yang dianggap aman. Untuk menetapkan apakah suatu tahapan proses

dapat dikategorikan sebagai titik kritis atau bukan, maka digunakan Bagan

Logika atau Pohon Keputusan (Decision Tree) (Surono, dkk., 2016).

Menurut Rauf bahan baku tidak dipertimbangkan apakah sebagai

CCP atau bukan. Namun setiap bahan baku perlu diuji apakah membawa

bahaya yang kritis sehingga perlu dipertimbangkan untuk memberi

perlakuan CCP pada bahan baku tersebut. Jika diputuskan bahwa bahan

baku tersebut membawa bahaya yang kritis sehingga perlu ditangani


dengan suatu tahap atau proses, maka tahap atau proses yang

mengendalikan bahaya tersebut adalah CCP. Bahan baku tersebut bukan

merupakan CCP, namun membutuhkan CCP. Cara untuk dapat

menentukan suatu tahapan tersebut CCP atau bukan dapat dilihat pada

Gambar 1.

3. Batas Kritis

Batas kritis merupakan satu atau lebih toleransi mutlak yang harus

dipenuhi untuk menjamin keamanan pangan dari suatu produk Thaheer

(2005). Cara praktis untuk menentukan batas kritis dari suatu CCP adalah

dengan menggunakan parameter yang lebih cepat terdeteksi. Sebagai

contoh, tahap perebusan untuk menghilangkan bakteri pathogen, lebih

praktis menggunakan indikator suhu dan waktu sebagai batas kritis.

Dengan asumsi bahwa pada suhu dan waktu tersebut, bakteri pathogen

telah dimatikan. Untuk produk berbentuk padat perlu diperhitungkan

waktu pemanasan yang dibutuhkan untuk mencapai suhu 72°C pada

bagian dalam produk, ditambah 15 detik (Dian, 2018).

Batas kritis tidak boleh dikacaukan dengan batas operasi. Dalam

suatu pengolahan, bahan pangan direbus pada suhu 100°C selama 5 menit

atau digoreng pada suhu 130°C selama 3 menit. Suhu dan waktu yang

digunakan dalam kedua tahap pengolahan tersebut merupakan batas

operasi. Batas kritis kedua proses tersebut adalah 72°C selama 15 detik.

Jika perebusan dilakukan dibawah batas operasi, misalnya 80°C, 15 menit,

maka hal tersebut tidak berpengaruh terhadap keamanan pangan karena


masih berada di atas batas kritis. Namun jika dilakukan dibawah batas

kritis, misalnya 65°C, maka makanan yang dihasilkan menjadi tidak aman

dikonsumsi (Dian, 2018).

Tahap atau proses yang dimasukkan ke dalam batas kritis adalah

hanya tahapan yang teridentinfikasi sebagai CCP. Potensi bahaya yang

ditampilkan adalah bukan potensi bahaya yang secara utuh ada pada bahan

baku, namun hanya potensi bahaya yang dapat dikendalikan oleh suatu

CCP. Batas kritis bisa berubah, tergantung jenis makanan, jenis bakteri

pathogen, dan proses. Suatu bahan yang mudah mengalami kerusakan

karena panas seperti susu, maka batas suhu dan waktu kritisnya bisa

dirubah, misalnya menggunakan pemanasan suhu yang lebih tinggi dan

waktu dibuat yang lebih singkat. Namun penyesuaian batas kritis harus

melalui penelitian yang mendalam (Dian, 2018).

Penentuan indikator batas kritis bisa diperoleh dari beberapa sumber,

yaitu:

a. Pedoman peraturan: pedoman lokal maupun internasional, Codex

Alimentarius, FDA, SNI, dan standar lainnya

b. Tenaga ahli: asosiasi profesi, ahli proses thermal, ahli pangan atau

mikrobiologi, perusahaan pembuat alat pengolahan pangan.

c. Studi penelitian: pengalaman dalam lingkungan industri, dan analisis

laboratorium.
4. Monitoring / Pengawasan

Penetapan prosedur pengendalian (monitoring) adalah prinsip

HACCP keempat yang dilakukan setelah terlebih dahulu dilakukan

penetapan batas kritis untuk setiap CCP. Penetapan prosedur

pengendalian (monitoring) dilakukan untuk mencegah keadaan sebuah

CCP menjadi tidak terkontrol yang berakibat pada peningkatan resiko

dihasilkannya produk berbahaya, mengidentifikasi masalah sebelum

muncul, menemukan titik sebab suatu masalah, serta membantu proses

verifikasi dan pembuktian kelayakan sistem HACCP (Sudibyo, 2008).

