Anda di halaman 1dari 16

jkjjknhkjjnhkkj

dampak politik adalah akibat suatu keputusan, tindakan, ataupun peristiwa terhadap
pendapat umum atau sikap masHasil dari penulisan menunjukan bahwa praktek politik uang
setidaknya mengungkap 3 (tiga) dampak akibat praktik politik uang. Pertama pidana penjara
dan denda. Kedua, menghasilkan manajemen pemerintahan yang korup. Dan ketiga, politik
uang dapat merusak paradigma bangsayarakat.

Respons terhadap pandemi ini menghasilkan perluasan kekuasaan pemerintah yang belum
pernah terjadi sebelumnya. Para pendukung pemerintahan kecil khawatir bahwa negara akan
enggan menyerahkan kekuasaan itu setelah krisis berakhir, seperti yang sering terjadi dalam
sejarah. Bentuk kapitalisasi politik luar negeri yang dilakukan oleh masing-masing negara di
tengah masa pandemi ini menjadi sebuah fenomena yang tak terelakan. Kelompok negara
berkembang, termasuk Indonesia melakukan gerakan secara intensif yang disebut dengan
Gerakan Organisasi Non-Blok karena merupakan pilihan yang strategis dan paling tepat.
Dengan bersikap tidak memihak pada salah satu kubu akan lebih mudah bagi kelompok negara
berkembang untuk mendapatkan dukungan dari kubu barat (Amerika Serikat dan sekutunya),
sekaligus mendapatkan manfaat dari kubu timur (Cina dan sekutunya). Terlebih dalam pandemi
ini semakin mengukuhkan bahwa global health menjadi satu instrumen politik, karena kondisi ini
juga membuat pemetaan negara dengan model kapital kuat dan berkembang menjadi lebih jelas
dengan indikator kapasitas kesehatan publik yang dimiliki oleh negara itu sendiri.[

Dampak Ekonomi

Kebakaran hutan yang selalu berulang setiap tahun selama dua dekade
terakhir ini menimbulkan kerugian yang tidak sedikit mengingat sumber daya
hutan memiliki keterkaitan yang erat dengan kinerja perekonomian, kualitas
ekologi, dan ketergantungan sosial. Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui
besar dampak ekonomi dan sosial yang timbul akibat kebakaran hutan dan
mengidentifikasi jalur-jalur utama pengaruh kebakaran hutan di Indonesia
terhadap output, faktor produksi, dan institusi (rumah tangga, perusahaan
dan pemerintah). Penelitian ini menggunakan metoda penghitungan SNSE
atau social accounting matrix (SAM) untuk menghitung nilai penurunan
pendapatan (economic loss), dan structural path analysis (SPA) untuk
menjelaskanjalur keterkaitan antar sektor. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa setiap hektar areal hutan yang terbakar di Indonesia menimbulkan
dampak berupa penurunan pendapatan total sebesar 269 juta rupiah. Secara
sosial, rumah tangga adalah kelompok institusi yang mengalami penurunan
pendapatan paling besar dibanding pemerintah dan di sektor perusahaan.
Penurunan terbesar dalam output terjadi pada kegiatan di sektor kehutanan,
industri, dan perdagangan. Pada kelompok faktor produksi, tenaga kerja
pertanian di perdesaan mengalami kerugian paling besar di antara kelompok
tenaga kerja lainnya. Penurunan modal paling besar dialami sektor swasta
dalam negeri. Secara struktural, ada jalur keterkaitan yang erat antara sektor
kehutanan dengan sektor-sektor yang berbasiskan pertanian di perdesaan.
Besaran nilai dampak ekonomi dan sosial akibat kebakaran hutan yang
dihasilkan oleh penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar penentuan
besaran ganti rugi minimum yang dikenakan kepada pelaku penyebab
kebakaran hutan dan sebagai acuan dalam perencanaan alokasi anggaran
baik untuk pemerintah maupun perusahaan untuk pengendalian kebakaran
hutan.

Dampak sosial merupakan perubahan yang terjadi pada manusia


dan masyarakat yang di akibatkan oleh aktifitas pembangunan
dapat di simpulkan bahwa dampak perubahan sosial ekonomi
adalah dampak yang terjadi di bidang sosial dan ekonomi yang di
timbulkan dari adanya suatu kegiatan ekonomi .

Adapun dampak negatif dari adanya permasalahan sosial di


masyarakat, yaitu meningkatnya jumlah kriminalitas, adanya
kesenjangan antar kelas sosial, adanya perpecahan kelompok,
munculnya perilaku menyimpang, dan meningkatnya pengangguran
Setidaknya, terdapat tiga potensi dampak sosial negatif
berkepanjangan yang mengancam peserta
didik akibat efek pandemi COVID-19. Ketiga dampak tersebut
seperti putus sekolah, penurunan capaian belajar, serta kekerasan
pada anak dan risiko eksternal.

