77-86
p-ISSN: 2721 2998, e-ISSN: 2721 1665
Volume .., Number --, April 2021
Tersedia online
Kajian Beberapa Sistem Tanam Jajar Legowo dan Penambahan Abu Sekam
Padi Terhadap Intensitas Serangan Hama Penggerak Batang Padi
(Scirpophaga innotata Wlk.) dan Hasil pada Tanaman Padi Sawah (Oryza
sativa L.)
Study of Several Jajar Legowo Planting Systems and the Addition of Rice Husk
Against the Intensity of Rice Stem Activating Pest Attacks (Scirpophaga
innotata Wlk.) And Yields on Rice Paddy Plants (Oryza sativa L.)
Terkelin Pinem1
1
Balai Besar Pelatihan Pertanian Batangkaluku, Sulawesi Selatan, Indonesia
*
email: terkelin.p@gmail.com
1. PENDAHULUAN
Sistem legowo adalah suatu rekayasa teknologi untuk mendapatkan populasi tanaman lebih dari
160.000 per hektar. Penerapan Jajar Legowo selain meningkatkan populasi pertanaman, juga mampu
DOI: https://doi.org/10.46575/agrihumanis.v1i2.66
@2020 oleh penulis. Diterbitkan di bawah lisensi Creative Commons Attribution 4.0 International (CC BY 4.0).
78 AgriHumanis: Journal of Agriculture and Human Resource Development Studies, pp. 77-86
Volume -, Nomor -------------- 2021
menambah kelancaran sirkulasi sinar matahari dan udara disekeliling tanaman pingir sehingga tanaman
dapat berfotosintesa lebih baik (Abdulrachman, 2013).
Sistem tanam Jajar legowo merupakan sistem penanaman padi dengan jarak tanam memanjang
dimana jarak tanam barisan pinggir setengah kali jarak tanam antar barisan sehingga pertanaman akan
memiliki barisan tanaman yang diselingi oleh barisan kosong (Karokaro dkk, 2015 dalam Indriaty dan
Halimatusakdiah, 2018).
Serangan penggerek batang padi merupakan salah satu masalah penting dalam meningkatkan
produksi padi. Jaipla et al. (2005) menjelaskan bahwa penggerek batang padi yang merupakan hama
penting pada tanaman padi secara nyata dapat menyebabkan terjadinya penurunan hasil, selanjutnya
Syam et al. (2007) juga menyebutkan bahwa penggerek batang padi merupakan salah satu hama paling
penting pada tanaman padi.
Sampai saat ini, usaha pengendalian masih menitik beratkan pada penggunaan pestisida, karena
pestisida dianggap paling praktis dan efektif dalam menanggulangi serangan hama ini. Oleh karena itu
dampak negatif dari pestisida tersebut semakin hari semakin terasa. Pengendalian dengan insektisida
merupakan cara konvensional dan akan berpengaruh terhadap serangga bukan sasaran serta mencemari
lingkungan. Oleh sebab itu, perlu diupayakan alternatif pengendaliannya melalui pengendalian hama
secara terpadu. Adapun pengendalian hama terpadu yang mengkombinasikan pengendalian hayati,
tanaman tahan dan pola bercocok tanam yang baik juga seminimal mungkin dalam penggunaan
pestisida, karena hal ini dapat menjamin hasil, mengurangi biaya, ramah lingkungan dan berperan
penting dalam sistem pertanian yang berkelanjutan.
Abu sekam padi merupakan hasil pembakaran sekam padi yang berpotensi sebagai pembenah
tanah gambut. Pemberian Abu sekam padi sebaiknya diimbangi dengan bahan organik seperti pupuk
kandang. Pemberian pupuk kendang diperlukan untuk memperbaiki struktur tanah dan meningkatkan
jumlah organisme tanah yang berguna dalam proses penguraian bahan organik menjadi bahan yang
tersedia bagi tanaman. Selain itu, pupuk kandang juga bermanfaat menjaga kelembaban tanah.
Tanaman cukup Si memiliki daun yang terlapisi silikat dengan baik, menjadikannya lebih tahan
terhadap serangan berbagai penyakit yang diakibatkan oleh fungimaupun bakteri seperti blas, HDB.
Dengan Si, batang tanaman menjadi lebih kuat dan kekar, sehingga lebih tahan terhadap serangan
penggerek batang, wereng coklat, dan tanamanmenjadi tidak mudah rebah (Makarim, et al. 2007)
Selanjutnya Thamrin, M., dkk, 2017, menjelaskan bahwa pemberian abu sekam yang diketahui
mengandung silikat mampu meningkatkan kekuatan batang padi.Hal ini yang menyebabkan tingkat
kerusakan padi yang disebabkan oleh penggerek batang lebih rendah dibanding tanpa pemberian abu
sekam.