5. Tindakan Perbaikan

Tindakan perbaikan menurut Rauf (2013) adalah prosedur yang

dilakukan saat terjadi suatu penyimpangan dari batas kritis atau proses

berlangsung melewati batas kritis. Terjadinya penyimpangan dari batas

kritis dapat diketahui dari kegiatan monitoring. Tindakan perbaikan

harus segera diambil pada saat batas kritis terlampaui. Tindakan

tersebut terencana, sehingga prosedur perbaikan telah ditetapkan

sebelumnya dan terdokumentasi pada rencana HACCP. Prosedur

perbaikan yang akan dilakukan telah dipastikan bahwa tidak ada

dampak bagi keamanan produk. Pilihan tindakan perbaikan yang

diambil jika terjadi penyimpangan adalah:

a. Produk diisolasi dan ditahan untuk dilakukan evaluasi keamanan

b. Dilakukan proses ulang


c. Proses dilanjutkan ke tahap berikutnya di mana penyimpangan pada

tahap tersebut dapat segera dikendalikan pada tahap selanjutnya

d. Produk dimusnahkan

6. Prosedur Verifikasi

Prosedur verifikasi merupakan suatu kegiatan penerapan metode,

prosedur pengujian dan analisis, maupun tindakan evaluasi lainnya

sebagai tambahan pada sistem monitoring (pemantauan) guna

mengetahui dan memastikan tingkat kesesuaiannya terhadap sistem

HACCP (Yesua, 2013).

Kalibrasi dilakukan pada peralatan dan instrumen yang digunakan

dalam monitoring atau verifikasi. Hal ini untuk menjamin keakuratan

pengukuran. Jika peralatan pengolahan telah dilengkapi indikator

pengukuran, seperti alat pengukur suhu, maka peralatan tersebut secara

periodik dikalibrasi. Pengujian mikrobiologi dilakukan pada produk

akhir untuk memberikan keyakinan yang tinggi bahwa produk yang

dihasilkan aman dikonsumsi. Kegiatan verifikasi dapat dilakukan setiap

tahun satu kali.Verifikasi dapat dilakukan setiap saat, jika (Dian, 2018):

a. Ada perubahan bahan baku

b. Ada perubahan proses atau kondisi proses

c. Ada kasus atau pengaduan yang merugikan

d. Terjadinya penyimpangan atau deviasi yang berulang


e. Adanya informasi baru tentang potensi bahaya atau tindakan

pengendalian, distribusi atau praktek penangan konsumen yang

baru

7. Pemeliharaan Catatan/ Penyimpanan Dokumen

Menurut Thaheer (2005) prosedur dokumentasi dan penyimpanan

dokumen memiliki beberapa tujuan, yaitu :

a. Bukti keamanan produk berkaitan dengan prosedur dan proses yang

ada

b. Jaminan pemenuhan terhadap peraturan;

c. Kemudahan pelacakan / penelusuran dan peninjauan catatan

d. Dokumentasi data pengukuran menuju catatan permanen mengenai

keamanan produk pangan

e. Sumber tinjauan data yang diperlukan pada proses audit HACCP

f. Rekaman / catatan haccp dapat lebih terpusat pada isu keamanan

pangan sehingga mempercepat proses identifikasi masalah

g. Membantu mengidentifikasi lot ingredient, bahan pengemas, dan

produk akhir apabila timbul masalah keamanan pangan yang

memerlukan prosedur penarikan produk dari pasaran sesegera

mungkin.

D. Identifikasi Bahaya dan Penetapan Resiko

Penetapan bahaya dan resiko yang berhubungan dengan bahan

pangan sejak pemeliharaan, pemanenan/penangkapan/pemotongan,

penanganan, pemilihan ingredient dan bahan tambahan, penyimpanan


bahan, pengolahan, distribusi, Pemasaran, dan konsumsi. Analisis bahaya

adalah evaluasi spesifik terhadap produk pangan dan bahan mentah,

ingredient serta bahan tambahan untuk menentukan resiko terhadap

bahaya biologis, kimia dan fisik. Ada 2 tahap dalam penetapan bahaya

resiko yaitu analisis bahaya dan penetapan kategori resiko bahaya.

Sedangkan persiapan yang perlu dilakukan yaitu menurut daftar bahan

mentah dan ingredient yang digunakan dalam proses, mempersiapkan

diagram alir proses yang teliti untuk memproduksi suatu produk.,

keterangan / deskripsi produk mengenai kelompok konsumennya, cara

mengkonsumsi, cara penyimpanan, cara pengolahan.