Manusia dan budaya adalah satu


satuan. Tanpa manusia maka tidak ada budaya. Perubahan yang
terjadi di masyarakat selalu diikuti dengan perubahan kebudayaan,
dan begitu pula sebaliknya. Saat muncul unsur baru dalam budaya
maka akan terjadi perubahan di masyarakat. Perkembangan satu
perubahan budaya, akan diikuti perubahan selanjutnya. Oleh sebab
itu, setiap terjadi perubahan budaya akan membawa dampaknya
masing-masing. Dampak perubahan budaya bisa bersifat positif
maupun negatif. Dampak perubahan budaya Dalam buku
Antropologi 1 Kelas XI (Depdiknas 2009), dampak-dampak
perubahan budaya yaitu sebagai berikut: 1. Dampak postif - Pada
masyarakat dengan pendidikan maju menjadi makin kritis pola
berpikirnya. - Masyarakat yang berpikir rasional cenderung menjauhi
berbagai hal irasional. - Berbagai peralatan hidup manusia semakin
memudahkan kehidupan. - Taraf hidup masyarakat meningkat. -
Tersedia lebih banyak barang dan jasa. - Seseorang lebih mungkin
memikirkan hal yang bersifat perikemanusiaan. - Perubahan budaya
pertanian subsistem menjadi sistem intensifikasi pertanian yang
mampu menuju swasembada pangan. - Dalam bidang industri,
terjadi proses perkembangan pesat yang berkaitan dengan mutu
atau pun jumlah. - Pada bidang teknologi terjadi proses
perkembangan alih teknologi. - Masyarakat terdorong berusaha
meningkatkan kemampuannya agar bisa berperan serta dalam
pembangunan. 2. Dampak negatif - Bentuk kesenian tradisional
terdesak kesenian modern. Bentuk peralatan tradisional terdesak
pula oleh peralatan modern. - Kerja fisik manusia berkurang karena
tergantikan oleh mesin. - Muncul sikap individualistis, materialisme,
dan sikap hidup mewah dalam kehidupan sosial, terutama bagi
masyarakat yang sukses dalam ekonomi. - Semakin pudarnya
prinsip-prinsip kekeluargaan di kehidupan bermasyarakat. - Nilai-nilai
hidup rohaniah akan tergerus. - Muncul keresahan sosial akibat
pencemaran lingkungan hidup. - Hasil pembangunan belum dapat
dinikmati secara menyeluruh dan merata oleh rakyat yang berakibat
muncul kesenjangan sosial.
PERLAWANAN MALUKU DAN BELANDA

Pada awal abad 19, kawasan Maluku kembali berada dibawah


kekuasaan Belanda setelah Inggris menandatangani perjanjian
traktat London dengan menyerahkan wilayah kekuasaan Indonesia
kepada Belanda. Pendudukan kembali Belanda di Maluku membawa
banyak masalah dan kesengsaraan bagi rakyat Maluku. Rakyat
Maluku tidak mau terus menderita dibawah keserahahan bangsa
belanda, oleh karena itu, perlu mengadakan perlawanan untuk
menentang kebijakan belanda di bawah pimpinan komando Thomas
Matulessy atau biasa disebut Kapitan Pattimura.
Perang Padri

Tuanku Imam Bonjol (Sumber: pinterest.com)

Perang Padri diawali dengan konflik antara Kaum Padri dengan Kaum Adat terkait
pemurnian agama Islam di Sumatera Barat. Kaum Adat masih sering melakukan
kebiasaan yang bertentangan dengan Islam, seperti berjudi dan mabuk-mabukan.
Kaum Padri yang terdiri dari para ulama menasihati Kaum Adat untuk
menghentikan kebiasaan tersebut, Kaum Adat menolaknya, sehingga terjadi perang
yang berlangsung tahun 1803 – 1821. Perang diakhiri dengan kekalahan Kaum
Adat

Perang Pattimura
Kapten Pattimura (Sumber:
Merdeka.com)

Pada 1817, Belanda juga berusaha menguasai Maluku dengan monopoli


perdagangan. Rakyat Maluku yang dipimpin Thomas Matulessy (Pattimura)
menolaknya dan melakukan perlawanan terhadap Belanda. Pertempuran sengit
terjadi di benteng Duurstede, Saparua. Belanda mengerahkan pasukan secara
besar-besaran, rakyat Maluku terdesak. Perlawanan rakyat Maluku melemah akibat
tertangkapnya Pattimura dan Martha Christina Tiahahu.

