Anda di halaman 1dari 48

Dalam definisi kualitas, sebenarnya ada beberapa definisi yang berhubungan

dengan kualitas, tetapi secara umum dapat dikatakan bahwa kualitas atau mutu adalah
karakteristik dari suatu produk atau jasa yang ditentukan oleh pemakai atau customer
dan diperoleh melalui pengukuran proses serta melalui perbaikan yang berkelanjutan
(Continuous Improvement).

Kualitas Produk (kualitas produk) adalah kemampuan suatu produk untuk


melaksanakan fungsinya meliputi, daya tahan, kehandalan, kemudahan operasi dan
meningkatkan akurasi, serta atribut berharga lainnya. Untuk meningkatkan kualitas
produk perusahaan dapat melaksanakan program “Total Quality Management (TQM)”.
Selain mengurangi kerusakan produk, tujuan utama adalah untuk meningkatkan
kualitas nilai total pelanggan.

Dalam perspektif Total Quality Management (TQM), kualitas dipandang secara lebih luas, dimana
tidak hanya aspek hasil saja yang ditekankan, melainkan juga meliputi proses, lingkungan, dan manusia.
Kualitas merupakan suatu proses didalam penilaian suatu produk atau jasa yang akan dirasakan langsung
dari pelanggan atau si penerima pelayanan itu sendiri.

Kualitas juga dapat diartikan sebagai standar yang harus dicapai oleh seseorang, kelompok, atau
lembaga organisasi mengenai kualitas SDM, kualitas cara kerja, serta barang dan jasa yang dihasilkan.
Kualitas pula mempunyai arti yaitu memuaskan kepada yang dilayani baik secara internal maupun
eksternal yaitu dengan memenuhi kebutuhan dan tuntutan pelanggan atau masyarakat.

Adapun teori-teori kualitas menurut para ahli :

1. Menurut Gerson (2004 :45), kualitas adalah apapun yang dianggap pelanggan sebagai mutu.
2. Sementara itu Kotler (2005: 57) mendefinisikan kualitas adalah keseluruhan sifat suatu produk
atau pelayanan yang berpengaruh pada kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan yang
dinyatakan atau tersirat. Melalui Pengertian dan teori ini dapat diketahui bahwa suatu barang atau
jasa akan dinilai bermutu apabila dapat memenuhi ekspektasi konsumen akan nilai produk yang
diberikan kepada konsumen tersebut. Artinya, mutu atau kualitas merupakan salah satu faktor
yang menentukan penilaian kepuasan konsumen.
3. The American Society for Quality Control mengartikan kualitas sebagai totalitas fitur dan
karakteristik produk atau jasa yang memiliki kemampuan untuk memuaskan kebutuhan yang
dinyatakan maupun implisit. Hali ini biasa saja produk barang atau jasa yang bisa menentukan
mutu yang akan mempangaruhi kepuasan konsumen. 
4. Kemudian Kotler (Arief 2007: 118) menyebutkan bahwa produsen dikatakan telah
“menyampaikan” kualitas jika produk atau jasa yang ditawarkannya sesuai atau melampaui
ekspektasi pelanggan. Dari uraian di atas maka kualitas dapat diartikan sebagai totalitas dari
karakteristik suatu produk (barang/jasa) yang menunjang kemampuan dalam memenuhi
kebutuhan.
5. Deming (Tjiptono & Diana 2003: 24) menyatakan bahwa kualitas merupakan suatu tingkat yang
dapat diprediksi dari keseragaman dan ketergantungan pada biaya yang rendah dan sesuai
dengan pasar.
6. Kemudian definisi kualitas menurut Juran (Tjiptono 2003: 53) adalah sebagai fitness for use, yang
mengandung pengertian bahwa suatu produk atau jasa harus dapat memenuhi apa yang
diharapkan oleh pemakainya. Mengikuti definisi di atas maka kualitas dapat didefinisikan sebagai
suatu tingkat yang dapat diprediksi dari keseragaman dan ketergantungan pada biaya yang
rendah sesuai dengan pasar dan harus dapat memenuhi apa yang diharapkan oleh pemakainya. 
7. Menurut Wyckof (Arief 2007:118) kualitas jasa adalah tingkat keunggulan tersebut untuk
memenuhi keinginan dan kebutuhan pelanggan. Baik tidaknya kualitas tergantung kepada
kemampuan penyedia jasa pelayanan dalam memenuhi harapan pelanggan secara konsisten.
8. Pengertian kualitas menurut Tjiptono (2005:2) terdiri dari beberapa poin diantaranya:
  1. Kesesuaian dengan kecocokan/tuntutan.
  2. Kecocokan untuk pemakaian.
  3. Perbaikan / penyempurnaan berkelanjutan.
  4. Bebas dari kerusakan/cacat.
  5. Pemenuhan kebutuhan pelanggan semenjak awal dan setiap saat.
  6. Melakukan segala sesuatu secara benar dengan semenjak awal.
  7. Sesuatu yang bisa membahagiakan pelanggan.
9. Sinambela dkk (2010: 6), mendefinisikan kualitas adalah segala sesuatu yang mampu memenuhi
keinginan atau kebutuhan pelanggan (meeting the needs of costumers).

Kesimpulan : Berdasarkan beberapa pendapat di atas, kualitas adalah standar yang harus dicapai oleh
seseorang, kelompok, atau lembaga organisasi mengenai kualitas SDM, kualitas cara kerja, serta barang
dan jasa yang dihasilkan. Kualitas juga mempunyai arti yaitu memuaskan kepada yang dilayani baik
secara internal maupun eksternal yaitu dengan memenuhi kebutuhan dan tuntutan pelanggan atau
masyarakat. Pelayanan yang berkualitas adalah pelayanan yang telah memenuhi standar dan dilakukan
secara maksimal yang harus dicapai oleh suatu organisasi atau instansi.

Pengertian kualitas dapat diartikan ke dalam tujuh poin yang meliputi kesesuaian dan kecocokan
yang diharapkan oleh konsumen serta selalu melakukan perbaikan apabila konsumen merasa kurang puas
akan pelayanan yang diberikan dengan cara malakukan pemenuhan kebutuhan konsumen dari awal dan
melakukan sesuatu dengan benar. Sehingga konsumen dapat merasakan pelayanan yang sudah diberikan
oleh produsen. Berdasarkan berbagai penjelasan tersebut, maka kualitas dapat dimaknai sebagai kinerja
profesional, yang orientasinya terhadap pemenuhan dan kebutuhan konsumen akan hak dasarnya berupa
pelayanan. Konsep kualitas secara luas tidak hanya menekankan pada aspek hasil tetapi juga kualitas manusia
dan kualitas prosesnya. Bahkan Stephen Uselac menegaskan bahwa kualitas bukan hanya mencakup produk
dan jasa, tetapi juga meliputi proses, linkungan dan manusia.Meskipun tidak ada defenisi mengenai kualitas
yang diterima secara universal, dari defenisi-defenisi yang ada terdapat beberapa kesamaan, yaitu dalam
elemen-elemen sebagai berikut :

1. Kualitas meliputi usaha mamenuhi atau melebihi harapan pelanggan


2. Kualitas mencakup produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan.
3. Kualitas merupakan kondisi yang selalu berubah ( misalnya apa yang dianggap merupakan kualitas saat
ini mungkin dianggap kurang berkualitas pada mendatang).

“Kualitas meruapak suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, prose dan
linkungan yang memenuhi atau melebihi harapan”

Adapun kualitas menurut beberapa pakar :


1. Crosby, mendefinisikan bahwa  kualitas sama dengan persyaratannya.
2. Deming, menyatakan bahwa kualitas merupakan suatu tingkat yang dapat diprediksi dari keseragaman
dan ketergantungan pada biaya yang rendah dan sesuai dengan pasar.
3. J.M. Juran, mengartikan sebagai cocok untuk digunakan.

Adapun beberapa definisi tentang kualitas antara lain:

• Deming (1986): The difficulty in defining quality is to translate future needs of the user
into measurable characteristics, so that a product can be designed and turned out to give
satisfaction at a price that will user pay. (Kesulitan dalam pendefinisian kualitas adalah
mentranslate atau mengubah kebutuhan yang akan datang dari user atau pengguna kedalam
suatu karakteristik yang dapat diperlakukan , supaya sebuah produk dapat didisain dan diubah
untuk memberikan kepuasan dengan harga yang akan dibayar oleh user atau pemakai).
• Crosby (1979) : Quality is conformance to requirements or specification. (Kualitas adalah
kesesuaian dari permintaan atau spesifikasi).
• Juran (1974): Quality is fitness for use. (Kualitas adalah kelayakan atau kecocokan
penggunaan).
• Hence: The quality of a product or service is the fitness of that product or service for
meeting its intended used as required by the customer. (Kualitas dari suatu produk atau jasa
adalah kelayakan atau kecocokan dari produk arau jasa tersebut untuk memenuhi kegunaannya
sehingga sesuai dengan yang diinginkan oleh pembeli).

Kualitas merupakan salah satu faktor yang dipakai oleh konsumen untuk membeli suatu
produk, yang mana suatu produk dapat dibandingkan dengan pesaingnya berdasarkan
kualitasnya. Banyak sekali definisi mengenai kualitas adalah sebagai berikut:

 Deming (1986) Kualitas adalah mentranslate untuk mengubah kebutuhan yang akan


datang dari penggunana kedalam suatu karakteristik yang diperlukan agar sebuah
produk dapat di desain dan dibuat untuk memberikan kepuasan dengan harga yang
dibayar oleh pengguna.
 Goestch dan David (1994) Kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan
dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi
harapan.
 (Sritomo,2001) Tujuan Pengendalian KualitasTujuan dari pelaksanaan pengendalian
kualitas adalah :
1. Pencapaian kebijakan dan target perusahaan secara efisien.
2. Perbaikan hubungan manusia.
3. Peningkatan moral karyawan.
4. Pengembangan kemampuan tenaga kerja.Dengan mengarah pada pencapaian tujuan-tujuan
diatas akan terjadi peningkatan produktifitas dan provitabilitas usaha.

 Menurut Evans & Lindsay, kulaitas adalah salah satu kunci keunggulan dalam bersaing
atau kemampuan sebuah perusahanaan untuk mencapai keunggulan pasar.
 Menurut Goesth & Davis, kualitas adalah kondisi dinamis yang berkaitan dengan
produk, layanan, manusia, proses, lingkungan yang memenuhi atau melebihi
harapan.
 Menurut Iyung Pahan, kualitas adalah gambaran dan karakteristik barang atau jasa
yang menunjukkan kemempuannya dalam memuaskan hubungan yang ditentukan
atau tersirat.
 Menurut Harvard Business school, kualitas adalah salah satu hal penting bagi sebuah
produk atau jasa. Kualitas juga sebagai salah satu dari tiga faktor penting yang
mempengaruhi konsumen ketika ingin membeli sebuah produk atau jasa.
 Menurut Deming, kualitas adalah pertemuan kebutuhan dan harapan konsumen
secara berkelanjutan atas biaya yang telah mereka keluarkan.
 Menurut Philip Crosby, kualitas adalah kesesuaian sesuatu dengan yang diisyaratkan.
 Menurut Elliot, kualitas adalah sesuatu yang berbeda untuk orang yang berbeda pula
dan hal terseburt bergantung pada waktu dan tempat yang sesuai dengan tujuannya.
 Menurut M. Suyanto, kualitas adalah ukuran baik tidaknya sebuah produk sesuai
dengan kebutuhan spesifik pelanggan yang meliputi kualitas kinerja, kesesuaian,
daya tahan dan keandalannya.
 Menurut ( The American Society for Quality Control ) kualitas adalah keseluruhan
ciri-ciri dna karakteristik-karakteristik dari suatu produk/jasa dalam hal kemampuan
untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang telah ditentukan/bersifat laten
( Lupiyoadi, 2001 ).
 Goest dan Davis ( 1994 ) dalam Tjiptono ( 2004 ) merumuskan bahwa kualitas adalah
suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses dan
lingkungan yang memenuhi/melebihi harapan. Konsep itu sendiri sering dianggap
sebagai ukuran relatif kebaikan suatu produk atau jasa yang terdiri atas kualitas
desain dan kualitas kesesuaian. Kualitas desain merupakan fungsi spesifikasi produk,
sedang kualitas ksesesuaian adalah suatu ukuran seberapa jauh produk mampu
memberi persyaratan/spesifikasi kualitas yang telah ditetapkan ( Tjiptono, 2004 ).

Berdasarkan pengertian kualitas menurut pata ahli di atas, bisa disimpulkan bahwa
kualitas meliputi elemen-elemen yang sama, yakni usaha memenuhi atau melebihi
harapan pelanggan, kondisi yang selalu berubah tergantung dari penilaian tiap orang,
dan kualitas mencakup segala hal ( produk, jasa, manusia, dan lingkungannya ).
Meski kualitas merupakan konsep yang cukup sulit untuk dipahami dan disepakati
bersama, kenyataannya beberapa pengertian di atas bisa ditarik secara garis besar.
Hal ini menandakan bahwa perbedaan uraia pengertian tersebut masih bisa
dipandang dari sudut yang sama dan bisa menghasilkan pemahaman yang sama pula.

Pada dasarnya terdapat 3 orientasi kualitas yang seharusnya konsisten satu sama lain
:
1. Persepsi konsumen
2. Produk
3. Proses
Untuk produk-produk yang berwujud barang, ketiga orientasi ini hampir selalu
dapat dibedakan dengan jelas, bahkan produk produknya adalah proses itu sendiri
( Lupiyoadi, 2001 ).

Secara spesifik dapat dijelaskan bahwa tujuan pengendalian kualitas adalah:

 Memperbaiki kualitas produk yang dihasilkan.


 Penurunan ongkos kualitas secara kualitas.

Kualitas mengandung banyak pengertian, beberapa contoh dari pengertian kualitas


menurut Tjiptono (1996:55) adalah :
1) kesesuaian dengan persyaratan.
2) kecocokan untuk pemakaian.
3) perbaikan berkelanjutan.
4) bebas dari kerusakan/cacat.
5) pemenuhan kebutuhan pelanggan sejak awal dan setiap saat.
6) melakukan segala sesuatu secara benar.
7) sesuatu yang bisa membahagiakan pelanggan.

Berdasarkan uraian tersebut, maka kualitas dapat diberi pengertian sebagai totalitas
dari karakteristik suatu produk (barang atau jasa) yang menunjang kemampuannya
untuk memenuhi kebutuhan. Kualitas sering kali diartikan sebagai segala sesuatu
yang memuaskan konsumen atau sesuai dengan persyaratan atau kebutuhan.
 Stanton (1985:222-223) mendefinisikan produk sebagai berikut :
Sekumpulan atribut yang nyata (intangible) yang terkait dalam sebuah bentuk yang
dapat didentifikasikan, di dalamnya sudah ter-cakup warna, harga, kemasan,
prestise pabrik, prestise pengecer, dan pelayanan dari pabrik serta pengecer yang
mungkin diterima oleh pembeli sebagai sesuatu yang bisa memuaskan keinginan.
 Menurut Kotler (1998:53) produk adalah segala sesuatu yang dapat
ditawarkan ke suatu pasar untuk memenuhi keinginan atau kebutuhan. Jadi,
pada dasarnya produk adalah segala sesuatu yang dapat memenuhi
kebutuhan atau keinginan masyarakat atau konsumen. Bagi perusahaan yang
memproduksi suatu produk atau jasa, produk adalah alat atau sarana untuk
mencapai sasaran, yaitu keuntungan perusahaan atau tujuan tertentu. Dalam
era globalisasi ini, tampaknya masyarakat atau konsumen semakin kritis
dalam menilai suatu produk.
 Stanton (1985:285-286) memberi pengertian kualitas produk :
Suatu jaminan dalam rangka memenuhi kebutuhan konsumen dalam memilih suatu
produk dan dalam masalah ini citra rasa pribadi sangat berperan.

Dalam konsteks tersebut, dapat dipetik beberapa hal penting dalam membahas
“kualitas produk”, yakni :
1) Kata “jaminan” mengandung pengertian bahwa produk yang ditawarkan kepada
konsumen benar-benar telah melalui proses pengukuran dan pengujian yang cermat
dan rasional, sehingga layak untuk disertai dengan jaminan.