Di samping pengendalian OPT secara terpadu, pengaturan pola tanam juga merupakan komponen
penting yang terkait dalam upaya mengoptimalkan hasil panen padi, pengaturan pola tanam salah
satunya adalah pengaturan jarak tanam pada sistem tanam jejer legowo. Menurut hasil penelitian
Martina, I dan Asep P., (2020), menyimpulkan bahwa perlakuan jarak tanam pada system tanam jajar
legowo memberikan pengaruh terhadap karekter tinggi tanaman, jumlah anakan produktif, panjang
malai, jumlah gabah berisi per malai serta hasil. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian yang
menunjukkan data bahwa perlakuan jarak tanam (25 x 12,5 x 50 cm) pada karekter tinggi tanaman,
jumlah anakan produktif, panjang malai, jumlah gabah berisi per malai serta hasil memiliki nilai rerata
yang lebih tinggi dan nyata dibandingkan denga perlakuan jarak tanam (20 x 10 x 40 cm)
2. METODE
2.1. Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan mulai bulan Juni sampai dengan bulan September 2019, yang bertempat
di lahan praktek BBPP Batangkaluku, kabupaten Gowa. Lokasi penelitian merupakan lahan sawah
berpengairan setengah teknis dengan ketinggian tempat 25 mdpl. Lokasi penelitian termasuk pada dalam
katagori Zona Musim (ZOM) dengan curah hujan rata-rata tahun 2019 pada bulan Juni hingga
September berkisar 0-47 mm3 yang termasuk dalam kategori musim kemarau (Statistik Daerah
Kabupaten Gowa 2020).
DOI: https://doi.org/10.46575/agrihumanis.v1i2.66
© 2020 oleh penulis. Diterbitkan di bawah lisensi Creative Commons Attribution 4.0 International (CC BY 4.0).
Judul Artikel dalam Bahasa Indonesia 79
Jenis tanah di lokasi penelitian secara umum adalah alluvial berupa endapan yang berasal dari
sungai Jeneberang dengan pH 6-7,5, lokasi persawahan cenderung selalu tergenang karena sumber air
merupakan pipa kontrol pembuangan air baku PDAM Kota Makassar.
Metode penelitian harus ditulis secara rinci dan jelas agar reviewer dan pembaca memahami apa
yang diteliti dan agar pengkaji dapat mereplikasi penggunaan metode tersebut. Penggunaan subbab
dimungkinkan agar lebih terinci. Penggunaan persamaan harus dilengkapi dengan keterangan dan diberi
penomoran pada masing-masing persamaan.
DOI: https://doi.org/10.46575/agrihumanis.v1i2.66
© 2020 oleh penulis. Diterbitkan di bawah lisensi Creative Commons Attribution 4.0 International (CC BY 4.0).
Judul Artikel dalam Bahasa Indonesia 81
Abu sekam padi didapat dari proses pembakaran batu bata menggunakan sekam padi. Abu sekam
padi kering dikumpulkan, dibersihkan dari kotoran, dengan cara diayak dengan mata ayak 2,0 mm, dan
disimpan ditempat yang teduh dan kering untuk keperluan pemupukan dan analisis di Laboratorium.
Persiapan benih dilakukan dengan cara perendaman benih selama dua hari, selanjutnya benih diperam
(inkubasi) selama dua hari. Benih yang sudah mulai tumbuh disebar di persemaian.
Penanaman/pindah tanam. Pindah tanam dilakukan ketika benih berusia 17 HSS (hari setelah
semai) dan jumlah bibit yang ditanam 3 batang per lubang tanam. Sebelum tanam terlebih dahulu dibuat
barisan tanam dengan alat penggaris tanam atau disebut caplak sesuai ukuran yang diinginkan sawah
yang telah siap ditanami dibuang airnya 1-2 hari sebelumnya sehingga kondisi tanah menjadi macak-
macak.
Penyulaman tanaman dilakukan bila ada gangguan belalang atau keong, bibit untuk menyulam
adalah bibit yang diambil dari bibit cadangan yang secara sengaja ditanam dipinggir petakan sawah,
waktu penyulaman maksimal dilakukan sebelum 2 minggu setelah tanam (MST), atau sebelum
pemupukan dasar.
Pemeliharaan tanaman dilakukan dengan penyiangan gulma yang dilakukan pada saat tanaman
berumur 21 hari setelah tanam (HST) dan 42 HST.