E. Penetapan CCP (Critical Control Points)

Penetapan CCP yang diperlukan untuk mengendalikan bahaya,

misalnya CCP-1 menjamin dapat mencegah atau menghilangkan

bahaya, CCP-2 mengurangi bahaya, tetapi tidak menjamin dapat

mencegah atau menghilangkan bahaya.

Titik pengendalian kritis (CCP) dapat berupa bahan mentah,

lokasi, praktek, prosedur atau pengolahan dimana pengendalian dapat

diterapkan untuk mencegah atau mengurangi bahaya. Ada dua titik

pengendalian kritis:

1. Titik Pengendalian Kritis 1 (CCP-1), adalah sebagai titik dimana

bahaya dapat dihilangkan

2. Titik Pengendalian Kritis 2 (CCP-2), adalah sebagai titik dimana

bahaya dikurangi.
F. Penetapan Batas Kritis

Penetepan batas kritis yang harus dipenuhi pada setiap CCP

yang telah ditetapkan. Kriteria yang umum digunakan sebagai batas

kritis: suhu, waktu, kelembaban, nilai aw, nilai pH, keasaman (titrasi),

bahan pengawet, konsentrasi garam, khlorin bebas dan viskositas.

1. Batas / limit kritis adalah suatu nilai yang merupakan batas antara

keadaan dapat diterima dan tiak dapat diterima

2. Batas kritis ditetapkan pada setiap CCP yang telah ditentukan

3. Batas kritis tersebut harus dipenuhi untuk menjamin bahwa CCP

dikendalikan dengan baik.

4. Kirteria batas kritis

CCP yang melaupaui atau menyimpang dari batas kritis

menunjukkan kemungkinan terjadinya beberapa hal yang

membahayakan, misalnya : Terjadinya bahaya bagi kesehatan . Contoh :

ditemukannya kerikil atau rambut pada makanan kemungkinan bahaya

dapat meningkat/ berkembang.

G. Pemantauan CCP

Penetapan prosedur untuk Memantau CCP dan batas kritis

termasuk pengamatan, pengukuran, dan pencatatan. Kegiatan pemantauan

meliputi : memeriksa apakah prosedur pengolahan dan penanganan pada

CCP dapat dikendalikan, pengujian atau pengamatan jadwal terhadap

efektifitas suatu untuk mengendalikan CCP dan batas kritis, pengamatan

atau pengukuran batas kritis untuk menghasilkan data yang teliti dan
ditujukan untuk menjamin bahwa batas kritis yang ditetapkan dapat

menjamin keamanan produk. Cara pemantauan meliputi : pengamatan,

pengukuran terhadap: Proses (waktu, suhu, pH, dan lain-lain), sanitasi,

misalnya terhadap bahan mentah (uji kimia terhadap toksin, bahan

tambahan, kontaminan, dan lain-lain; mikrobiologi terhadap koliform E.

Coli, Salmonela, dan lain-lain)

H. Tindakan Koreksi Terhadap Penyimpangan

Penetepan tindakan koreksi yang harus dilakukan jika terjadi

penyimpangan terhadap CCP dan batas kritis dari hasil pemantauan.

1) Produk beresiko tinggi

Produk tidak boleh diproses atau diproduksi semua penyimpangan

dikoreksi atau diperbaiki. Produk ditahan atau tidak dipasarkan, dan

diuji keamanannya. Jika keamanan produk tidak memenuhi syarat,

perlu dilakukan tindakan koreksi yang tepat.

2) Produk beresiko sedang

Produk dapat diproses, tetapi penyimpangan harus dikoreksi dalam

waktu singkat (dalam beberapa hari atau minggu). Pemantauan khusus

diperlukan sampai semua penyimpanan dikoreksi.

3) Produk beresiko rendah

Produk dapat diproses, penyimpangan harus dikoreksi atau diperbaiki

jika waktu memungkinkan pengawasan rutin harus dilakukan untuk

menjamin status resiko berubah menjadi resiko sedang atau tinggi.


I. Pengolahan

1. Pengertian Pengolahan

Pengolahan merupakan berbagai cara pengubahan hasil-hasil

bahan pangan oleh budidaya manusia baik secara fisik, kimiawi atau

biokimiawi menjadi produk-produk guna memenuhi kebutuhannya

(Makfoeld, 1982). Pengolahan bertujuan untuk memperoleh pangan

yang beranekaragam, berkualitas tinggi, tahan simpan,

meningkatkan nilai tukar dan daya guna bahan mentahnya (Astawan

dan Made, 1988). Produk hasil pengolahan sering disebut sebagai

hasil olah. Hasil olah ada yang dapat langsung memenuhi kebutuhan

manusia disebut hasil jadi (final product) atau suatu hasil olah yang

perlu diolah lebih lanjut untuk langsung memenuhi kebutuhan

disebut hasil setengah jadi (semi final product) (Makfoeld, 1982).