2) Kata “cita rasa” yang menjadi motivasi konsumen dalam memilih produk adalah
faktor yang menjadi fokus perhatian produsen atau pemasar. Jadi siapa yang
menjadi konsumen atau pembeli itu sangat penting diketahui oleh pihak produsen
atau pemasar.

3) Antara jaminan dan faktor kebutuhan terdapat rasionalisasi dan relevansi yang
harus diterjemahkan secara tepat oleh pihak produsen atau pemasar.

Tujuan umum pembentukan kualitas produk itu sendiri adalah untuk meyakinkan
konsumen bahwa produk yang terbaik menurut kebutuhan konsumen. Bahkan
untuk lebih meyakinkan ada perusahaan-perusahaan yang berani memberi jaminan
ganti rugi bila produknya tidak berkualitas atau tidak sesuai dengan promosi yang
disampaikan.
Dalam era perdagangan bebas seperti sekarang ini, dimana persaingan produk
semakin marak, perkara kualitas produk dan pelayanan menjadi sangat penting
untuk ditonjolkan. Sebab bila hal ini tidak ditonjolkan maka konsekuensi logisnya
adalah bahwa kualitas produk dan pelayanan yang ditawarkan bisa tergeser oleh
kualitas produk dan pelayanan lain yang sejenis, yang lebih meyakinkan
konsumen.

Pengertian Kualitas Produk :

Pengertian Produk adalah semua yang bisa ditawarkan dipasar untuk mendapatkan perhatian,
permintaan, pemakaian atau konsumsi yang dapat memenuhi keinginan atau kebutuhan konsumen (
Sumarni dan J. Supranto, 1997 dalam Tjiptono, 2006:95 ).
Pengertian Kualitas Produk mencerminkan kemampuan produk untuk menjalankan tugasnya yang
mencakup daya tahan, kehandalan, kemajuan, kekuatan, kemudahan dalam pengemasan, dan
reparasi produk dan ciri-ciri lainnya ( kotler dan Armstrong, 1997:279 ).

Mutu atau kualitas dipengaruhi oleh faktor-faktor yang menentukan bahwa suatu barang dapat
memenuhi tujuannya. Mutu atau kualitas merupakan tingkatan pemuasan suatu barang.

Fakor-faktor yang mempengaruhi kualitas produk :

Ada beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas produk, antara lain :

1. Proses pembuatan produk dan perlengkapan serta pengaturan yang digunakan dalam
proses.
2. Aspek penjualan
Apabila kualitas dari barang yang dihasilkan dari barang terlalu rendah akan dapat
menyebabkan berkurangnya penjualan. Sebaliknya apabila kualitas dari barang yang
dihasilkan dari barang terlalu tinggi membuat harga jual semakin mahal sehingga jumlah
yang terjual karena kemampuan beli terbatas.
3. Perubahan permintaan konsumen
Konsumen atau pemakai sering menginginkan adanya perubahan-perubahan barang yang
dipakainya baik berupa kuantitas maupun kualitas.
4. Peranan Inspeksi
Selain dapat mengawasi atau menjadi kualitas standar yang telah ditetapkan juga berusaha
untuk memperkecil biaya produksi.

Faktor-faktor kualitas produk lainnya


Sedangkan menurut Aassauri ( 1993:28 ), terdapat bebrapa faktor mutu atau kualitas dari
suatu produk antara lain adalah :
1. Fungsi suatu
Fungsi suatu barang yang dihasilkan hendaknya memperhatikan fungsi untuk apa barang
tersebut digunakan atau dimaksudkan sehingga barang-barang yang dihasilkan dapat
memenuhi fungsi tersebut.
2. Wujud
Salah satu faktor penting yang sering digunakan oleh konsumen dalam melihat suatu barang
pertama kalainya untuk menentukan kualitas atau mutu adalah wujud luar dari barang
tersebut. Faktor wujud luar suatu barang tidak hanya dilihat dari bentuk, tetapi juga warna,
pembungkusan, dan lain-lain.
3. Biaya barang
Pada umumnya, biaya atau harga dari suatu produk akan dapat menentukan kualitas dari
barang tersebut. Hal ini terlihat bahwa barang-barang yang mempunyai barang mahal dapat
menunjukkan bahwa kualitas barang tersebut lebih baik.
Menurut Guiltinan, Madden dan Paul ( 1997:7 ) di dalam kualitas produk, terdapat 8
( delapan ) dimensi, yakni :
1. Kinerja ( performance ) yang merupakan karakteristik dasar produk. Menurut Armstring
dan Kotler ( 1996:584 ) performance merupakan tingkat dimana produk mampu
menjalankan fungsinya. Kinerja ( performance ) merupakan karakteristik operasi pokok
dari produk inti ( core product ) yang dibeli ( Tjiptono, 1999:3 ). Selain itu Performance
atau Kinerja juga merupakan Dimensi Kualitas yang berkaitan dengan karakteristik
utama suatu  produk. Contohnya sebuah Televisi, Kinerja Utama yang kita kehendaki
adalah kualitas gambar yang dapat kita tonton dan kualitas suara yang dapat didengar
dengan jelas dan baik.
2. Ciri-ciri atau keistimewaan tambahan ( features ), yang merupakan karakteristik
pelengkap istimewa yang menambahkan penglainan ciri-ciri atau keistimewaan
tambahan ( features ), yaitu karakteristik sekunder atau pelengkap. ( Tjiptono,
1999:25 ). Features atau Fitur ini merupakan karakteristik pendukung atau pelengkap
dari karakteristik utama suatu produk. Misalnya pada produk kendaraan beroda
empat (mobil), fitur-fitur pendukung yang diharapkan oleh konsumen adalah seperti
DVD/CD player, sensor atau kamera mundur
3. Kehandalan ( reliability ), yang merupakan kemungkinan kegagalan produk dalam
rencana waktu yang diberikan. Kehendalan ( reliability ) yaitu kemungkinan kecil akan
mengalami kerusakan atau gagal dipakai. ( Tjiptono, 1999:25 ). Dengan kata lain
reliability atau kehandalan adalah dimensi kualitas yang berhubungan dengan
kemungkinan sebuah produk dapat bekerja secara memuaskan pada waktu dan kondisi
tertentu.
4. Kesesuaian ( conformance ) yang merupakan derajat atau tingkat dimana sebuah
barang atau jasa memenuhi penetapan suatu standar. Kesesuaian dengan spesifikasi
( conformance to specification ) yaitu sejauh mana karakteristik desain dan operasi
produk memenuhi standar-standar yang telah ditetapkan sebelumnya. ( Tjiptono,
1999:25 ). Conformance juga merupakan kesesuaian kinerja dan kualitas produk dengan
standar yang diinginkan. Pada dasarnya, setiap produk memiliki standar ataupun
spesifikasi yang telah ditentukan.
5. Daya Tahan ( durability ), yang merupakan jumlah penggunaan produk yang dapat
diterima sebelum produk tersebut diganti. Daya Tahan ( durability ) berkaitan dengan
berapa lama produk tersebut dapat terus digunakan. Dimensi ini mencakup umur teknis
maupun umur ekonomis penggunaan produk. ( Tjiptono, 1999:26 ). Durability ini
berkaitan dengan ketahanan suatu produk hingga harus diganti. Durability ini biasanya
diukur dengan umur atau waktu daya tahan suatu produk.
6. Service Ability, yang merupakan kecepatan dan kemudahan pembetulan dan
kehormatan dan kemampuan dari jasa individu. ( Tjiptono, 1999:26 ). Selain itu
Serviceability adalah kemudahan layanan atau perbaikan jika dibutuhkan. Hal ini sering
dikaitkan dengan layanan purna jual yang disediakan oleh produsen seperti
ketersediaan suku cadang dan kemudahan perbaikan jika terjadi  kerusakan serta
adanya pusat pelayanan perbaikan (Service Center) yang mudah dicapai oleh
konsumen.
7. Estetika, merupakan bagaimana penampilan produk, rasanya, suaranya, baunya.
Estetika bisa juga diartikan dengan daya tarik produk terhadap panca indera. ( Tjiptono,
1999:26 ). Selain itu Aesthetics adalah dimensi kualitas yang berkaitan dengan tampilan,
bunyi, rasa maupun bau suatu produk. Contohnya bentuk tampilan sebuah Ponsel yang
ingin dibeli serta suara merdu musik yang dihasilkan oleh ponsel tersebut.
8. Kualitas yang dipersepsikan ( perceived quality ), yang merupakan kualitas yang diambil
dari reputasi penjualnya. Menurut Armstrong dan Kotler ( 1996:283 ) cap dagang dapat
diidentifikasikan sebagai pembuat atau penjual produk. Selain itu Perceived Quality
adalah kesan kualitas suatu produk yang dirasakan oleh konsumen. Dimensi kualitas ini
berkaitan dengan persepsi konsumen terhadap kualitas sebuah produk ataupun merek.
Seperti ponsel iPhone, mobil Toyota, kamera Canon, printer Epson dan jam tangan
Rolex yang menurut Kebanyakan konsumen merupakan produk yang berkualitas.

Pengertian Brand atau cap dagang adalah nama, istilah, tanda, simbol atau desain atau kombinasi
dari hal-hal tersebut yang mengidentifikasikan barang atau jasa dari suatu penjual atau grup dari
penjualan dan untuk membedakan mereka dari para kompetitor. ( Kotler, 1996:283 ).

Kualitas yang dipersepsikan ( perceived quality ) yaitu citra dan reputasi produk serta tanggung
jawab perusahaan terhadapnya. Biasanya karena kurangnya pengetahuan atau informasi akan
atribut atau ciri-ciri produk yang akan dibeli, maka seringkali pembeli mempersepsikan kualitas
produk dari beberapa aspek, yaitu : harga, nama merek, iklan, reputasi perusahaan, maupun negara
pembuatnya. ( Tjiptono,1999:26 ).

Tahap-tahap untuk mengelola kualitas produk :

Menurut Griffin ( 2002:42 ), ada beberapa tahap untuk mengelola kualitas suatu produk :

1. Perencanaan untuk kualitas


Meliputi dua hal yaitu kinerja kualitas, berkaitan dengan keistimewaan kinerja suatu produk
dan keandalan kualitas, berkaitan dengan konsistensi kualitas produk dari unit ke unit.
2. Mengorganisasi untuk kualitas
Dalam memproduksi barang dan jasa yang berkualitas memerlukan suatu usaha dari seluruh
bagian dalam organisasi.
3. Pengarahan untuk kualitas
Pengarahan kualitas berarti para manajer harus memotivasi karyawan untuk mencapai
tujuan kualitas.
4. Pengendalian untuk kualitas
Dengan melakukan monitor atas produk dan jasa, suatu perusahaan dapat mendeteksi
kesalahan dan membuat koreksinya. Demikian tentang pengertian kualitas produk untuk
pembuangan sebuah manajemen pemasaran yang mampu bersaing di suatu perusahaan.

Salah satu nilai utama yang diharapkan oleh pelanggan dari produsen adalah kualitas produk dan
jasa yang tertinggi. Menurut American Society for Quality Control, kualitas adalah keseluruhan ciri
serta sifat suatu produk atau pelayanan yang berpengaruh pada kemampuannya untuk memuaskan
kebutuhan yang dinyatakan atau tersirat. Menurut Kotler : Kualitas produk adalah kemampuan
suatu barang untuk memberikan hasil / kinerja yang sesuai atau melebihi dari apa yang diinginkan
pelanggan. Sedangkan Garvin yang dikutip oleh Gaspersz, untuk menentukan kualitas produk, dapat
dimasukkan ke dalam 6(enam) dimensi, yaitu :
1.       Performance; berkaitan dengan aspek fungsional suatu barang dan merupakan karakterisitik utama
yang dipertimbangkan pelanggan dalam membeli barang tersebut.
2.       Feature; karakteristik sekunder atau pelengkap yang berguna untuk menambah fungsi dasar yang
berkaitan dengan pilihan-pilihan produk dan pengembangannya.
3.       Reliability; berkaitan dengan probabilitas atau kemungkinan suatu barang berhasil menjalankan
fungsinya setiap kali digunakan dalam periode waktu tertentu dan dalam kondisi tertentu pula.
4.       Conformance; berkaitan dengan tingkat kesesuaian dengan spesifikasi yang ditetapkan sebelumnya
berdasarkan keinginan pelanggan. Kesesuaian merefleksikan derajat ketepatan antara karakteristik
desain produk dengan karakteristik kualitas standar yang telah ditetapkan.
5.       Durability ; berkaitan dengan berapa lama suatu produk dapat digunakan.
6.       Service Ability ; karakteristik yang berkaitan dengan kecepatan , kompetensi kemudahan dan akurasi
dalam memberikan layanan untuk perbaikan barang.
7.       Aesthetic ; karakteristik yang bersifat subyektif mengenai nilai-nilai estetika yang berkaitan dengan
pertimbangan pribadi dan refleksi dari preferensi individual.
8.       Fit and Finish ; karakteristik yang bersifat subyektif yang berkaitan dengan perasaan pelanggan
mengenai keberadaan produk sebagai produk yang berkualitas.

     Pengertian kualitas sangat beraneka ragam. Menurut Boetsh dan Denis yang dikutip oleh Fandy
Tjiptono : Kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan
produk,jasa,manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Pendapat
diatas dapat dimaksudkan bahwa seberapa besar kualitas yang diberikan yang berhubungan dengan
produk barang beserta faktor pendukungnya memenuhi harapan penggunanya. Dapat diartikan
bahwa semakin memenuhi harapan konsumen, produk tersebut semakin berkualitas. 
     Relevan dengan pendapat diatas, Clark mendefinisikan kualitas sebagai ” how consistenly the
product or service delivered meets or exceeds the customer’s (internal or eksternal) expectation and
needs” (seberapa konsisten produk atau jasa yang dihasilkan dapat memenuhi pengharapan dan
kebutuhan internal dan eksternal pelanggan).
Sedangkan Stevenson mendefinisikan kualitas sebagai ” the ability of a product or service to
consistently meet or exceed customer expectations” (kemampuan dari suatu produk atau jasa untuk
memenuhi atau melebihi harapan pelanggan).
     Dengan kata lain, meskipun menurut produsennya, barang yang dihasilkannya sudah melalui
prosedur kerja yang cukup baik, namun jika tetap belum mampu memenuhi standar yang
dipersyaratkan oleh konsumen, maka kualitas barang atau jasa yang dihasilkan oleh produsen
tersebut tetap dinilai sebagai suatu yang memiliki kualitas yang rendah. Disamping harus mampu
memenuhi standar yang dipersyaratkan oleh konsumen, baik buruknya kualitas barang yang
dihasilkan juga dapat dilihat dari konsistensi keterpenuhan harapan dan kebutuhan masyarakat.
Pernyataan ini menegaskan bahwa kualitas tersebut hendaknya dinilai secara periodik dan
berkesinambungan sehingga terlihat konsistensi keterpenuhan standar diatas.
     Dari beberapa teori diatas dapat disimpulkan bahwa kualitas produk dapat menentukan kepuasan
pelanggan yang berhubungan dengan harapan dari pelanggan itu sendiri terhadap kualitas produk
yang dirasakannya. Sedangkan menurut Stevenson, dimensi kualitas produk adalah sebagai berikut :
1.       Performance, hal ini berkaitan dengan aspek fungsional suatu barang dan merupakan karakteristik
utama yang dipertimbangkan pelanggan dalam membeli barang tersebut.
2.       Aesthetics, merupakan karakteristik yang bersifat subyektif mengenai nilai-nilai estetika yang
berkaitan dengan pertimbangan pribadi dan refleksi dari preferensi individual.
3.       Special features, yaitu aspek performansi yang berguna untuk menambah fungsi dasar, berkaitan
dengan pilihan-pilihan produk dan pengembangannya.
4.       Conformance, hal ini berkaitan dengan tingkat kesesuaian terhadap spesifikasi yang ditetapkan
sebelumnya berdasarkan keinginan pelanggan.
5.       Reliability, hal ini yang berkaitan dengan probabilitas atau kemungkinan suatu barang berhasil
menjalankan fungsinya setiap kali digunakan dalam periode waktu tertentu dan dalam kondisi
tertentu pula.
6.       Durability, yaitu suatu refleksi umur ekonomis berupa ukuran daya tahan atau masa pakai barang.
7.       Perceived Quality, berkaitan dengan perasaan pelanggan mengenai keberadaan produk tersebut
sebagai produk yang berkualitas.
8.       Service ability, berkaitan dengan penanganan pelayanan purna jual, seperti penanganan keluhan
yang ditujukan oleh pelanggan.
Secara definisi, Kualitas atau Mutu adalah tingkat baik atau buruknya suatu produk yang dihasilkan
apakah sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan ataupun kesesuaiannya terhadap kebutuhan.
Sedangkan penilaian tentang baik atau buruknya kualitas suatu produk dapat ditentukan dalam 8
(delapan) dimensi kualitas yang diperkenalkan oleh seorang Ahli Pengendalian Kualitas yang
bernama David A. Garvin pada tahun 1987. Delapan Dimensi Kualitas yang dikemukakan oleh
David A. Garvin ini kemudian dikenal dengan 8 Dimensi Kualitas Garvin.