Keterangan:
IS = Intensitas kerusakan (%)
a = Jumlah rumpun yang terserang
b = jumlah rumpun per plot
Pengamatan jumlah anakan dilakukan pada masing-masing plot ditentukan dengan metode Garis
Diagonal dimana masing-masing titik pengamatan berukuran 1x1 m dan pengamatan dilakukan dengan
cara menghitung jumlah anakan tanaman padi yang tumbuh dari batang padi utama. Pengamatan
dilakukan pada setiap tanaman sampel di setiap unit percobaan sebanyak 6 kali pengamatan yaitu pada
2 MST, 4 MST, 6 MST, 8 MST, 10 MST, 12 MST. Tinggi tanaman diukur setiap 2 minggu selama 2
DOI: https://doi.org/10.46575/agrihumanis.v1i2.66
© 2020 oleh penulis. Diterbitkan di bawah lisensi Creative Commons Attribution 4.0 International (CC BY 4.0).
82 AgriHumanis: Journal of Agriculture and Human Resource Development Studies, pp. 77-86
Volume -, Nomor -------------- 2021
bulan mulai dari 2 MST sampai 10 MST, di ukur 5 tanaman ukur dari permukaan tanah sampai pada
daun yang paling panjang.
Panen dilakukan secara serentak ketika umur padi sekitar 135 HST, panen pada masing-masing
plot dilakukan secara manual dengan mengunakan sabit gerigi. Seluruh malai dari masing-masing plot
dirontokkan secara manual dan hasil gabah dikumpulkan secara terpisah untuk masing-masing plot.
Hasil panen berupa gabah dikeringkan hingga KA 14%. Pengambilan data panen dilakukan pada
masing-masing plot percobaan dengan menggunakan metode ubinan untuk Jajar Legowo yaitu sebagi
berikut:
1. Pola tanam legowo 2:1 (25x 12,5x 50) cm, 4 set tanaman legowo sepanjang 4 m dengan jumlah
rumpun atau sekitar 256 rumpun.
2. pola tanam legowo 4:1 tipe 1 (25x 12,5x 50) cm, 3 set tanaman legowo sepanjang 3 m atau sekitar
288 rumpun.
3. Hasil gabah (KA 14%) = Hasil ubinan x (100 - KA gabah)/86
4. Hasil (ton/Ha) = Hasil ubinan (KA14%) x 10/ luas ubinan (m2)
(Sumber: Badan Litbang Kementan, 2013).
--------------- 4m ----------------→
-----------------4m----------------→ v v v v v v v v v v v
v v v v v v v v v v v
v v v v v v v v v v v
v v v v v v v v v v v
v v v v v v v v v v v
v v v v v v v v v v v
v v v v v v v v v v v
v v v v v v v v v v v
v v v v v v v v v v v
v v v v v v v v v v v
v v v v v v v v v v v
Gambar 5. Ilustrasi sampel panen pola
tanam legowo 4:1
Berat 1000 Butir Gabah Bobot gabah diamati dari 1000 butir gabah bernas yang diambil dari sample
panen masing-masing petak percobaan, selanjutnya penimbangan dilakukan sebanyak tiga kali. Rumus
penatapan berat 1000 benih adalah sebagai berikut:
ừ ∑/dx (3)
Analisis Data. Data dianalisis dengan menggunakan analisis ragam dengan software SPSS 24, apabila
dalam analisis ragam terdapat pengaruh nyata, maka dilanjutkan dengan Uji Jarak Berganda Duncan
(UJBD) pada taraf nyata = 0,05.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Jumlah Kelompok Telur
Pengamatan jumlah kelompok telur diperoleh dengan cara pengambilan langsung kelompok telur
yang terdapat pada tiap rumpun dalam satu plot menunjukkan bahwa dari pengamatan diperoleh bahwa
jumlah telur hanya berbeda nyata antara perlakuan B0 dengan B2 pada 4 MST dan 6 MST. Jumlah telur
yang terbanyak dikumpulkan dari tanaman padi tanpa penambahan abu sekam padi (B0) pada
pengamatan 6 MST., di masing-masing plot percobaan disajikan pada Tabel 2 berikut.
Tabel 2. Rerata jumlah kelompok telur PBPP (S. innotata Wlk) pada beberapa sistem tanam jajar
legowo dan pemupukan dengan penambahan abu sekam padi.
Pemberian Abu Sekam Padi
Umur (MST) Pola tanam
B0 B1 B2 Rataan
Jumlah Kelompok Telur
P1 0.91 0.86 0.88 0.88a
DOI: https://doi.org/10.46575/agrihumanis.v1i2.66
© 2020 oleh penulis. Diterbitkan di bawah lisensi Creative Commons Attribution 4.0 International (CC BY 4.0).