2. Pengolahan Suhu Tinggi

Pengolahan suhu tinggi adalah pengolahan yang menggunakan

panas, baik dari panas api maupun dari alat listrik. Pengaruh

pemanasan terhadap bahan makanan dan zat-zat gizi yang

dikandungnya adalah sangat penting. Pemasakan menggunakan

suhu 60 – 80oC. Pengaruh-pengaruh tersebut ialah:

a. Pecahnya Dinding Sel Tumbuhan

Dinding sel tumbuhan terutama terdiri dari atas zat

selulosa yang tidak dapat dicerna oleh cairan pencernaan

manusia. Dengan pemanasan dinding sel dirusak menjadi pecah,


sehingga isi sel teerbuka terhadap pengaruh cairan pencernaan

tubuh di dalam rongga usus.

b. Pemanasan Membunuh Mikroba

Panas yang cukup tinggi dan lama akan membunuh

berbagai mikroba yang mungkin bersifat patogen dan

menyebabkan penyakit, terutama penyakit-penyakit infeksi yang

ditularkan melalui makanan dan minuman.

c. Panas Dapat Meniadakan Zat-Zat Toksik

Pemasakan dengan mempergunakan panas dapat pula

menetralkan pengaruh beberapa zat toksik yang terdapat secara

alamiah dalam berbagai bahan makanan, baik nabati maupun

hewani.

d. Panas Dapat Mengubah Berbagai Zat Gizi Secara Positif

Pengaruh thermis memberikan pula perubahan-

perubahan yang menguntungkan kepada karbohidrat dan protein

yang terdapat di dalam makanan, sehingga meningkatkan nilai

gizinya.

e. Pemanasan Dapat Memberikan Pengaruh Negatif

Penggunaan panas dengan suhu terlalu tinggi dapat

mengadakan perubahan kimiawi kepada karbohidat dan protein

yang bersifat negatip, yaitu merugikan dengan menurunkan nilai

gizi zat-zat gizi tersebut.


f. Pemanasan Yang Terlalu Tinggi Dapat Menimbulkan Zat

Carcinogenik

Dalam bahan makanan yang hangus, baik nabati maupun

hewani dapat terjadi ikatan-ikatan polycylik yang bersifat

carcinogenik, yaitu merangsang trjadinya kanker. Zat-zat toksik

ini misalnya terdapat dalam asap makanan yang hangus terbakar

(Sediaoetama, 1993).

J. Deskripsi Produk

Nugget ayam adalah salah satu pangan hasil pengolahan daging

ayam yang memiliki cita rasa tertentu, biasanya berwarna kuning

keemasan. nugget ayam menjadi salah satu produk olahan daging ayam

yang berkembang pesat Bahan baku nugget adalah potongan daging

ayam, tepung-tepungan, dan bumbu-bumbuan. Nugget biasanya

dikukus sampai matang setelah ditiriskan lalu digoreng. Bahan yang

digunakan dalam pembuatan nugget ayam adalah daging ayam cincang,

minyak goreng, tepung roti, telur, jus tomat. Adapun penjelasan dari

masing-masing bahan yang digunakan dalam pembuatan nugget ayam

adalah sebagai berikut:

1. Daging Ayam

Ayam merupakan salah satu ternak unggas yang sudah tidak

asing lagi dikalangan masyarakat. Daging ayam merupakan bahan

makanan bergizi tinggi yang mudah untuk didapat, rasanya enak,

teksturnya empuk, baunya tidak terlalu amis serta harga yang


terjangkau oleh semua kalangan masyarakat sehingga disukai

banyak orang dan sering digunakan sebagai bahan utama dalam

pembuatan makanan.