Hubungan antara Kualitas dan Produktivitas dalam Produksi

Pengertian Kualitas dan Produktivitas


Kualitas (Quality) atau Mutu adalah tingkat baik atau buruknya suatu produk yang dihasilkan apakah
sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan  ataupun kesesuaiannya terhadap kebutuhan. Pada
dasarnya standar Kualitas akan berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan dari pihak yang
membutuhkannya. Kualitas (Mutu) tentunya bukan hanya pada produk atau barang, tetapi juga
diaplikasikan pada sektor Jasa atau pelayanan.

Sedangkan Produktivitas (Productivity) adalah Rasio atau perbandingan antara INPUT (Masukan)


dan OUTPUT (keluaran) dalam kegiatan menghasilkan suatu produk ataupun jasa. Produktivitas pada
dasaranya adalah mengukur Efisiensi dari kegiatan Produksi.

Kualitas barang dan jasa yang diproduksi haruslah menjadi perhatian utama bagi seorang
wirausahawan. Kualitas barang dan jasa menyangkut kepercayaan pelanggan, sehingga harus
benar-benar diperhatikan. Jika sampai kehilangan kepercayaan dari pelanggan maka bisa dikatakan
tamatlah riwayat suatu usaha.

a. Jenis Produk Barang dan Jasa


Ketika seseorang akan memulai usaha, tentunya terlebih dahulu menentukan produk atau jasa apa
yang akan dibuat atau dijualnya. Hal ini sudah mulai ditentukan ketika menentukan inspirasi yang
dipilih untuk diwujudkan sebagal usaha. Ada dua macam produk yang dapat dipilih, yaitu produk yang
berwujud dan produk yang tidak berwujud.

1)    Produk Berwujud (Tangible)


Produk yang dapat diraba dikatakan sebagai produk berwujud atau tangible. Produk yang berwujud
berupa barang yang, nyata. Produk semacam ini jika sudah dibeli atau pada saat barang ditawarkan
maka pembeli dapat menyentuhnya. Misalnya buku, baju, makanan, peralatan dapur, mebeler,
peralatan kantor, dan sebagainya.

Jika dilihat dari konsumen yang menggunakan, maka produk semacam ini dapat dikelompokkan
menjadi barang konsumen dan produk industri.

a)    Produk Konsumen (Consumer Product)


Produk konsumen adalah suatu produk yang dapat dinikmati oleh konsumen secara langsung tanpa
perlu mengolahnya lagi. Contohnya barang-barang keperluan sehari-hari, mobil, dan perabot
rumahtangga. Produk konsumen dapat dikelompokkan menjadi produk kebutuhan sehari-hari
(convenience product), produk belanja (shopping product), dan produk khusus (specialty product).

b)    Produk Industri (Industrial Product)


Produk yang dibeli oleh suatu industri untuk diproses lebih lanjut atau untuk digunakan dalam
menjalankan suatu bisnis. Produk industri terdiri atas bahan dan suku cadang serta barang-barang
modal. Bahan dan suku cadang meliputi bahan mentah serta bahan dan suku cadang manufaktur.
Bahan mentah terdiri atas produk hasil pertaniann, perikanan, serta petemakan. Sedangkan bahan
dan suku cadang manufaktur terdiri atas bahan-bahan komponen.

2)    Produk Tidak Berwujud (Intangible)


Produk tidak berwujud adalah suatu produk usaha yang tidak dapat dilihat dan tidak bisa disentuh,
pada saat ditawarkan pada calon pelanggan. Produk tak berwujud biasanya berupa jasa. Contohnya
jasa laundry, jasa cuci mobil, jasa antarjemput sekolah, jasa bimbingan belajar, travel^ jasa
penerjemahan, dan sebagainya.

Ketika seorang wirausahawan memilih sektor jasa jsebagai usaha yang dipilihnya, maka ia harus
mempertimbangkan empat katakteristik yang dimiliki oleh sektor jasa. Keempat karakteristik tersebut
sebagai berikut.

a)    Tak berwujud (intangible). Jasa tidak bisa dilihat, didengar, dan dirasakan sebelum jasa itu dibeli.
Contoh jasa tak terwujud adalah jasa pemijatan.

b)    Tak terpisahkan (inseparable). Tidak dapat dipisahkan hubungan antara produsen dan
konsumen. Misalnya, dalam suatu kursus bahasa asing, orang yang mengikuti kursus sebagai
konsumen sedangkan instruktur sebagai produsen. Hasil kursus (cepat bisa atau tidak) tergantung
pada kedua belah pihak instruktur maupun orang yang kursus.

c)    Berubah-ubah (variable). Kualitas Jasa yang diberikan berbeda-beda tiap tempat usaha
meskipun jenis jasa yang diberikan sama. Misalnya, hasil cuci mobil di tempat yang satu berbeda
dengan tempat yang lain, dalam hal tingkat kebersihan dan kerapiannya.

d)    Dapat musnah (perishable). Jasa tidak bisa disimpan untuk dijual pada waktu berikutnya.
Misalnya, tempat duduk untuk pesawat. Jika ada kursi yang kosong maka pesawat tetap berangkat
dan kursi itu tidak bisa dijual untuk penerbangan berikutnya.

Seorang wirausahawan, satain mengerti jenis produk yang akan dibuat atau dijualnya, juga hams
mengetahui tingkatan-tingkatan yang melekat pada produk tersebut. Di antaranya sebagai berikut.

a)    Produk utama (core product). Produk adalah produk yang’dapat langsung dimanfaatkan oleh
konsumen yang membeli, misalnya permen dan roti.

b)    Produk nyata atau berwujud (tangible-product). Tingkatan produk ini melekat pada produk utama
dan mendorong konsumen untuk membeli. Contohnya kemasan menarik, menggiurkan, dan
sebagainya; mereknya sudah terkenal dan konsumen sudah yakin merek tersebut pasti enak (image
dan citra); reputasi dan kekuatan merek; ciri-ciri produk seperti warna memikat, dapat digenggam,
ringan, dan sebagainya; kemudahan menggunakan produk.

c)    Produk tambahan (augmented product). Tingkatan produk ini merupakan tambahan baik itu
berupa jasa, pelayanan, keuntungan atau nilai yang ada pada suatu produk. Contohnya pengiriman
barang cepat dan tepat waktu; jaminan kualitas, jaminan umur produk, jaminan waktu pemakaian,
layanan puma jual; gengsi yang diperoleh konsumen ketika membeli barang tersebut.

b. Kualitas Produk

Produk memiliki arti penting bagi perusahaan karena tanpa adanya produk,
perusahaan tidak akan dapat melakukan apapun dari usahanya. Pembeli akan membeli
produk kalau merasa cocok, karena itu produk harus disesuaikan dengan keinginan ataupun
kebutuhan pembeli agar pemasaran produk berhasil. Dengan kata lain, pembuatan produk
lebih baik diorientasikan pada keinginan pasar atau selera konsumen. Menurut Kotler dan
Amstrong (2001: 346)  adalah  ”Segala  sesuatu  yang  dapat ditawarkan  ke
pasar  untuk mendapatkan perhatian, dibeli, digunakan, atau dikonsumsi yang
dapat memuaskan keinginan atau kebutuhan”.

Menurut American society for Quality Control, kualitas adalah


keseluruhan ciri-ciri dan karakteristik-karakteristik dari suatu produk atau jasa

dalam kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang telah

ditentukan atau bersifat laten (Lupiyoadi, 2001:144). Goetsh dan Davis

mengemukakan bahwa kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang

berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang

memenuhi atau melebihi harapan (Tjiptono, 2000:51). Sedangkan Deming dan

Juran dkk sebagaimana dikutip oleh Ghobadian et al, memberi batasan kualitas

sebagai upaya memuaskan konsumen (Sunardi, 2003:71).

Menurut Buddy dalam Anis Wahyuningsih (2002:10), “kualitas sebagai

suatu strategi dasar bisnis yang menghasilkan barang dan jasa yang memenuhi

kebutuhan dan kepuasan konsumen internal dan eksternal, secara eksplisit dan

implisit”. Sedangkan definisi kualitas menurut Kotler (2009:49) adalah “seluruh

ciri serta sifat suatu produk atau pelayanan yang berpengaruh pada kemampuan

untuk memuaskan kebutuhan yang dinyatakan atau yang tersirat”. Ini jelas

merupakan definisi kualitas yang berpusat pada konsumen, seorang produsen

dapat memberikan kualitas bila produk atau pelayanan yang diberikan dapat

memenuhi atau melebihi harapan konsumen.

Berdasarkan beberapa definisi diatas, kualitas adalah suatu keseluruhan

ciri dan karekteristik yang dimiliki suatu produk/jasa yang dapat memberikan

kepuasan konsumen. Walaupun kualitas jasa lebih sulit didefinisikan dan dinilai

dari pada kualitas produk, nasabah tetap akan memberikan penilaian terhadap

kualitas jasa, dan bank perlu memahami bagaimana sebenarnya pengharapan

nasabah sehingga bank dapat merancang jasa yang ditawarkan secara efektif.

Mc Charty dan Perreault (2003:107) mengemukakan bahwa, “Produk merupakan


hasil dari produksi yang akan dilempar kepada konsumen untuk didistribusikan dan
dimanfaatkan konsumen untuk memenuhi kebutuhannya”. Sedangkan menurut Saladin
(2002:121), ”Produk adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan ke suatu pasar untuk
diperhatikan, dimiliki, dipakai atau dikonsumsi sehingga dapat memuaskan keinginan dan
kebutuhan”.

Menurut  Kotler (2005:49), “Kualitas produk adalah keseluruhan ciri serta dari suatu
produk atau pelayanan pada kemampuan untuk memuaskan kebutuhan yang dinyatakan/
tersirat”.  Sedangkan menurut   Lupiyoadi (2001:158) menyatakan bahwa “ Konsumen akan
merasa puas bila hasil evaluasi mereka menunjukkan bahwa produk yang mereka gunakan
berkualitas “.

Menurut Siemens, kualitas adalah ketika pelanggan kita kembali dan produk kita tidak
kembali. Sedangkan menurut The American Society for Quality, kualitas adalah karakteristik produk
yang bergantung pada kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan pelanggan.yang dinyatakan
atau tersirat.

Suatu perusahaan hams menentukan tingkat kualitas atas barang yang diproduksinya sesuai dengan
yang dikehendaki pasar atau konsumennya. Setelah kualitas barang yang dijual atau diproduksi
sesuai dengan keinginan pasar, seorang pengusaha harus menjaga kualitas barang yang diproduksi
selanjutnya tetap sama dengan baring yang sudah dapat diterima pasar. Dengan demikian,
konsumen tetap mempercayai produk tersebut.

Pada suatu usaha jasa, seorang pengusaha harus dapat mengidentifikasi harapan pelanggan
terhadap kualitas yang diinginkan. Dalam hal ini, kualitas jasa sangat bergantung pada interaksi
antara pengusaha atau karyawannya dengan konsumen atau pelanggan. Dunia usaha sangat tinggi
tingkat persaingannya. Oleh karena itu seorang wirausaha juga hams memerhatikan dan
membandingannya dengan produk pesaing. Hal-hal yang harus diperhatikan antara lain:

1)    Kualitas produk sendiri dengan kualitas produk pesaing;


2)    Harga produk sendiri dengan harga produk pesaing;
3)    Pesaing yang paling potensial;
4)    Kelemahan produk sendiri dibandingkan produk pesaing;
5)    Pangsa pasar produk sendiri dengan produk pesaing. 

Atribut Produk

Menurut Kotler dan Armstrong (2001:354) beberapa atribut yang menyertai dan


melengkapi produk (karakteristik atribut produk) adalah: 

a.  Merek (Brand)

     Merek (Brand) adalah nama, istilah, tanda, simbol, atau


rancangan, atau  kombinasi   dari   semua   ini   yang   dimaksudkan   untuk mengidentifikasi
produk atau jasa dari satu atau kelompok penjual dan membedakannya dari produk pesaing.
Pemberian merek merupakan masalah pokok dalam strategi produk. Pemberian merek itu
mahal dan memakan waktu, serta dapat membuat produk itu berhasil atau gagal. Nama
merek yang baik dapat menambah keberhasilan yang besar
pada produk (Kotler  dan  Armstrong, 2001:360)

b. Pengemasan (Packing)

     Pengemasan (Packing)  adalah  kegiatan  merancang  dan  membuat wadah atau 
 pembungkus  suatu  produk. 

c. Kualitas Produk (Product Quality) 

     Kualitas Produk (Product Quality) adalah kemampuan suatu produk 


untuk  melaksanakan  fungsinya  meliputi,  daya  tahan  keandalan, 
ketepatan  kemudahan operasi  dan perbaikan,  serta  atribut  bernilai 
lainnya.  Untuk  meningkatkan  kualitas  produk  perusahaan  dapat 
menerapkan  program ”Total  Quality  Manajemen (TQM)".  Selainmengurangi kerusakan
produk,  tujuan  pokok  kualitas  total  adalah untuk meningkatkan  nilai  pelanggan.

Tingkatan Produk

            Berdasarkan definisi diatas produk dapat dikatakan sebagai fokus inti dari
semua bisnis. Produk adalah apa yang dilakukan perusahaan, mulai dari mendesain,
mengadakan sistem produksi dan operasi, menciptakan program pemasaran, sistem
distribusi, iklan dan mengarahkan tenaga penjual untuk menjual produk tersebut.

Menurut Kotler dan Armstrong (2001:279) dalam merencanakan penawaran suatu


produk, pemasar harus memahami lima tingkat produk, yaitu :

a.       Produk Utama (Care Benefit), yaitu manfaat yang sebenarnya dibutuhkan dan
akan dikonsumsi oleh pelanggan dari setiap produk. 

b.      Produk Generik (Basic Produk), adalah produk dasar yang mampu memenuhi
fungsi pokok produk yang paling dasar. 

c.       Produk Harapan (Expected Product), adalah produk formal yang ditawarkan


dengan berbagai atribut dan kondisi secara normal (layak) diharapkan dan disepakati untuk
dibeli.

d.      Produk Pelengkap (Augment Product), adalah berbagai atribut produk yang


dilengkapi atau ditambahkan dengan berbagai manfaat dan layanan, sehingga dapat
memberikan tambahan kepuasan dan dapat dibedakan dengan produk pesaing.

e.       Produk Potensial (Potential Product), adalah segala macam tambahan dan


perubahan yang mungkin dikembangkan untuk suatu produk dimasa mendatang.

 Klasifikasi Produk

            Menurut Kotler dan Armstrong (2001:280) klasifikasi produk dibagi menjadi


dua bagian, yaitu :

a.       Barang Konsumen

      Barang konsumen yaitu barang yang dikonsumsi untuk kepentingan konsumen


akhir sendiri, bukan untuk tujuan bisnis. Umumnya barang konsumsi dapat diklasifikasikan
menjadi empat jenis, yaitu :

1)      Barang kebutuhan sehari-hari (Convience Goods) adalah barang-barang yang


biasanya sering dibeli konsumen (memiliki frekuensi pembelian tinggi), dibutuhkan dalam
waktu segera, dan memerlukan waktu yang minim dalam pembandingan dan pembeliannya.
2)      Barang belanjaan (Shopping Goods) adalah barang-barang yang
karakteristiknya dibandingkan dengan berbagai alternatif yang tersedia oleh konsumen
berdasarkan kesesuaian, kualitas, harga, dan daya dalam proses pemilihan dan
pembeliannya.