Judul Artikel dalam Bahasa Indonesia 83
Dari hasil pengamatan pada 2 MST s/d 12 MST menunjukkan bahwa jumlah kelompok telur
PBPP tidak berbeda nyata untuk semua taraf perlakuan berbagai pola tanam, berbeda halnya dengan
perlakuan pemberian abu sekam padi, pada pengamatan 6 dan 8 MST diperoleh data bahwa rataan
jumlah kelompok telur yang diamati berbeda nyata yaitu pada perlakuan pemupukan tanpa pemberian
abu sekam padi (B0) dengan nilai rata-rata 4,68 (6 mst) dan 4.51 (8 mst) terhadap perlakuan pemupukan
dengan pemberian abu sekam padi 2 Ton per Ha (B2) dengan nilai rata-rata yang jauh lebih rendah
yaitu 3,15 (6 mst) dan 2,94 (8 mst).
Rendahnya jumlah kelompok telur yang ditemukan pada perlakuan pemupukan dengan
pemberian BO berupa abu sekam padi sebanyak 2 ton per hektar (B2) pada penelitian ini kemungkinan
disebabkan karena batang tanaman padi dengan kadar sklerenkim lebih tinggi atau memiliki dinding sel
yang lebih tebal yang diduga memiliki batang yang lebih keras sehingga hama penggerek kurang
menyukainya.
Menurut Pathak (1994) bahwa dari hasil penelitian baik lapangan maupun di laboratorium
menunjukkan penerapan silika ke lahan menyebabkan kelangsungan hidup larva penggerek batang
berkurang secara signifikan pada batang padi.
3.2. Intensitas Serangan
Hasil pengamatan 2 MST s/d 12 MST menunjukkan bahwa Intensitas serangan PBPP pada
tanaman padi cenderung dalam kategori serangan ringan (0-25%), hal ini kemungkinan disebabkan
karena penelitian berlangsung pada saat puncak musim kemarau, dimana kemungkinan larva
berdiapause dalam pangkal batang atau tunggul sehingga larva instar akhir tidak langsung menjadi pupa.
Menurut Baehaki (2013), dalam penelitiannya menyebutkan bahwa putih yang ber-diapause pada
musim kemarau mencapai 3 bulan.
Tabel 3. Intensitas Serangan Hama PBPP (S. innotata Wlk) pada beberapa sistem tanam jajar legowo
dan pemupukan dengan penambahan abu sekam padi.
Pemberian abu sekam padi
Umur (MST) Pola tanam
B0 B1 B2 Rataan
Intensitas Serangan PBPP (%)
P1 0.20 0.22 0.03 0.15a
2 P2 0.24 0.24 0.17 0.22a
P3 0.17 0.03 0.03 0.08a
rataan 0.20a 0.16a 0.08a
P1 2.13 2.31 0.81 1.75a
4 P2 1.46 1.32 1.22 1.33a
DOI: https://doi.org/10.46575/agrihumanis.v1i2.66
© 2020 oleh penulis. Diterbitkan di bawah lisensi Creative Commons Attribution 4.0 International (CC BY 4.0).
84 AgriHumanis: Journal of Agriculture and Human Resource Development Studies, pp. 77-86
Volume -, Nomor -------------- 2021
P3 1.23 1.02 1.53 1.26a
rataan 1.61a 1.55a 1.19a
P1 4.42 3.13 2.23 3.26a
6 P2 5.10 2.81 1.79 3.23a
P3 3.07 2.66 2.66 2.79a
rataan 4.20a 2.87ab 2.23b
P1 3.28 3.31 2.09 2.89a
8 P2 2.84 2.60 2.04 2.49a
P3 2.41 2.86 2.80 2.69a
rataan 2.84a 2.92a 2.31a
P1 1.44 1.38 0.82 1.21a
10 P2 1.38 1.32 0.40 1.03a
P3 1.25 1.07 1.26 1.19a
rataan 1.35a 1.26a 0.83a
P1 0.44 0.70 0.40 0.51a
12 P2 0.43 0.73 0.19 0.45a
P3 0.57 0.37 0.56 0.50a
rataan 0.48a 0.60a 0.38a
Keterangan : Angka yang diikuti oleh notasi yang sama pada kolom yang sama berbeda tidak nyata pada taraf α = 0,05
(huruf kecil) berdasarkan uji jarak Duncan.
