Anda di halaman 1dari 28

BUKU PENUNTUN

KETERAMPILAN KLINIS

BLOK
MASALAH PENYAKIT TROPIS

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PRIMA INDONESIA
MEDAN
2020
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PRIMA INDONESIA

PAS FOTO
3 x 4 cm

BUKU PANDUAN MAHASISWA

Nama :
NIM :
No. HP :
Email :

BLOK
MASALAH PENYAKIT TROPIS
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PRIMA INDONESIA

ANAMNESIS DEMAM PADA ANAK

I. PENDAHULUAN
Seorang dokter harus mampu mengelaborasi keterangan penderita yang
paling signifikan untuk ditetapkan sebagai keluhan utama. Ada beberapa
pertanyaan yang harus diingat pada komunikasidokter dan pasien dalam
mengelaborasi keluhan penderita agar hasilnya sesuai dengan diharapkan.
Demam merupakan hal yang paling sering dikeluhkan orangtua dan alasan
utama orangtua membawa anaknya berobat ke dokter. Demam merupakan
bagian dari respon fase akut terhadap berbagai rangsangan infeksi atau trauma.
Berbagai laporan penelitian memperlihatkan bahwa peningkatan suhu tubuh
berhubungan langsung dengan tingkat sitokin pirogen yang diproduksi untuk
mengatasi berbagai rangsang terutama infeksi.
Pertanyaan tersebut meliputi:
- Onset (akut atau gradual)
- Pola (intermittent atau terus-menerus)
- Duration (durasi) : menit atau beberapa jam.
- Tipe
- Progression : semakin membaik atau semakin memburuk dibandingkan
sebelumnya.
- Associated symptoms (ruam kemerahan, nyeri abdomen, diare, konstipasi)
- Systemic symptoms (gejala-gejala sistemik malaise, anoreksia, penurunan
berat badan)
Kata-kata tersebut dapat disingkat sehingga mudah diingat yaitu : OLD CARTS
atau
- Onset
- Palliating/Provoking Factor (faktor-faktor yang mengurangi atau
memprovokasi gejala)
- Quality (kualitas)
- Timing (waktu)
Kata-kata tersebut dapat disingkat menjadi OPQT
Tujuan pertanyaan yang berkaitan dengan gejala penderita :
1. Kualitas. Seperti apa keluhan tersebut?
2. Kuantitas atau keparahan. Seberapa parah keluhan tersebut?
3. Waktu. Kapan keluhan mulai dirasakan? Berapa lama keluhan tersebut
berlangsung? Seberapa sering keluhan tersebut muncul?
4. Keadaan/situasi saat serangan berlangsung. Termasuk faktor lingkungan,
aktifitas, emosi, atau keadaan lain yang mungkin dapat mempengaruhi
penyakit.
5. Apakah ada hal-hal yang membuat gejala membaik atau semakin parah?

BLOK
MASALAH PENYAKIT TROPIS
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PRIMA INDONESIA

6. Manifestasi lain yang berhubungan dengan gejala. Apakah penderita


merasakan hal-hal lain yang menyertai serangan?
II. TUJUAN PEMBELAJARAN
A. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu meningkatkan keterampilan anamnesis dengan
menggunakan teknik komunikasi yang baik dan benar.
B. Tujuan Khusus
Mahasiswa mampu :
1. Mahasiswa mengetahui kerangka anamnesis demam pada penyakit
infeksi tropis.
2. Mahasiswa mampu menelusuri keluhan utama dan keluhan tambahan.
3. Mahasiswa mampu menguraikan penyakit secara deskriptif dan
kronologis.
4. Mahasiswa mampu mendapatkan riwayat penyakit pada keluarga yang
berhubungan dengan penyakit sekarang.
5. Mahasiswa mampu mendapatkan keluhan penyerta yang berhubungan
dengan penyakit utama/sekarang.
6. Mahasiswa mampu menerapkan dasar teknik komunikasi dan perilaku
yang sesuai dengan sosiobudaya pasien dalam hubungan dokter pasien.

III. RANCANGAN KEGIATAN

Waktu Aktifitas Belajar mengajar Keterangan


20 menit Introduksi pada kelas besar Narasumber
- Penjelasan narasumber tentang anamnesa demam pada
penyakit infeksi tropis.
- Pemutaran film cara anamnesa demam.
- Tanya jawab singkat hal yang belum jelas dari
penjelasan dan film yang diputar.
10 menit Demonstrasi pada kelas besar Narasumber
Narasumber memperlihatkan tata cara komunikasi dokter
pasien mengenai keluhan demam.
Tahap I : Perkenalan
- Ketika pasien masuk ke ruang periksa, dokter berdiri
menyambut dengan ramah dan senyum, kemudian
memperkenalkan diri.
- Menanyakan identitas pasien, nama, umur, alamat
sambil mencocokkan dengan data rekam medis.
- Perhatikan penampilan wajah, pandangan mata,
komunikasi , cara berbicara dan interaksi lingkungan.
Perhatikan pendamping yang menyertai pasien,
interaksi pasien dengan pendamping.
Tahap II : History taking

BLOK
MASALAH PENYAKIT TROPIS
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PRIMA INDONESIA

Menanyakan keluhan utama, riwayat penyakit sekarang,


riwayat penyakit sebelumnya yang berhubungan dengan
penyakit sekarang, riwayat penyakit dalam keluarga.
Tahap III :
- Riwayat sosio-ekonomi, tempat tinggal dan sanitasi
lingkungan.
- Dokumentasi
20-30 Mahasiswa dibagi menjadi kelompok kecil (1 kelompok Instruktur
menit tdd 9 mahasiswa). mahasiswa

Coaching: Mahasiswa melakukan simulasi secara


bergantian (2-3 orang) dengan dibimbing oleh instruktur.
90 menit Self practice Instruktur
Mahasiswa melakukan anamnesis sendiri secara Mahasiswa
bergantian masing-masing selama 10 menit. Mahasiswa
diberikan 1 kasus demam dan mencatat hal-hal yang
penting dari anamnesis dan menyimpulkannya. Instruktur
memberikan penilaian pada lembar pengamatan

