Anda di halaman 1dari 52

LAPORAN KHUSUS

MENENTUKAN JALUR EVAKUASI DAN


PENANGGULANGAN DARURAT BAHAYA KEBAKARAN
SEBAGAI UPAYA PENGAMANAN DAN WUJUD
KEPEDULIAN TERHADAP KESELAMATAN
MAHASISWA DI ASRAMA PUTRA 1 KABUPATEN
BANGGAI-MAKASSAR

Oleh :

Marhan
09120170049

JURUSAN TEKNIK INDUSTRI


FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

MAKASSAR
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkah, rahmat,

karunia, kesehatan, kekuatan dan kemudahan dalam pelaksanaan Tugas Akhir

Semester dengan judul “Menentukan Jalur Evakuasi dan Penanggulangan

Darurat Bahaya kebakaran Sebagai Upaya Pengamanan dan Wujud

Kepedulian Terhadap Keselamatan Mahasiswa Di Asrama Putra 1 Kabupaten

Banggai Di Makassar”.

Laporan ini disusun sebagai syarat untuk menyelesaikan tugas akhir semester

S1 Teknik Industri Fakultas Teknologi Industri Universitas Muslim Indonesia-

Makassar. Di samping itu Tugas UAS ini dilaksanakan untuk menambah wawasan

guna mengenal, mengetahui dan memahami mekanisme sehingga mencoba

mengaplikasikan pengetahuan penulis dan mengamati permasalahan atau hambatan

yang ada mengenai penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja di perusahaan.

Makassar, ............. 2020

Marhan
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................

KATA PENGANTAR .....................................................................................

DAFTAR ISI ....................................................................................................

DAFTAR TABEL............................................................................................

DAFTAR GAMBAR .......................................................................................

DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................

A. Latar Belakang Masalah....................................................

B. Rumusan Masalah .............................................................

C. Tujuan Penelitian ..............................................................

D. Manfaat Penelitian ............................................................

BAB II LANDASAN TEORI ..............................................................

A. Tinjauan Pustaka ...............................................................

B. Kerangka Pemikiran ..........................................................

BAB III METODE PENELITIAN ...................................................... ..

A. Metode Penelitian ............................................................ ..

B. Lokasi Penelitian ...............................................................

C. Obyek dan Ruang Lingkup Penelitian .................................

D. Sumber Data.........................................................................

E. Teknik Pengumpulan Data....................................................


F. Pelaksanaan ..........................................................................

G. Analisa Data ........................................................................

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ........................

A. Hasil Penelitian ....................................................................

B. Pembahasan...........................................................................

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN ..........................

A. Kesimpulan ..........................................................................

C. Saran.....................................................................................

DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pulau-pulau di Indonesia secara geografis terletak pada pertemuan 3

lempeng tektonik dunia, yaitu lempeng Australasia, lempeng Pasifik, lempeng

Eurasia serta Filipina. Hal ini menyebabkan Indonesia rentan secara geologis. Di

samping itu, kurang lebih 5.590 daerah aliran sungai (DAS) yang terdapat di

Indonesia, yang terletak antara Sabang dan Merauke, mengakibatkan Indonesia

menjadi salah satu negara yang berisiko tinggi terhadap ancaman bencana gempa

bumi, tsunami, deretan erupsi gunung api (129 gunung api aktif), dan gerakan

tanah.

Selain itu, iklim di Indonesia sangat dipengaruhi oleh lokasi dan

karakteristik geografis yang membentang antara Samudra Pasifik dan Samudra

Hindia. Indonesia memiliki 3 pola iklim dasar: monsunal, khatulistiwa, dan sistem

iklim lokal yang menyebabkan perbedaan pola curah hujan yang dramatis.

Kondisi tersebut semakin kompleks lantaran tantangan dampak pemanasan global

dan pengaruh perubahan iklim, seperti kenaikan suhu temperatur dan permukaan

air laut pada wilayah Indonesia yang berada di garis khatulistiwa. Hal ini

cenderung menimbulkan tingginya potensi terjadi berbagai jenis bencana

hidrometeorologi, seperti banjir, banjir bandang, kekeringan, cuaca ekstrem,

gelombang ekstrem, abrasi, serta kebakaran hutan dan lahan (karhutla).

Kebakaran adalah suatu insiden akibat api yang bekerja tidak pada

tempatnya, yang terjadi antara api, bahan bakar dan oksigen. Kebakaran
merupakan suatu musibah yang menimbulkan berbagai macam kerugian yang

bersifat ekonomi maupun non ekonomi seperti sakit, cidera bahkan meninggal

dunia. Sedangkan kebakaran perusahaan adalah sesuatu hal yang sangat tidak

diinginkan, bagi tenaga kerja kebakaran perusahaan merupakan penderitaan dan

malapetaka khususnya terhadap mereka yang tertimpa kecelakaan dan dapat

berakibat kehilangan pekerjaan, sekalipun mereka tidak menderita celaka

(Suma’mur, 1996). Timbulnya bencana kebakaran di suatu perusahaan terjadi

akibat kesalahan yang dilakukan manusia (unsafe action) serta kondisi bahan atau

tempatnya (unsafe condition).

Resiko kebakaran dan ledakan baik disebabkan oleh manusia, peralatan

atau alam tidak dapat dieliminasi secara total. Oleh karena itu, diperlukan Sistem

Manajemen Penanggulangan Kebakaran yang berguna untuk mengatur dan

mengawasi secara mandiri dalam rangka mencapai tujuan dan sasaran usaha

secara aman, efisien dan tanpa merusak lingkungan. Sistem Manajemen

Penanggulangan Kebakaran merupakan bagian dari sistem manajemen

menyeluruh, yang menjamin bahwa tempat kerja dirancang, dibangun, didirikan

dan dioperasikan dalam keadaan aman kebakaran dan hasil-hasil produksi

dikembangkan, diproduksi, diangkut dan dipasarkan dengan memperhatikan

faktor keselamatan dan aman kebakaran serta sumber-sumber alam dikelola

secara aman dan berwawasan lingkungan.

Upaya yang dilakukan untuk mencegah terjadinya bahaya kebakaran dapat

dilakukan melalui pengertian dan pemahaman yang baik tentang sebab–sebab

terjadinya kebakaran, proses terjadinya kebakaran dan akibat yang dapat


ditimbulkan sebagai prinsip dasar dalam melakukan penanggulangan kebakaran.

Penanggulangan kebakaran ialah segala upaya untuk mencegah timbulnya

kebakaran dengan berbagai upaya pengendalian setiap perwujudan energi,

pengadaan sarana proteksi kebakaran dan sarana penyelamatan serta

pembentukan organisasi tanggap darurat untuk memberantas kebakaran. (Pungky

W, 2003)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas maka dapat disusun

perumusan masalah sebagai berikut:

1. Potensi bahaya apa saja di Asrama Putra 1 Kab. Banggai yang dapat

mengakibatkan kebakaran?

2. Bagaimanakah penentuan jalur evakuasi serta sistem pencegahan dan

penanggulangan bahaya kebakaran di Asrama Putra 1 Kab. Banggai?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penulis melaksanakan penelitian adalah:

1. Untuk mengetahui potensi bahaya apa saja di Asrama Putra 1 Kab. Banggai

yang dapat mengakibatkan kebakaran.

2. Untuk mengetahui jalur evakuasi serta sistem pencegahan dan

penanggulangan bahaya kebakaran di Asrama Putra 1 Kab. Banggai

D. Manfaat Penelitian

Hasil dari pelaksanaan Ujian Akhir Semester yaitu penentuan jalur


evakuasi dan penanganan bencana di Asrama Putra 1 Kabupaten Banggai

diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut:

1. Bagi Perusahaan

Hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi dan

masukan khususnya di bidang Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

2. Bagi Mahasiswa

Menambah referensi pengetahuan mengenai penerapan bidang Keselamatan dan

Kesehatan Kerja di Asrama Putra 1 Kabupaten Banggai .