Berdasarkan Uji Jarak Berganda Duncan (UJBD) pada taraf nyata = 0,05 terlihat bahwa pada
pengamatan 6 MST rata-rata intensitas serangan PBPP berbeda nyata pada perlakuan pemberian abu
sekam padi, di mana intensitas serangan pada 6 MST yaitu pada perlakuan tanpa penambahan abu sekam
padi (B0) berbeda nyata dengan perlakuan pemberian abu sekam padi sebanyak 2 ton/ha (B2), hal ini
kemungkinan disebabkan oleh ketersediaan silika yang cukup tinggi di dalam tanah yang diperoleh dari
hasil abu sekam padi berwarna putih ke abu-abuan, memiliki kandungan selulosa, lignin, hemiselulosa
dan jika dibakar dapat menghasilkan abu dengan silika yang cukup tinggi. Hal ini sesuai dengan
Kiswondo, (2011), dalam Hasnia, et al. (2017) menyebutkan bahwa abu sekam padi memiliki
kandungan selulosa, lignin, hemiselulosa dan jika dibakar dapat menghasilkan abu dengan silika yang
cukup tinggi 87%-97%, serta mengandung hara N 1% dan K 2%. 87%-97%, serta mengandung hara N
1% dan K 2%.
a b c
Gambar 4. a, b, dan c Sampel Kelompok Telur S. innotata Wlk
a b c
Gambar 5. a, b, dan c Sampel tanaman padi yang terserang S. innotata Wlk
DOI: https://doi.org/10.46575/agrihumanis.v1i2.66
© 2020 oleh penulis. Diterbitkan di bawah lisensi Creative Commons Attribution 4.0 International (CC BY 4.0).
Judul Artikel dalam Bahasa Indonesia 85
10.00
9.00
8.00
7.00
6.00
5.00
4.00
3.00
2.00
1.00
0.00
Telur
Telur
Telur
Telur
Telur
Telur
Intensitas
Intensitas
Intensitas
Intensitas
Intensitas
Intensitas
2MST 4MST 6MST 8MST 10MST 12MST
B0P2 B1P1 B1P3 B2P2 B2P1
Selanjutnya dari Gambar 6 menunjukkan bahwa pola serangan hama penggerek batang padi putih
(S. innotata) cenderung fluktuatif dan dapat dilihat bahwa peningkatan intensitas serangan mulai
meningkat pada 4 MST dan mulai mengalami penurunan pada 8 MST, dan intensitas serangan tertinggi
diperoleh pada pada perlakuan B0P2 saat pengamatan umur tanaman 6 MST yaitu 5.10%. Intensitas
serangan yang diamati hanya berbeda nyata pada perlakuan pemupukan dengan pemberian abu sekam
padi sebanyak 2 ton per ha (B2) pada umur tanaman 6 MST. Hal ini kemungkinan disebabkan bahwa
tanaman yang mengandung silikat tinggi menyebabkan organnya terlindungi oleh lapisan silikat dan
lebih tahan terhadap serangan penggerek batang, senada dengan Makarim et al. (2007) menyebutkan
bahwa silika merupakan salah satu faktor yang menjadikan batang tanaman lebih kuat dan kekar
sehingga lebih tahan terhadap serangan penggerek batang,
3.3. Tinggi tanaman
Hasil Analisis Sidik ragam menunjukan bahwa variasi pola jajar legowo dan perlakuan
pemupukan dengan penambahan BO dengan berbagai taraf tidak memberikan pengaruh nyata terhadap
tinggi tanaman, tetapi dari hasil pengamatan pada 12 MST diperoleh bahwa interaksi perlakuan P2B0
memberikan rata-rata pertumbuhan tanaman yang paling tinggi yaitu 85,14 cm. Rata-rata tinggi tanaman
disajikan pada Tabel 4 di bawah.
Tabel 4. Tinggi tanaman padi pada beberapa sistem tanam jajar legowo dan pemupukan dengan
penambahan abu sekam padi.
Pemberian Abu Sekam Padi
Umur (MST) Pola tanam
B0 B1 B2 Rataan
Tinggi tanaman padi (cm)
P1 16.51 18.56 19.18 18.08a
2 P2 18.77 17.89 16.34 17.67a
P3 19.28 18.90 18.50 18.89a
rataan 18.19a 18.45a 18.19a
P1 37.49 37.78 36.45 37.24a
4 P2 41.76 37.44 41.55 40.25a
P3 42.21 40.47 44.35 40.78a
rataan 40.49a 38.56a 40.78a
P1 60.94 59.26 65.53 61.91a
6 P2 60.22 61.86 61.20 61.09a
P3 61.93 61.78 65.42 63.04a
DOI: https://doi.org/10.46575/agrihumanis.v1i2.66
© 2020 oleh penulis. Diterbitkan di bawah lisensi Creative Commons Attribution 4.0 International (CC BY 4.0).