IV. LEMBAR PENGAMATAN

PENGAMATAN
LANGKAH / TUGAS
Ya Tidak
A. PERKENALAN
1. Menyapa dan memperkenalkan diri dengan pasien dan
keluarga pasien.
2. Menempatkan pasien pada posisi yang sesuai dengan
kondisinya.
3. Menanyakan identitas penderita : nama, umur, alamat.
B. MENANYAKAN KELUHAN UTAMA
1. Menanyakan keluhan utama penderita
- Demam
2. Menelusuri/ menelaah keluhan utama
- Menanyakan kapan mulai demam
- Menanyakan kapan-kapan saja waktu terjadinya demam
(intermiten atau kontinu)
- Menanyakan apakah demam tinggi atau subfebris
- Menanyakan apakah demam turun dengan obat demam, jika
turun apakah mencapai suhu normal
- Menanyakan apakah demam disertai menggigil

BLOK
MASALAH PENYAKIT TROPIS
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PRIMA INDONESIA

C. MENANYAKAN KELUHAN PEYERTA/LAINNYA


1. Menanyakan keluhan penyerta
- Ruam
- Nyeri sendi
- Nyeri perut
- Diare/konstipasi
- Riwayat perdarahan (mimisan, gusi berdarah, muntah darah,
BAB berwarna hitam)
2. Menanyakan keluhan lain (nyeri kepala, muntah, anoreksia,
malaise, penurunan berat badan, batuk, pilek, nyeri menelan)
D. MENANYAKAN RIWATAT KELUARGA
1. Menanyakan riwayat keluarga
- Menanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita
gejala yg sama.
E. DOKUMENTASI
1. Mencatat hal-hal yang ditemukan dalam komunikasi
2. Menyimpulkan hasil komunikasi
3. Menjelaskan tindakan selanjutnya
Note : Ya=Mahasiswa Melakukan
Tidak = Mahasiswa Tidak Melakukan

KONSELING PADA PENDERITA HIV/AIDS

I. PENDAHULUAN
Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan
gejala penyakit yang disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus (HIV).
Virus HIV ditemukan dalam cairan tubuh terutama pada darah, cairan sperma,
cairan vagina, air susu ibu. Virus tersebut merusak sistem kekebalan manusia

BLOK
MASALAH PENYAKIT TROPIS
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PRIMA INDONESIA

dan mengakibatkan turunnya atau hilangnya daya tahan tubuh sehingga mudah
terjangkit penyakit infeksi.

II. TUJUAN PEMBELAJARAN


A. Tujuan Umum
Setelah melakukan kegiatan skills lab ini para mahasiswa dapat mengerti
dan melakukan konseling pra dan pasca tes HIV.
B. Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mampu menilai faktor resiko penularan. .
2. Mahasiswa mengerti bahwa konseling bersifat sukarela dan
kerahasiaannya terjaga (konfidensial) dan tes harus dilakukan dengan
inform consent.
3. Mahasiswa dapat memberitahu klien cara-cara pencegahan penularan
terhadap orang lain.
4. Mahasiswa dapat menginformasikan dukungan dan tindak lanjut terhadap
klien dengan HIV positif.

III. RANCANGAN ACARA KEGIATAN


Waktu Aktivitas belajar mengajar Keterangan
20 menit Introduksi pada kelas besar oleh nara sumber Narasumber
10 menit Nara sumber melakukan peragaan langkah – langkah Narasumber
dalam melakukan konseling
20-30 menit Mahasiswa dibagi menjadi kelompok kecil. Tiap Instruktur dan
kelompok kecil memiliki 1 instruktur dan tindakan mahasiswa
dilakukan berdasarkan kasus yang diberikan.

Coaching : mahasiswa melakukan konseling secara


bergantian (2-3 orang) sesuai kasus dengan dibimbing
oleh instruktur.
90 menit Self practice: mahasiswa melakukan sendiri konseling Instruktur dan
sesuai kasus secara bergantian, sehingga total waktu mahasiswa
yang dibutuhkan ± 90 menit ( tergantung jumlah
mahasiswa)

IV. DASAR TEORI


Konseling pada VCT merupakan suatu dialog yg bersifat konfidensial
antara seseorang dengan petugas perawatan yang bertujuan untuk membantu
orang itu untuk mengatasi stres dan membuat keputusan keputusan pribadi
berkaitan dengan HIV/AIDS.

BLOK
MASALAH PENYAKIT TROPIS
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PRIMA INDONESIA

Tujuan VCT adalah untuk mendorong orang yang sehat,asimptomatik


untuk mengetahui status HIV nya sehingga mereka dapat mengurangi tingkat
penularannya.
A. KONSELING PRA TES HIV
Mencakup :
- Penilaian resiko secara individual
- Penggalian dan pemecahan masaalah terhadap hambatan - hambatan
dalam pengurangan resiko untuk tertular.
- Penggalian untuk membicarakan apa yang akan dilakukan klien jika hasil
tes positif dan cara mengatasi masaalah yang dapat dilakukan dalam
menghadapi hasil tes HIV yang positif.
- Informed Consent.
B. KONSELING PASCA TES
Hasil negatif, intervensi dokter/konselor :
- Menyediakan dan menjelaskan hasil kepada klien.
- Memeriksa kemungkinan masa jendela.
- Menyediakan konseling untuk mengurangi resiko penularan.
- Memberikan saran untuk melakukan tes ulang.
Hasil positif, intervensi dokter/konselor :
- Memeriksa hasil tes untuk kepentingan klien.
- Menilai kesiapan klien terhadap pembacaan hasil tes
- Menyediakan dan menjelaskan hasil tes kepada klien
- Menyediakan informasi mengenai bentuk dukungan dan tindak lanjut
- Menilai kesiapan diri klien dalam menghadapi dan menanggulangi hasil
tes
- Penilaian terhadap resiko bunuh diri
- Mendiskusikan strategi pemberitahuan kepada pasangan
- Mendiskusikan strategi untuk pencegahan penularan terhadap orang
lain

V. LEMBAR PENGAMATAN

PENGAMATAN
LANGKAH
Ya Tidak

Perkenalan
1. Menyapa pasien dengan ramah dan memperkenalkan diri
2. Mempersilahkan pasien duduk
3. Menanyakan identitas pasien (nama, umur, pekerjaan dan alamat)
4. Menanyakan tujuan pasien untuk konseling
Konseling PraTest

