1.
Yona Febyola Siagian
2.
Cahaya Purnama Sari
Abstrak
PENDAHULUAN
Kerajaan Siantar merupakan salah satu kerajaan tertua di Simalungun dengan ibukota
Pematangsiantar. Dalam bahasa Simalungun Pematang berarti “Ibukota” atau pusat
pemerintahan. Dahulu pematang digunakan sebagai nama kampung tempat tinggal
para raja atau Tungkat. Kini nama Pematang dijadikan sebagai sebuah Kampung atau
perumahan penduduk.
METODOLOGI PENELITIAN
1. Heuristik
2. Kritik Sumber
Dalam hal ini kritik sumber sendiri berarti penulis menilai sumber sumber sejarah
yang telah ditemukan menyangkut keaslian dan keautentikan. Kritik sumber yang
penulis lakukan adalah dengan memilah milah materi yang ditemukan dari sumber
sumber buku, jurnal, dan internet karena sumber yang di pergunakan dalam penulisan
laporan ini adalah sumber sekunder yang ditulis tidak sezaman.
3. Interpretasi
Interpretasi adalah menafsirkan fakta fakta sejarah dan merangkai fakta tersebut
hingga menjadi satu kesatuan yang memberikan pandangan atau pendapat teoritis
yang ilmiah. Penafsiran kami lakukan dengan mengidentifikasi sumber sumber
sejarah dari berbagai sumber dan kemudian menarik fakta fakta yang kami temukan
lalu menggubungkannya dengan fakta lainnya dan mengembangkan hasil dari
interpretasi tersebut.
4. Historigrafi
PEMBAHASAN
Wilayah kerajaan Nagur membentang di perbatasan aceh di Barat hingga sungai Siak
Sri di Indragiri di Timur Laut serta Tapanuli di Selatan. Ibukota kerajaan ini selalu
berpindah pindah karena sering mendapat serangan dari kekuatan asing. Pada tahun
1023-1024 kerajaan Nagur diserang oleh Rajarendra Chola dari India yang membuat
Pematang Nagur pindah ke sekitar padang Lawas. Kemudian pada tahun 1275
kerajaan ini kembali diserang kerajaan Singosari dibawah pimpinan Panglima Indra
Warman. Akibatnya kekuasaan kerajaan Nagur semakin memudar, hingga akhirnya
beberapa raja raja setempat mendirikan kerajaan kerajaan baru.
Pada tahun 1883 di daerah Simalungun terjadilah musyawarah besar yang disebut
dengan “harungguan balon” yang menghasilkan keputusan bahwa di Simalungun
dibentuk kerajaan konfederasi empat kerajaan atau “ Raja Maropat” yaitu :
1. Kerajaan Dolok Silau (Purba Tambak) dengan wilayah dibagian utara pantai
Timur Sumatera sampai pegunungan kelaut Tawar sekitang Tongging,
Haranggaol
2. Kerajaan Panei (Purba Sidasua) dengan wilayah bagian pedalaman sampai ke
pegunungan Simanuk manuk, kelaut tawae sekitas Salbe Tigaras
3. Kerajaan Siantar (Damanik Bariba) dengan wilayah bagian tejnagh dari
pantai Timur Sumatera sampai pegunungan Simanuk manuk, ke laut tawar
sekitar daerah Tambun Rae Sipolha, wilayah bagian timur pesisir pantai yang
diserobot kolonial Belanda masuk kepada kesultanan Asahan.
4. Kerajaan Tanah Jawa (Sinaga) dengan wilayah bagian hilir pantai Timur
Sumatera sampai ke pegunungan Siamnuk manuk, lalu kelaut tawae sekitar
daerah Panahatan Prapat.
Kerajaan Siantar didirikan oleh Raja yang bernama Namartuah Damanik atau
yang dijuluki dengan Puanglima Permata Tunggal alias Raja Manullang, alias
Datu Partiga tiga Sihapunjung, anak dari nagur terakhir. Setelah Raja Martuah
Damanik mangkat maka sebagai pemangku raja pada kerajaan Siantar secara
turun temurun digantikan oleh Raja Nama Namaringgir Damanik / raja ke II, Raja
Ramajim/ raja ke III, Raja Pagarujung / raja ke IV, Raja Na Longah/ raja ke V,
Raja Nai Rih/ VI, Raja Nai Horsik/ raja ke VII, Raja Na Pitung/ raja ke VIII, Raja
Namartuah/ raja IX, Raja Saduraja/ raja ke X, Raja Namatuah/ raja ke XI, raja
Sadurupa/ raja ke XII, Raja Namartuah alias Raja Mapir/ raja ke XII, Raja
Naualuh/ raja ke XIV dan Raja Riah Kadim/ raja ke XV. Dan yang terakhir Raja
Sang Naualuh Damanik/ raja ke XIV.
Raja Sang Naualuh merupakan raja yang paling terkenal dari dinasti kerajaan
Siantar. Beliau merupakan Raja yang bijaksana dan seorang muslim yang taat.
Pada tahun 1880 Harajaon Saiantar/ Dewan Manungku bumi menobatkan Raja
Sang Naualuh sebagai raja ke XIV. Mendengar dinobatkan nya raja Sang Naualuh
sebagai raja Saintar, maka kontroler Belanda yang berkedudukan di Batu Bara
mengirimkan pesan persahabatan yang mengharapkan agar Raja Sang Naualuh
dan keluarga memeluk agama Kristen. Hal ini dilatarbelakangi karena Belanda
khawatir akan kesulitan menaklukkan dan mengendalikan masyarakat Ideologi
jihad di jalan Allah dan anti Kafir dianggap nantinya akan merepotkan mereka.
Namun Raja Sangnaualuh menolak dengan tegas bujukan tersebut.
Untuk melancarkan upayanya untuk mengendalikan masyarakat Siantar,
pemerintah kolonial Belanda berupaya menjatuhkan Raja dari tahtanya dengan
melontarkan tuduhan tuduhan bahwa raja telah menguasai istri orang sebagai
simpanannya dan dituduh berlaku tidak adil dalam menyelesaikan masalah dan
peroalan antara suami dan istri. Raja juga dituduh meracuni aparat pemerintah
kolonial dan mandor kecil perkebunan. Dengan alasan alasan tersebut, Belanda
pun melakukan penangkapan dan menahan Raja. Hingga pada akhirnya Raja
Sangnaualuh ditangkap dan diasingkan ke Bengkalis, Riau. Raja tetap
mempertahankan agamanya walaupun terus menerus mendapat tekanan dari
pemerintah Kolonial. Hingga akhirnya beliau wafat pada tanggal 9 Februari 1913
dan dimakamkan di Pulau Bengkalis
Hingga saat ini pesanggerahan Raja Siantar masih berdiri kokoh dan dimanfaatkan
sebagai kantor Dewan Pimpinan Pusat (DPD) Damanik Boru Panogolan Muslim
Indonesia (DBPMI). Hal ini dimaksudkan adalah untuk meneruskan cita cita
leluhur dan menjaga situs bersejarah yang masih tersisa di Pematangsiantar.
Gambar Pesanggerahan Raja Siantar saat ini
Sumber :
https://www.kompasiana.com/
faisalnugrahasitorus080655/5f355aadd541df43c72906e2/bekas-rumah-kerajaan-
siantar-situs-sejarah-siantar
https://sultansinindonesieblog.wordpress.com/sumatera/kerajaan-siantar/
http://awisaragih.blogspot.co.id/2011/03/kerajaan-simalungun-dan-siantar.html