86 AgriHumanis: Journal of Agriculture and Human Resource Development Studies, pp. 77-86
Volume -, Nomor -------------- 2021
rataan 61.03a 60.97a 64.05a
P1 74.24 80.59 77.53 77.45a
8 P2 82.45 78.34 76.97 79.25a
P3 81.24 79.67 80.04 80.32a
rataan 79.31a 79.53a 78.18a
P1 76.22 82.02 80.71 79.65a
10 P2 85.33 82.02 83.28 83.55a
P3 83.11 82.00 82.57 82.56a
rataan 81.55a 82.02a 82.19a
P1 76.99 82.24 81.11 80.11a
12 P2 85.14 82.98 83.16 83.76a
P3 83.22 82.66 82.75 82.88a
rataan 81.78a 82.63a 82.34a
Keterangan : Angka yang diikuti oleh notasi yang sama pada kolom yang sama berbeda tidak nyata pada taraf α = 0,05 (huruf kecil)
berdasarkan uji jarak Duncan.
DOI: https://doi.org/10.46575/agrihumanis.v1i2.66
© 2020 oleh penulis. Diterbitkan di bawah lisensi Creative Commons Attribution 4.0 International (CC BY 4.0).
Judul Artikel dalam Bahasa Indonesia 87
pengamatan pada 12 MST diperoleh bahwa interaksi perlakuan P1B0 memberikan rata-rata jumlah
anakan yang paling banyak yaitu 24.16 anakan. Rata-rata jumlah anakan tanaman disajikan pada Tabel
5 di bawah.
Tabel 5. Jumlah anakan padi pada beberapa sistem tanam jajar legowo dan pemupukan pemupukan
dengan penambahan abu sekam padi.
Pemberian Abu Sekam Padi
Umur (MST) Pola tanam
B0 B1 B2 Rataan
Jumlah Anakan Padi
P1 4.62 5.41 4.64 4.89a
2 P2 4.80 6.16 6.50 5.82a
P3 5.76 5.72 5.42 5.63a
rataan 5.06a 5.76a 5.52a
P1 14.00 14.53 13.51 14.01a
4 P2 11.73 14.52 13.35 13.20a
P3 15.03 12.93 12.16 13.37a
rataan 13.59a 13.99a 13.01a
P1 16.52 18.46 17.98 17.66a
6 P2 16.56 17.58 18.66 17.60a
P3 15.85 15.45 16.01 15.77b
rataan 16.31a 17.16a 17.55a
P1 23.59 23.84 23.22 23.55a
8 P2 24.03 22.75 22.59 23.12a
P3 21.46 21.29 21.99 21.58b
rataan 23.03a 22.63a 22.60a
P1 23.96 24.37 24.89 24.41a
10 P2 24.88 23.43 23.88 24.06a
P3 22.70 23.61 23.73 23.35a
rataan 23.85a 23.80a 24.17a
P1 24.16 23.65 22.63 23.48a
12 P2 23.70 23.05 22.88 23.21a
P3 22.33 22.23 23.44 22.67a
rataan 23.40a 22.98a 22.98a
Keterangan : Angka yang diikuti oleh notasi yang sama pada kolom yang sama berbeda tidak nyata pada taraf α = 0,05
(huruf kecil) berdasarkan uji jarak Duncan.
DOI: https://doi.org/10.46575/agrihumanis.v1i2.66
© 2020 oleh penulis. Diterbitkan di bawah lisensi Creative Commons Attribution 4.0 International (CC BY 4.0).
88 AgriHumanis: Journal of Agriculture and Human Resource Development Studies, pp. 77-86
Volume -, Nomor -------------- 2021
Keterangan : Angka yang diikuti oleh notasi yang sama pada kolom yang sama berbeda tidak nyata pada taraf α = 0,05 (huruf
kecil) berdasarkan uji jarak Duncan.
Dari Tabel 6 menunjukkan bahwa berat gabah per 1000 butir teringgi diperoleh pada perlakuan
P3B0 yaitu 20,84 g yang secara statistik tidak terjadi perbedaan akibat variasi jumlah populasi tanaman
padi pada berbagai pola tanam jejer legowo yang diterapkan, tetapi pada hasil panen ubinan, diperoleh
bahwa hasil panen gabah tertinggi diperoleh pada perlakuan P2 yaitu 7,36 ton/ha dan berbeda nyata
dengan perlakuan P1 dan P3 dengan hasil panen berturut-turut yaitu 6,71 ton/ha dan 6,35 ton/ha. Hal ini
menunjukkan bahwa peningkatan kerapatan tanam per satuan luas, oleh karenanya meningkatkan
jumlah populasi tanaman per satuan luas dengan pengaturan jarak yang optimal bagi tanaman padi
sawah dapat memaksimalkan tanaman dalam memanfaaktan faktor lingkungan dan faktor genetiknya
sehingga pada akhirnya akan dapat meningkatkan produksi tanaman tersebut.