Perang Diponegoro
Pangeran Diponegoro (Sumber: Tirto.id)

Perang Diponegoro adalah perang terbesar yang dialami Belanda. Perlawanan ini
dipimpin Pangeran Diponegoro yang didukung pihak istana, kaum ulama, dan
rakyat Yogyakarta. Perang ini terjadi karena Belanda memasang patok-patok jalan
yang melalui makam leluhur Pangeran Diponegoro. Perang ini terjadi tahun 1825 –
1830. Pada tahun 1827, Belanda memakai siasat perang bernama Benteng Stelsel,
yaitu setiap daerah yang dikuasai didirikan benteng untuk mengawasi daerah
sekitarnya. Antara satu benteng dan benteng lainnya dihubungkan pasukan gerak
cepat, sehingga ruang gerak pasukan Diponegoro dipersempit.

Benteng Stelsel belum mampu mematahkan serangan pasukan Diponegoro.


Belanda akhirnya menggunakan tipu muslihat dengan cara mengajak berunding
Pangeran Diponegoro, padahal sebenarnya itu berupa penangkapan. Setelah
penangkapan, gerak pasukan Diponegoro mulai melemah. Belanda dapat
memenangkan perang tersebut, namun dengan kerugian yang besar karena perang
tersebut menguras biaya dan tenaga yang banyak.

Perang Jagaraga Bali


I Gusti Ketut Jelantik (Sumber: merdeka.com)

Perang ini terjadi akibat protes Belanda terhadap Hak Tawan Karang, yaitu aturan
yang memberik hak kepada kerajaan-kerajaan Bali untuk merampas kapal asing
beserta muatannya yang terdampar di Bali. Protes ini tidak membuat Bali
menghapuskan Hak Tawan Karang, sehingga perang puputan (habis-habisan)
antara kerajaan-kerajaan Bali yang dipimpin I Gusti Ketut Jelantik dengan Belanda
terjadi. Belanda berhasil menguasai Bali karena kekuatan militer yang lebih
unggul.

Perang Banjar
Pangeran Antasari
(Sumber: okezone.com)

Perang ini dilatarbelakangi oleh Belanda yang ingin menguasai kekayaan alam
Banjar, serta keikut-campuran Belanda dalam urusan kesultanan. Akibatnya, rakyat
yang dipimpin Pangeran Hidayatullah dan Pangeran Antasari melakukan
perlawanan terhadap Belanda sekitar tahun 1859. Serangkaian pertempuran terus
terjadi hingga Belanda menambahkan kekuatan militernya. Pasukan Pangeran
Hidayatullah kalah, karena pasukan Belanda lebih unggul dari segi jumlah
pasukan, keterampilan perang pasukannya, dan peralatan perangnya. Perlawanan
rakyat Banjar mulai melemah ketika Pangeran Hidayatullah tertangkap dan
dibuang ke Pulau Jawa, sementara itu Pangeran Antasari masih melakukan
perlawanan secara gerilya hingga ia wafat.

Perang Aceh
Cut Nyak Dien (Sumber:
merdeka.com)

Perang Aceh dilatarbelakangi Traktat Sumatra (1871) yang menyebutkan bahwa


Belanda bebas meluaskan wilayah di Sumatera termasuk Aceh. Hal ini ditentang
Teuku Cik Ditiro, Cut Mutia, Teuku Umar, Cut Nyak Dien, dan Panglima Polim.
Belanda mendapatkan perlawanan sengit dari rakyat Aceh. Rakyat Aceh berperang
dengan jihad, sehingga semangatnya untuk melawan Belanda sangat kuat.
Untuk menghadapinya, Belanda mengutus Snouck Hurgronje untuk meneliti
budaya dan karakter rakyat Aceh. Ia menyarankan agar pemerintah Belanda
menggempur pertahanan Aceh bertubi-tubi agar mental rakyat semakin terkikis,
dan memecahbelah rakyat Aceh menjadi beberapa kelompok.

