Dosen Pengampu :
Dr. Munifah, M.Pd.
FAKULTAS TARBIYAH
PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KEDIRI
2021
Strategi produk
Elina Setiyawati
elynasetiyawati03@gmail.com
A. Pendahuluan
Istilah strategi berasal dari kata Yunani strategeia (stratos = militer; dan ag =
memimpin), yang artinya seni atau ilmu untuk menjadi seorang jenderal. Konsep
ini relevan dengan situasi pada zaman dulu yang sering diwarnai perang, di mana
jenderal dibutuhkan untuk memimpin suatu angkatan perang agar dapat selalu
memenangkan perang. Strategi juga bisa diartikan sebagai suatu rencana untuk
pembagian dan penggunaan kekuatan militer dan material pada daerah-daerah
tertentu untuk mencapai tujuan tertentu. Strategi militer didasarkan atas
pemahaman akan kekuatan dan penempatan posisi lawan, karakteristik fisik
medan perang, kekuatan dan karakter sumber daya yang tersedia, sikap orang-
orang yang menempati teritorial tertentu, serta antisipasi terhadap setiap
perubahan yang mungkin terjadi.
Konsep strategi militer seringkali diadaptasi dan diterapkan dalam dunia
bisnis, misalnya konsep Sun Tzu, Hannibal, dan Carl von Clausewitz. Dalam
konteks bisnis, strategi menggambarkan arah bisnis yang mengikuti lingkungan
yang dipilih dan merupakan pedoman untuk mengalokasikan sumber daya dan
usaha suatu organisasi. Setiap organisasi membutuhkan strategi manakala
menghadapi situasi berikut (Jain, 1990):
1. sumber daya yang dimiliki terbatas;
2. ada ketidakpastian mengenai kekuatan bersaing organisasi;
3. komitmen terhadap sumber daya tidak dapat diubah lagi;
4. keputusan-keputusan harus dikoordinasikan antar bagian sepanjang waktu;
5. ada ketidakpastian mengenai pengendalian inisiatif.
Menurut Stoner, Freeman, dan Gilbert Jr. (1995), konsep strategi dapat
didefinisikan berdasarkan dua perspektif yang berbeda, yaitu (1) dari
perspektif apa yang suatu organisasi ingin lakukan (intends to do), dan (2) dari
perspektif apa yang organisasi akhirnya lakukan (eventually does).
Berdasarkan perspektif yang pertama, strategi dapat didefinisikan sebagai
program untuk menentukan dan mencapai tujuan organisasi dan
mengimplementasikan misinya. Makna yang terkandung dari strategi ini adalah
bahwa para manajer memainkan peran yang aktif, sadar dan
rasional dalam merumuskan strategi organisasi. Dalam lingkungan yang
turbulen dan selalu
mengalami perubahan, pandangan ini lebih banyak diterapkan.
Sedangkan berdasarkan perspektif kedua, strategi didefinisikan sebagai
pola tanggapan atau respon organisasi terhadap lingkungannya sepanjang waktu.
Pada definisi ini, setiap organisasi pasti memiliki strategi, meskipun strategi
tersebut tidak pernah dirumuskan secara eksplisit. Pandangan ini diterapkan bagi
para manajer yang bersifat reaktif, yaitu hanya
menanggapi dan menyesuaikan diri terhadap lingkungan secara pasif manakala
dibutuhkan.
Pernyataan strategi secara eksplisit merupakan kunci keberhasilan dalam
menghadapi perubahan lingkungan bisnis. Strategi merupakan kesatuan arah
semua anggota organisasi. Bila konsep strategi tidak jelas, maka keputusan
yang diambil akan bersifat subyektif atau
berdasarkan intuisi belaka dan mengabaikan keputusan yang lain.
Lebih lanjut dalam makalah ini, kami akan membahas mengenai strategi
produk untuk lebih memahami mengenai produk dan strategi yang digunakan
untuk memasarkan produk.