BLOK
MASALAH PENYAKIT TROPIS
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PRIMA INDONESIA

1. Menjelaskan faktor resiko tertular HIV: Homoseksual, seks bebas,


pengguna narkotik suntik, tatoo, transfusi darah kepada klien dan
menanyakan faktor resiko mana yang dimilikinya
2. Menyarankan agar penderita dengan faktor resiko masing-masing:
- Homoseksual : menggunakan kondom saat berhubungan. Jika bisa
mengubah prilaku
- Narkotik suntik tidak menggunakan jarum suntik bersama,
meyarankan tidak lagi menggunakan narkotika.
- Yang berperilaku seks tidak aman berlaku setia terhadap
pasangannya dan harus menggunakan kondom
- Tattoo : jarum yang digunakan terlebih dulu disterilkan
- Transfusi darah : tidak menjadi donor darah bila sudah mengidap
HIV
3. Menyampaikan kegunaan test HIV untuk mengetahui status HIV
pasien dan bila positif dapat dilakukan dukungan pengobatan bila
sudah ada indikasi dan memberitahu bahwa HIV tidak dapat sembuh
tetapi replikasi virus dapat ditekan sehingga pasien dapat hidup
normal
4. Memberikan informed consent secara tertulis setelah pasien selesai
dikonseling dan mengerti tujuan dilakukantes HIV.
Proses Tes HIV
1. Membuat surat permintaan tes HIV dengan metode rapid tes
2. Bila Hasil tes
a. Negatif
b. Positif : dilanjutkan dengan tes Western Blot (WB), bila tes ini
tidak tersedia dilakukan dengan Elisa 3 metode
Konseling Pasca Test (Pertemuan kedua)
1. Hasil negatif
a. Menjelaskan hasil negatif kepada pasien dan kemungkinan masa
’jendela’
b. Menyarankan kepada pasien untuk melakukan test ulang 12
minggu kemudian
c. Memberikan konseling untuk mengurangi risiko penularan.
2. Hasil indeterminate
a. Pemeriksaan tes harus diulang 2 minggu kemudian.
3. Hasil positif
a. Menyediakan dan memeriksa hasil untuk dijelaskan kepada pasien.
b. Menyampaikan hasil positif kepada pasien bila pasien dinilai telah
siap menerima hasil tersebut.
c. Melakukan konseling untuk mengurangi resiko penularan kepada
orang lain.
d. Menilai kesiapan diri pasien dalam menghadapi dan
menanggulangi hasil tes.
e. Menyediakan informasi mengenai bentuk dukungan dan tindak
lanjut penanganan pasien.

BLOK
MASALAH PENYAKIT TROPIS
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PRIMA INDONESIA

f. Bila pasien bersedia dilanjutkan dengan pemeriksaan CD4 untuk


selanjutnya dirujuk ke CST untuk mendapat pengobatan anti
retroviral (ARV).
g. Menanyakan pasien apakah bersedia status HIVnya dibukakan
terhadap pasangannya ataupun keluarga yang dilakukan secara
tertulis.
h. Menganjurkan konseling bagi anggota keluarga.
Dokumentasi
Mendokumentasikan :
- Identitas pasien
- Tanggal konseling
- Tanggal tes HIV
- Tempat tes
- Hasil tes
Note : Ya = Mahasiswa Melakukan
Tidak = Mahasiswa Tidak Melakukan

RESUSITASI CAIRAN PADA DENGUE SYOK SINDROM

I. PENDAHULUAN
Penyakit demam berdarah dengue (DBD) terutama menyerang anak-
anak. Penyakit ini ditandai dengan panas tinggi mendadak disertai kebocoran
plasma dan perdarahan, dapat mengakibatkan kematian serta menimbulkan
wabah. Sampai saat ini DBD masih merupakan salah satu masalah kesehatan
masyarakat di Indonesia.

BLOK
MASALAH PENYAKIT TROPIS
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PRIMA INDONESIA

Pada dasarnya pengobatan DBD bersifat suportif, yaitu mengatasi


kehilangan cairan plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler dan
sebagai akibat perdarahan. Pada kasus DBD dengan komplikasi diperlukan
perawatan intensif.

II. TUJUAN PEMBELAJARAN


A. Tujuan Umum
Mahasiswa diharapkan dapat melakukan resusitasi cairan pada keadaan
sindroma syok dengue yang merupakan suatu keadaan kegawatan yang
memerlukan penanganan segera.
B. Tujuan Khusus
Mahasiswa mampu :
1. Memilih jenis cairan resusitasi dan dosis yang tepat.
2. Melakukan pemantauan tanda vital pada keadaan syok dan
mengevaluasinya.

III. RENCANA PEMBELAJARAN

Waktu Aktifitas Belajar mengajar Keterangan

20 menit Introduksi pada kelas besar Narasumber


 Penjelasan narasumber tentang sindroma syok dengue dan
tatalaksananya (10 menit)
 Tanya jawab singkat hal yang belum jelas dari
penjelasan yang diputar (10 menit)
10 menit Demonstrasi pada kelas besar : Narasumber
 Mempersiapkan cairan resusitasi: cairan kristaloid (Ringer
laktat, Ringer asetat, Garam fisiologis) cairan koloid
(Dekstran 40%, HES 6%, Albumin), plasma (FFP) dan IV
line (abocath, infus set).
 Narasumber memperlihatkan cara resusitasi cairan pada
sindroma syok dengue secara bertahap.
30 menit Setelah mahasiswa dibagi menjadi kelompok kecil. Instruktur
Mahasiswa
Coaching : Mahasiswa melakukan simulasi secara bergantian
(2-3 orang) dengan dibimbing oleh instruktur
90 menit Self practice : Mahasiswa melakukan tahapan resusitasi cairan Mahasiswa
pada sindroma syok dengue secara bergantian masing-masing Instruktur
selama 10 menit.
Instruktur memberikan penilaian pada lembar pengamatan.

BLOK
MASALAH PENYAKIT TROPIS
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PRIMA INDONESIA

IV. ALAT DAN BAHAN


1. Pasien simulasi/mahasiswa
2. Cairan kristaloid (Ringer laktat, Ringer asetat, Garam fisiologis), cairan
koloid (Dekstran 40%, HES 6%, Albumin), plasma (FFP).
3. IV line : abocath, infus set.