Perlawanan Rakyat Batak

Sisingamangaraja XII (Sumber: Tirto.id)


Perlawanan rakyat Batak dipimpin Sisingamangaraja XII. Latar belakang
perlawanan ini adalah bangsa Belanda berusaha menguasai seluruh tanah Batak
dan disertai dengan penyebaran agama Kristen. Sisingamangaraja XII masih
melawan Belanda sampai akhir abad ke-19. Namun, gerak pasukan
Sisingamangaraja XII semakin menyempit. Pada akhirnya, Sisingamangaraja XII
wafat ditembak serdadu Marsose, dan Belanda menguasai tanah Batak. Tidak
mudah 'kan Squad perjuangan rakyat Indonesia demi meraih kemerdekaan. Ayo, jangan mau
kalah dan terus semangat belajar agar kita semakin pintar dan tidak dijajah oleh bangsa lain
lagi. Mau merasakan belajar seru? Yuk, berlangganan
Perang Padri diawali dengan konflik antara Kaum Padri dengan Kaum Adat terkait pemurnian agama
Islam di Sumatera Barat. Kaum Adat masih sering melakukan kebiasaan yang bertentangan dengan
Islam, seperti berjudi dan mabuk-mabukan. Kaum Padri yang terdiri dari para ulama menasihati
Kaum Adat untuk menghentikan kebiasaan tersebut, Kaum Adat menolaknya, sehingga terjadi perang
yang berlangsung tahun 1803 – 1821. Perang diakhiri dengan kekalahan Kaum Adat

Pertemuan Rahasia Sebelum Perang Pattimura Ketidakadilan yang


diterima rakyat Maluku membuat banyak pemuda Maluku melakukan
serangkaian pertemuan rahasia. Contohnya pertemuan yang
diadakan di Pulau Haruku, pulau yang dihuni umat Islam.. Kemudian
pada tanggal 14 Mei 1817, mereka mengadakan pertemuan kembali
di Pulau Saparua (pulau yang dihuni umat Kristiani) atau lebih
tepatnya di Hutan Kayu Putih. Dalam pertemuan tersebut disipulkan
bahwa rakyat Maluku tidak ingin menderita. Maka dari itu, mereka
perlu melawan untuk menetang Belanda. Thomas Matulessi atau
yang kemudian dikenal sebagai Pattimura dipercaya sebagai
pemimpin. Penunjukkan tersebut dikarenakan Pattimura pernah
bekerja di dinas angkatan perang Inggris. Dari pengalamannya
tersebut, harapannya bisa menguntungkan rakyat Maluku.
Pergerakan Perang Pattimura Perlawanan masyarakat Maluku
dimulai dengan menghancurkan kapal Belanda yang ada di
pelabuhan. Setelah itu, para pejuang menuju Benteng Duurstede.
Ternyata di benteng tersebut sudah berkumpul pasukan Belanda.
Maka dari itu, terjadilah pertempuran antara pejuang Maluku dengan
pasukan Belanda. Pasukan Maluku dipimpin oleh Christina Martha
Tiahahu, Tomas Pattiwwail, dan Lucas Latumahina. Sedangkan
pasukan Belanda di pimpin oleh Residen van den Berg. Pada
tertempuran kali ini, Residen van den Bergs terbunuh dan pasukan
Maluku berhasil menguasai benteng Duurstede. Belanda kemudian
meminta bantuan dari Ambon sejumlah 300 prajurit yang dipimpin
oleh Mayor Beetjes. Namun bantuan ini berhasil digagalkan pasukan
Pattimura. Dalam peristiwa ini, Mayor Beetjes juga terbunuh.
Kemenangan tersebut membuat pejuang lain semakin bersemangat.
Selanjutnya Pattimura fokus menyerang Benteng Zeelandia di Pulau
Haruku. Melihat strategi ini, maka pasukan Belanda, kemudian
mempekuat pertahanan di benteng. Patroli juga diperketat, sehingga
Pattimura dan pasukannya gagal menembus Benteng Zeelandia.
Selain melakukan bergerak dengan perlawanan fisik, upaya
perundingan juga dilakukan. Sayangnya perundingan tersebut tidak
menemui kesepakatan antar kedua belah pihak. Hingga akhirnya
Belanda mengerahkan seluruh kekuatannya termasuk bantuan dari
Batavia untuk merebut Benteng Duurstede. Agustus 1817 Saparua
diblokade, Benteng Duurstede dikepung berserta tembakan meriam
yang bertubi-tubi. Satu persatu perlawanan di luar benteng lumpuh.
Daerah di kepualauan kemudian bisa dikuasai Belanda. Kondisi
tersebut membuat Pattimura memerintahkan pasukannya untuk
meloloskan diri dan meninggalkan tempat pertahannya. Dengan
demikian, Benteng Duurstede berhasil di kuasai Belanda. Pattimura
dan pasukannya terus melawan dengan cara bergerilya. Namun
pada bukan November, beberapa pasukan Pattimura tertangkap
salah satunya Kapitan Paulus Tiahahu (ayah Christina Martha
Tiahahu). Kapitan Paulus kemudian dijatuhi hukuman mati.
Mendengar kabar tersebut, Christina Martha Tiahahu marah dan
segera pergi ke hutan untuk bergerilya.

Anda mungkin juga menyukai