3)      Barang khusus (Speciality Goods) adalah barang-barang dengan karakteristik


dan atau identifikasi yang unik, yang untuknya sekelompok pembeli yang cukup besar
bersedia senantiasa melakukan usaha khusus untuk pembeliannya.

4)      Barang yang tidak dicari (Unsought Goods) adalah barang-barang yang tidak
diketahui konsumen atau walau sudah diketahui namun secara umum konsumen belum
terpikir untuk membelinya.

b.      Barang Industri

      Barang industri adalah barang-barang yang dikonsumsi oleh industriawan


(konsumen antara atau konsumen bisnis) untuk keperluan selain konsumsi langsung, yaitu :
untuk diubah, diproduksi menjadi barang lain kemudian dijual kembali oleh produsen, untuk
dijual kembali oleh pedagang tanpa dilakukan transformasi fisik (proses produksi).

Dimensi Kualitas Produk

Menurut Orville, Larreche, dan Boyd (2005: 422) apabila perusahaan ingin
mempertahankan keunggulan kompetitifnya dalam pasar, perusahaan harus mengerti aspek
dimensi apa saja yang digunakan oleh konsumen untuk membedakan produk yang dijual
perusahaan tersebut dengan produk pesaing. Dimensi kualitas produk yaitu:

1.   Performance (kinerja), berhubungan dengan karakteristik operasi dasar dari


sebuah produk. 

2.   Durability (daya tahan), yang berarti berapa lama atau umur produk yang
bersangkutan bertahan sebelum produk tersebut harus diganti. Semakin besar frekuensi
pemakaian konsumen terhadap produk maka semakin besar pula daya tahan produk. 

3.   Conformance to Specifications (kesesuaian dengan spesifikasi), yaitu sejauh


mana karakteristik operasi dasar dari sebuah produk memenuhi spesifikasi tertentu dari
konsumen atau tidak ditemukannya cacat pada produk. 

4.   Features (fitur), adalah karakteristik produk yang dirancang untuk


menyempurnakan fungsi produk atau menambah ketertarikan konsumen terhadap produk. 

5.   Reliabilty (reliabilitas), adalah probabilitas bahwa produk akan bekerja dengan


memuaskan atau tidak dalam periode waktu tertentu. Semakin kecil kemungkinan terjadinya
kerusakan maka produk tersebut dapat diandalkan. 

6.   Aesthetics (estetika), berhubungan dengan bagaimana penampilan produk bisa


dilihat dari tampak, rasa, bau, dan bentuk dari produk. 

7.   Perceived Quality (kesan kualitas), sering dibilang merupakan hasil dari


penggunaan pengukuran yang dilakukan secara tidak langsung karena terdapat
kemungkinan bahwa konsumen tidak mengerti atau kekurangan informasi atas produk yang
bersangkutan. Jadi, persepsi konsumen terhadap produk didapat dari harga, merek,
periklanan, reputasi, dan Negara asal.

Adapun menurut Tjiptono (2001, 25), dimensi kualitas produk meliputi : 

1)   Kinerja (Performance)

     Yaitu karakteristik operasi pokok dari produk inti (Core Product) yang dibeli,
misalnya kecepatan, konsumsi bahan bakar, jumlah penumpang yang dapat diangkut,
kemudahan dan kenyamanan dalam mengemudi dan sebagainya.

2)   Keistimewaan tambahan (Features)

     Yaitu karakteristik sekunder atau pelengkap, misalnya kelengkapan interior dan


eksterior seperti Dash Board, AC, Sound System, Door Lock System, Power Steering, dan
sebagainya.

3)   Keandalan (Reliability)

     Yaitu kemungkinan kecil akan mengalami kerusakan atau gagal dipakai, misalnya
mobil tidak sering ngadat/macet/rewel/rusak. 

4)   Kesesuaian dengan spesifikasi (Conformance to Specifications)

     Yaitu sejauh mana karakteristik desain dan operasi memenuhi standar-standar


yang telah ditetapkan sebelumnya. Misalnya standar keamanan dan emisi terpenuhi, seperti
ukuran as roda untuk truk tentunya harus lebih besar daripada mobil sedan.

5) Daya tahan (Durability)

     Berkaitan dengan berapa lama produk tersebut dapat terus digunakan. Dimensi
ini mencakup umur teknis maupun umur ekonomis penggunaan mobil.

6)   Estetika (Asthethic)

Yaitu daya tarik produk terhadap panca indera. Misalnya bentuk fisik mobil yang
menarik, model atau desain yang artistik, warna, dan sebagainya.

Strategi Harga

Defenisi Harga

Kotler dan Amstrong (2001 : 339) mengatakan bahwa : “Harga adalah jumlah uang
yang dibebankan untuk sebuah produk atau jasa”. Lebih luas lagi, harga adalah jumlah nilai
yang konsumen pertukarkan untuk mendapatkan manfaat dari memiliki atau menggunakan
produk atau jasa”.

Menurut Lamb et.al (2001:268), “Harga adalah apa yang harus diberikan oleh
konsumen (pembeli) untuk mendapatkan suatu produk”.
Menurut Swastha ( 2010 : 147 ), “ Harga adalah jumlah uang ( ditambah beberapa
barang kalau   mungkin ) yang dibutuhkan untuk mendapatkan sejumlah kombinasi dari
barang beserta pelayanannya “. 

Strategi Penetapan Harga

Penetapan harga harus diarahkan demi tercapainya tujuan. Sasaran penetapan


harga dibagi menjadi tiga (Stanton,2000:31)

1.   Berorientasi pada laba untuk:

a. Mencapai target laba investasi atau laba penjualan perusahaan.

b. Memaksimalkan laba

2.   Berorientasi pada penjualan untuk:

a. Meningkatkan penjualan.

b. Mempertahankan atau meningkatkan pangsa pasar.

3.   Berorientasi pada status quo untuk:

a. Menstabilkan harga

b. Menangkal persaingan.

Menurut Alma (2002:45) dalam menentukan kebijaksanaan harga ada 3


kemungkinan:

a.   Penetapan harga diatas harga saingan

      Cara ini dapat dilakukan kalau perusahaan dapat meyakinkan konsumen bahwa
barang yang dijual mempunyai kualitas lebih baik, bentuk yang lebih menarik dan
mempunyai kelebihan lain dari barang yang sejenis yang telah ada dipasaran.

b.   Penetapan harga dibawah harga saingan

      baru diperkenalkan dan belun stabil kedudukannya dipasar.

c.   Mengikuti harga saingan

      Cara ini dipilih untuk mempertahankan agar langganan tidak beralih ketempat
lain.

Swasta (2010 :246) menjelaskan tingkat harga terjadi dipengaruhi oleh beberapa
faktor, seperti :

1.   Keadaan Perekonomian
      Keadaan perekonomian sangat mempengaruhi tingkat harga yang berlaku.

2.   Permintaan dan penawaran

      Permintaan adalah sejumlah barang yang diminta oleh pembeli pada tingkat
harga tertentu. Penawaran yaitu suatu jumlah yang ditawarkan oleh penjual pada suatu
tingkat harga tertentu.

3.   Elastisitas permintaan

      Faktor lain yang dapat mempengaruhi penentuan harga adalah sifat permintaan
pasar.

4.   Persaingan

      Harga jual beberapa macam barang sering dipengaruhi oleh keadaan persaingan
yang ada.

5.   Biaya

      Biaya merupakan dasar dalam penentuan harga, sebab suatu tingkat harga yang
tidak dapat menutup biaya akan mengakibatkan kerugian.

6.   Tujuan perusahaan

      Tujuan yang hendak dicapai oleh perusahaan adalah :

-    Laba maksimum

-    Volume penjualan tertentu

-    Penguasaan pasar

-    Kembalinya modal yang tertanam dalam jangka waktu tertentu.

7.   Pengawasan pemerintah

      Pengawasan pemerintah dapat diwujudkan dalam bentuk: penentuan harga


maksimum dan minimum, diskriminasi harga, serta praktek-praktek lain yang mendorong
atau mencegah usaha-usaha kearah monopoli.

Tujuan penetapan harga menurut Swasta (2010 : 242) tersebut adalah:

1. Meningkatkan penjualan

2. Mempertahankan dan memperbaiki market share


3. Stabilisasi harga

4. Mencapai target pengembalian investasi

5. Mencapai laba maksimum.

Indikator Harga

Menurut Mc Charty indikator harga diketahui sebagai berikut :

1.   Tingkat harga

2.   Potongan harga

3.   Waktu pembayaran

4.   Syarat pembayaran (Swastha, 2010:125).

Dalam penelitian ini indikator harga yang digunakan adalah tingkat harga dan
potongan harga, karena di PT Abadi Karunia syarat pembayaran menggunakan kartu kredit
belum diberlakukan dan waktu pembayaran saat itu juga dengan kata lain harus tunai.

Minat Beli Konsumen

Definisi Minat Beli Konsumen

Yamit (2001:77) mengatakan : “Minat beli konsumen merupakan evaluasi purna beli
atau hasil evaluasi setelah membandingkan apa yang dirasakan dengan harapannya”.

Menurut Durianto, dkk (2003:109) niat untuk membeli merupakan sesuatu yang
berhubungan dengan rencana konsumen untuk membeli produk tertentu, serta berapa
banyak unit produk yang dibutuhkan pada periode tertentu. Niat beli merupakan pernyataan
mental konsumen yang merefleksikan rencana pembelian sejumlah produk dengan merek
tertentu. Pengetahuan akan niat beli sangat  diperlukan para pemasar untuk mengetahui
niat konsumen terhadap suatu produk maupun untuk memprediksikan perilaku konsumen
pada masa yang akan datang. Minat membeli terbentuk dari sikap konsumen terhadap
produk dari keyakinan konsumen terhadap kualitas produk. Semakin rendah keyakinan
konsumen terhadap suatu produk akan menyebabkan menurunnya minat beli konsumen.

Minat (Interest) digambarkan sebagai suatu situasi seseorang sebelum melakukan


suatu tindakan, yang dapat dijadikan dasar untuk memprediksi perilaku atau tindakan
tersebut. Minat beli merupakan perilaku yang muncul sebagai respon terhadap objek yang
menunjukkan keinginan pelanggan untuk melakukan pembelian (Kotler 2005: 15). Beberapa
pengertian dari minat beli adalah sebagai berikut:

1.   Minat dianggap sebagai sebuah ‘perangkap’ atau perantara antara faktor-faktor


motivasional yang mempengaruhi perilaku.

2.   Minat juga mengindikasikan seberapa jauh seseorang mempunyai kemampuan


untuk mencoba.

3.   Minat menunjukkan pengukuran kehendak seseorang.


4.   Minat berhubungan dengan perilaku yang terus-menerus.

Terdapat perbedaan antara pembelian aktual yang benar-benar dilakukan oleh


konsumen dengan minat beli. Minat beli adalah kecenderungan pembelian untuk melakukan
pembelian pada masa yang akan datang, namun pengukuran terhadap kecenserungan
terhadap pembelian umumnya dilakukan guna memaksimumkan prediksi terhadap
pembelian aktual itu sendiri.

Uraian mengenai pengertian minat beli diatas maka dapat disimpulkan bahwa minat
beli adalah tahap kecenderungan perilaku membeli dari konsumen pada suatu produk
barang atau jasa yang dilakukan pada jangka waktu tertentu dan secara aktif menyukai dan
mempunyai sikap positif terhadap suatu produk barang/jasa, didasarkan pada pengalaman
pembelian yang telah dilakukan pada masa lampau. 

Mengukur Minat Beli Konsumen

Minat beli pelanggan dapat dilihat dari hasil (Outcome) yang dirasakan atas
penggunaan produk dan jasa, sama atau melebihi harapan yang diinginkan. Hal ini dapat
dilihat dari beberapa metode yang digunakan untuk mengukur minat beli konsumen. 

Kotler dalam Tjiptono dan Diana (2005: 104-105)  mengemukakan beberapa metode


yang dapat digunakan untuk mengukur minat beli konsumen, metode tersebut antara lain :

1)   Sistem keluhan dan saran

2)   Ghost Shopping

3)   Lost Customer Analysis

4)   Survei kepuasan pelanggan

1)   Sistem keluhan dan saran

Organisasi yang berpusat konsumen memberikan kesempatan yang luas kepada


para konsumen untuk menyampaikan saran dan keluhan, misalnya dengan menyediakan
kotak saran, kartu komentar, Customer Hot Lines dan lain-lain. 

2)   Ghost Shopping

Salah satu cara untuk memperoleh gambaran mengenai kepuasan konsumen adalah
dengan mempekerjakan beberapa orang  untuk berperan atau bersikap sebagai pembeli
potensial, kemudian melaporkan temuan-temuannya mengenai kekuatan dan kelemahan
produk perusahaan dan pesaing berdasarkan pengalaman mereka dalam pembelian
produk-produk tersebut.

3)   Lost Customer Analysis

Perusahaan seyogyanya menghubungi konsumen yang telah berhenti membeli  atau


yang telah pindah pemasok agar dapat memahami mengapa hal itu terjadi.

4)   Survei kepuasan konsumen


Metode survei kepuasan konsumen dapat menggunakan pengukuran dengan
berbagai cara, yaitu:

a.    Pengukuran dapat dilakukan secara langsung dengan pertanyaan seperti:


“Ungkapkan seberapa puas saudara terhadap pelayanan.

b.    Responden juga dapat diberi pertanyaan mengenai seberapa besar mereka


mengharapkan suatu atribut tertentu dan seberapa besar yang mereka rasakan

c.    Metode lain adalah dengan meminta responden untuk menuliskan masalah-


masalah yang mereka miliki dengan penawaran dari perusahaan dan untuk menuliskan
perbaikan-perbaikan yang mereka sarankan (Problem Analysis)

d.   Selain itu responden juga dapat diminta untuk merangking berbagai elemen dari
penawaran berdasarkan derajat pentingnya setiap elemen dan seberapa baik kinerja
perusahaan dalam masing-masing elemen (Importance/Performance Ratings).

Tjiptono dan Diana (2005, 106-107) mengemukakan terdapat sepuluh (10) kunci
sukses mengukur minat beli konsumen, yaitu :

1)      Frekuensi

2)      Format

3)      Isi

4)      Desain isi

5)      Melibatkan setiap orang

6)      Mengukur minat beli setiap orang

7)      Kombinasi beberapa ukuran

8)      Hubungan dengan kompensasi dan Reward lainnya

9)      Penggunaan ukuran secara simbolik

10)  Bentuk pengukuran lainnya

1)      Frekuensi

Beberapa kali perusahaan mengadakan survey untuk mengetahui minat beli


pelanggan, biasanya paling tidak setiap 70-80 hari sekali.

2)      Format

Siapa yang melakukan Survey minat beli konsumen? Dapat dikatakan bahwa


sebaiknya yang melakukan Survey formal minat beli konsumen adalah pihak ketiga diluar
perusahaan dan hasilnya disampaikan kepada semua pihak dalam organisasi.

3)      Isi
Isi (Content) pertanyaan yang diajukan adalah pertanyaan standar dan dapat
dikuantitatifkan.

4)      Desain isi

Tidak ada satupun instrumen Survey yang paling baik untuk setiap kondisi. Oleh
karena itu perusahaan harus mendesain Survey secara sistematis dan memperhatikan
setiap pandangan yang ada.

5)      Melibatkan setiap orang

Mereka yang mengunjungi pelanggan untuk melakukan Survey adalah


semua Leveldan semua fungsi yang ada dalam organisasi, mulai dari manajer puncak
hingga karyawan.

6)      Mengukur minat beli setiap orang

Perusahaan harus mengukur minat beli semua pihak, tidak hanya konsumen
langsung seperti pemakai, tetapi juga pelanggan tidak langsung seperti distributor, agen,
pedagang besar, pengecer dan lain-lain.

7)      Kombinasi beberapa ukuran

Ukuran yang digunakan dalam minat beli pelanggan hendaknya dibatasi pada skor
kuantitatif yang merupakan kombinasi dari berbagai unsur seperti individu, kelompok.

8)      Hubungan dengan kompensasi dan Reward lainnya

Hasil pengukuran minat beli pelanggan harus dijadikan dasar dalam penentuan
kompensasi insentif dalam penjualan.