V. DASAR TEORI
Dengue Syok Sindrom adalah DBD dengan gejala gelisah, nafas cepat, nadi
teraba kecil, lembut atau tak teraba, tekanan nadi menyempit (misalnya sistolik
90 dan diastolik 80 mmHg, jadi tekanan nadi ≤ 20 mmHg), bibir biru, tangan
kaki dingin, tidak ada produksi urin.
1) Segera beri infus kristaloid (ringer laktat atau NaCl 0.9%) 10-20ml/kgBB
secepatnya (diberikan dalam bolus selama 30 menit) dan oksigen 2
liter/menit. Untuk SSD berat (DBD derajat IV, nadi tidak teraba dan tensi
tidak terukur) diberikan ringer laktat 20ml/kgBB bersama koloid. Observasi
tensi dan nadi tiap 15 menit, hematokrit dan trombosit tiap 4-6 jam. Periksa
elektrolit dan gula darah.
2) Apabila dalam waktu 30 menit syok belum teratasi, tetesan ringer laktat
dilanjutkan 15-20 ml/kgBB, ditambah plasma (fresh frozen plasma) atau
koloid (dekstran 40) sebanyak 10 ml/kgBB, maksimal 30 ml/kgBB (koloid
diberikan pada jalur infus yang berbeda dengan kristaloid, diberikan
secepatnya). Observasi keadaan umum, tekanan darah, keadaan nadi tiap 15
menit, dan periksa hematokrit tiap 4-6 jam. Koreksi asidosis, elektrolit dan
gula darah.
a. Apabila syok telah teratasi disertai penurunan kadar
hemoglobin/hematokrit, tekanan nadi > 20 mmHg, nadi kuat, maka
tetesan cairan dikurangi menjadi 10 ml/kgBB/jam dapat dipertahankan
sampai 1 jam atau sampai klinis stabil dan hematokrit menurun <40%.
Selanjutnya cairan diturunkan menjadi 5-7 ml/kgBB selama 1-2 jam atau
sampai keadaan klinis dan hematokrit stabil kemudian secara bertahap
cairan diturunkan 3-5 ml/kgBB selama 2-4 jam dan seterusnya menjadi
2-3 ml/kgBB/jam selama 2-4 jam. Dianjurkan pemberian tidak melebihi
48 jam setelah syok teratasi. Observasi klinis, tekanan darah, nadi,
jumlah urin dikerjakan tiap jam (usahakan urin  1 ml/kgBB/jam) dan
pemeriksaan hematokrit dan trombosit tiap 4-6 jam sampai keadaan
umum baik.
b. Apabila syok belum dapat teratasi, sedangkan kadar hematokrit menurun
tetapi masih > 40% berikan darah dalam volume kecil 10 ml/kgBB.
Apabila tampak perdarahan massif, berikan darah segar 20 ml/kgBB dan
lanjutkan cairan kristaloid 10 ml/kgBB/jam. Pemasangan CVP
(dipertahankan 5-8 cmH2O) pada syok berat kadang-kadang diperlukan,
sedangkan pemasangan sonde lambung tidak dianjurkan.
3) Apabila syok masih belum teratasi, pasang CVP untuk mengetahui
kebutuhan cairan dan pasang kateter urin untuk mengetahui kebutuhan

BLOK
MASALAH PENYAKIT TROPIS
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PRIMA INDONESIA

cairan dan pasang kateter urin untuk mengetahui jumlah urin. Apabila CVP
normal ( 10 cmH2O), maka diberikan dopamine.

Indikasi transfusi trombosit pada pasien Dengue Syok Syndrome :

Resiko tinggi Nilai trombosit awal < 20.000/mm3 dan merupakan


pasien dengan resiko tinggi perdarahan. Pasien kategori
ini dengan trombosit < 10.000/mm3 mempunyai resiko
lebih besar dan perlu menjadi prioritas dalam
penatalaksanaan saat epidemi atau sumber daya yang
terbatas.
Resiko sedang Nilia trombosit awal 21.000-40.000/mm3 pasien di
kelompok ini perlu transfusi hanya jika terdapat
manifestasi perdarahan.
Resiko rendah Nilai trombosit awal > 40.000/mm3 tetapi <
100.000/mm3. Kelompok ini perlu diobservasi dan perlu
dipantau hati-hati tetapi tidak perlu transfusi trombosit.
Tanpa resiko Nilai trombosit awal > 100.000/mm3. Kelompok ini tidak
perlu mendapatkan transfusi trombosit dan harus
ditangani dengan cairian intaravena yang adekuat dan
terapi suportif lainnya.

Kebutuhan trombosit pada dewasa 1 unit/10kgBB (biasanya 5-7 unit pada orang
dewasa).

BLOK
MASALAH PENYAKIT TROPIS
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PRIMA INDONESIA

BLOK
MASALAH PENYAKIT TROPIS
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PRIMA INDONESIA

VI. LEMBAR PENGAMATAN


A. Resusitasi Cairan pada Sindrom Syok Dengue

LANGKAH / TUGAS PENGAMATAN


Ya Tidak
RESUSITASI CAIRAN PADA SINDROMA SYOK DENGUE
1. Mempersiapkan alat :
- Cairan resusitasi : Ringer Laktat, Dextran 40%, HES 6%
- IV line : abocath no. 24, infus set mikro
2. Menilai kesadaran dan tanda vital penderita
Perhatikan :
- Kesadaran somnolen
- Pernafasan 32 x/menit
- Frekuensi jantung 144 x/menit
- Tekanan darah tidak terukur
- Capillary refill time > 3”
- Akral dingin
- BAK >4 jam yang lalu
3. Menilai tanda-tanda kebocoran plasma penderita dengan
memperhatikan :
- Pada auskultasi didapati suara nafas melemah pada lapangan
paru (efusi pleura)
- Pada perkusi ada double sound, pekak beralih (asites)
- Peningkatan hematokrit >20% atau penurunan hematokrit >
20% setelah resusitasi cairan.
4. Menilai manifestasi perdarahan penderita
- Memperhatikan apakah ada perdarahan spontanseperti :
ptekie, epistaksis, gusi berdarah, perdarahan saluran cerna.
5. Menentukan pasien masuk dalam gradasi syok :
- Grade III
- Grade IV
6. Memberikan cairan kristaloid 20cc/kgbb diulang 2 x bila tidak
Respon
7. Menilai tanda vital setelah pemberian kristaloid 20 cc/kgBB :
- Kesadaran apatis
- Pernafasan 28x/menit
- Frekuensi jantung 140 x/menit
- Tekanan darah belum terukur
- Capillary refill time > 3”
- Akral dingin

BLOK
MASALAH PENYAKIT TROPIS
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PRIMA INDONESIA

- BAK >4 jam yang lalu


8. Memberikan cairan koloid sebanyak 10 cc/kgBB
9. Mengevaluasi kembali tanda vital:
- Kesadaran kompos mentis
- Pernafasan 30 x/menit
- Frekuensi jantung 122 x/menit
- Tekanan darah sistolik > 80 mmHg
- Capillary refill time < 3”
- Akral hangat
- Urine output pressure > 1cc/kgBB/jam
Dokumentasi
10. Menuliskan kesimpulan, diagnosa sementara/merangkum data
dalam status.
11. Menjelaskan pemeriksaan lanjutan yang diperlukan kepada
pasien/orang tua.
12. Mengucapkan salam dan terima kasih.