B. Pembahasan
Produk merupakan segala sesuatu yang dapat ditawarkan produsen untuk
diperhatikan, diminta, dicari, dibeli, digunakan, atau dikonsumsi pasar sebagai
pemenuhan kebutuhan atau
keinginan pasar yang bersangkutan. Produk yang ditawarkan tersebut meliputi
barang fisik (seperti sepeda motor, komputer, TV, buku teks), jasa (restoran,
penginapan, transportasi), orang atau pribadi (Madonna, Tom Hanks, Michael
Jordan), tempat (Pantai Kuta, Danau Toba), organisasi (Ikatan Akuntan Indonesia,
Pramuka, PBB), dan ide (Keluarga Berencana). Jadi, produk bisa berupa manfaat
tangible (berwujud) maupun intangible (tidak berwujud) yang dapat
memuaskan pelanggan.
Secara konseptual, produk adalah pemahaman subyektif dari produsen atas
‘sesuatu’ yang bisa ditawarkan sebagai usaha untuk mencapai tujuan organisasi
melalui pemenuhan kebutuhan dan keinginan konsumen, sesuai dengan
kompetensi dan kapasitas organisasi serta daya beli pasar. Selain itu, produk dapat
pula didefinisikan sebagai persepsi konsumen yang dijabarkan oleh produsen
melalui hasil produksinya. Secara lebih rinci, konsep produk total meliputi
barang,
konsumen, merek, label, pelayanan, dan jaminan.
Dalam merencanakan penawaran atau produk, pemasar perlu memahami
lima tingkatan produk, yaitu:
1. Produk utama/inti (core benefit), yaitu manfaat yang sebenarnya dibutuhkan dan
akan dikonsumsi oleh pelanggan dari setiap produk. Dalam bisnis perhotelan,
manfaat utama yang dibeli para tamu adalah ‘istirahat dan tidur’. Untuk bioskop,
para penonton sesungguhnya membeli ‘hiburan’.
2. Produk generik, yaitu produk dasar yang mampu memenuhi fungsi produk yang
paling dasar (rancangan produk minimal agar dapat berfungsi). Contohnya, hotel
merupakan suatu bangunan yang memiliki banyak ruangan untuk disewakan.
3. Produk harapan (expected product), yaitu produk formal yang ditawarkan dengan
berbagai atribut dan kondisinya secara normal (layak) diharapkan dan disepakati
untuk dibeli. Sebagai contoh, tamu hotel mengharapkan tempat tidur yang bersih,
sabun dan handuk, air ledeng, telepon, lemari pakaian, dan ketenangan.
4. Produk pelengkap (augmented product), yakni berbagai atribut produk yang
dilengkapi atau ditambahi berbagai manfaat dan layanan, sehingga dapat
memberikan tambahan kepuasan dan bisa dibedakan dengan produk pesaing.
Misalnya, hotel bisa menambahakan fasilitas TV, shampo, bunga-bunga segar,
check-in yang cepat, check-out yang cepat, pelayanan kabar yang baik, dan lain-
lain.
5. Produk potensial, yaitu segala macam tambahan dan perubahan yang mungkin
dikembangkan untuk suatu produk dimasa mendatang. Misalnya, hotel
menambahkan fasilitas layanan internet, perekam video dengan kaset videonya,
sepiring buah-buahan segar, dan sebagainya.
Setiap produk berkaitan secara hirarkis dengan produk-produk tertentu
lainnya. Hierarki produk ini dimulai dari kebutuhan dasar sampai dengan item
tertentu yang dapat memuaskan kebutuhan tersebut. Hierarki produk terdiri atas
tujuh tingkatan (Kotler, et al., 1996), yaitu:
1. Need family, yaitu kebutuhan inti/dasar yang membentuk product family. Contoh,
rasa aman.
2. Product family, yaitu seluruh kelas produk yang dapat memuaskan suatu
kebutuhan inti/dasar dengan tingkat efektivitas yang memadai. Contohnya,
tabungan dan penghasilan.
3. Kelas produk (product class), yaitu sekumpulan produk di dalam product family
yang dianggap memiliki hubungan fungsional tertentu. Misalnya, instrumen
finansial.
4. Lini produk (product line), yaitu sekumpulan produk di dalam sekumpulan kelas
produk yang berhubungan erat. Contohnya, asuransi jiwa. Hubungan yang erat ini
bisa dikarenakan salah satu dari empat faktor berikut, yaitu:
a. Fungsinya sama;
b. Dijual kepada kelompok konsumen yang sama;
c. Dipasarkan melalui saluran distribusi yang sama;
d. Harganya berada dalam skala yang sama.