9)      Penggunaan ukuran secara simbolik

Ukuran minat beli pelanggan hendaknya dibuat dalam kalimat sederhana dan mudah
diingat serta ditempatkan disetiap bagian perusahaan.

10)  Bentuk pengukuran lainnya

Deskripsi kualitatif mengenai hubungan karyawan dengan konsumen harus


mencakup penilaian sampai sejauh mana karyawan memiliki orientasi pada minat beli
konsumen.

Implikasi dari pengukuran minat beli konsumen tersebut adalah konsumen dilibatkan
dalam pengembangan produk dan jasa dengan cara mengidentifikasi apa yang dibutuhkan
konsumen. Hal ini berbeda dengan konsumen dalam konsep tradisional, dimana mereka
tidak dilibatkan dalam pengembangan produk, karena mereka berada di luar sistem.

Tujuan untuk melibatkan konsumen dalam pengembangan produk dan jasa adalah
agar perusahaan dapat memenuhi harapan konsumen, bahkan jika mungkin melebihi
harapan konsumen. Persepsi yang akurat mengenai harapan konsumen merupakan hal
yang perlu, namun tidak mewujudkan harapan konsumen. Desain dan standar minat beli
konsumen dikembangkan atas dasar harapan konsumen dan prioritasnya.
Implikasi dari pengukuran minat beli konsumen tersebut adalah konsumen dilibatkan
dalam pengembangan produk dan jasa dengan cara mengidentifikasi apa yang dibutuhkan
konsumen. Hal ini berbeda dengan konsumen dalam konsep tradisional, dimana mereka
tidak dilibatkan dalam pengembangan produk, karena mereka berada diluar sistem.

Indikator Minat Beli

Menurut Ferdinand (2002:129), minat beli dapat diidentifikasi melalui indikator-


indikator sebagai berikut:

a.   Minat transaksional, yaitu kecenderungan seseorang untuk membeli produk.

b.   Minat refrensial, yaitu kecenderungan seseorang untuk mereferensikan produk


kepada orang lain.

c.   Minat preferensial, yaitu minat yang menggambarkan perilaku seseorang yang


memiliki prefrensi utama pada produk tersebut. Preferensi ini hanya dapat diganti jika terjadi
sesuatu dengan produk prefrensinya.

d.   Minat eksploratif, minat ini menggambarkan perilaku seseorang yang selalu


mencari informasi mengenai produk yang diminatinya dan mencari informasi untuk
mendukung sifat-sifat positif dari produk tersebut.

Konsep total quality management (TQM) dikembangkan oleh W. Edwards Deming dan telah
digunakan secara ekstensif oleh beberapa perusahaan Jepang sebelum akhirnya dipakai di Amerika
Serikat. Menurut W. Edwards Deming, beberapa panduan kunci dalam memperbaiki kualitas adalah 
1. memberi pendidikan dan pelatihan pada para manajer dan karyawan agar mereka unggul dalam
bidang tugas mereka, 
2. memberanikan karyawan mengambil tanggung jawab dan melaksanakan kepemimpinan, dan 
3. memberanikan semua karyawan mencari cara untuk memperbaiki proses produksi. Panduan ini
konsisten dengan kiat memberi keahlian dan kebebasan pada karyawaon agar menjadi kreatif, dan
bukan membuat banyak pembaiasan yang akan memaksa fokus karyawan hanya pada cara
memproduksi lebih banyak unit sekadar untuk memenuhi kuota produksi. Deming tidak
menganjurkan fokus pada kuota produksi agar karyawan dapat mengalokasikan lebih banyak waktu
untuk hal-hal kepemimpinan dan perbaikan proses produksi.
Dalam dua dekade terakhir, sebagian besar perusahaan AS telah menggunakan TQM sampai tingkat
tertentu. Banyak perusahaan menggunakan tim-tim karyawan untuk menilai kualitas dan untuk
memberi saran pada perbaikan yang berkesinambungan.
TQM juga menekankan pentingnya bagi perusahaan untuk mengukur kualitas dari sudut pandang
konsumen. Di masa lalu, perusahaan menilai kualitas hanya dari sudut pandang mereka sendiri.
Sebagai contoh, komputer berteknologi tinggi mungkin dapat memuaskan perusahaan, tetapi
komputer itu hanya dapat memuaskan seorang konsumen kalau mudah dipergunakan. Saat ini,
perusahaan-perusahaan semakin sadar bahwa penilaian mereka terhadap kualitas harus terfokus
pada pendapat konsumen dan bukan pendapat mereka sendiri. Kini perusahaan semakin
memperhatikan pada kualitas karena mereka sadar bahwa kualitas dapat menentukan apakah
konsumen bersedia membeli produk mereka lagi. Konsumen cenderung membeli kembali produk dari
produsen yang sama kalau mereka puas dengan kualitasnya, baik produk itu berupa mobil, sepatu,
ataupun telepon selular.
Kini perusahaan sadar bahwa lebih mudah mempertahankan konsumen yang sudah ada daripada
harus menarik konsumen baru yang masih tidak mengenal barang atau jasa mereka. Berdasarkan
fakta sejarah, perusahaan-perusahaan yang terfokus pada kualitas dan kepuasan pelanggan
mempunyai keunggulan dibandingkan para pesaing mereka Saat ini, pada umumnya perusahaan
mengakui pentingnya kepuasan pelanggan. Meskipm demikian, ada beberapa perusahaan yang lebih
piawai dalam melaksanakan kepuasan pelanggan dibandingkan yang lainnya.

Seiring dengan nilai total quality management yang makin meningkat di Amerika Serikat, situs web
seperti yang ditunjukkan di sini, yaitu yang memberikan pandangan berbeda pada TQM, sangatlah
berguna bagi perusahaan yang berusaha melaksanakan TQM.
Perhatikan bagaimana “roda” di bawah ini mencakup lebih banyak bidang saat lingkaran lain
dimasuki. Pihak-pihak yang berminat dapat mempelajari lebih jauh tentang bidang tersebut dengan
meng-klik daerah yang dimaksud.
Penggunaan TQM biasanya mencakup fungsi-fungsi sebagai berikut :
 Menentukan tingkat kualitas yang diinginkan
 Mencapai tingkat kualitas yang diinginkan
 Mengontrol tingkat kualitas

Menentukan Tingkat Kualitas yang Diinginkan


Kualitas suatu barang atau jasa biasanya mengukur bagaimana barang atau jasa itu bekerja dengan
baik pada masa hidup mereka seperti yang telah diperkirakan sebelumnya. Kualitas suatu komputer
dapat ditentukan dengan bagaimana benda itu bekerja dan berapa lama daya tahannya. Kualitas juga
dapat diukur dengan seberapa mudah komputer itu digunakan. Cara lainnya, kualilas dapat
ditentukan dengan tingkat kebutuhan reparasinya : makin banyak reparasi, makin rendah kualitasnya.
Kualitas juga dapat ditentukan dengan seberapa cepat produsen memperbaiki komputer yang
mengalami masalah. Masing-¬masing karakteristik ini dapat mempengaruhi kepuasan pelanggan dan
karenanya harus dipandang sebagai indikator kualitas.
Perusahaan harus memutuskan jumlah sumber daya yang akan dimanfaatkan untuk meningkatkan
kualitas suatu produk. Pada sisi ekstrem yang satu, mereka dapat menentukan tingkat kualitas yang
tinggi, yang akan berakibat pada biaya yang tinggi dan harga yang tinggi pula. Pada sisi ekstrem
lainnya, mereka dapat menentukan tingkat kualitas yang rendah agar biayanya tetap rendah dan
dapat memberi harga yang rendah pula. Tingkat kualitas yang rendah tidak berarti bahwa produk
tersebut diproduksi dengan tidak benar. Hal ini biasanya berarti bahwa proses produksinya
disederhanakan untuk menekan biaya sehingga perusahaan dapat memberi harga yang rendah.
Produk-produk berkualitas rendah menarik konsumen yang hanya mampu membayar harga rendah
dan tidak, bersedia membayar harga tinggi untuk produk berkualitas tinggi.
Saat menentukan tingkat kualitas, perusahaan menilai sisi permintaan akan produk di dalam segmen
pasar yang berbeda-beda (misalnya pada segmen kualitas tinggi dan segmen kualitas rendah).
Mereka juga menilai tingkat kualitas produk yang dihasilkan pesaing. Mereka berusaha menentukan
kualitas dan harga produk mereka pada tingkat yang dapat memuaskan beberapa segmen dari pasar.
Chevrolet Cavalier cocok dengan konsumen yang lebih memperhatikan harga dan tidak pada kualitas,
sementara Cadillac cocok dengan konsumen yang berfokus pada kualitas.
Saat menentukan kualitas, fokus haruslah pada karakteristik kualitas yang diinginkan konsumen.
Sebagai contoh, perhatikan suatu mobil kelas ekonomi yang dapat ditingkatkan dengan cara
memasang mesin yang lebih besar/cepat atau interior yang berkualitas lebih baik. Asumsikan bahwa
suatu survei konsumen menyatakan bahwa peningkatan tersebut ternyata tidak terlalu meningkatkan
kepuasan pelanggan. Malah, para pelanggan lebih memperhatikan masalah cacat yang mungkin ada
pada produksi. Dalam hal ini, produsen mobil tersebut dapat memutuskan untuk memusatkan
perhatian pada pelaksanaan produksi yang lebih baik (sehingga lebih sedikit cacat yang terjadi) dan
bukan dengan meningkatkan bagian-bagian tertentu dari mobilnya. Dengan pendekatan semacam ini,
tingkat kualitas yang diinginkan perusahaan adalah terfokus pada peningkatan kepuasan pelanggan.
Karena permintaan pelanggan terhadap produk perusahaan di masa depan dapat dipengaruhi oleh
tingkat kepuasan pelanggan, perusahaan menentukan tingkat kualitas yang diinginkan pada level
yang diharapkan dapat menghasilkan permintaan masa depan yang lebih tinggi atas produknya.
Sebaliknya, jika perusahaan tersebut menentukan target kualitas yang tidak relevan dengan
pelanggan, upaya mereka tidak akan menghasilkan efek yang baik pada tingkat permintaan di masa
depan.

Mencapai Tingkat Kualitas yang Diinginkan


Setelah tingkat kualitas yang diinginkan telah ditetapkan, karyawan yang terlibat dalam setiap tahap
proses produksi dapat memberi saran tentang bagaimana barang atau jasa harus dihasilkan agar
mencapai tingkat kualitas tersebut. Dapat dibuat kelompok tim karyawan untuk pemberian saran
tersebut. Dengan adanya karyawan dari bagian-bagian proses produksi yang berbeda-beda dalam
satu tim memungkinkan masalah yang mungkin timbul dalam proses produksi dapat diketahui secara
dini. Produk-produk berkualitas lebih tinggi biasanya membutuhkan bahan baku yang berkualitas
lebih baik atau lebih banyak jam kerja untuk memproduksi produk akhir. Proses produksi yang
dikembangkan akan menentukan bentuk bahan baku yang dibutuhkan untuk mencapai tingkat
kualitas yang diinginkan dan jumlah jam kerja yang dihabiskan oleh sumber daya manusia pada
setiap bagian dari proses tersebut.

Mengontrol Tingkat Kualitas


Kontrol kualitas dilaksanakan untuk memastikan bahwa proses produksi dapat memenuhi standar
kualitas yang telah ditetapkan. Setelah tingkat kualitas yang diinginkan telah ditentukan, perusahaan
dapat menilai apakah tingkat kualitas tersebut telah tercapai. Untuk memastikan bahwa kualitas tetap
terjaga, secara periodik perusahaan mengevaluasi karakteristik yang digunakan untuk mengukur
kualitas produk. Sebagai contoh, Microsoft mendeteksi beberapa cacat dalam piranti lunak
komputernya dan General Motors mendeteksi beberapa cacat dalam tanki bensin beberapa jenis
mobilnya. Dengan mendeteksi cacat yang ada, perusahaan-perusahaan tersebut mampu
memperbaiki proses produksi dan mempertahankan kepuasan pelanggan.
Boeing (produsen pesawat terbang) mengalokasikan biaya untuk melaksanakan suatu sistem untuk
menghilangkan cacat produksi dan meningkatkan tingkat kualitas mereka. Namun, proses produksi
Boeing berhasil meningkat dengan baik sebagai hasil dari kemampuan mereka untuk menemukan
cacat. Jika perusahaan dapat menghilangkan defisiensi yang ditemukan oleh kontrol kualitas, mereka
akan mampu meningkatkan penghasilan dan menutup biaya yang muncul dari kontrol kualitas.

Banyak perusahaan sekarang menyadari bahwa lebih mudah mempertahankan konsunun yang sudah
ada dibandingkan dengan menarik yang baru. Dengan demikian, banyak perusahaan, misalnya
General Electric (GE), wemanfaatkan Internet untuk memberikan informasi pada konsumen dan
investor mereka tentang proses kualitas pada perusahaan mereka
- Kontrol oleh Teknologi
Kontrol kualitas dapat dilakukan oleh komputer. Komputer dalam perusahaan dapat menentukan
apakah setiap komponen suatu produk yang dihasilkan telah memenuhi standar kualitas tertentu.
Mesin yang dikontrol komputer mempunyai sensor elektronis yang dapat memilah bagian-bagian
yang cacat. Perusahaan seperti Eastman Kodak dan Motorola memanfaatkan komputer dan piranti
lunak untuk meningkatkan kontrol kualitas. 

- Kontrol oleh Karyawan


Karyawan juga dapat digunakan untuk menilai kualitas. Satu orang dapat ditugaskan untuk menilai
komponen pada setiap tahap lini perakitan. Cara lainnya, suatu tim karyawan dapat diberi tanggung
jawab untuk menilai kualitas produk pada berbagai tahap proses produksi. Banyak perusahaan yang
membentuk kelompok kerja kontrol kualitas, yaitu sekelompok karyawan yang menilai kualitas produk
dan memberi saran perbaikan. Kelompok kerja kontrol kualitas biasanya memberi banyak interaksi
antara karyawan dan manajer, dan memberi karyawan suatu perasaan untuk ikut bertanggung
jawab. Banyak produsen otomotif (termasuk DaimlerChrysler dan Ford) dan produsen komputer
(termasuk IBM) telah berhasil dalam memanfaatkan kelompok kerja kontrol kualitas.
Beberapa karyawan tertentu dari Saturn Corporation (anak perusahaan General Motors)
melaksanakan pembahasan mingguan tentang proses produksi mereka. Mereka mencari cacat yang
mungkin ada dan segera mengkomunikasikan informasi ini pada karyawan yang terlibat dengan
bagian proses produksi yang bersangkutan.

- Kontrol oleh Sistem Pengambilan Contoh


Suatu kontrol kualitas dapat memastikan bahwa semua produk telah memenuhi tingkat kualitas yang
diinginkan hanya dengan cara menguji setiap unit yang dihasilkan dan mencari cacat yang mungkin
ada. Cara seperti ini tidaklah mungkin dilaksanakan. Perusahaan cenderung menilai kontrol kualitas
dengan sistem pengambilan contoh (sampling), yaitu memilih secara acak beberapa produk yang
telah dihasilkan dan diuji untuk menentukan apakah produk tersebut telah memenuhi standar
kualitas. Perusahaan dapat memeriksa satu per seratus unit yang dihasilkan, dan khusus
berkonsentrasi pada cacat yang telah terdeteksi pada pemeriksaan sebelumnya.

- Kontrol dengan Memantau Keluhan


Kualitas harus dinilai bukan saja saat produk dibuat, namun juga setelah produk terjual. Beberapa
produk mungkin baru menunjukkan cacat kualitas saat dipakai konsumen. Satu cara untuk menilai
kualitas produk yang telah dijual adalah dengan memantau proporsi produk yang dikembalikan atau
dengan memantau keluhan pelanggan. Seberapa perusahaan menugaskan staf bagian keluhan
pelanggan untuk mengidentifikasikan dan menyelesaikan cacat pada kualitas. Namun demikian,
metode ini tidak otomatis menunjukkan tingkat dari kepuasan pelanggan. la hanya mendeteksi situasi
di mana konsumen sudah sangat tidak puas. AT&T mempunyai unit Layanan Komunikasi Pelanggan
yang berusaha memastikan terlaksananya kepuasan pelanggan. Perusahaan seperti DaimlerChrysler
dan Saturn berusaha mendapat masukan dari dealer mereka tentang keluhan pelanggan terhadap
produksi mereka.