B. Pemberian Trombosit pada Sindrom Syok Dengue


No Pengamatan
Langkah/ Tugas
. Ya Tidak
1. Cocokan identitas, lisan atau tertulis, dilakukan di sisi
pasien
2. Identitas dan jumlah darah kemasan cocokkan formulir
permintaan darah
3. Mencuci tangan
4. Memberi salam pada pasien dan menjelaskan tindakan yang
akan dilakukan dan menanyakan kesiapan pasien
5. Periksa suhu, frekuensi denyut jantung dan tekanan darah
sebelum transfuse
6. Kemudian cairan NaCl 0,9% digantikan dengan kantong
darah yang sudah disediakan
7. Menghitung jumlah tetesan sesuai dengan yang sudah
diprogramkan dan mencatat waktu transfusi dimulai
8. Observasi ketat vital sign tiap 15 menit
9. Setelah darah habis kembali dipasangkan cairan NaCl 0,9%
10. Kemudian semua infuse dibuka dan dirapikan kembali
semua alat-alat
11. Mencuci tangan dan catat waktu selesai transfuse dan reaksi
yang timbul selama proses transfusi
Note : Ya = Mahasiswa Melakukan
Tidak = Mahasiswa tidak melakukan

BLOK
MASALAH PENYAKIT TROPIS
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PRIMA INDONESIA

TATALAKSANA KEJANG PADA TETANUS ANAK

I. PENDAHULUAN
Tetanus adalah penyakit dengan tanda utama kekakuan otot tanpa disertai
gangguan kesadaran. Gejala ini bukan disebabkan kuman secara langsung tapi
sebagai dampak eksotoksin (tetanospasmin) yang dihasilkan oleh kuman. Pada
tetanus yang berat akan terjadi gangguan pernafasan sebagai akibat kejang terus
menerus atau oleh karena kekakuan otot laring yang dapat menimbulkan anoksia

BLOK
MASALAH PENYAKIT TROPIS
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PRIMA INDONESIA

dan kematian, oleh karena itu tatalaksana kejang dan kekakuan pada penderita
tetanus harus dipahami benar.
Pilihan utama antikonvulsan untuk mengatasi kejang pada tetanus adalah
diazepam oleh karena diazepam efektif mengatasi spasme dan hipertonisitas
tanpa menekan pusat kortikal.

II. TUJUAN PEMBELAJARAN


A. Tujuan Umum
Mahasiswa dapat melakukan tatalaksana kejang pada penderita tetanus yang
merupakan suatu keadaan kegawatan yang memerlukan penanganan segera.
B. Tujuan Khusus
Mahasiswa mampu :
1. Memberikan obat antikonvulsan sesuai dengan dosisnya.
2. Melakukan monitoring tanda vital pada keadaan kejang dan
mengevaluasinya

III. RANCANGAN KEGIATAN

Waktu Aktifitas Belajar mengajar Keterangan


20 menit Introduksi pada kelas besar Narasumber
- Penjelasan narasumber tentang kejang pada tetanus
dan tatalaksananya.
- Tanya jawab singkat tentang hal yang belum
dimengerti.
10 menit Demonstrasi pada kelas besar Narasumber
Narasumber memperlihatkan Antikonvulsan (diazepam
IV).
Narasumber memperlihatkan tatalaksana kejang pada
tetanus secara bertahap.
30 menit Setelah mahasiswa dibagi menjadi kelompok kecil. Instruktur
Mahasiswa
Coaching : Mahasiswa melakukan simulasi secara
bergantian (2-3 orang) dengan dibimbing oleh instruktur
90 menit Self practice : Mahasiswa melakukan tahapan tatalaksana Mahasiswa
kejang pada tetanus secara bergantian masing-masing Instruktur
selama 10 menit.
Instruktur memberikan penilaian pada lembar
pengamatan.

IV. ALAT DAN BAHAN


1. Pasien simulasi/mahasiswa.
2. Antikonvulsan (diazepam IV)

BLOK
MASALAH PENYAKIT TROPIS
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PRIMA INDONESIA

3. IVline : abocath, infus set mikro

V. DASAR TEORI
A. Gejala Klinis
1. Neonatus
 Umumnya, gejala muncul pada hari ke 3-14 setelah lahir
 Awalnya, sulit mengisap (kekakuan pada bibir, trismus) kemudian
menjadi kaku seluruh tubuh.
2. Anak dan Dewasa
 Rata-rata waktu munculnya gejala 7 hari setelah terpapar.
 Kekakuan otot seperti trismus, opistotonus
 Kejang
B. Tatalaksana
1. Perawatan umum
 Tempatkan pasien di ruangan yang gelap dan tenang.
 Ganti posisi berbaring pasien setiap 3-4 jam untuk mencegah
terjadinya luka
 Memasang nasogastric tube (NGT) untuk hidrasi, makan, dan obat
oral
 Pada neonatus, beri ASI setiap 3 jam dengan cepat.

2. Menetralisir toksin
Dosis human tetanus immunoglobulin IM pada neonatus, anak dan
dewasa adalah 500 IU dosis tunggal, diinjeksikan 2 sisi yang berbeda.

3. Menghambat produksi toksin


Dengan menggunakan infus metronidazole IV (30 menit; 60 menit pada
neonatus) untuk 7 hari.
a. Neonatus :
 0-7 hari : 15 mg/kgBB pada hari pertama, setelah 24 jam dengan
dosis 15 mg/kgBB/day dibagi dalam 2 dosis pemberian.
 8 hari sampai < 1 bulan (BB < 2kg) : dosis sama dengan 0-7 hari
 8 hari sampai < 1 bulan (BB ≥ 2kg) : dosis 30 mg/kgBB/hari
dibagi dalam 2 dosis pemberian.
b. Anak > 1 bulan : dosis 30 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis
pemberian (dosis maksimal 1,5 gram/hari).
c. Dewasa : 1,5 gram/hari dibagi dalam 3 dosis pemberian.
4. Mengontrol kekakuan dan kejang
a. Neonatus

BLOK
MASALAH PENYAKIT TROPIS
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PRIMA INDONESIA

Gunakan diazepam injeksi.