3. Bagi Program S1 Teknik Industri

Diharapkan dapat menambah kepustakaan yang bermanfaat untuk

pengembangan ilmu pengetahuan dan peningkatan kualitas pembekalan

pengetahuan di bangku perkuliahan dengan melengkapi buku-buku teknik

industri.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

Keselamatan pada dasarnya adalah kebutuhan setiap manusia dan

menjadi naluri dari setiap makhluk hidup. Sejak manusia bermukim di muka

bumi, secara tidak sadar mereka telah mengenal aspek keselamatan untuk

mengantisipasi berbagai bahaya di sekitar lingkungan hidupnya. Pada masa itu,

tantangan bahaya yang dihadapi lebih bersifat natural seperti kondisi alam,

cuaca, binatang buas dan bahaya dari lingkungan hidup lainnya. (Ramli, 2010)

Sejalan dengan perkembangan peradaban manusia, tantangan dan

potensi bahaya yang dihadapi semakin banyak dan beragam termasuk bahaya

yang timbul akibat buatan manusia itu sendiri (man made hazard). Dalam abad

modern ini, tanpa disadari manusia hidup di tengah atau bersama bahaya.

Lihatlah disekitar kita, bahaya terdapat dimana- mana. Di jalan raya, di rumah,

di tempat kerja, di tempat umum, di tengah pemukiman bahkan di tempat

bermain. (Ramli, 2010)

Menurut Abraham Maslow manusia mempunyai lima kebutuhan yang

membentuk tingkatan-tingkatan atau disebut juga hierarki dari yang paling

penting hingga yang tidak penting dan dari yang mudahhingga yang sulit untuk

dicapai atau didapat. Lima (5) kebutuhan dasar Maslow disusun berdasarkan

kebutuhan yang paling penting hingga yang terlalu krusial. Dimulai dengan

kebutuhan yang sangat mendasar yaitu kebutuhan fisik seperti rasa lapar, haus,
sandang, dan papan. Selanjutnya jika kebutuhan fisik telah terpenuhi, barulah

kebutuhan manusia meningkat untuk pemenuhan rasa aman termasuk

diantaranya kebutuhan keselamatan. (Ramli, 2010)

Jika kebutuhan fisik belum terpenuhi, manusia belum membutuhkan

untuk memikirkan keselamatan. Jika kebutuhan keselamatan telah terpenuhi,

manusia meningkatkan kebutuhannya yaitu kebutuhan sosial (social need),

misalnya memiliki teman, memiliki keluarga, kebutuhan cinta dari lawan jenis,

dan lain-lain. Selanjutnya meningkat ke kebutuhan penghargaan, rasa dihargai

dan pernyataan diri. Tingkat tertinggi adalah kebutuhan aktualisasi diri (ego

need), adalah kebutuhan dan keinginan untuk bertindak sesuka hati sesuai

dengan bakat dan minatnya. (Ramli, 2010)

Teori Maslow ini sangat berperan dalam memahami kesadaran

keselamatan dalam diri seseorang atau di tengah masyarakat. Bagi kalangan

masyarakat yang masih hidup di bawah garis kemiskinan, dimana pemenuhan

kebutuhan fisik masih sangat dominan, keselamatan belum diperlukan dan

menjadi kebutuhan. Norma-norma K3 cenderung diabaikan. Masyarakat rela

naik di atap gerbong kereta api asal bisa terangkut dengan gratis tanpa peduli

keselamatan dirinya. Masyarakat juga rela berdesakan di atas bus kota asal dapat

terbawa ke tempat tujuannya masing-masing. Mereka juga mau melakukan

pekerjaan atau tugas yang mendekati bahaya seperti membersihkan kaca jendela

gedung bertingkat. (Ramli, 2010)

Keselamatan telah menjadi salah satu hak asasi manusia yang harus
dilindungi oleh pemerintah dan dihargai oleh anggota masyarakat lainnya.

Faktor inilah yang mendorong masyarakt Eropa kritis terhadapt keselamatan

penerbangan sehingga meimbulkan larangan terbang maskapai Indonesia karena

standar keselamatannya dinilai kurang memadai. Hal serupa juga terjadi

terhadap produk mainan dan makanan yang ditolak masuk ke beberpa negara.

(Ramli, 2010)

2.2 Bencana

Peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu

kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam

dan atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan

timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda,

dan dampak psikologis. (Definisi bencana menurut UU No. 24 tahun 2007)

Menurut Badan Koordinasi Nasional Penanganan Bencana

(BAKORNAS PNP), bencana adalah peristiwa yang disebabkan oleh alam atau

akibat perbuatan manusia, yang dapat terjadi secara tiba-tiba atau perlahan-

lahan, yang menyebabkan hilangnya jiwa manusia, kerusakan harta benda dan

lingkungan, derta melampaui kemampuan dan Sumber Daya Manuusia (SDM)

untuk menanggulanginya. (Susanto, 2006).

Menurut kamus Oxford (Oxford Dictionary), bencana adalah suatu

musibah, malapetaka, kesalahan yang besar tidak diinginkan dan tidak dapat

diketahui kapan waktu terjadinya. Yang mana memberikan indikasi bagaimana

kita merasakan bencana yang akan terjadi, bencana yang tidak dapat ditebak,
bencana yang diluar kendali kita dan melebihi kekuatan kita. Semua peristiwa

bencana tersebut hanya Tuhan yang tahu. (McDonald, 2003)

2.3 Gempa Bumi

Gempa bumi adalah gelombang getaran yang bergerak melewati setiap kerak

bumi. Gempa bumi dikategorikan berdasarkan kedalaman gempa,

(selalusiaga.blogspot.com, 2009) yaitu:

1. Dangkal, dibawah kedalaman 70 km kedalaman.

2. Sedang, diantara 70-300 km kedalaman.

3. Dalam, lebih dari 300 km kedalaman

4. Efek gempa, secara tidak langsung mengakibatkan terjadinya tsunami,

gelombang pasang, tanah runtuh, banjir, dan kebakaran.

2.3.1 Mengurangi Resiko Gempa

Mitigasi, menurut Undang-Undang Penanggulangan Bencana

Nomor 24 Tahun 2007, merupakan serangkaian upaya untuk

mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun

penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman

bencana. Selain itu, juga bertujuan untuk mengurangi dan mencegah

risiko kehilangan jiwa serta perlindungan terhadap harta benda.

Disamping kerusakan fisik, yang sering membutuhkan waktu

lama pada saat pemulihan adalah kerusakan nonfisik. Korban atau

masyarakat yang selamat dari gempa menjadi kehilangan mata


pencarian, hidup di tempat pengungsian atau di tempat saudara dalam

waktu yang tidak menentu. Keluarga yang selamat juga banyak yang

menanggung beban sakit anggota keluarga yang lain. Bisa pula korban

bencana mengalami patah tulang atau terserang berbagai penyakit

pascabencana, seperti diare, tipus, atau infeksi saluran pernapasan atas.

Akibatnya, kehidupan sosial ekonomi keluarga dan masyarakat menjadi

terganggu. Beberapa hal dapat dilakukan untuk meminimalkan risiko

bencana gempa bumi. Misalnya :

1. Pertama, melakukan pemetaan daerah rawan gempa. Hal ini bisa

dilakukan lembaga riset atau perguruan tinggi. Hasil studi ini

dapat dijadikan landasan untuk kebijakan pemerintah pusat

ataupun daerah serta untuk peningkatan kesadaran masyarakat

terhadap ancaman bencana.

2. Kedua, membuat aturan yang ketat tentang pendirian bangunan,

baik perumahan, perkantoran, maupun fasilitas publik yang

tahan gempa. Aturan tersebut perlu diikuti dengan inspeksi

sebelum dan saat pendirian bangunan. Selain itu, untuk warga

yang tidak mampu bisa disediakan tenaga untuk membantu

memberikan masukan mendirikan bangunan yang tahan gempa.

Pendekatan kedua ini sering disebut mitigasi struktural karena

menekankan pada penguatan seluruh bangunan fisik.