Selaras dengan hal tersebut di atas, Indriaty dan Halimatusakdiah (2018), dalam penelitiannya
menunjukkan bahwa pada jarak yang lebih rapat dari padanya atau pada jarak yang lebih renggang,
produksi gabah tidak setinggi pada jarak tanam 25 cm x 25 cm. Selaras dengan hal tersebut, Masdar,
2006, dalam penelitiannya menemukan bahwa bobot 1000 butir tidak dipengaruhi oleh jarak tanam. Hal
ini diduga bentuk dan ukuran biji ditentukan oleh faktor genetik sehingga berat 1000 butir yang
dihasilkan hampir sama. Tinggi rendahnya berat biji tergantung dari banyak atau tidaknya bahan kering
yang terkandung dalam biji. Bahan kering dalam biji diperoleh dari hasil fotosintesis yang selanjutnya
dapat digunakan untuk pengisian biji.
Dari hasil penimbangan gabah diperoleh data bahwa hasil panen rata-rata tertinggi diperoleh pada
perlakuan P2 B0 yaitu 7,43 ton per ha, hal ini menunjukkan bahwa pada jarak tanam pada sistem jajar
legowo 4:1 masih merupakan jumlah populasi yang optimal bagi tanaman padi sawah memaksimalkan
dalam memanfaaktan faktor lingkungan dan faktor genetiknya.
Pada penelitian ini juga menunjukkan bahwa pada perlakuan sistem jajar legowo 4:1 (P2)
menunjukkan hasil berbeda nyata yaitu sebesar 7,36 ton per ha yang lebih tinggi dibandingkan dengan
perlakuan P1 dan P3 berturut-turut yaitu 6,71 ton per ha dan 6,35 ton per ha. Menurut buku pedoman
Sistem tanam legowo Balibangtan Kementan yang diterbitkan tahun 2013 menjelaskan bahwa Sistem
tanam legowo 4:1 tipe 1 merupakan pola tanam legowo dengan keseluruhan baris mendapat tanaman
sisipan. Pola ini cocok diterapkan pada kondisi lahan yang kurang subur. Dengan pola ini, populasi
tanaman mencapai 256.000 rumpun/ha dengan peningkatan populasi sebesar 60% dibanding pola tegel
(25x25) cm.
Hal senada juga disampaikanoleh Gardner et al. (1991), yang menjelaskan bahwa peningkatan
kepadatan tanaman mempunyai arti meningkatkan jumlah tanaman. Apabila jumlah tanaman mening-
kat maka berakibat meningkatnya jumlah daun yang diikuti dengan luas daunnya juga meningkat
sehingga akan meningkatkan jumlah hasil panen per satuan luas.
4. KESIMPULAN DAN SARAN
4.1. Kesimpulan
Dari percobaan yang telah dilakukan maka dapat diambil kesimpulan bahwa perlakuan beberapa
sistem tanam jajar legowo dan perlakuan penambahan bahan organik berupa abu sekam padi pada saat
pemupukan pada tanaman padi menunjukkan Intensitas serangan PBPP cenderung dalam kategori
serangan ringan (0-25%). Jumlah rata-rata anakan tertinggi diperoleh pada perlakuan P1B0 saat
umur tanaman padi 12 MST yaitu yaitu 24.16 anakan, sedangkan untuk tinggi tanaman, rata-rata tinggi
tanaman tertinggi diperoleh pada perlakuan P2B0 yaitu 85,14 cm.
Berat gabah per 1000 butir teringgi diperoleh pada perlakuan P3B0 yaitu 20,84 g tetapi hasil
panen tertinggi (GKP) justru diperoleh pada perlakuan P2B2 yaitu rata-rata jika dikonversikan menjadi
sekitar 7,53 ton/ha.
4.2. Saran
Dari hasil kajian dapat disarankan bahwa perlakuan sistem tanam jajar legowo 4:1 yang
dikombinasikan dengan pemberian bahan organik abu sekam padi sebanyak 2 ton per ha yang
diaplikasikan bersamaan pada saat pemupukan memberikan hasil panen yang terbaik serta persentase
intensitas serangan yang paling rendah.
DOI: https://doi.org/10.46575/agrihumanis.v1i2.66
© 2020 oleh penulis. Diterbitkan di bawah lisensi Creative Commons Attribution 4.0 International (CC BY 4.0).