 0,1 – 0,3 mg/kgBB injeksi IV pelan (3-5 menit) setiap 1 – 4 jam
tergantung keparahan
 Jika setelah diberi diazepam, masi dijumpai kejang, dapat
diberikan diazepam dengan syringe 0,1 - 0,5 mg/kgBB/jam (2,4 –
12 mg/kgBB setiap 24 jam). Mulai dari dosis 0,1 mg/kgBB/jam
dan jika gejala masi ada, tingkatkan dosis sebanyak 0,1
mg/kgBB/jam jika RR ≥ 30.
 Jika dosis sudah mencapai 0,5 mg/kgBB/jam dan gejala masi
dijumpai, dosis dapat ditingkatkan sampai 0,8 mg/kgBB/jam jika
RR ≥ 30.
Contoh :
Neonatus dengan BB 3 kg (diaplikasikan melalui syringe)
0,1 mg/kgBB/jam x 3 kg = 0,3 mg/jam
Larutkan 1 vial 10 mg dari diazepam kedalam 50 ml glukosa 10%
untuk mendapatkan 0,2 mg/ml diazepam
Didapatkan 1,5 ml/jam [dosis (dalam mg/jam) : larutan (mg/ml) =
dosis ml/jam. i.e. 0,3 mg/jam : 0,2 mg/ml = 1,5 ml/jam].
b. Anak > 1 bulan dan dewasa
Dosis dan prosedur pemberian sama dengan neonatus tetapi :
 Gunakan diazepam solution untuk injeksi 5 mg/ml
 Dosis diatas dapat diberikan jika RR :
- ≥ 30 pada anak dibawah 1 tahun
- ≥ 25 pada anak usia 1 - 4 tahun
- ≥ 20 pada anak usia 5 - 12 tahun
- ≥ 14 pada anak usia diatas 12 tahun
- ≥ 12 pada orang dewasa
Ketika frekuensi kejang sudah menurun, mulai menurunkan dosis
diazepam :
 Hitung total dosis dari diazepam IV dan ganti dengan diazepam oral
yang dibagi dalam 4 dosis via nasogastric tube (NGT).
 Pemberian pertama melalui NGT dan turunkan pemberian diazepam
IV 50%
 Pemberian kedua melalui NGT dan hentikan diazepam IV
C. Pencegahan
1. Setelah terpapar
a. Pada semua kasus :
 Bersihkan dan desinfeksi luka, dan keluarkan benda asing

BLOK
MASALAH PENYAKIT TROPIS
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PRIMA INDONESIA

 Antibiotik tidak diresepkan secara rutin untuk profilaksis. Untuk


menggunakan antibiotik tergantung dari keadaan klinis pasien.
b. Status vaksinasi sebelum terpapar
 Indikasi vaksin tetanus dan immunoglobulin

Imunisasi Komplit (3 kali atau


lebih) Imunisasi Tidak Komplit
Risk (< 3 kali) atau tidak
Waktu imunisasi terakhir imunisasi atau status
5-10 imunisasi tidak jelas
< 5 tahun >10 tahun
tahun
Luka - - Vaksin Vaksin tetanus lengkap
kecil dan tetanus
bersih (booster)

Semua - Vaksin Vaksin Vaksin tetanus lengkap dan


luka tetanus tetanus pemberian tetanus
(booster) (booster) immunoglobulin

 Vaksin Tetanus IM
Dosis anak dan dewasa : 0,5 ml/injeksi
Jika tidak pernah imunisasi atau status imunisasi tidak jelas
maka berikan 2 kali dengan jarak 4 minggu.
Jika imunisasi tidak lengkap : berikan 1 kali.
 Human anti-tetanus immunoglobulin IM
Dosis anak dan dewasa : 250 IU dosis tunggal; 500 IU untuk
luka yang lamanya > 24 jam.
Suntik vaksin tetanus dan imuniglobulin pada 2 sisi yang
berbeda, gunakan jarum suntik yang berbeda tiap
penyuntikan.

2. Sebelum terpapar (imunisasi rutin)


Diberikan dalam 5 dosis. Tiga Dosis pertama yaitu DTP atau DTP + Hep
B atau DTP + Hib + Hep B sebelum usia 1 tahun, berikan dengan jarak 1
bulan (contoh : pada minggu ke 6, 10 dan 14), kemudian dosis ke-empat
diberikan vaksin tetanus toxoid antara usia 4 atau 7 tahun, kemudian
dosis ke-lima antara usia 12 dan 15 tahun.

VI. SKENARIO KASUS

BLOK
MASALAH PENYAKIT TROPIS
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PRIMA INDONESIA

A. Kasus 1
Seorang bayi laki-laki umur 10 hari, lahir ditolong dukun, talipusat dipotong
dengan bambu dan diberi bubuk berwarna hitam. Bayi dibawa ayahnya
dengan keluhan tidak mau menetek dan menangis terus menerus sejak
kemarin. Ibu tidak pernah mendapat imunisasi tetanus toksoid selama hamil.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan suhu 37,60C, mulut mencucu, kaku
kuduk dan pada palpasi abdomen teraba keras.
B. Kasus 2
Seorang anak perempuan umur 6 tahun datang ke Rumah Sakit dirujuk dari
Puskesmas dengan keluhan sering mengalami kekakuan otot bersifat hilang
timbul bila disentuh. Pada saat terjadi kekakuan otot pasien selalu menangis
dan tampak sakit. Sebenarnya pasien sudah mengalami sulit makan sekitar 5
hari yang lalu, dan saat ini mulut sulit dibuka. Sejak usia 5 tahun pasien
sering mengeluarkan cairan berbau dari telinga kiri yang hilang timbul
terutama pada saat batuk pilek. Riwayat imunisasi DPT hanya 1 kali pada
usia 4 bulan. Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda vital dalam batas
normal, terdapat trismus 1 cm, kaku kuduk, perut teraba keras, dan
opistotonus. Pada saat diperiksa pasien beberapa kali mengalami kekakuan
otot.