- Kontrol dengan Melaksanakan Survei


Masukan dari konsumen yang lebih banyak dapat diperoleh dengan melaksanakan survei. Perusahaan
dapat mengajak konsumen mengajukan pendapat mereka tentang kontrol kualitas produk dengan
cara mengirimkan suatu survei satu bulan setelah penjualan. Sebagai contoh, Saturn dan Toyota
sering kali mensurvei pelanggan mereka untuk menentukan tingkat kepuasan pelanggan. Survei ini
dapat juga meminta tanggapan tentang kualitas dari bagian-bagian atau fungsi-fungsi tertentu dari
produk.
- Mengoreksi Defisiensi
Proses kontrol kualitas tidak hanya mendeteksi defisiensi kualitas, tetapi juga digunakan untuk
mengoreksinya. Jika kualitas ternyata defisien, biasanya diakibatkan oleh faktor¬faktor berikut ini.
Pertama, bahan baku yang disuplai oleh pemasok mungkin tidak baik. Kedua, kualitas kerja karyawan
mungkin tidak baik. Ketiga, mesin clan pcralatan yang dipakai untuk memproduksi mungkin tidak
berfungsi dengan baik.
Jika penyebab defisiensi kualitas adalah pada bahan baku, perusahaan dapat meminta pemasok yang
sekarang untuk meningkatkan kualitasnya, atau mencari bahan baku dari pemasok lain di masa
depan. Jika penyebabnya adalah kualitas kerja karyawan, perusahaan dapat melatih-ulang atau
menegur karyawan yang bersangkutan. Jika penyebab defisiensi kualitas adalah mesinnya,
perusahaan dapat melakukan pergantian mesin atau melakukan reparasi.
Jika perusahaan mendeteksi adanya defisiensi dalam produksi, bukan saja mereka harus mengoreksi
proses produksinya, namun juga harus mengatasi masalah keluhan pelanggan. Jika defisiensi tidak
terdeteksi sebelum produk terjual, pelanggan dapat mengalami masalah dengan produk tersebut.
Perusahaan harus berusaha merespons dengan cepat pada pelanggan yang telah membeli barang
atau jasa yang mengandung defisiensi kualitas tersebut. Cara ini dapat mengurangi ketidakpuasan
pclanggan. ScUrrgni contoh, saat produsen mobil menarik mobil-mobilnya untuk memperhaiki suatu
defisiensi, mereka dapat menelepon para pelanggan dan menawarkan mobil pinjan,an sampai
mobil¬mobil tadi selesai diperbaiki.
Total quality management sering digunakan untuk memperbaiki anggapan adanya defisiensi dalam
perusahaan, sehingga dapat meningkatkan kepuasan pelanggan. Perhatikan kasus Fairview-AFX,
deueloper bangunan pelatihan, yang berusaha menilai hasil layanan pelanggannya di awal 1990-an.
Karyawan penjualan Fairview menghubungi pelanggan-pelanggan terbesar mereka untuk meminta
masukan tenLang layanan mereka.
Sekitar 75 persen pelanggan ternyata tidak puas dengan layanan Fairview karena adanya
keterlambatan dalam penyelesaian pekerjaan. Menyadari bahwa mereka dapat kehilangan banyak
bisnis, Fairview lalu membangun program Customer Care, yang mewajibkan karyawan menyelesaikan
pekerjaan mereka sesuai jadwal. Kedua, mereka mulai menghubungi konsumen setelah
menyelesaikan suatu pekerjaan untuk memastikan bahwa pekerjaan tersebut telah dilaksanakan
dengan baik. Ketiga, mereka membangun sistem komunikasi di antara kantor-kantor mereka di
berbagai kota untuk memantau persediaan sehingga mereka dapat memperkirakan waktu pengiriman
yang tepat. Hal ini berhasil mengurangi keterlambatan pekerjaan, dan membantu mempercepat
proses produksi. Sebagai hasilnya, Fairview mampu meningkatkan kepuasan pelanggan dengan
sangat baik.

Menjaga Kualitas Produk


Sebuah produk dikatakan berkualitas atau tidak, bisa dilihat dari beberapa sisi. Kalau dari sisi pemasar, produk

dikatakan berkualitas kalau disukai konsumen, yang menjadi target pasarnya. Kalau dari manufaktur atau

produknya sendiri, dikatakan berkualitas kalau produk itu memenuhi spesifikasi yang dijanjikan oleh

manufakturnya.

Seperti produk handphone yang memiliki spesifikasi tertentu yang diunggulkan produsen. Atau produk komputer,

dan sebagainya. Nah ketika spesifikasi produk itu sesuai dengan yang didisplay, boleh dikata produk itu

berkualitas.

Nah, konsumen yang rasional biasanya lebih suka berpatokan pada spesifikasi produk. Apalagi untuk produk-

produk yang sangat mempengaruhi kesehatannya, misalnya, produk pangan. Mereka akan dengan teliti

memperhatikan bagaimana ingredientsnya, apa bahan yang digunakan, dan seterusnya.

Tapi ada juga konsumen yang melihat kualitas justru dipengaruhi oleh strategi marketingnya. Persepsi yang

dibangun adalah produk mahal, kualitasnya pasti baik. Tapi sebenarnya tidak selalu demikian.

Agar kualitas produk itu dikatakan berkualitas, perusahaan biasanya butuh lembaga penjamin kualitas, seperti

adanya ISO, yang secara kelembagaan memang independen dalam menetapkan aspek kualitas atau tidaknya

suatu produk. Kalau di lembaga pendidikan, seperti adanya BAN (Badan Akreditasi Nasional), dan semacamnya.
Persoalan kualitas ini sesungguhnya bukan hanya persoalan produksi saja. Misalnya adanya bagian QC (quality

control) di divisi produksi. Maksudnya, kualitas bukan semata menjadi tanggung jawab QC atau produksi. Bagian

sebagian perusahaan, kualitas adalah menjadi tanggung jawab semua komponen perusahaan. Karena itu

kemudian ada dikenal istilah total quality management.

Jadi konsep bahwa pengawasan dan pengendalian kualitas itu, mulai dari pemasok hingga pelanggan. Maka di

situ ada dokumen mutu yang jelas, bahkan bukan hanya produknya, tapi juga sampai pelayanannya. Tiap

tahapan dimana produk itu dibuat, memiliki SOP yang tegas, sehingga produk yang dihasilkan bisa

dipertanggungjawabkan mutu atau kualitasnya. Dan memang harapannya, perusahaan itu bisa meminimalisir

zero defect (produk yang rusak).

Kalau berbicara kualitas, hampir sama dengan tubuh kita. Kita mau mencegah atau mengobati. Kalau mau

mencegah artinya harus mampu menjaga pengendalian kualitas sebelum produk itu dipasarkan. Ketika produk

itu sudah di lempar ke pasar, perusahaan menyertakan garansi dan menyediakan service center untuk

mengobati produk-produk yang rusak. Cara mengobati kekecewaan konsumen dengan pola garansi seperti itu

juga termasuk upaya menjaga kualitas.

Menjaga kualitas itu penting karena; pertama, bisa menekan biaya. Misalnya, kalau produk yang dihasilkan baik,

tidak perlu melakukan pekerjaan ulang terhadap produk yang sama. Kedua, tentu bisa mencegah timbulnya

kekecewaan konsumen karena produk rusak, misalnya. Kalau konsumen kecewa akan merobohkan reputasi

perusahaan tentunya.

Kalau sudah terbiasa dengan kinerja kualitas terkontrol sedemikian rupa, akan menambah kualifikasi

perusahaan kita bila mau berpartner dengan perusahaan besar lainnya. Sebab, perusahaan besar apalagi

multinasional, sangat memperhatikan mutu. Kalau mutu produk kita baik, kita akan siap berpartner dengan siapa

saja dari perusahaan bonafit lainnya.

Bahkan perusahaan yang mementingkan kualitas, pada saat mendisain sebuah produk itu saja sudah

dipersiapkan dengan matang, mulai survey pasar, disain produk yang disukai target pasar, dan spesifikasi yang

sesuai keinginan pasar.

Untuk itu, elemen yang paling dulu harus sibuk mempersiapkan dan mempertahankan kualitas produk adalah top

manajemen. Kemudian adanya tim pengendali kualitas menjadi layer penting lainnya. Dan biasanya ada gugus-

gugus di dalam setiap departemen. Gugus ini bukan hanya mengontrol produk, tapi juga problem solver bagi

sebuah departemen atau marketing.

Bagaimana resep menjaga kualitas produk agar senantiasa tampil bagus, baca selengkapnya di majalah

Surabaya City Guide (SCG) edisi April 2013.

Adapun Persepsi Terhadap Kualitas


Perspektif kualitas yaitu pendekatan yang digunakan untuk mewujudkan

kualitas suatu produk/jasa. David dalam Fandy Tjiptono (2006:52),

mengidentifikasikan adanya lima alternatif perspektif kualitas yang biasa

digunakan, yaitu:

a) Transcendental Approach

Kualitas dalam pendekatan ini, dipandang sebagai innate excellence, dimana

kualitas dapat dirasakan atau diketahui, tetapi sulit didefinisikan dan

dioperasionalisasikan. Sudut pandang ini biasanya diterapkan dalam dunia

seni, misalnya seni musik, seni drama, seni tari, dan seni rupa. Meskipun

demikian suatu perusahaan dapat mempromosikan produknya melalui

pernyataan-pernyataan maupun pesan-pesan komunikasi seperti tempat

berbelanja yang menyenangkan (supermarket), elegen (mobil), kecantikan

wajah (kosmetik), kelembutan dan kehalusan kulit (sabun mandi), dan lainlain.

Dengan demikian fungsi perencanaan, produksi, dan pelayanan suatu

perusahaan sulit sekali menggunakan definisi seperti ini sebagai dasar

manajemen kualitas.

Universitas Sumatera Utara

b) Product-based Approach

Pendekatan ini menganggap bahwa kualitas merupakan karakteristik atau

atribut yang dapat dikuantitatifkan dan dapat diukur. Perbedaan dalam kualitas

mencerminkan perbedaan dalam jumlah beberapa unsur atau atribut yang

dimiliki produk. Karena pandangan ini sangat objektif, maka tidak dapat

menjelaskan perbedaan dalam selera, kebutuhan, dan preferensi individual.

c) User-based Approach

Pendekatan ini didasarkan pada pemikiran bahwa kualitas tergantung pada

orang yang memandangnya, sehingga produk yang paling memuaskan

preferensi seseorang (misalnya perceived quality) merupakan produk yang

berkualitas paling tinggi. Perspektif yang subjektif dan demand-oriented ini


juga menyatakan bahwa pelanggan yang berbeda memiliki kebutuhan dan

keinginan yang berbeda pula, sehingga kualitas bagi seseorang adalah sama

dengan kepuasan maksimum yang dirasakannya.

d) Manufacturing-based Approach

Perspektif ini bersifat supply-based dan terutama memperhatikan praktikpraktik

perekayasaan dan pemanufakturan, serta mendefinisikan kualitas

sebagai kesesuaian/sama dengan persyaratan (conformance to requirements).

Dalam sektor jasa, dapat dikatakan bahwa kualitasnya bersifat operationsdriven.

Pendekatan ini berfokus pada penyesuaian spesifikasi yang

dikembangkan secar internal, yang seringkali didorong oleh tujuan

peningkatan produktivitas dan penekanan biaya. Jadi yang menentukan

Universitas Sumatera Utara

kualitas adalah standar-standar yang ditetapkan perusahaan, bukan konsumen

yang menggunakannya.

e) Value-based Approach

Pendekatan ini memandang kualitas dari segi nilai dan harga. Dengan

mempertimbangkan trade-off antara kinerja dan harga, kualitas didefinisikan

sebagai “affordable excellence”. Kualitas dalam perspektif ini bersifat relatif,

sehingga produk yang memiliki kualitas paling tinggi belum tentu produk

yang paling bernilai. Akan tetapi yang paling bernilai adalah barang atau jasa

yang paling tepat dibeli (best-buy).

Menurut Lupiyoadi (2001:150) ada lima kesenjangan (gap) yang


menyebabkan adanya

perbedaan persepsi mengenai kualitas pelayanan. Yaitu sebagai berikut:

1. Gap Persepsi Manajemen

Gap persepsi manajemen yaitu adanya perbedaan antara penilaian pelayanan

menurut pengguna jasa dan persepsi manajemen mengenai harapan pengguna

jasa.

2. Gap Spesifikasi Kualitas


Gap spesifikasi kualitas yaitu kesenjangan antara persepsi manajemen

mengenai harapan pengguna jasa dan spesifikasi kualitas jasa. Kesenjangan

terjadi antara lain karena tidak memadainya komitmen manajemen terhadap

kualitas jasa, persepsi mengenai ketidaklayakan, tidak memadainya

standarisasi tugas, dan tidak adanya penyusunan tujuan.

3. Gap Penyampaian Pelayanan

Gap penyampaian pelayanan yaitu kesenjangan antara spesifikasi kualitas jasa

dan penyampaian jasa (service delivery). Kesenjangan ini terutama disebabkan

oleh faktor-faktor:

a. Ambiguitas peran, yaitu sejauh mana pegawai dapat melakukan tugas

sesuai dengan harapan manajer tetapi memuaskan pelanggan.

b. Konflik peran, yaitu sejauh mana pegawai meyakini bahwa pegawai

meyakini bahwa mereka tidak memuaskan semua pihak.

c. Kesesuaian pegawai dengan tugas yang harus dikerjakannya.

d. Kesesuaian teknologi yang digunakan pegawai.

Universitas Sumatera Utara

e. Sistem pengendalian dari atasan yaitu tidak memadainya sistem penilaian

dan sistem imbalan.

f. Perceived control yaitu sejauh mana pegawai merasakan kebebasan atau

fleksibilitas untuk menentukan cara pelayanan.

g. Team work yaitu sejauh mana pegawai dan manajemen merumuskan

tujuan bersama di dalam memuaskan pelanggan secara bersama-sama dan

terpadu.

4. Gap Komunikasi Pemasaran

Gap komunikasi pemasaran yaitu kesenjangan antara penyampaian jasa dan

komunikasi eksternal. Ekspektasi pelanggan mengenai kualitas pelayanan

dipengaruhi oleh pernyataan yang dibuat oleh perusahaan melalui komunikasi

pemasaran. Kesenjangan ini terjadi karena tidak memadainya komunikasi


horisontal dan adanya kecenderungan untuk memberikan janji yang

berlebihan.

5. Gap Dalam Pelayanan yang Dirasakan.

Gap dalam pelayanan yang dirasakan yaitu perbedaan persepsi antara jasa

yang dirasakan dan yang diharapkan oleh pelanggan. Jika keduanya terbukti

sama, maka perusahaan akan memperoleh citra dan dampak positif. Namun,

apabila yang diterima lebih rendah dari yang diharapkan, maka kesenjangan

ini akan menimbulkan permasalahan bagi perusahaan.

Adapun Pelayanan atau Jasa

Pelayanan yang baik memungkinkan sebuah perusahaan memperkuat

kesetiaan pelanggan dan meningkatkan pangsa pasar (market share), karena itu

pelayanan yang baik menjadi penting dalam operasi perusahaan. Menurut

Stanton, service adalah kegiatan yang dapat diidentifikasikan dan tidak berwujud

dan merupakan tujuan penting dari suatu rencana transaksi, guna memberikan

kepuasan kepada konsumen (Hasibuan, 2005 : 72). Kotler mengemukakan

pelayanan atau service adalah setiap kegiatan atau manfaat yang ditawarkan oleh

suatu pihak kepada pihak lain dan pada dasarnya tidak berwujud dan tidak pula

berakibat kepemilikian sesuatu dan produksinya dapat atau tidak dapat dikaitkan

dengan suatu produk fisik. Sedangkan menurut Hasibuan (2005) pelayanan adalah

kegiatan pemberian jasa dari satu pihak kepada pihak lainnya. Pelayanan yang

baik adalah pelayanan yang dilakukan secara ramah tamah, adil, cepat, tepat, dan

etika yang baik sehingga memenuhi kebutuhan dan kepuasan bagi yang

menerimanya (Hasibuan, 2005 : 152).