Setiap orang punya pilihannya masing-masing dengan alasan

yang berbeda misalnya karena ayam broiler lebih cepat empuk

daripada ayam kampung atau karena ayam kampung memiliki

kandungan lemak yang lebih sedikit daripada ayam broiler (Dewi

Windiani & Diah Ari, 2014)

Tabel 2.1 Kandungan Gizi Pada 100 gram Ayam


Komposisi Gizi Ayam
Energi 302 kkal
Protein 18,2 gr
Lemak 25 gr
Kalsium 14 mg
Fosfor 200 mg
Zat Besi 2 mg
Vitamin A 810 IU
Vitamin B1 0,08 mg
Vitamin C 0 mg
Sumber : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

2. Minyak Goreng

Minyak goreng merupakan salah satu bahan yang termasuk dalam

lemak, baik yang berasal dari lemak tumbuhan maupun dari lemak

hewan. Penggunaan minyak goreng berfungsi sebagai medium

penghantar panas, menambah rasa gurih, menambah nilai gizi dan


kalori dalam makanan. Minyak goreng tersusun dari beberapa

senyawa seperti asam lemak dan trigliserida (Ketaren, 2008).

3. Tepung Roti

Tepung roti merupakan bahan yang digunakan untuk melapisi

bagian luar dari nugget. Fungsi dari tepung roti yaitu untuk

memberikan warna kuning keemasan dan tekstur renyah diluar

setelah dilakukannya penggorengan serta bentuk nugget menjadi

lebih rapi (Alamsyah, 2007).

4. Telur

Menurut Sudaryani (2003), telur merupakan produk peternakan


yang memberikan sumbangan terbesar bagi tercapainya kecukupan
gizi masyarakat. Dari sebutir telur didapatkan gizi yang cukup
sempurna karena mengandung zat – zat gizi yang sangat baik &
mudah dicerna. Oleh karenanya telur merupakan bahan pangan
yang sangat baik untuk anak – anak yang sedang tumbuh dan
memerlukan protein dan mineral dalam jumlah banyak dan juga
dianjurkan diberikan kepada orang yang sedang sakit untuk
mempercepat proses kesembuhannya.
Menurut Rasyaf (1990), telur merupakan kumpulan makanan
yang disediakan induk unggas untuk perkembangan embrio
menjadi anak ayam didalam suatu wadah. Isi dari telur akan
semakin habis begitu telur telah menetas. Telur tersusun oleh tiga
bagian utama: yaitu kulit telur, bagian cairan bening, & bagian
cairan yang bewarna kuning. Menurut Sudaryani (2003), telur
mempunyai kandungan protein tinggi dan mempunyai susunan
protein yang lengkap, akan tetapi lemak yang terkandung
didalamnya juga tinggi.
Secara umum telur ayam & telur itik merupakan telur yang
paling sering dikonsumsi oleh masyarakat karena mengandung gizi
yang melimpah, telur sangat bagus dikonsumsi oleh anak – anak
dalam masa pertumbuhan.
5. Jus tomat

Buah Tomat (Lycopersicum Esculentum) merupakan salah satu

produk hortikultura yang berpotensi, menyehatkan dan mempunyai

prospek pasar cukup menjanjikan. Tomat, baik dalam bentuk segar

maupun olahan, memiliki komposisi zat gizi yang cukup lengkap dan

baik. Buah tomat terdiri dari 5-10% berat kering tanpa air dan 1 persen

kulit dan biji. Jika buah tomat dikeringkan, glukosa dan fruktosa,

sisanya asam-asam organik, mineral, pigmen, vitamin, dan lipid.

Tabel 1. Kandungan gizi buah tomat segar (matang) tiap 180 gram
bahan
Komposisi Gizi Tomat
Energi 302 kkal
Protein 1.53 gr
Serat 1.98 gr
Kalium 399.6 mg
Fosfor 43.20 mg
Zat Besi 0.81 mg
Vitamin A 112`.40 IU
Vitamin B1 0,11mg
Vitamin C 34.38 mg
(Sumber : Whfoods.org, 2007).

Tomat merupakan buah pangan yang saat ini telah dikonsumsi di

seluruh penjuru dunia. Diyakini, mengkonsumsi tomat baik bagi

kesehatan hati. Lycopene, salah satu antioksidan alami yang sangat


kuat ternyata terkandung di dalam buah tomat dengan kadar 30-100

ppm (Bombardelli, 1999). Lycopene memiliki kemampuan untuk

mencegah penyakit kanker. Saat ini telah dikembangkan pula ekstrak

buah tomat yang digunakan sebagai treatment tekanan darah tinggi.

Tabel 2. Kandungan Lycopene Buah Segar dan Olahan Tomat


Bahan Kandungan Lycopene (mg100g)
Pasta tomat 42.2
Saus spaghetti 21.9
Sambal 19.5
Saos tomat 15.9
Jus tomat 12.8
Saos seafood 7.2
Semangka 17.0
Pink grapefruit 4.0
Tomat mentah 8.8
Sumber: Tsang (2007)

Anda mungkin juga menyukai