VII. LEMBAR PENGAMATAN


A. TETANUS NEONATORUM
PENUNTUN BELAJAR
TETANUS NEONATORUM
Pengamatan
No. Kegiatan / langkah klinik
Ya Tidak
I. ANAMNESIS
1. Sapa pasien dan keluarganya, perkenalkan diri, jelaskan
maksud Anda
2. Tanyakan keluhan utama (biasanya kejang)
3. Sudah berapa lama/kapan gejala pertama timbul?
4. Berapa hari umur bayi?
5. Apakah kejang seluruh tubuh?
6. Apakah bayi menangis terus dan tidak mau menyusu?
7. Apakah kejang bertambah/ dipicu oleh rangsang raba?
8. Siapa penolong persalinan? (dokter, bidan, dukun beranak)
9. Tali pusat dipotong dengan memakai apa? (gunting steril/tidak
disterilkan, atau kulit bambu)
10. Setelah tali pusat lepas, dengan bahan apa tali pusat dirawat?
(alkohol, betadin, ramu-ramuan)

BLOK
MASALAH PENYAKIT TROPIS
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PRIMA INDONESIA

11. Sebelum menikah apakah ibu mendapat imunisasi TT


12. Selama mengandung pasien, apakah ibu mendapat imunisasi
TT? Bila ya, berapa kali?
13. Bila pasien bukan anak pertama, apakah ibu sudah mendapat
imunisasi TT pada kehamilan terdahulu? Bila ya, berapa kali?
14. Apakah anak sering ‘congekan’? gusi bengkak? Ada luka tusuk
dalam? Ada luka bakar yang terinfeksi?
II. PEMERIKSAAN JASMANI
15. Terangkan kepada pasien atau orang tua/keluarganya bahwa
akan dilakukan pemeriksaan jasmani.
16. Tentukan keadaan sakit bayi (tetanus neonatorum selalu
dikategorikan sebagai keadaan sakit berat)
17. Apakah ada tanda-tanda aktifitas simpatik yang berlebihan
seperti: berkeringat, hipersalivasi, laju nadi yang cepat dan
lemah, sianosis, ekstremitas dingin, dan tekanan darah yang
berfluktuasi?
18. Apakah ada tanda-tanda gagal nafas/ apneic spell?
19. Apakah bayi dalam keadaan menangis?
20. Adakah spasme otot mulut (mouthfish)?
21. Adakah opisthotonus?
22. Apakah ekstremitas atas fleksi pada siku dengan lengan
menempel pada dada, pergelangan tangan dalam keadaan
fleksi, dan jari-jari mengepal?
23. Apakah ekstremitas bawah dalam keadaan hiperekstensi
dengan dorsofleksi pada sendi tumit dan fleksi dari jari-jari
kaki?
24. Adakah spasme otot (paling mudah diperiksa pada otot perut
atau otot lengan) yang diperberat oleh rangsang raba?
25. Adakah tanda-tanda komplikasi seperti sianosis, adanya ronki,
tanda-tanda sepsis?
26. Bagaimana keadaan tali pusat bayi (bersih atau kotor)? Apakah
dibubuhi ramu-ramuan atau tidak?
III. PEMERIKSAAN PENUNJANG
27. Pada umumnya diagnosis tetanus dapat ditegakkan hanya dari
tampilan klinis. Pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan
penunjang lain dilakukan untuk keperluan lain, misal
pemeriksaan darah bila diduga terjadi sepsis atau foto ronsen
dilakukan bila dicurigai adanya komplikasi seperti fraktur
tulang atau pneumonia.
IV. DIAGNOSIS
28. Ditegakkan atas dasar tampilan klinis: sebutkan informasi

BLOK
MASALAH PENYAKIT TROPIS
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PRIMA INDONESIA

yang ditemukan pada anamnesis dan pemeriksaan jasmani


yang mendukung kearah tegaknya diagnosis.
V. PENYULIT
29. Dapat berupa: sepsis, pneumonia, atelektasis paru, henti nafas,
spasme larings, kompresi fraktur vertebra dan MODS
VI. TATALAKSANA
30. Jelaskan mengenai rencana tatalaksana pasien kepada
keluarganya
31. Umum: pembebasan jalan nafas dan pemberian O2, stimulasi
minimal, pemberian cairan dan nutrisi adekuat, bantuan nafas
pada tetanus berat dan sangat berat/tetanus neonatorum,
pemantauan/monitoring kejang dan tanda-tanda penyulit.
32. Bila terjadi gagal nafas, dilakukan pemasangan ventilasi
mekanik.
33. Asupan nutrisi: diberikan melalui pipa nasogasktrik atau
intravena untuk mengurangi perangsangan pada saat
pemberian makanan dan mencegah aspirasi.
34. Pemberian antitetanus serum: jenis, dosis, cara kerja, dan efek
samping.
35. Pilihan pemberian muscle relaxans atau antikonvulsan:
Obat mana yang akan dipilih, terangkan alasannya.
Bagaimana cara kerja obat-obat tersebut?
Bagaimana dosis dan cara pemberiannya?
Apa special precautions dan efek samping dari pemberian
obatobatan tersebut?
Kapan obat-obat tersebut dapat diberikan per-oral, kapan
dosisnya dapat diturunkan atau bahkan dihentikan?
36. Tentukan pilihan jenis antibiotik yang akan diberikan, dan apa
pilihan lainnya? Berapa dosisnya dan bagaimana cara
pemberiannya?
37. Perawatan tali pusat bayi.
VII. PROGNOSIS
38. Sebutkan faktor risiko yang memperburuk prognosis
VIII. PENCEGAHAN
39. Sebutkan skedule pemberian TT pada ibu usia subur
40. Sebutkan jadwal imunisasi tetanus pada anak
41. Pelatihan penolong persalinan
Note : Ya = Mahasiswa Melakukan
Tidak = Mahasiswa Tidak Melakukan