3. Ketiga, membuat jalur-jalur evakuasi dan rambu-rambu, seperti


tanda pintu darurat untuk evakuasi ketika terjadi gempa bumi.

Jalur dan rambu ini penting karena evakuasi saat terjadi

kebakaran gedung, misalnya, sangat berbeda dengan evakuasi

saat terjadi gempa bumi. Sayangnya, hal ini sering dilupakan,

termasuk pada gedung perkantoran di kota-kota yang rawan

gempa bumi. Justri yang sering diperhatikan, jalur evakuasi saat

terjadi kebakaran.

4. Keempat, pembuatan jalur ini perlu diikuti penyuluhan dan

latihan secara periodik untuk evakuasi bagi warga yang berada

di rumah, di gedung perkantoran, di sekolah, pusat perbelanjaan,

di jalan raya, atau tempat lain. Latihan ini penting agar

mengetahui jalur penyelamatan diri dan tidak panik saat terjadi

bencana sehingga jumlah korban bisa ditekan sekecil mungkin.

5. Kelima, peningkatan kemampuan dan keterampilan

memberikan pertolongan pertama pada korban bencana.

Peningkatan kemampuan ini disertai dengan penyiapan

peralatan kesehatan dan berbagai kebutuhan dasar, seperti air

minum, makanan kering, hingga pakaian dalam.

6. Keenam, memberikan pelatihan dan meningkatkan

keterampilan terus-menerus bagi petugas yang melakukan

evakuasi dan penyelamatan korban bencana. Dengan metode

penyelamatan tidak salah karena keliru dalam penanganan


korban bencana bisa berakibat kondisi kesehatan korban

semakin parah. Pendekatan ketiga hingga keenam biasanya

disebut mitigasi nonstruktural.

7. Ketujuh, mitigasi nonstruktural juga dapat dilakukan dengan

memperkenalkan atau menerapkan asuransi bencana di daerah

yang rawan gempa. Jadi, masyarakat tidak harus menunggu

bantuan dari pemerintah atau donatur saat harus melakukan

pemulihan pascabencana, terutama dari sisi ekonomi.

Jika mitigasi dilakukan secara terpadu, terus-menerus,

dan dilakukan semua pihak, kerugian jiwa, harta benda, serta

terganggunya aktifitas sosial dan ekonomi warga bisa

dikurangi.

2.4 Kebakaran

Api adalah sesuatu yang bermanfaat bagi kehidupan manusia, tetapi api

juga bisa mengakibatkan sesuatu yang buruk terjadi pada kehidupan. Api

dalam jumlah yang tidak dapat dikontrol menyebabkan terjadinya kebakaran.

(Dinas Pemadam Kebakaran Daerah Kotamadya Dati Surabaya, 2001) .

Penyebab terjadinya kebakaran pada sebuah gedung antara lain :

a. Petir

b. Gempa Bumi

c. Hubungan arus pendek


d. Dan lain-lain.

Alat pemadam kebakaran :

1. Splinker atau Penyemprot air di langit - langit ruangan

Gambar 1. Splinker

2. Fire Extingusihed : Tabung Pemadam Kebakaran

Gambar 2. Fire Extingusihed

3. Hydrant atau alat untuk menyalurkan air ke mobil pemadam kebakaran dan

water hose di tiap lantai.


Gambar 3. Hydrant

4. Smoke Alarm atau Alarm kebakaran

Gambar 4. Smoke Alarm

5. Fire Blanket atau Selimut tahan api

Gambar 5. Fire Blanket

6. Emergency Fire Escape Ladder atau tangga darurat kecil


Gambar 6. Emergency Fire Escape Ladder

7. Peace of mind fire escape emergency fire escape evacuation atau masker

muka yang menutupi seluruh wajah dan mencegah asap mengenai mata dan terhirup,

namun dapat melihat. (Selalusiaga.com, 2009).

Gambar 7. Masker

2.5 Proses Evakuasi

Secara praktis, ada beberapa data primer yang harus didapat untuk menetapkan

proses evakuasi penghuni gedung adalah:

1. Waktu rata-rata yang dibutuhkan untuk orang berpindah dari tempat

duduknya / pada ruangan tertentu atau pekerjaan tertentu pada di lantai

tertentu menuju lokasi titik kumpul.

2. Jumlah penghuni dari setiap lantai mulai dari penghuni tetap sampai dengan

jumlah tamu, atau juga jumlah penghuni temporary jika suatu saat ada

proyek tertentu yang sedang dikerjakan pada lantai tertentu.

3. Kesesuaian dari emergency access. Seperti design pintu darurat, tangga

darurat, jalan keluar gedung, dan lainnya yang dibandingkan dengan

peruntukan dari gedung (contoh jumlah maksimal penghuni, peletakan


peralatan (ditinjau dari banyak aspek termasuk potensial bahaya dan resiko).

Untuk hal ini silahkan lihat di beberapa panduan / standar yang mengatur

ini (terutama dari NFPA).

4. Jika untuk potensi emergency karena kebakaran, setiap lantai harus dilihat

secara detail potensi-potensi yang dapat menyebabkan terjadinya

kebakaran. Hal ini untuk mengidentikasi rute/jalur emergency access yang

dapat dipergunakan sebagai bahan pertimbangan dari sipengambil

keputusan (atau komandannya situasi emergency), contohnya memutuskan

urutan dari penghuni lantai berapa yang harus memasuki ruangan tangga

darurat, atau apakah diperbolehkan menggunakan semua tangga darurat

(jika tangga darurat gedung tersebut lebih dari satu), atau apakah jalan

keluarnya kebawah atau ke atas (roof top gedung), atau keluar melalui salah

satu lantai tertentu yang telah disediakan alat bantu lain untuk keluar dari

gedung, dsbnya.

5. Mengidentifikasi faktor-faktor yang dapat menghambat jalannya proses

evakuasi, seperti kepanikan atau tidak mau mendengarkan perintah (maka

diperlukan evacuation drill), ada penghuni yang terluka atau tertinggal pada

saat evakuasi (makanya perlu tim P3K dan tim sweeping), access yang tidak

proper (terhalang, terkunci, kondisi lantai yang tidak standar (ubin pecah,

tidak rata, dan sebagainya), kedisiplinan penghuni gedung saat menuruni

tangga darurat (contoh : jika dipersyaratkan harus menyediakan ruang

(baris) kosong saat menuruni tangga darurat yang diperuntukan untuk tim
P3K , atau korban kecelakaan, dan sebagainya)

6. Kesiapan dan kesigapan dari tim pengendali dan supporting untuk

menyukseskan proses evakuasi. Contoh bentuk kesiapannya dari tim

tersebut adalah :

a. Perlunya dibentuk anggota floor warden yang bertanggung jawab

terhadap lantai tertentu.

b. Perlunya latihan untuk masing-masing tim yang telah dibentuk sesuai

tujuan dan fungsinya (salah satu contoh yang seringkali error adalah

Komunikasi, baik melalui HT, Pagging, atau alat bantu komunikasi

darurat lainnya, termasuk mengerti kode2x panggilan baik secara lisan

atau visual). Contoh alat bantu alat bantu evakuasi lainnya selain tangga

darurat adalah untuk di roof top menggunakan chopper atau

menggunakan escape shute (yang bentuknya seperti selang, dimana

orang bisa masuk satu persatu, dan bisa dipasang secara portable di lantai

tertentu), tangga dari dari pemadam kebakaran, dan lain sebagainya.

2.5.1 Faktor-Faktor yang Harus Dievakuasikan

a. Penghuni (prioritas utama)

b. Dokumen-dokumen penting perusahaan

c. Fasilitas lainnya milik perusahaan, yang relatif pentingdan

mudah mengangkutnya (Macklin, 2010).

2.5.2 Sarana Evakuasi


Ada 3 hal yang harus diperhatikan dalam menyusun sarana evakuasi

yaitu, petunjuk evakuasi, jalur aman, dan daerah aman (Macklin, 2010).