Judul Artikel dalam Bahasa Indonesia 89
Dari hasil penelitian juga dapat disarankan bahwa untuk lahan yang memiliki pengairan yang
baik, melakukan penanaman padi pada musim kemarau (curah hujan rendah) karena persentase tingkat
serangan hama penggerek batang padi putih yang cukup rendah, dan selanjutnya diharapkan selanjutnya
dapat dilakukan pengkajian terkait penerapan jenis varietas padi yang ditanam dan waktu tanam yang
berbeda di masa mendatang
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terimakasih disampaikan kepada Kepala Balai Besar Pelatihan Pertanian Batangkaluku
atas dukungannya selama pelaksanaan penelitian berlangsung, juga hormat dan dan ucapan terima kasih
yang sebesar-besarnya juga disampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Zulfadly Syarief, M.Si (Guru Besar
Fakultas Pertanian, Universitas Andalas) yang senantiasa memberikan arahan dan masukan selama
pelaksanaan penelitian hinga penulisan artikel hasil penelitian ini, serta ucapan terimakasih juga
disampaikan kepada rekan widyaiswara serta karyawan di BBPP Batangkaluku dan semua pihak yang
yang turut membantu selama pelaksanaan penelitian berlangsung.
.
DAFTAR PUSTAKA
Abdulrachman, S., Mejaya, M. J., Agustiani, N., Gunawan, I., Sasmita, P., & Guswara, A. (2013).
Sistem Tanam Legowo. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kementerian
Pertanian.
Baehaki, S. (2013). Hama Penggerek Batang Padi dan Teknologi Pengendalian. Jurnal Iptek Tanaman
Pangan Vol. 8 No. 1, 1-14.
Gardner, E. J., R. B. Pearce, & Mitchell, R. L. (1991). Fisiologi Tanaman Budidaya (Terjemahan
Herawati Susilo). Jakarta: Universitas Indonesia Press.
Indriaty, & Halimatusakdiah. (2018). Pengaruh Jarak tanam Terhadap Produksi Tanaman Padi Sawah
(Oryza sativa L) varietas Ciherang di Aceh Timur. Jurnal Jeumpa, 5 (1), 14-22.
Jaipla, S., Malik, R., Yadav, A., & Gupta, R. (2005). Ipm Issues in Zerro-Tillage System In Rice Wheat
Cropping Sequence. Bul Tecnical. Haryana Agricultural University. Hisar-125 004.India, (8),
36.
Juknis. (2018). Pengamatan dan Pelaporan Organisme Pengganggu Tumbuhan dan Dampak
Perubahan Iklim (OPT-DPI). Jakarta: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, Kementerian
Pertanian.
Makarim, A., Suhartatik, E., & A, K. (2007). Silikon: Hara Penting pada Sistem Produksi Padi.
Sukamandi: Balai Besar Penelitian Tanaman Padi.
Martina, I., & Asep, P. (2020). Pengaruh jarak Tanam Pada Sistem Jajar Legowo Terhadap Produktivitas
padi Varietas Inpari. Jurnal AGRIFOR Volume XIX No. 232, 257-262.
Nainggolan, N., Jurnawaty, S., & Edison, A. (2016). Pengaruh Sekam Abu Sekam Padi dan Beberapa
Jenis Pupuk Kandang Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Jagung (Zea mays
saccharata Sturt.) di Lahan Gambut. JOM Faperta, Vol 3 No 1, 1-12.
Natawigena, & Hidayat. (1989). Pestisida dan Kegunaannya. Jakarta: Jakarta Armico.
Pathak, M. D., & Khan, Z. R. (1994). Insect Pests Of Rice, International Centre of Insect Physiology
and Ecology. Manila, Philippines: International Rice Research Institute.
Syam, M., Suparyono, Hermanto, & Wuryandari, D. (2007). Masalah Lapang Hama Penyakit Hara
pada Padi, Ed. 3. Bogor: Puslitbangtan.
Thamrin, M., S, A., & M, A. S. (2017). Budidaya Padi di Lahan Rawa Pasang Surut dan Pengendalian
Alami Hama Penggerek Batang. Jurnal Litbang Pertanian Vol. 36 No. 1, 28-38.
DOI: https://doi.org/10.46575/agrihumanis.v1i2.66
© 2020 oleh penulis. Diterbitkan di bawah lisensi Creative Commons Attribution 4.0 International (CC BY 4.0).
90 AgriHumanis: Journal of Agriculture and Human Resource Development Studies, pp. 77-86
Volume -, Nomor -------------- 2021
DOI: https://doi.org/10.46575/agrihumanis.v1i2.66
© 2020 oleh penulis. Diterbitkan di bawah lisensi Creative Commons Attribution 4.0 International (CC BY 4.0).