BLOK
MASALAH PENYAKIT TROPIS
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PRIMA INDONESIA

B. TETANUS ANAK
PENUNTUN BELAJAR TETANUS
PADA ANAK
Pengamatan
No. Kegiatan / langkah klinik
Ya Tidak
I. ANAMNESIS
1. Sapa pasien dan keluarganya, perkenalkan diri, jelaskan
maksud Anda
2. Tanyakan keluhan utama (biasanya kesulitan membuka
mulut/kejang)
3. Sudah berapa lama menderita kesulitan membuka
mulut/kejang?
4. Bila kejang, bagaimana sifat kejangnya?; Apakah seluruh
tubuh? (umum); Apakah hanya lengan? (lokal nonsefalik);
Atau hanya di bagian wajah? (sefalik)
5. Kejang timbul berapa lama? Dan berapa lama jarak antara
dua kejang?
6. Apakah penderita sadar saat kejang? Apakah pasien sadar
saat sebelum dan setelah kejang?
7. Apakah kejang timbul atau bertambah bila penderita diraba,
mendengar suara, melihat cahaya atau benda bergerak?
8. Apakah masih dapat minum?
9. Adakah riwayat trauma? Bila ada, berapa lama sebelum
timbul gejala sekarang?
10. Apakah luka sudah dirawat dengan baik?
11. Apakah terdapat riwayat OMSK berulang?
12. Apakah ada riwayat abses gigi?
13. Apakah ada riwayat abses di daerah tenggorokan dan atau
dagu?
14. Apakah penderita diketahui pengguna narkoba atau
memakai piercing? (untuk remaja)
15. Apakah keluhan disertai adanya demam?
16. Adakah kesulitan bernafas?
17. Bagaimana riwayat imunisasi tetanus? Bila pernah
diimunisasi sudah berapa lama imunisasi terakhir?
II. PEMERIKSAAN JASMANI
18. Terangkan bahwa akan dilakukan pemeriksaan jasmani.
19. Lakukan pengukuran tanda vital:
Kesadaran, tekanan darah, laju nadi, laju pernafasan, dan
suhu tubuh.
20. Apakah ada tanda-tanda aktifitas simpatik yang berlebihan

BLOK
MASALAH PENYAKIT TROPIS
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PRIMA INDONESIA

seperti: berkeringat, hipersalivasi, laju nadi yang cepat


namun lemah, sianosis, extremitas dingin, dan tekanan
darah yang berfluktuasi?
21. Adakah takipnea/apneic spell?
22. Adakah demam?
23. Apakah pasien tampak hiperiritabilitas?
24. Adakah trismus? Bila ya, berapa cm?
25. Adakah kesulitan menelan?
26. Adakah laserasi mukosa lidah atau bukal?
27. Adakah rhisus sardonicus
28. Adakah opistotonus?
29. Apakah Chovstek’s sign positif? (DD/ dengan tetani untuk
tetanus lokal)
30. Adakah hiperrefleksi?
31. Apakah ditemukan spasme carpopedal ?
32. Adakah tanda-tanda dehidrasi atau malnutrisi?
33. Adakah crakles pada pemeriksaan paru?
34. Adakah tanda-tanda retensi urin?
35. Adakah hematoma intramuskular?
36. Adakah tanda-tanda fraktur vertebrae?
37. Mencari luka sebagai port d’entre kuman.
III. PEMERIKSAAN PENUNJANG
38. Pada umumnya diagnosis tetanus dapat ditegakkan hanya
dari tampilan klinis.
39. Lakukan rontgen paru bila diduga ada komplikasi
pneumonia.
40. Lakukan rontgen vertebrae bila diduga ada fraktur.
41. Periksa EKG bila dicurigai adanya miokarditis.
42. Periksa EEG.
IV. DIAGNOSIS
43. Berdasarkan hasil anamnesis: sebutkan.
44. Berdasarkan temuan pemeriksaan jasmani.
V. PENGOBATAN
45. Jelaskan mengenai rencana pengobatan kepada keluarga
pasien.
46. Umum: pembebasan jalan nafas dan pemberian O2,
stimulasi minimal, pemberian cairan dan nutrisi adekuat,
bantuan nafas pada tetanus berat dan sangat berat/ tetanus
neonatorum, pemantauan/monitoring kejang dan tanda-
tanda penyulit.
47. Bila terjadi gagal nafas dilakukan pemasangan ventilasi

BLOK
MASALAH PENYAKIT TROPIS
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PRIMA INDONESIA

mekanik.
48. Nutrisi: diberikan lewat pipa nasogasktrik atau i.v. untuk
mengurangi perangsangan pada saat pemberian makanan
dan mencegah aspirasi.
49. Pemberian antitetanus serum: terangkan macam-macamnya,
dosis, cara kerja, dan efek samping
50. Pilihan pemberian muscle relaxans atau antikonvulsan:
Obat mana yang akan dipilih, terangkan alasannya.
Bagaimana cara kerja obat-obat tersebut?
Bagaimana dosis dan cara pemberiannya?
Apa special precautions dan efek samping dri pemberian
obat-obatan tersebut?
Kapan obat-obat tersebut dapat diberikan peroral, kapan
dosisnya dapat diturunkan atau bahkan dihentikan?
51. Tentukan pilihan jenis antibiotik yang akan diberikan, dan
apa pilihan lainnya? Berapa dosisnya dan bagaimana cara
pemberiannya?
52. Perawatan luka / port d’entre kuman.
53. Follow-up pasien, evaluasi hasil pengobatan.
VI. PENCEGAHAN
54. Jelaskan bahwa luka merupakan tempat masuknya kuman
tetanus, oleh karena itu setiap luka harus dibersihkan bila
perlu meminta pertolongan tenaga medis.
55. Terangkan mengenai vaksin untuk pencegahan tetanus
56. Berikan jadwal booster vaksin tetanus.
VII. PROGNOSIS

BLOK
MASALAH PENYAKIT TROPIS
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PRIMA INDONESIA

57. Tentukan faktor-faktor yang mempengaruhi prognosis,


salah satunya adalah menurut Black (1991) seperti tertera di
bawah.
Tabel sistem skoring tetanus
Sistem skoring 1 0
Masa inkubasi < 7 hari > 7 hari
Awitan penyakit < 48 jam > 48 jam
Tempat masuk Tali pusat Selain tempat
Fraktur terbuka tersebut
Sesudah operasi
Sesudah suntikan
IM
Spasme (+) (-)
Panas badan
Aksilar > 38,4oC < 38,4oC
Rektal > 40,0oC < 40,0oC
Takikardia (+) (-)
Skor 0-1 (ringan) = kematian <10%
2-3 (sedang) = kematian 10-20%
4 (berat) = kematian 20-40%
5-6 (sangat berat) = kematian >50%
Note : Ya = Mahasiswa melakukan
Tidak = Mahasiswa tidak melakukan

BLOK
MASALAH PENYAKIT TROPIS

Anda mungkin juga menyukai