5. Tipe produk (product type), yaitu item-item dalam suatu lini produk yang
memiliki bentuk tertentu dari sekian banyak kemungkinan bentuk produk.
Misalnya asuransi jiwa berjangka.
6. Merek (brand), yaitu nama yang dapat dihubungkan/ diasosiasikan dengan satu
atau lebih item dalam lini produk yang digunakan untuk mengidentifikasi sumber
atau karakter item tersebut. Contohnya, Asuransi Bumiputera.
7. Item, yaitu suatu unit khusus dalam suatu merek atau lini produk yang dapat
dibedakan berdasarkan ukuran, harga, penampilan, atau atribut lainnya. Biasanya
disebut pula stockkeeping unit atau varian produk. Misalnya, Asuransi Jiwa
Bumiputera yang dapat diperbaharui.
Klasifikasi Produk
Klasifikasi produk bisa dilakukan atas berbagai macam sudut pandang.
Berdasarkan berwujud tidaknya, produk dapat diklasifikasikan ke dalam dua
kelompok utama, yaitu:
1. Barang
Barang merupakan produk yang berwujud fisik sehingga bisa dilihat, diraba,
disentuh,
dirasa, dipegang, disimpan, dipindahkan, dan perlakuan fisik lainnya. Ditinjau
dari aspek daya tahannya, terdapat dua macam produk, yaitu barang tidak tahan
lama (nondurable goods) dan barang tahan lama (durable goods).
2. Jasa (service)
Jasa merupakan aktifitas, manfaat atau kepuasaan yang ditawarkan untuk
dijual. Contohnya bengkel reparasi, salon kecantikan, kursus, hotel, lembaga
pendidikan, dan lain-lain.
Selain berdasarkan daya tahannya, produk umumnya juga diklasifikasikan
berdasarkan siapa konsumennya dan untuk apa produk tersebut dikonsumsi.
Berdasarkan kriteria ini, produk dapat dibedakan menjadi barang konsumen
(consumer’s goods) dan barang industri (industrial’s goods).
a) Barang konsumen adalah barang yang dikonsumsi untuk kepentingan konsumen
akhir sendiri (individu dan rumah tangga), bukan untuk tujuan bisnis. Umumnya
barang konsumen dapat diklasifikasikan menjadi empat jenis, yaitu convenience
goods, shooping goods, specially goods, dan unsought goods. Klasifikasi ini
didasarkan pada kebiasaan konsumen dalam berbelanja (Berkowitz, et al., 1992),
yang dicerminkan dalam tiga aspek berikut: 1) usaha yang dilakukan konsumen
sampai pada suatu keputusan pembelian; 2) atribut-atribut yang digunakan
konsumen dalam pembelian, dan 3) frekuensi pembelian.
1. Convenience goods merupakan barang yang pada umumnya memiliki frekuensi
pembelian tinggi (sering dibeli), dibutuhkan dalam waktu segera, dan hanya
memerlukan usaha yang minimum (sangat kecil) dalam pembandingan dan
pembeliannya. Contohnya: rokok, sabun,
pasta gigi, baterai, permen, dan surat kabar.
2. Shooping goods adalah barang-barang yang dalam proses pemilihan dan
pembeliannya dibandingkan oleh konsumen diantara berbagai alternatif yang
tersedia. Kriteria perbandingan tersebut meliputi, harga, kualitas, dan model
masing-masing barang.
Contohnya: alat-alat rumah tangga, pakaian, dan furniture.
3. Specialty goods adalah barang-barang yang memiliki karakteristik dan/atau
identifikasi merek yang unik dimana sekelompok konsumen bersedia melakukan
usaha khusus untuk membelinya. Umumnya jenis barang specialty terdiri atas
barang-barang mewah dengan merek dan model spesifik, seperti mobil
Lamborghini, pakaian yang dirancang oleh perancang terkenal (misalnya oleh
Christian Dior dan Versace), kamera Nikon, dan lain-lain.