2.5.3 Petunjuk Evakuasi

Disusun dalam dokumen tersendiri, memuat tentang tata cara teknis

evakuasi yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi pada unit

bangunan bersangkutan (Macklin, 2010).

2.5.4 Jalur Aman

a. Jalur Aman I, jalur-jalur di selasar/corridor menuju pintu darurat,

yang terdapat pada setiap lantai di setiap unit bangunan.

b. Jalur Aman II, Tangga atau tangga darurat yang ada di setiap unit

bangunan.

c. Jalur Aman III, Jalur mulai dari pintu tangga atau tangga darurat

menuju ke pintu keluar dari unit bangunan sampai ke Daerah aman

I (Macklin, 2010).

2.5.5 Daerah Aman

a. Daerah Aman tempat berkumpul sementara penghuni yang

dievakuasi dari unit bangunan yang mengalami bencana serta

keadaan darurat. Lokasi Daerah Aman I adlah likasi sekitar unit

bangunan yang berda di sekeliling unit yang mengalami bencana

serta keadaan darurat, yang tidak akan dilalui oleh Ambulance,

mobil pemadam kebakaran dan kendaraan-kendaraan lainnya yang


digunakan dalam operasi penanggulangan bencana serta keadaan

darurat.

b. Daerah Aman II, adalah daerah yang tidak akan (kecil sekali

kemungkinannya) terjangkau oleh bencana serta keadaan darurat

(Macklin, 2010).

2.5.6 Resiko

Pengendalian risiko adalah suatu usaha untuk mengontrol

potensi risiko bahaya yang ada sehingga bahaya itu dapat dihilangkan

atau dikurangi sampai batas yang dapat diterima (Puspita, 2010) Dalam

Permenaker RI. No.05/MEN/1996, diteranglan bahwa perusahaan

harus merencanakan manejemen dan pengendalian kegiatan-kegiatan

produk barang dan jasa yang dapat mrnimbulkan risiko kecelakaan

kerja yang tinggi. Hal ini dapat dicapai dengan mendokumentasikan

dan menerapkan kebijaksanaan standar bagi tempat kerja, perencanaan

pabrik dan bahan, prosedur dan intruksi kerja untuk mengatur dan

mengendalikan kegiatan produk barang dan jasa. Hal yang harus

diperhatikan ketika akan melakukan tindakan terhadap suatu risiko

bahaya adalah dengan mempertimbangkan hal-hal (Puspitasari, 2010)

sebagai berikut :

1. Tindakan itu merupakan alat pengendali yang tepat

2. Tidak menimbulkan bahaya baru

3. Diikuti oleh semua pekerja tanpa adanya ketidaknyamanan dan


stress.

Pengendalian risiko dapat mengikuti Pendekatan Hirarki

Pengendalian (Hirarchy of Control). Hirarki pengedalian risiko adalah

suatu rankaian dalam pencegahan dan pengendalian risiko yang

mungkin timbul yang terdiri dari beberapa tingkatan secara berurutan

(Tarwaka, 2008). Hirarki atau metode yang dilakukan untuk

mengendalikan risiko antara lain :

1. Eliminasi (Elimination) Eliminasi dapat diartikan upaya

menghilangkan bahaya. Eliminasi merupakan langkah yang paling

ideal dan harus diutamakan dalam upaya 17 pengendalian risiko.

Hal ini berarti eliminasi dilakukan dengan upaya menghilangkan

sumber yang dapat menyebabkan bahaya.

2. Substitusi (Substitution) Substitusi diartikan menggantikan bahan

yang berbahaya dengan bahan yang lebih aman. Prinsip

pengendalian ini adalah menggantikan sumber risiko bahaya

dengan sarana atau peralatan lain yang lebih aman atau lebih

rendah tingkat risikonya.

3. Rekayasa (Engineering) Rekayasa/ Engineering adalah usaha

untuk menurunkan tingkat risiko dengan mengganti desain tempat

kerja, mesin, peralatan atau proses kerja menjadi lebih aman. Ciri

khas dalam langkah ini adalah melihatkan pemikiran yang lebih

mendalam bagaimana membuat lokasi kerja yang memodifikasi


peralatan, melakukan kombinasi kegiatan, perubahan prosedur,

dan mengurangi frekuansi dalam melakukan kegiatan berbahaya.

4. Administrasi Dalam upaya sacara administrasi difokuskan pada

penggunaan prosedur seperti SOP (standart operating procedurs)

sebagai langkah mengurangi tingkat risiko.

5. Alat Pelindung Diri (APD) Alat pelindung diri merupakan langkah

terakhir yang dilakukan yang berfungsi untuk mengurangi

keparahan akibat dari bahaya yang ditimbulkan.

2.6 Cara Evakuasi Di Gedung Bertingkat

2.6.1 Keadaan Darurat: Kebakaran.

Ditandai dengan bunyi alarm, dan pengumuman dari Gedung mengenai

keadaan darurat kebakaran. Yang dilakukan adalah:

1. Tetap Tenang. Semakin kita tenang, semakin kita bisa berpikir dan

tanggap. Mengikuti latihan tanggap darurat di tempat kerja masing-

masing atau di fasilitas publik lainnya (atau bahkan di rumah), bisa

membuat kita semakin tenang dan tahu apa yang harus dilakukan.

2. Padamkan Api Bila Terlatih. Bila melihat api, segera beritahu orang

terdekat di sekitar anda. Dan apabila anda terlatih menggunakan alat

pemadam api ringan (APAR), maka raihlah APAR terdekat dan

padamkan api tersebut. Mintalah orang lain yang terdekat dengan

anda untuk menghubungi petugas sekuriti atau petugas tanggap


darurat ketika anda memadamkan api. Bila tidak terlatih, segera

beritahu orang terdekat di sekitar anda dan menjauhlah dari sumber

api. Orang terdekat (yang terlatih), petugas sekuriti ataupun petugas

tanggap darurat akan memadamkan api tersebut.

3. Berkumpul Di Area Lobi Lift Lantai, dan tetaplah tenang.

4. Tidak Menggunakan Lift. Meskipun berkumpul di area lobi lift, anda

DILARANG menggunakan lift. Perilaku berisiko apabila masih

menggunakan lift saat kebakaran, saat gempa, atau saat gedung

belum menyatakan lift aman untuk digunakan! Di gedung yang

mengikuti standar keselamatan gedung bertingkat, lift orang tidak

dioperasikan pada saat keadaan darurat. Lift barang –karena

peruntukannya untuk barang–punya disain teknis yang lebih kuat.

Saat keadaan darurat, hanya digunakan untuk mengevakuasi mereka

yang mengalami gangguan kesehatan, ditemani oleh petugas

evakuasi gedung dan lantai. Penggunaan lift barang berada di bawah

pengawasan penuh tim tanggap darurat dari Gedung.

5. Ikuti Petunjuk Petugas Tanggap Darurat. Nah, anda beruntung

apabila saat keadaan darurat, ada petugas tanggap darurat lantai yang

membimbing anda. Umumnya, mereka memakai rompi warna

merah, hijau, atau band-aid berwarna di lengannya. Sangat mudah

untuk dikenali dan dimintai bantuan. Petugas tidak akan

mengijinkan kita untuk meninggalkan barisan di lobi lift sampai


instruksi itu diberikan. Saat itu, petugas dan komandannya

menunggu instruksi dari Gedung – apakah dilakukan evakuasi atau

tetap di tempat.

6. Evakuasi lewat tangga darurat. Pola barisan mengikuti besar ruangan

tangga darurat, ada yang berbaris 2-2, ada yang cukup satu barisan.

Ikuti saja instruksi Komandan tanggap darurat (floor warden).

Pekerja/tamu perempuan di barisan paling depan, diikuti oleh

pekerja laki-laki. Di barisan paling depan, ada petugas pemadam api

(fire warden/fire suppressor) dan petugas kesehatan (first aider). Di

barisan paling belakang, juga ada kedua petugas tersebut, plus

Komandan petugas. Selama berbaris, TETAP TENANG.