Pelayanan hakikatnya adalah serangkaian kegiatan, karena ia merupakan

proses. Sebagai proses, pelayanan berlangsung secara rutin dan

berkesinambungan meliputi seluruh kehidupan organisasi dalam masyarakat

(Moenir, 2002 : 27). Berdasarkan beberapa definisi di atas layanan atau service
adalah serangkaian kegiatan yang diberikan oleh satu pihak kepada pihak lain

yang tidak berwujud dan bertujuan memberikan kepuasan kepada pihak yang

dilayani.

1. Unsur-unsur Pelayanan

Dalam memasarkan produknya produsen atau penjual selalu berusaha untuk

memuaskan keinginan dan kebutuhan para pelanggan mereka dan berusaha

mencari para pelanggan baru. Dalam usaha tersebut tidak terlepas dari adanya

pelayanan. Agar loyalitas pelanggan semakin melekat erat dan pelanggan tidak

berpaling pada pelayanan lain, penyedia jasa perlu menguasai lima unsur

pelayanan yaitu:

 Cepat

Yang dimaksud dengan kecepatan di sini adalah adalah waktu yang

digunakan dalam melayani konsumen minimal sama dengan batas waktu dalam

standar pelayanan yang ditentukan oleh perusahaan. Bila pelanggan menetapkan

membeli suatu produk, tidak saja harga yang dinilai dengan uang tetapi juga

dilihat dari faktor waktu.

Universitas Sumatera Utara

 Tepat

Kecepatan tanpa ketepatan dalam bekerja tidak menjamin kepuasan

konsumen, karena tidak dapat memenuhi keinginan dan harapan konsumen. Oleh

karena itu, ketepatan sangat penting dalam pelayanan.

 Aman

Dalam melayani konsumen, para petugas pelayanan harus memberikan

perasaan aman pada konsumen. Tanpa perasaan aman di dalam hatinya niscaya

konsumen akan berpikir dua kali jika harus kembali ke tempat tersebut. Rasa

aman yang dimaksudkan di sini adalah selain rasa aman fisik adalah rasa aman

psikis. Dengan adanya keamanan maka seorang konsumen akan merasa tentram

dan mempunyai banyak kesempatan untuk memilih dan memutuskan apa yang
diinginkan.

 Ramah

Dalam dunia pelayanan umumnya masih menggunakan perasaan dan

mencampuradukkan antara kepentingan melayani dan perasaan sendiri. Jika

penjual tersebut beramah tamah secara professional terhadap pelanggan, niscaya

perusahaan dapat lebih meningkatkan hasil penjualan karena kepuasan pelanggan

yang akan membuat pelanggan menjadi loyal.

 Nyaman

Jika rasa nyaman dapat diberikan pada pelanggan, maka pelanggan akan

berulang kali menggunakan jasa atau produk yang ditawarkan. Jika pelanggan

merasa tenang, tenteram, dalam proses pelayanan tersebut pelanggan akan

memberikan kesempatan kepada perusahaan untuk menjual produk atau jasa yang

Universitas Sumatera Utara

ditawarkan. Pelanggan juga akan lebih leluasa dalam menentukan pilihan sesuai

dengan yang diinginkan.

Beberapa karakteristik dari pelayanan yaitu:

1. Tidak berwujud (intangiability)

Pelayanan mempunyai sifat tidak berwujud, tidak dapat dilihat, tidak dapat

dirasakan, dan dinikmati sebelum dibeli konsumen. Menurut Berry (dalam

Tjiptono, 2002: 15) konsep intangiability memiliki dua pengertian yaitu:

a. Sesuatu yang tidak dapat disentuh dan tidak dapat dirasa.

b. Sesuatu yang tidak mudah didefinisikan, diformulasikan, atau dipahami

secara rohaniah.

2. Tidak dapat dipisahkan (inseparitibility)

Pada umumnya pelayanan yang diproduksi (dihasilkan) dan dirasakan pada

waktu bersamaan dan apabila dikehendaki oleh seseorang untuk diserahkan

kepada pihak lainnya, maka mereka merupakan bagian dari pelayanan itu. Ciri

khusus dalam pemasaran jasa adalah adanya interaksi antara penyedia jasa dan
pelanggan.

3. Variability/heterogeneity/inconsistency

Pelayanan senantiasa mengalami perubahan tergantung dari siapa penyedia

pelayanan dan kondisi dimana pelayanan tersebut diberikan. Pelayanan

bersifat sangat variabel karena merupakan nonstandardized output, artinya

banyak variasi bentuk, kualitas dan jenis, tergantng pada siapa, kapan, dan di

mana pelayanan tersebut dihasilkan. Ada tiga factor yang menyebabkan

variabilitas kualitas pelayanan (Bovee, Houston, dan Thill,1995, dalam

Universitas Sumatera Utara

Tjiptono, 2002:17) yaitu kerjasama atau partisipasi pelanggan selama

penyampaian jasa, moral/motivasi karyawan dalam melayani pelanggan, dan

beban kerja perusahaan.

4. Tidak tahan lama (Perishability)

Pelayanan tidak dapat disimpan sebagai persediaan yang siap dijual atau

dikonsumsi pada saat diperlukan, karena hal tersebut maka pelayanan tidak

tahan lama. Dengan demikian bila suatu pelayanan tidak digunakan, maka

pelayanan tersebut akan berlalu begitu saja.

5. Lack of ownership

Lack of ownership merupakan perbedaan dasar antara barang dan

jasa/pelayanan. Pada pembelian barang, konsumen memiliki hak penuh atas

penggunaan dan manfaat produk yang dibelinya. Mereka bisa mengkonsumsi,

menyimpan atau menjualnya. Di lain pihak, pada pembelian jasa atau

pelayanan, pelanggan mungkin hanya memiliki akses personal atas suatu jasa

untuk jangka waktu yang terbatas. Pembayaran biasanya ditujukan untuk

pemakaian, akses atau penyewaan item-item tertentu berkaitan dengan

jasa/pelayanan yang ditawarkan.

Pengertian Kualitas Pelayanan

Pelayanan mesrupakan kegiatan yang tidak dapat didefenisikan secara


tersendiri yang pada hakikatnya bersifat intangible (tidak berwujud), yang

merupakan pemenuhan kebutuhan dan tidak harus terikat pada penjualan produk

atau pelayanan lain. Kualitas pelayanan seperti yang dikatakan oleh Parasuraman

et al. (dalam Lupiyoadi, 2001:148) dapat didefenisikan yaitu : “Seberapa jauh

Universitas Sumatera Utara

perbedaan antara kenyataan dan harapan konsumen atas pelayanan yang mereka

terima atau peroleh”.

Salah satu model kualitas pelayanan yang banyak dijadikan acuan dalam

riset pemasaran adalah model ServQual (Service Quality) seperti yang

dikembangkan oleh Parasuraman, Zeithaml, dan Berry seperti yang dikutip oleh

Lupiyoadi (2001:147) dalam serangkaian penelitian mereka terhadap enam sektor

jasa, reparasi, peralatan rumah tangga, kartu kredit, asuransi, sambungan telepon

jarak jauh, perbankan ritel, dan pialang sekuritas. ServQual (Service Quality)

dibangun atas adanya perbandingan dua faktor utama yaitu persepsi pelanggan

atas pelayanan yang nyata mereka terima (perceived service) dengan pelayanan

yang sesungguhnya diharapkan diinginkan (expected service).

Karakteristik Jasa

Menurut Tjiptono (2000:100) ada empat karakteristik pokok pada jasa

yang membedakannya dengan barang. Adapun keempat karakteristik tersebut

meliputi:

1. Tidak Berwujud (Intangible)

Jasa berbeda dengan barang. Jika barang merupakan suatu objek, alat, atau

benda, maka jasa adalah suatu perbuatan, kinerja (performance), atau usaha.

Jasa bersifat intangible, artinya tidak dapat dilihat, dirasa, dicium, didengar

atau diraba sebelum dibeli.

2. Tidak Terpisahkan

Barang biasanya diproduksi, kemudian dijual, lalu dikonsumsi. Sedangkan

jasa biasanya dijual terlebih dahulu, baru kemudian diproduksi dan


Universitas Sumatera Utara

dikonsumsi secara bersamaan. Interaksi antara penyedia jasa dan pelanggan

merupakan ciri khusus dalam pemasaran jasa.

3. Variabilitas

Jasa bersifat sangat variabel karena merupakan nonstandarized output, artinya

banyak variasi bentuk, kualitas dan jenis, tergantung pada siapa, kapan, dan di

mana jasa tersebut dihasilkan. Para pembeli jasa sangat peduli terhadap

variabilitas yang tinggi ini dan seringkali mereka meminta pendapat orang lain

sebelum memutuskan untuk memilih penyedia jasa.

4. Tidak Tahan Lama

Jasa merupakan komoditas tidak tahan lama dan tidak dapat disimpan. Kursi

pesawat yang kosong, kamar hotel yang tidak dihuni, atau jam tertentu tanpa

pasien di tempat praktik dokter gigi akan berlalu/hilang begitu saja karena

tidak dapat disimpan. Dengan demikian bila suatu jasa tidak digunakan, maka

jasa tersebut akan berlalu begitu saja.

Dimensi Kualitas Pelayanan

Konsep kualitas pelayanan merupakan faktor penilaian yang merefleksikan

persepsi konsumen terhadap lima dimensi spesifik dari kinerja layanan.

(Parasuraman, et al, 1985, dalam Tjiptono, 2001: 70) menyimpulkan bahwa ada

lima dimensi ServQual (Service Quality) yang dipakai untuk mengukur kualitas

pelayanan, yaitu:

1) Tangibles

Tangibles merupakan bukti nyata dari kepedulian dan perhatian yang

diberikan oleh penyedia jasa kepada konsumen. Pentingnya dimensi tangibles

Universitas Sumatera Utara

ini akan menumbuhkan image penyedia jasa terutama bagi konsumen baru

dalam mengevaluasi kualitas jasa. Perusahaan yang tidak memperhatikan

fasilitas fisiknya akan menumbuhkan kebingungan atau bahkan merusak


image perusahaan.

Jadi yang dimaksud dengan dimensi tangibles adalah suatu lingkungan fisik di

mana jasa disampaikan dan di mana perusahaan dan konsumennya

berinteraksi dan komponen-komponen tangibles akan memfasilitasi

komunikasi jasa tersebut. Komponen-komponendari dimensi tangibles

meliputi penampilan fisik seperti gedung, ruangan front-ofifce, tempat parkir,

kebersihan, kerapian, kenyamanan ruangan, dan penampilan karyawan.

2) Reliability

Reliability atau keandalan merupakan kemampuan perusahaan untuk

melaksanakan jasa sesuai dengan apa yang telah dijanjikan secara tepat waktu.

Pentingnya dimensi ini adalah kepuasan konsumen akan menurun bila jasa

yang diberikan tidak sesuai dengan yang dijanjikan. Jadi komponen atau unsur

dimensi reliability ini merupakan kemampuan perusahaan dalam

menyampaikan jasa secara tepat dan pembebanan biaya secara tepat.

3) Responsiveness

Responsiveness atau daya tanggap merupakan kemampuan perusahaan yang

dilakukan oleh langsung karyawan untuk memberikan pelayanan dengan cepat

dan tanggap.Daya tanggap dapat menumbuhkan persepsi yang positif terhadap

kualitas jasa yang diberikan. Termasuk didalamnya jika terjadi kegagalan atau

keterlambatan dalam penyampaian jasa, pihak penyedia jasa berusaha

memperbaiki atau meminimalkan kerugian konsumen dengan segera.

Dimensi ini menekankan pada perhatian dan kecepatan karyawan yang terlibat

untuk menanggapi permintaan, pertanyaan, dan keluhan konsumen. Jadi

komponen atau unsur dari dimensi ini terdiri dari kesigapan karyawan dalam

melayani pelanggan, kecepatan karyawan dalam melayani pelanggan, dan

penanganan keluhan pelanggan.

4) Assurance

Assurance atau jaminan merupakan pengetahuan dan perilaku karyawan untuk


membangun kepercayaan dan keyakinan pada diri konsumen dalam

mengkonsumsi jasa yang ditawarkan. Dimensi ini sangat penting karena

melibatkan persepsi konsumen terhadap risiko ketidakpastian yang tinggi

terhadap kemampauan penyedia jasa. Perusahaan membangun kepercayaan

dan kesetiaan konsumen melalui karyawan yang terlibat langsung menangani

konsumen. Jadi komponen dari dimensi ini terdiri dari kompetensi karyawan

yang meliputi ketrampilan, pengetahuan yang dimiliki karyawan untuk

melakukan pelayanan dan kredibilitas perusahaan yang meliputi hal-hal yang

berhubungan dengan kepercayaan konsumen kepada perusahaan seperti,

reputasi perusahaan, prestasi dan lain-lain. Selain itu anggota perusahaan

harus bersikap ramah dengan menyapa pelanggan yang datang. Dalam hal ini

perilaku para karyawan harus membuat konsumen tenang dan merasa

perusahaan dapat menjamin jasa pelayanan yang dibutuhkan pelanggan.

Universitas Sumatera Utara

5) Emphaty

Emphaty merupakan kemampuan perusahaan yang dilakukan langsung oleh

karyawan untuk memberikan perhatian kepada konsumen secara individu,

termasuk juga kepekaan akan kebutuhan konsumen. Jadi komponen dari

dimensi ini merupakan gabungan dari akses (acces) yaitu kemudahan untuk

memanfaatkan jasa yang ditawarkan oleh perusahaan, komunikasi merupakan

kemampuan melakukan untuk menyampaikan informasi kepada konsumen

atau memperoleh masukan dari konsumen dan pemahaman merupakan usaha

untuk mengetahui dan memahami kebutuhan dan keinginan konsumen.

Untuk mewujudkan sikap empati, setiap anggota perusahaan hendaknya dapat

mengelola waktu agar mudah dihubungi, baik melalui telepon ataupun

bertemu langsung. Dering telepon usahakan maksimum tiga kali segera

dijawab. Ingat, waktu yang dimiliki pelanggan sangat terbatas sehingga tidak

mungkin menunggu terlalu lama. Usahakan pula untuk melakukan komunikasi


individu agar hubungan dengan pelanggan lebih akrab. Anggota perusahaan

juga harus memahami pelanggan, artinya pelanggan terkadang seperti anak

kecil yang menginginkan segala sesuatu atau pelanggan terkadang seperti

orang tua yang cerewet.

Dimensi-dimensi kualitas pelayanan yang telah disebutkan di atas, harus

diramu dengan baik. Apabila tidak, hal tersebut menimbulkan kesenjangan antara

perusahaan dan pelanggan karena perbedaan persepsi tentang wujud pelayanan

yang diberikan mengalami perbedaan dengan harapan pelanggan.

Prinsip-prinsip Kualitas Layanan

Untuk menciptakan suatu gaya manajemen dan lingkungan yang kondusif

bagi perusahaan jasa guna memperbaiki kualitas, perusahaan harus mampu

memenuhi enam prinsip utama yang berlaku. Enam prinsip tersebut meliputi:

1. Kepemimpinan

Strategi kualitas perusahaan harus merupakan inisiatif dan komitmen dari

manajemen puncak. Manajemen puncak harus memimpin perusahaan untuk

meningkatkan kinerja kualitasnya. Tanpa ada kepemimpinan dari manajemen

puncak, maka usaha untuk maningkatkan kualitas hanya berdampak kecil

terhadap perusahaan.

2. Pendidikan

Aspek-aspek yang perlu mendapatkan penekanan dalam pendidikan meliputi

konsep kualitas sebagai strategi bisnis, alat dan implementasi strategi kualitas,

dan peranan eksekutif dalam implementasi strategi kualitas. Pendidikan ini

diperlukan untuk semua personil perusahaan.

3. Perencanaan

Proses perencanaan strategis harus mencakup pengukuran dan tujuan kualitas

yang dipergunakan dalam mengarahkan perusahaan untuk mencapai visinya.

4. Review

Proses review merupakan suatu mekanisme yang menjamin adanya perhatian


yang konstan dan terus-menerus untuk mencapai tujuan kualitas.