4. Unsought goods merupakan barang-barang yang tidak diketahui konsumen atau
kalaupun sudah diketahui, tetapi pada umumnya belum terpikirkan untuk
membelinya.
b) Barang industri adalah barang-barang yang dikonsumsi oleh industriawan
(konsumen antara atau konsumen bisnis) untuk keperluan selain dikonsumsi
langsung, yaitu: 1) untuk diubah, diproduksi menjadi barang lain kemudian dijual
kembali (oleh produsen); 2) untuk dijual kembali (oleh pedagang) tanpa
dilakukan transformasi fisik (proses produksi). Barang industri dapat
diklasifikasikan berdasarkan peranannya dalam proses produksi dan biaya
relatifnya. Ada tiga kelompok barang industri yang dapat dibedakan (Kotler, et
al., 1996), yaitu:
1. Materials and parts, yang tergolong dalam kelompok ini adalah barang-
barang yang
seluruhnya atau sepenuhnya masuk ke dalam produk jadi.
2. Capital items adalah barang-barang tahan lama (long-lasting) yang memberi
kemudahan
dalam mengembangkan dan/atau mengelola produk jadi.
3. Supplies and services, yang termasuk dalam kelompok ini adalah barang-barang
tidak tahan lama (short-lasting) dan jasa yang memberi kemudahan dalam
mengembangkan dan/atau mengelola keseluruhan produk jadi.
Lini Produk dan Bauran Produk
Para pemasar harus memahami kaitan diantara semua produk dalam
organisasi mereka jika mereka ingin mengkoordinasikan pemasaran keseluruhan
produk tersebut. Beberapa konsep berikut ini membantu menggambarkan
hubungan antara produk-produk sebuah organisasi. Sebuah butir produk adalah
sebuah versi khusus dari sebuah produk yang dapat dibedakan dari semua produk
lain di organisasi yang bersangkutan, misalnya, buku spiral untuk dua topik
bermerek Five Star maupun Mead. Sebuah lini produk mencakup sekelompok
produk yang berkaitan erat dan yang dipandang sebagai satu unit karena
pertimbangan pemasaran, teknis, atau penggunaan akhir. Semua buku spiral yang
diproduksi oleh Mead merupakan salah satu lini produk perusahaan itu. Untuk
menghasilkan lini produk yang optimum, para pemasar harus memahami sasaran
pembelian. Butir-butir produk tertentu dalam sebuah lini produk biasanya
mencerminkan keinginan dari berbagai pasar sasaran atau berbagai kebutuhan
konsumen.
Bauran produk adalah gabungan, atau keseluruhan, produk yang disediakan oleh
organisasi kepada pelanggannya. Misalnya, semua pasta gigi, deterjen, kopi, dan
produk-produk lain yang dibuat Procter & Gamble merupakan bauran produk
perusahaan itu. Kedalaman sebuah bauran
produk diukur berdasarkan jumlah produk yang berbeda yang ditawarkan dalam
setiap lini produk. Lebar bauran produk diukur berdasarkan jumlah lini produk
yang ditawarkan perusahaan.
Strategi Diversifikasi
Diversifikasi adalah upaya mencari dan mengembangkan produk atau
pasar yan baru, atau keduanya, dalam rangka mengejar pertumbuhan,
peningkatan penjualan, profitabilitas, dan fleksibilitas. Diversifikasi dapat
dilakukan melalui tiga cara, yaitu:
1) Diversifikasi konsentris, di mana produk-produk baru yang diperkenalkan
memiliki kaitan atau hubungan dalam hal pemasaran atau teknologi dengan
produk yang sudah ada.
2) Diversifikasi horisontal, di mana perusahaan menambah produk-produk baru yang
tidak berkaitan dengan produk yang telah ada, tetapi dijual kepada pelanggan
yang sama.
3) Diversifikasi konglomerat, di mana produk-produk yang dihasilkan sama sekali
baru, tidak memiliki hubungan dalam hal pemasaran maupun teknologi dengan
produk yang sudah ada dan dijual kepada pelanggan yang berbeda.
Secara garis besar, strategi diversifikasi dikembangkan dengan berbagia
tujuan, diantaranya:
1) Meningkatkan pertumbuhan bila pasar/produk yang ada telah mencapai tahap
kedewasaan dalam
Product Life Cycle (PLC).
2) Menjaga stabilitas, dengan jalan menyebarkan risiko fluktuasi laba.
3) Meningkatkan kredibilitas di pasar modal
C. Penutup
Daftar Pustaka