7. Berjalan tertib, tidak berlari. Ketika menuruni tangga darurat,

berjalanlah menuruni tangga darurat dengan tertib, cepat, tapi tidak

berlari. Perilaku anda yang tergesa-gesa, berteriak-teriak, dan

menyusul orang di depan anda, dapat membuat panik orang lain.

Yang dapat terjadi adalah tercipta kerumunan masal bergerak sangat

cepat, yang saling berebut menuruni tangga darurat, saling

mendorong, lalu ada yang terjatuh, lemas, dan terinjak-injak. Korban

yang tercatat adalah sebagian besar berasal dari korban dari tangga

darurat yang terinjak-injak dan lemas. Maka dari itu, TETAPLAH

DI DALAM BARISAN, DAN IKUTI PETUGAS TANGGAP

DARURAT.
8. Berjalan menuju muster point (tempat berkumpul). Ikuti saja orang

yang berjalan di depan anda. dan petugas tanggap darurat. Tetaplah

dalam barisan.

9. Laporkan diri anda pada saat penghitungan orang (head count).

Petugas akan mengabsen nama-nama orang yang turun bersamanya.

Gunanya adalah untuk memastikan tidak ada orang-orang yang

tertinggal di gedung.

10. Tetap Di Muster Point. Di muster point, petugas tanggap darurat

menunggu instruksi dari petugas Gedung apakah Gedung telah aman

atau masih berbahaya untuk dimasuki. Apabila dinyatakan telah

aman, petugas akan mempersilahkan anda untuk kembali ke gedung

(shinamon.wordpress.com/2010).

2.6.2 Keadaan Darurat: Gempa

Yang harus dilakukan :

1. Tetap Tenang. Ketika merasakan gempa atau ada orang yang

meneriakkan gempa, tetaplah tenang. Hal ini juga berlaku ketika

anda mendengar bunyi alarm dan pengumuman dari pagging address

bahwa sedang terjadi gempa.

2. Segera Berlindung di bawah benda yang kokoh, atau di samping

dinding yang tidak ada benda tergantung. duduk di lantai, dan

menundukkan kepala ke arah lutut, lalu lindungi bagian belakang

kepala dengan kedua tangan (posisi meringkuk).


3. Jauhi Benda Yang Bisa Pecah Atau Jatuh Menimpa. Bila sedang ada

di meja kerja, menjauhlah dari kaca, jendela, lemari, pajangan dan

benda lain yang dapat jatuh dan menimpa kita. Tempat berlindung

juga harus tetap diperhatikan, misalnya di bawah meja kerja, di

dinding koridor yang bebas dari kaca atau benda-benda yang mudah

jatuh menimpa.

4. Pindah & Berlindung di dinding pada area gedung yang kokoh (area

lobi lift). Apabila memungkinkan untuk pindah ke area lobi lift lantai

anda setelah goncangan selesai, pindahlah ke area lobi lift, dan jauhi

kemungkinan kejatuhan lampu atau benda-benda yang digantung

atau pajangan. Saat goncangan kembali terjadi, lakukan kembali

posisi berlindung.

5. Tidak Menggunakan Lift. Meskipun berkumpul di area lobi lift, anda

DILARANG menggunakan lift. Perilaku berisiko apabila masih

menggunakan lift saat gempa atau saat Gedung belum menyatakan

lift aman untuk digunakan.

6. Ikuti petunjuk petugas tanggap darurat. Petugas tidak akan

mengijinkan kita untuk meninggalkan area lobi lift lantai sampai

instruksi itu diberikan. Saat itu, petugas dan komandannya (termasuk

petugas sekuriti) menunggu instruksi dari Gedung yang diumumkan

lewat pagging address–apakah dilakukan evakuasi atau tetap di

tempat (shinamon.wordpress.com/2010).
2.7 Karakteristik Gedung Bertingkat

Pada dasarnya karakteristik gedung bertingkat dapat dikelompokkan sebagai

berikut : 10

1. Gedung Bertingkat Rendah (Low Rise Building)

Gedung bertingkat rendah adalah dengan ketentuan jumlah lantai antara 1-3

lantai dengan ketinggian < 10 m.

2. Gedung Bertingkat Menengah (Medium Rise Building)

Gedung bertingkat menengah adalah dengan ketentuan jumlah lantai antara 3-

6 lantai dengan ketinggian < 20 m.

3. Gedung Bertingkat Tinggi (High Rise Building)

Gedung bertingkat tinggi adalah dengan ketentuan jumlah lantai di atas 6 lantai

dengan ketinggian > 20 m.

Pada gedung telekomunikasi yang kami bahas termasuk ke dalam gedung

bertingkat rendah (Low Rise Building) karena hanya memiliki maksimal 2 lantai

dengan ketinggian <10 m. Gedung pusat telekomunikasi ini juga memiliki ciri

khas tertentu dibandingkan gedung-gedung bertingkat lainnya yaitu memiliki

panel-panel jaringan telekomunikasi yang dapat berpotensi risiko terjadinya

kebakaran. Kebakaran dapat diakibatkan oleh karena hubungan arus pendek /

korslet, kerusakan sistem jaringan, dan salah pemutusan jaringan. Terjadinya

kebakaran dapat menimbulkan keadaan darurat yang dapat mengganggu

pekerjaan di gedung tersebut.


2.7.1 Persıapan Keadaan Darurat

Pengertian Keadaan Darurat

Menurut FEMA (Federal Emergency Management Agency)

Keadaan darurat adalah kejadian yang tidak direncanakan dan tidak

diinginkan yang bisa mengakibatkan kematian atau luka serius pada

pegawai, pelanggan, atau bahkan masyarakat, mematikan/mengganggu

proses pekerjaan, menyebabkan kerusakan fisik atau lingkungan, atau

mengancam kerusakan fasilitas bangunan, atau merusak citra publik.

Keadaan darurat menurut David A. Colling adalah segala situasi

yang memerlukan respon dengan segera dikarenakan bencana yang

tidak dapat diduga, tidak diharapkan dan tidak memuaskan yang dapat

menyebabkan kerusakan yang besar dan kerusakan lainnya.

Beberapa keadaan bisa digolongkan sebagai keadaan darurat,

seperti kebakaran, kecelakaan material berbahaya, banjir, badai, gempa

bumi, kegagalan komunikasi, kecelakaan radiasi, gangguan

masyarakat/huru-hara, kehilangan pemasok/pelanggan utama, ledakan,

dan lain-lain.

2.7.2 Jenis Keadaan Darurat

Menurut NFPA (National Fire Protection Association) keadaan darurat

dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:

1. Keadaan darurat besar


Apabila keadaan darurat yang terjadi dipandang dapat

mempengaruhi jalannya operasi perusahaan atau mempengaruhi

tatanan lingkungan sekitar, dan penanggulangannya diperlukan

pengerahan tenaga yang banyak dan besar.

2. Keadaan darurat kecil

Apabila keadaan darurat yang terjadi dapat diatasi sendiri oleh

petugas setempat dan tidak membutuhkan tenaga banyak.

2.7.3 Penyebab Keadaan Darurat

Pada dasarnya keadaan darurat terjadi karena bencana alam atau

bencana yang disebabkan manusia. Menurut Erkins terdapat tiga

kategori kejadian yang menimbulkan keadaan darurat, yaitu:13

1. Operasi dalam keadaan darurat (Operational emergencies) seperti

kebakaran, peledakan, tumpahan bahan kimia, kebocoran gas, release

energi dan kecelakaan besar (major accident).

2. Gangguan public (Public disturbance): ancaman bom, sabotase,

jatuhnya pesawat, radiasi.

3. Bencana alam (Natural disaster): banjir, tsunami, angin puting, gempa

bumi, tersambar petir dll.

2.7.4 Elemen Persiapan Keadaan Darurat (Emergency Preparedness)

Identifikasi dan evaluasi jenis dan skala keadaan darurat yang mungkin

timbul di perusahaan tersebut harus terlebih dahulu dilakukan untuk


menyusun persiapan keadaan darurat.