5. Komunikasi

Implementasi strategi kualitas dalam organisasi dipengaruhi oleh proses

komunikasi dalam perusahaan. Komunikasi harus dilakukan dengan

karyawan, pelanggan, pemasok, pemegang saham, pemerintah, masyarakat

umum dan lain-lain.

6. Penghargaan dan Pengakuan (Total Human Reward)

Dalam upaya untuk meningkatkan motivasi, moral kerja, rasa bangga, dan rasa

kepemilikan setiap orang dalam organisasi, yang pada gilirannya dapat

memberikan kontribusi besar bagi perusahaan dan bagi pelanggan yang

dilayani, maka setiap karyawan yang berprestasi baik perlu diberi

penghargaan dan dihargai atas prestasinya tersebut. (Tjiptono, 2001:75-76).

Strategi Meningkatkan Kualitas Layanan

Banyak faktor yang perlu dipertimbangkan dalam upaya untuk

meningkatkan kualitas pelayanan. Upaya tersebut berdampak terhadap budaya

organisasi secara keseluruhan. Faktor-faktor tersebut meliputi :

1. Mengidentifikasi Determinan Utama Kualitas Pelayanan

Langkah pertama yang perlu dilakukan dalam mengidentifikasi determinan

utama kualitas pelayanan adalah melakukan riset, selanjutnya adalah

memperkirakan penilaian yang diberikan pasar sasaran terhadap perusahaan

dan pesaing berdasarkan determinan tersebut. Dengan hal ini dapat diketahui

posisi relatif perusahaan dimata pelanggan dibandingkan para pesaing,

sehingga perusahaan dapat memfokuskan upaya peningkatan kualitasnya pada

determinan tersebut.

2. Mengelola Harapan Pelanggan

Satu hal yang bisa dijadikan pedoman dalam hal ini , yaitu “jangan janjikan

apa yang tidak bisa diberikan, tetapi berikan lebih dari yang dijanjikan”.

3. Mengelola Bukti (Evidence) Kualitas Pelayanan


Pengelolaan bukti kualitas pelayanan bertujuan untuk memperkuat persepsi

pelanggan selama dan sesudah jasa diberikan. Jasa merupakan kinerja dan

tidak dapat dirasakan sebagaimana halnya barang, maka pelanggan cenderung

memperhatikan fakta-fakta tangible yang berkaitan dengan jasa sebagai bukti

kualitas. Bukti kualitas dalam perusahaan jasa meliputi segala sesuatu yang

dipandang konsumen sebagai indicator “seperti apa jasa yang diberikan” (preservice

expectation) dan “seperti apa jasa yang telah diterima” (post-service

evaluation). Bukti-bukti kualitas jasa bisa berupa fasilitas fisik, penampilan

pemberi jasa, perlengkapan dan peralatan untuk memberikan jasa dan

sebagainya.

4. Mendidik Konsumen Tentang Jasa

Dalam rangka menyampaikan kualitas jasa, membantu pelanggan memahami

suatu jasa merupakan upaya yang sangat positif. Pelanggan yang terdidik akan

dapat mengambil keputusan secara lebih baik, sehingga kepuasan mereka

tercipta lebih tinggi.

5. Mengembangkan Budaya Kualitas

Upaya untuk membentuk budaya kualitas dapat dilakukan melalui

pengembangan suatu program yang terkoordinasi yang diawali dari seleksi

dan pengembangan karyawan. Ada delapan program pokok yang saling terkait

guna membentuk budaya kualitas, yaitu pengembangan individual, pelatihan

manajemen, perencanaan sumberdaya manusia, standar kinerja,

pengembangan karir, survey opini, perlakuan adil dan profit sharing.

6. Menciptakan Automating Quality

Otomatisasi dapat mengatasi variabilitas kualitas jasa yang disebabkan

kurangnya sumber daya manusia yang dimiliki. Tapi sebelum memutuskan

akan melakukan otomatisasi, perusahaan perlu melakukan penelitian secara

seksama untuk menentukan bagian yang memerlukan otomatisasi. Perlu

dihindari otomatisasi yang mencakup keseluruhan jasa.


7. Menindaklanjuti jasa

Menindaklanjuti jasa dapat membantu memisahkan aspek-aspek jasa yang

perlu ditingkatkan.

8. Mengembangkan Sistem Informasi Kualitas Jasa

Sistem informasi kualitas jasa merupakan suatu sistem yang menggunakan

berbagai macam pendekatan riset secara sistematis untuk mengumpulkan dan

menyebarluaskan informasi kualitas jasa guna mendukung pengambilan

keputusan. (Tjiptono, 2002: 88-96).

Adapun Konsep Kepuasan Pelanggan

Pengertian Kepuasan Pelanggan

Kepuasan pelanggan telah menjadi konsep sentral dalam wacana bisnis

dan manajemen. Pelanggan merupakan fokus utama dalam pembahasan mengenai

kepuasan dan kualitas jasa. Oleh karena itu, pelanggan memegang peranan cukup

penting dalam mengukur kepuasan terhadap produk maupun pelayanan yang

Universitas Sumatera Utara

diberikan perusahaan. Menurut Engel et al. (dalam Tjiptono, 2000:126), Kepuasan

pelanggan merupakan evaluasi purnabeli dimana alternatif yang dipilih


sekurangkurangnya

memberikan hasil (outcome) yang sama atau melampaui harapan

pelanggan, sedangkan ketidakpuasan timbul apabila hasil yang diperoleh tidak

memenuhi harapan pelanggan.

Menurut Kotler (2007:177), kepuasan pelanggan adalah perasaan senang

atau kecewa seseorang yang muncul setelah membandingkan kinerja (hasil)

produk yang muncul setelah membandingkan kinerja (atau hasil) yang

diharapkan. Jika kinerja berada di bawah harapan, pelanggan tidak puas. Jika

kinerja memenuhi harapan pelanggan puas. Jika kinerja melebihi harapan,

pelanggan amat puas atau senang”. Sementara Menurut Umar (2009:14),

kepuasan pelanggan didefenisikan sebagai sebagai evaluasi purnabeli, di mana

persepsi terhadap kinerja alternatif produk/jasa yang dipilih memenuhi atau


melebihi harapan sebelum pembelian.

Dari defenisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa kepuasan pelanggan

yang ditinjau dari sisi pelanggan yaitu mengenai apa yang telah dirasakan

pelanggan atas pelayanan yang telah diberikan dibandingkan dengan apa yang

mereka inginkan. Pelanggan akan merasa puas bila keinginan pelanggan telah

terpenuhi oleh perusahaan sesuai dengan yang diharapkan. Dengan adanya nilai

tambah dari suatu produk, maka pelanggan menjadi lebih puas dan kemungkinan

untuk menjadi pelanggan suatu produk tersebut dalam waktu lama akan sangat

besar. Kepuasan pelanggan dapat dipengaruhi oleh berbagai macam faktor, antara

lain kualitas produk, pelayanan, aktivitas penjualan, dan nilai-nilai perusahaan.

Universitas Sumatera Utara

Untuk menghadapi persaingan dan perubahan perilaku konsumen tersebut

maka banyak perusahaan yang berpusat pada pelangganlah yang dapat

memberikan nilai superior kepada mereka, dan memenangkan persaingan.

Perusahaan akan terus berusaha dengan sekuat tenaga untuk mempertahankan

pelanggannya karena biaya yang dikeluarkan untuk menarik pelanggan baru akan

lebih tinggi dibandingkan biaya untuk mempertahankan pelanggan yang ada.

Oleh karena itu, mempertahankan pelanggan selalu lebih penting

dilakukan dibandingkan dengan menarik pelanggan baru. Kunci untuk

mempertahankan pelanggan adalah dengan memberikan kepuasan pelanggan yang

tinggi. Pelanggan yang merasa puas akan bersedia datang kembali mengulangi

pembeliannya dan merekomendasikan kepada orang lain untuk membeli.

Faktor-faktor Kepuasan Pelanggan

Menurut Lupiyoadi (2001:158) Kepuasan pelanggan dipengaruhi oleh

beberapa faktor, yaitu :

1. Mutu produk atau jasa, Mengenai mutu produk atau jasa yang lebih bermutu

dilihat dari fisiknya. Contohnya Fasilitas Kamar yang cukup luas dan

nyaman.
2. Mutu Pelayanan, Berbagai jenis pelayanan akan selalu dikritik oleh

pelanggan, tetapi bila pelayanan memenuhi harapan pelanggan maka secara

tidak langsung pelayanan dikatakan bermutu. Contohnya pelayanan

pengaduan pelanggan segera diatasi atau tanggapan atas keluhan pelanggan.

3. Harga, Harga adalah hal yang paling sensitif untuk memenuhi kebutuhan

pelanggan. Pelanggan akan cenderung memilih produk atau jasa yang

Universitas Sumatera Utara

memberikan penawaran harga lebih rendah dari yang lain. Contohnya bila

Hotel Santika Dyandra tidak menaikkan tarif kamar maka pelanggan akan

memberikan nilai yang baik atau harga yang ditetapkan sesuai dengan fasilitas

yang disediakan.

4. Waktu penyerahan, Maksudnya bahwa baik pendistribusian maupun

penyerahan produk atau jasa dari perusahaan bisa tepat waktu dan sesuai

dengan perjanjian yang telah disepakati.

5. Keamanan, Pelanggan akan merasa puas bila produk atau jasa yang digunakan

ada jaminan keamanannya yang tidak membahayakan pelanggan tersebut.

Mengukur Kepuasan Pelanggan

Menurut Kotler et al. (dalam Tjiptono, 2006:34) ada empat metode untuk

mengukur kepuasan pelanggan, yaitu:

1. Sistem Keluhan dan Saran

Industri yang berwawasan pelanggan akan menyediakan formulir bagi

pelanggan untuk melaporkan kesuakaan dan keluhannya. Selain itu dapat

berupa kotak saran dan telepon pengaduan bagi pelanggan. Alur informasi ini

memberikan banyak gagasan baik dan industri dapat bergerak lebih cepat

untuk menyelesaikan masalah. tahui tingkat kehilangan pelanggan).

2. Survei Kepuasan Pelanggan

Industri tidak dapat menggunakan tingkat keluhan sebagai ukuran kepuasan

pelanggan. Industri yang responsif mengukur kepuasan pelanggan dengan


mengadakan survei berkala, yaitu dengan mengirimkan daftar pertanyaan atau

menelpon secara acak dari pelanggan untuk mengetahui perasaan mengetahui

Universitas Sumatera Utara

perasaan mereka terhadap berbagai kinerja industri. Selain itu ditanyakan

tentang kinerja industri saingannya.

3. Ghost Shopping (Pelanggan Bayangan)

Pelanggan bayangan adalah menyuruh orang berpura-pura menjadi pelanggan

dan melaporkan titik-titik kuat maupun titik-titik lemah yang dialami waktu

membeli produk dari industri sendiri maupun industri saingannya. Selain itu

pelanggan bayangan melaporkan apakah wiraniaga tersebut menanganinya

dengan baik atau tidak.

4. Analisa Kehilangan Pelanggan.

Industri dapat menghubungi pelanggan yang tidak membeli lagi atau berganti

pemasok untuk mengetahui penyebabnya (apakah harganya tinggi, pelayanan

kurang baik, produknya kurang dapat diandalkan dan seterusnya, sehingga

dapat dikendalikan. Bukan hanya exit interview saja yang perlu, tetapi

pemantauan customer loss rate juga penting, dimana peningkatan customer

loss rate menunjukkan kegagalan perusahaan dalam memuaskan

pelanggannya.

Adapun Penelitian

Penggalian dari wacana penelitian terdahulu dilakukan sebagai upaya

memperjelas tentang variabel-variabel dalam penelitian ini, sekaligus untuk

membedakan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya. Umumnya kajian yang

dilakukan oleh peneliti-peneliti dari kalangan akademis dan telah

mempublikasikannya pada beberapa jurnal cetakan dan jurnal online (internet).

Penelitian mengenai kualitas pelayanan dan kepuasan pelanggan yang dilakukan

peneliti terdahulu antara lain: Indah Waty (2004) dan Yusdiana Fatmawati (2007).

Indah Waty (2004) dalam penelitiannya Studi tentangPengaruh Kualitas


Pelayanan terhadap Kepuasan Pelanggan di Hotel Dana Solo. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa kualitas pelayanan jasa hotel Dana Solo dalam kategori baik,

hal ini tampak dari pandangan yang baik dari konsumen tentang penampilan fisik

hotel, keterjangkauan lokasi, kondisi fisik, pelayanan karyawan yang diberikan,

jaminan keamanan dan bentuk perhatian serta pemberian informasi yang jelas

dengan penuh keramahan. Kualitas yang dirasakan oleh konsumen memberikan

dampak pada keinginan konsumen untuk mengunjungi kembali bahkan

merekomendasikan pada orang lain serta dengan adanya kualitas yang baik dalam

pemberian pelayanan jasa, menumbuhkan kepuasan bagi konsumen. Hotel Dana

Solo perlu menetapkan biaya tarif kamar dengan tepat, hal tersebut dapat

menambah loyalitas konsumen karena terbukti bahwa penetapan harga dengan

tepat dapat menciptakan loyalitas konsumen Hotel Dana Solo.

Yusdiana Fatmawati (2007) melakukan penelitian dengan judul Pengaruh

Kualitas Layanan terhadap Kepuasan Pelanggan Hotel Parlem Garden

Tulungagung (Survei pada Mahasiswa Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas

Negeri Malang). Berdasarkan hasil analisis diperoleh kesimpulan bahwa (1) tidak

ada pengaruh positif yang signifikan keandalan terhadap kepuasan pelanggan; (2)

tidak ada pengaruh positif yang signifikan daya tanggap terhadap kepuasan

pelanggan; (3) tidak ada pengaruh positif yang signifikan jaminan terhadap

kepuasan pelanggan; (4) tidak ada pengaruh positif yang signifikan

Universitas Sumatera Utara

empati terhadap kepuasan pelanggan; (5) ada pengaruh positif yang signifikan

bukti fisik terhadap kepuasan pelanggan.

Kerangka Konseptual

Untuk mengukur tingkat kepuasan pelanggan, belum ada standar baku

yang dapat dijadikan pedoman, selain karena kepuasan itu sifatnya relatif juga

harapan dan interpretasi pelanggan berbeda-beda pula. Tetapi secara empirik

menurut Parasuraman et al. (dalam Lupiyoadi, 2001:148), kepuasan pelanggan


dapat dipahami oleh perusahaan dengan meneliti 5 (Lima) dimensi kualitas

pelayanan yaitu: bukti fisik (tangible), keandalan (reliability), jaminan

(assurance), daya tanggap (responsiveness), dan empati (emphaty). Jika Hotel

Santika Premiere Dyandra Medan mampu menjabarkan kelima dimensi tersebut

dalam suatu mekanisme pelayanan, maka kepuasan pelanggan lebih mudah

diwujudkan atau dengan kata lain harapan pelanggan untuk merasa puas dengan

pelayanan Hotel Santika Premiere Dyandra Medan akan lebih mendekati

kenyataan. Pelayanan dikatakan berkualitas apabila pelanggan merasa puas, baik

pada saat terjadinya kontak pelayanan pada situasi tertentu maupun di saat pasca

pembelian.

Pelanggan Hotel Santika Premiere Dyandra Medan dikatakan puas apabila

terdapat kesesuaian antara harapan pelanggan setelah mengevaluasi suatu produk

dengan pelayanan yang diterimanya. Ketidakpuasan akan timbul jika harapan dan

keinginan konsumen tidak sesuai dengan kualifikasi pelayanan yang diterimanya.

Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah.

Karena sifatnya yang sementara, maka perlu dibuktikan kebenarannya melalui

data empirik yang terkumpul. Berdasarkan perumusan masalah dan kerangka

konseptual yang telah diuraikan peneliti sebelumnya, maka yang menjadi

hipotesis dari penelitian ini adalah “Kualitas pelayanan yang terdiri dari bukti fisik

(tangible), keandalan (reliability), daya tanggap (responsiveness), jaminan

(assurance), dan empati (emphaty) berpengaruh positif dan signifikan terhadap

kepuasan pelanggan pada Hotel Santika Dyandra Medan.

Anda mungkin juga menyukai