Manajemen puncak memiliki peranan yang sangat penting dalam upaya

persiapan keadaan darurat, persiapan keadaan darurat tidak dapat

berjalan dengan baik tanpa dukungan dari manajemen puncak,

dukungan yang paling utama adalah dengan mengeluarkan kebijakan

dan komitmen terhadap program persiapan keadaan darurat tersebut.

Dengan adanya dukungan dan komitmen maka dapat dibentuk fungsi

khusus dan pengorganisasian yang menangani program persiapan

keadaan darurat.

Terdapat 13 elemen yang harus diperhatikan dalam penyusunan

persiapan keadaan darurat yaitu:

1. Administrasi (Administration).

2. Analisis respon keadaan darurat (emergency response analysis).

3. Rencana keadaan darurat (emergency plan).

4. Persiapan keadaan darurat diluar perusahaan (off-site emergency).

5. Pengawasan terhadap sumber energi (sources of energy control).

6. Sistem perlindungan dan penyelamatan (protective and rescue system).

7. Tim tanggap darurat (emergency teams).

8. Sistem pengkajian (lesson learned systems).

9. Pertolongan pertama (first aid).

10. Bantuan dari luar yang terorganisasi (organized outside help and
mutual aid).

11. Perencanaan pasca kejadian (post even planning).

12. Komunikasi kondisi darurat (emergency communication).

13. Komunikasi kepada masyarakat (communications with the community)

2.8 Graf

Menurut Indra Yatini. B. dan Erliansyah Nasution, 2005 : 379 Graf

penting sebagai model untuk berbagai jenis proses atau struktur. Kota-kota

dan jalan-jalan yang menghubungkan membentuk graf, seperti juga

komponen pada papan sirkuit yang berhubungan di antara mereka. “Graf

secara umum bisa didefinisikan sebagai kumpulan titik (nodes atau vertices)

dan garis (arcs atau edges)” (P.Insap Santosa, 2004 : 497). Karena garis selalu

diawali dari suatu titik dan diakhiri pada titik yang lain, maka garis bisa

dituliskan sebagai pasangan antara dua titik. Graf G didefinisikan sebagai

pasangan himpunan (V,E), yang dalam hal ini : V = himpunan berhingga dan

tidak kosong dari simpul-simpul (vertices atau node) = { n v ,v ,...,v 1 2 dan

E = himpunan sisi (edges atau arcs) yang menghubungkan sepasang simpul =

{ n e ,e ,...,e 1 2 } atau dapat ditulis singkat notasi G = (V, E .). Simpul pada

graf dapat dinomori dengan huruf, seperti v, w,…,dengan bilangan asli 1, 2,

3,…, atau gabungan keduanya. Sedangkan sisi yang menghubungkan simpul

i v dengan simpul j v dinyatakan dengan pasangan ( i j v ,v ) atau dengan

lambang , ,... 1 2 e e . Dengan kata lain, jika e adalah sisi yang

menghubungkan simpul i v dengan simpul j v maka e dapat ditulis sebagai :


e = ( i j v ,v ).

2.8.1 Jenis Graf

Sisi pada graf dapat mempunyai orientasi arah, berdasarkan orientasi arah

pada sisi, maka secara umum dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu :

2.8.2 Graf Tak-berarah

Graf tak berarah adalah graf yang sisinya tidak mempunyai orientasi

arah. Pada graf tak-berarah, urutan pasangan simpul yang dihubungkan oleh

sisi tidak diperhatikan.

2.8.3 Graf Berarah

Graf yang setiap sisinya diberikan orientasi arah disebut sebagai graf

berarah. Kita lebih suka menyebut sisi berarah dengan sebutan busur (arc).

Pada graf berarah, (u, v) dan (v, u) menyatakan dua buah busur yang

berbeda, dengan kata lain (u, v) ≠ (v, u). untuk busur (u, v), simpul u

dinamakan simpul asal, dan simpul v dinamakan simpul terminal.

Menurut Insap Santoso 2004 : 499 dalam bukunya yang berjudul

Struktur Data Menggunakan Turbo Pascal 6.0 Menjelaskan bahwa Graph

berarah (directed graph, atau digraph) adalah merupakan bentuk yang lebih

khusus dari graph seperti yg dijelaskan di atas, karena kedalam graph

berarah terkandung suatu aliran (flow), misalnya aliran beban, dari satu titik

ketitik lain; dalam gambar biasanya disajikan menggunakan anak panah.

Dengan demikian, pasangan titik yang menyatakan suatu garis harus


disusun secara berurutan (ordered pair). Hal ini bisa dipahami dengan

membayangkan suatu jalan yang lalulintasnya hanya bisa dalam satu arah

(one-way-traffic). Dalam pasangan berurutan ini titik pertama menunjukan

titik asal aliran (source), dan titik kedua menunjukan titik tujuan (sink).

2.9 Metode Floyd Washall

Algoritma Floyd-Warshall adalah sebuah algoritma analisis graf untuk

mencari bobot minimum dari graf berarah. Dalam satu kali eksekusi algoritma,

akan didapatkan jarak sebagai jumlah bobot dari lintasan terpendek antar setiap

pasang simpul tanpa memperhitungkan informasi mengenai simpul-simpul yang

dilaluinya. Algoritma yang juga dikenal dengan nama Roy-Floyd ini merupakan

penerapan strategi dynamic programming (Cormen dkk., 2001).

Algoritma Floyd-Warshall memiliki input graf berarah dan berbobot

(V,E), yang berupa daftar titik (node/vertex V) dan daftar sisi (edge E). Jumlah

bobot sisi-sisi pada sebuah jalur adalah bobot jalur tersebut. Sisi pada E

diperbolehkan memiliki bobot negatif, tetapi tidak diperbolehkan bagi graf ini

untuk memiliki siklus dengan bobot negatif. Algoritma ini menghitung bobot

terkecil dari semua jalur yang menghubungkan sebuah pasangan titik, dan

melakukannya sekaligus. Untuk semua pasangan titik. Algoritma ini berjalan

dengan waktu O(V3).

Dasar Algoritma Floyd Warshall adalah salah satu varian dari

pemrograman dinamis, metode untuk memecahkan masalah pencarian rute

terpendek (sama seperti Algoritma Floyd Warshall). Metode ini melakukan


pemecahan masalah dengan memandang solusi yang akan diperoleh sebagai suatu

keputusan yang saling terkait. Maksudnya solusi-solusi dibentuk dari solusi yang

berasal dari tahap sebelumnya dan ada kemungkinan solusi lebih dari satu.

Algoritma Floyd Warshall merupakan algoritma yang mengambil jarak minimal

dari suatu titik ketitik lainnya. Pada algoritma ini menerapkan suatu algoritma

dinamis yang menyebabkan akan mengambil jarak lintasan terpendek secara

benar.

Algoritma Floyd Warshall ini juga bisa diterapkan pada sebuah aplikasi

pencari rute jalan yang terdekat dari suatu daerah ke daerah lainnya dengan

metode ini hasil yang didapat bisa lebih optimal namun memerlukan resource

yang cukup besar jika dipakai untuk mencari komplek.

Algoritma Floyd Warshall ditemukan oleh Warshall untuk mencari path

terpendek merupakan algoritma yang sederhana dan mudah implementasikannya.

Algoritma Floyd Warshall adalah matriks hubung graf berarah berlabel, dan

keluarannya adalah path terpendek dari semua titik kesemua titik.

Dalam usaha mencari jalur terpendek, algoritma Warshall memulai iterasi

dari titik awalnya kemudian memperpanjang path dengan mengevaluasi titik demi

titik hingga mencapai titik tujuan dengan jumlah bobot yang seminimum

mungkin. (Siang Jong Jek, 2009)

Algoritma ini adalah sebagai berikut:

1. Asumsikan semua simpul graf berarah G adalah V = {1, 2, 3, 4, ..., n},

perhatikan subset {1, 2, 3, ..., k}.


2. Untuk setiap pasangan simpul i, j pada V, perhatikan semua lintasan dari i ke

j dimana semua simpul pertengahan diambil dari {1, 2, ..., k}, dan p adalah

lintasan berbobot minimum diantara semuanya.

3. Algoritma ini mengeksploitasi relasi antara lintasan p dan lintasan terpendek

dari i ke j, dengan semua simpul pertengahan berada pada himpunan {1, 2, ...,

k−1}.

4. Relasi tersebut bergantung pada apakah k adalah simpul pertengahan pada

lintasan p.

5. Implementasi algoritma ini dalam pseudocode: (graf direpresentasikan

sebagai matrix).

6. Keterhubungan, yang isinya ialah bobot/jarak sisi yang menghubungkan tiap

pasangan titik, dilambangkan dengan indeks baris dan kolom (Ketiadaan sisi

yang menghubungkan sebuah pasangan dilambangkan dengan tak hingga).

Algoritma Floyd atau Floyd-Warshall merupakan cabang dari ilmu matematika

yang salah satu fungsinya untuk menyelesaikan masalah lintasan terpendek

(Ardiansyah, 2012). Algoritma ini termasuk ke dalam pemrograman dinamis yang

menyelesaikan permasalahan yang ada dengan memandang solusi lebih dari satu.

Pemrograman dinamis merupakan optimalitas yaitu solusi yang diselesaikan

sampai tahap optimal (Sani et al, 2013). Algoritma Floyd menerapkan

pemrograman dinamis sehingga lebih menjamin hasil yang optimum untuk lintasan

terpendek karena algoritma ini akan melakukan pengecekan keseluruh node. Dalam

Algoritma Floyd terdapat fungsi (G=V,E).


Penjelasan :

G = merupakan graph yang berisi dari kumpulan titik yang dihubungkan ke titik

lainnya.

V = himpunan simpul yang terbatas dan tidak kosong.

E = himpunan busur yang menghubungkan sepasang simpul.

Jumlah komputasi pada algoritma ini cukup lama dan memerlukan komputasi yang

cukup besar pada resource komputer. Algoritma Floyd-Warshall membandingkan

semua kemungkinan lintasan pada graf untuk setiap sisi dari semua simpul.

Tahapan Algoritma Floyd :

1. Bentuklah sebuat matriks dari graph yang memiliki bobot.

2. Isi sesuai hubungan antara vertex satu ke vertex lainnya.

3. Bandingkan semua vertex dengan rumus ik + kj < ij, maka nilai ij diganti dengan

nilai ik + kj.

4. Setelah dibandingkan terhadap semua vertex, maka didapatkan hasil terkecil.


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Identifikasi Masalah

Terdapat 3 tahap dalam tahap identifikasi masalah. Tahapan tersebut diantaranya

studi lapangan, studi pustaka, dan penentuan tujuan. Penjelasan masing-masing

tahap sebagai berikut:

1. Studi Lapangan

Studi lapangan digunakan untuk mengetahui dan mempelajari penentuan peta

evakuasi dengan maksud untuk mendapatkan informasi awal yang lengkap

serta menentukan masalah yang diangkat dalam penelitian. Metode untuk

mendapatkan data awal dilakukan dengan pengamatan langsung,

pendokumentasian gambar dan wawancara kepada pihak penghuni Asrama

untuk mengetahui proses penentuan peta evakuasi sebelumnya.

2. Studi Pustaka

Studi pustaka bertujuan untuk mendapatkan gambaran mengenai teori dan

konsep yang berhubungan dengan permasalahan yang dihadapi serta

menunjukkan tahapan pemecahannya. Studi ini dilakukan dengan

mengeksplorasi buku, jurnal, penelitian, dan sumber lain yang terkait dengan

Algoritma Floyd-Warshall, penanganan bencana, dan desain ergonomis peta

evakuasi dan penandaannya.


3. Penentuan Tujuan

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah menggunakan Algoritma Floyd-

Warshall dalam penentuan lintasan terpendek dalam proses evakuasi saat terjadi

bencana di Asrama Putra 1 Kab. Banggai dan merancang peta evakuasi serta

penandaannya.

3.2 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian menggunakan metode Algoritma Floyd-Warshall dalam

penentuan jalur evakuasi dan penanganan bancana dilakukan di Asrama Putra 1

Kabupaten Banggai Jl. Gunung merapi N0. 109 Kelurahan Lajangiru Kecamatan

Ujung Pandang Kota Makassar.

3.3 Obyek dan Ruang Lingkup Penelitian

Objek dalam penelitian ini adalah para mahasiswa penghuni asrama. Adapun

ruang lingkup kajiannya meliputi dua aspek baik yang bersifat internal yaitu

berupa kejadian yang dirasakan langsung oleh penghuni asrama maupun layanan

eksternal yaitu berupa informasi yang diterima oleh mahasiswa dari masyarakat

sekitar.

3.4 Sumber Data

Sumber data adalah segala sesuatu yang dapat memberikan informasi mengenai

data. Berdasarkan sumbernya, data dibedakan menjadi dua, yaitu data primer dan

data sekunder.

1. Data Primer yaitu data yang dibuat oleh peneliti untuk maksud khusus

menyelesaikan permasalahan yang sedang ditanganinya. Data dikumpulkan


sendiri oleh peneliti langsung dari sumber pertama atau objek penelitian

dilakukan.

2. Data sekunder yaitu data yang telah dikumpulkan untuk maksud selain

menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi. Data ini juga ditemukan dengan

cepat. Dalam penelitian ini yang menjadi sumber data sekunder adalah

literature, artikel, jurnal serta situs di internet yang berkenaan dengan

penelitian yang dilakukan.

3.5 Teknik Pengumpulan Data

Ada berbagai metode pengumpulan data yang dapat dilakukan dalam sebuah

penelitian. Metode pengumpulan data ini dapat digunakan secara sendiri-sendiri,

namun dapat pula digunakan dengan menggabungkan dua metode atau lebih.

Beberapa metode pengumpulan data antara lain:

1. Wawancara

Wawancara adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui tatap

muka dan tanya jawab langsung antara peneliti dan narasumber. Seiring

perkembangan teknologi, metode wawancara dapat pula dilakukan melalui

media-media tertentu, misalnya telepon, email, atau skype. Wawancara terbagi

atas dua kategori, yakni wawancara terstruktur dan tidak terstruktur.

2. Observasi

Observasi adalah metode pengumpulan data yang kompleks karena

melibatkan berbagai faktor dalam pelaksanaannya. Metode pengumpulan data

observasi tidak hanya mengukur sikap dari responden, namun juga dapat

digunakan untuk merekam berbagai fenomena yang terjadi.


3. Angket (kuisioner)

Kuesioner merupakan metode pengumpulan data yang dilakukan dengan cara

memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden

untuk dijawab. Kuesioner merupakan metode pengumpulan data yang lebih

efisien bila peneliti telah mengetahui dengan pasti variabel yag akan diukur dan

tahu apa yang diharapkan dari responden. Selain itu kuesioner juga cocok

digunakan bila jumlah responden cukup besar dan tersebar di wilayah yang

luas.

4. Studi Dokumen

Studi dokumen adalah metode pengumpulan data yang tidak ditujukan

langsung kepada subjek penelitian.

4.6 Pelaksanaan

Tahap-tahap pelaksanaan pengumpulan data yang diperlukan untuk mendukung

penelitian mengenai perancangan peta evakuasi dibagi menjadi dua tahap. Tahap

pertama ialah perancangan alur evakuasi dengan menggunakan Algoritma Floyd-

Warshall untuk menentukan lintasan terpendek. Tahap kedua ialah penandaan peta

evakuasi. Tahap pertama terdiri dari enam tahap, diantaranya pembuatan block

plan Hunian Asrama Putra 1 Kab. Banggai jl. Gunung merapi no. 109 kota

makassar, penentuan letak titik berkumpul (assembly point), penentuan node,

pemilahan titik berkumpul (assembly point) untuk masing-masing ruang,

penentuan jarak masing-masing ruang ke titik berkumpul (assembly point), dan

penentuan alternatif evakuasi serta penanganan bencana yang akan terjadi.


4.7 Analisa Data

Analisis Data adalah suatu proses atau upaya untuk mengolah data menjadi

informasi baru sehingga karakteristik data menjadi lebih mudah dipahami dan

berguna untuk solusi masalah, terutama yang terkait dengan penelitian.

Dalam melakukan analisis data harus didasarkan pada prosedur dan langkah-

langkah tertentu. Berikut ini adalah beberapa langkah dalam analisis data:

1. Pengumpulan Data, tahap awal kegiatan analisis data adalah pengumpulan data

untuk dianalisis.

2. Tahap Penyuntingan, yaitu proses pengecekan kejelasan dan kelengkapan

terkait pengisian instrumen pengumpulan data.

3. Tahap pengkodean, yang merupakan proses mengidentifikasi dan

mengklasifikasikan semua pernyataan pada instrumen untuk mengumpulkan

data berdasarkan variabel yang sedang dipelajari.

4. Tahap Pengujian, yaitu proses pengujian kualitas data, baik dari segi validitas

maupun reliabilitas instrumen dari pengumpulan data.

5. Tahap Mendeskripsikan Data, yaitu proses menggambarkan data dengan

menyajikannya dalam bentuk tabel frekuensi atau diagram dengan berbagai

ukuran kecenderungan sentral dan ukuran dispersi. Tujuannya adalah untuk

memahami karakteristik data sampel dari suatu penelitian.

6. Tahap Pengujian Hipotesis, yaitu proses pengujian proposisi apakah itu dapat

diterima atau ditolak, apakah itu memiliki makna atau tidak. Berdasarkan tahap

ini nanti kesimpulan atau keputusan akan dibuat.


BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Penentuan Jalur Evakuasi

A. Pembuatan block plan Hunian Asrama Putra 1 Kabupaten Banggai di

Makassar

Block plan merupakan gambar 3D suatu bangunan yang terlihat dari atas.

Penggambaran block plan menggunakan bantuan software Autocad dan

Sketch up. Penggambaran block plan dimaksudkan untuk mengetahui letak

dan ukuran masing-masing ruang dan akses jalur yang ada di Asrama Putra

1 Kabupaten Banggai. Penggambaran block plan menggunkan skala 1:1

dengan satuan meter.


2

Gambar 8 Block plan gedung 3 lantai Asrama Putra 1


Kabupaten Banggai
B. Penentuan letak titik berkumpul (assembly point)

Penentuan titik berkumpul (assembly point) pada lahan kosong yang masih

ada di sekitar bangunan Asrama Putra 1 Kabupaten Banggai di Makassar.

Berdasarkan hal tersebut, titik berkumpul (assembly point) berada di

sebelah utara.Titik berkumpul (assembly point) tidak terdapat di sebelah

timur, Barat, dan selatan karena perbatasan dengan rumah penghuni. Titik

berkumpul (assembly point) sebelah utara 10 m x 7 m. Kapasitas orang

penghuni Asrama Putra 1 Kabupaten Banggai yang dapat ditampung di

sebelah timur dan barat, masing-masing kurang lebih 30-48 orang.

C. Penentuan node

Penentuan node dilakukan setelah pembuatan block plan Asrama Putra 1

Kabupaten Banggai. Node ditetentukan untuk mengetahui jarak lintasan

menuju area evakuasi. Node berupa lingkaran merah dengan simbol huruf

dibagian tengahnya. Terdapat 8 node pada block plan Asrama Putra 1

Kabupaten Banggai di Makassar.

Gambar 9. Hubungan antar node pada jalur evakuasi


D. Penentuan alternative titik kumpul (assembly point)

Terdapat dua alternative titik kumpul (assembly point) Asrama putra 1

Kabupaten Banggai yaitu sebelah barat dan timur. Penentuan titik kumpul

(assembly point) masing-masing ruang di Asrama Putra 1 Kabupaten

Banggai di tampilkan dalam table.

Table 1. jalur evakuasi gedung lantai 3

Area
Nama Jarak (m) Waktu (s)
no evakuasi
ruangan
barat timur F(m) T1(s) T2(s)
1 Kamar 9 - x→B→D→F→H 43 31.81 27.02
2 Kamar 10 - x→B→D→F→H 47 33.22 25.10
3 Kamar 11 x→C→E→G→I - 46 35.88 31.12
4 Kamar 12 x→C→E→G→I - 50 37.25 34.98
5 Kamar 13 - x→B→D→F→H 51 35.72 31.06
6 Kamar 14 - x→B→D→F→H 55 37.82 34.67
7 Kamar 15 x→C→E→G→I - 54 40.11 37.78
8 Kamar 16 x→C→E→G→I - 58 43.30 40.20
9 Toilet (A) x→C→E→G→I - 58 43.30 41.15

Gambar 10. Assembly Point


4.1.1 Penanganan dan pencegahan bencana

Berdasarkan SNI 03-1736-2000, Suatu bangunan gedung harus mempunyai

bagian atau elemen bangunan yang pada tingkat tertentu bisa mempertahankan

stabilitas struktur selama terjadi kebakaran, yang sesuai dengan :

1. Fungsi bangunan.

2. Beban api.

3. Intensitas kebakaran.

4. Potensi bahaya kebakaran.

5. Ketinggian bangunan.

6. Kedekatan dengan bangunan lain.

7. Sistem proteksi aktif yang terpasang dalam bangunan.

8. Ukuran kompartemen kebakaran.

9. Tindakan petugas pemadam kebakaran.

10. Elemen bangunan lainnya yang mendukung.

11. Evakuasi penghuni.

Perkembangan struktur bangunan yang semakin kompleks dan

penggunaan bangunan yang semakin beragam serta tuntutan keselamatan yang

semakin tinggi, membuat pihak pemilik atau pengembang bangunan harus

mulai memikirkan Fire Safety Management. Beberapa kejadian kebakaran pada

bangunan tinggi baik bangunan komersial maupun perkantoran mestinya

menjadi pelajaran penting dalam penyiapan Fire Safety Management.


A. Sarana Evakuasi

Komponen dari sarana evakuasi terdiri dari :

1. Tangga Kebakaran (Fire Escape)

Tangga kebakaran adalah tangga yang direncanakan khusus untuk

penyelamatan bila terjadi kebakaran. Tangga kebakaran dilindungi oleh saf

tahan api dan termasuk didalamnya lantai dan atap atau ujung atas struktur

penutup.

2. Harus dilengkapi tanda penunjuk arah keluar

Pemberian petunjuk arah keluar bertujuan untuk memberikan petunjuk

atau rambu yang cukup jelas untuk menuju jalan keluar (exit) dan alur

pencapaian menuju exit.

3. Komunikasi darurat

Untuk mengurangi kepanikan pada waktu terjadi bahaya kebakaran

maka pada dinding tangga darurat dipasangi pengeras suara (spiker) yang

berfungsi sebagai pemandu menujuk jalan keluar menuju tempat yang

aman.

4. Pencahayaan Tanda Arah

a. Setiap tanda arah yang dibutuhkan harus memperoleh pencahayaan yang

sesuai dari sumber cahaya yang handal. Tanda arah yang di terangi dari

luar atau dari dalam harus mudah dibaca pada keadaan lampu normal

dan darurat.

b. Tanda arah yang diterangi dari luar tingkat pencahayaannya harus

minimal 50 Lux dan perbandingan kontrasnya minimal 0,5%.


c. Tanda arah yang diterangi dari dalam harus dapat dibaca setara dengan

tanda arah yang diterangi dari luar

d. Setiap pencahayaan tanda arah yang dibutuhkan harus diterangi secara

terus menerus.

e. Apabila fasilitas lampu darurat dibutuhkan pada bangunan seperti untuk

hunian individu, tanda arah keluar harus diterangi oleh fasilitas lampu

darurat. Tingkat pencahayaan tanda arah jalan keluar dan lamanya

waktu operasi lampu darurat. Tingkat pencahayaannya boleh menurun

sampai 60% pada akhir jangka waktu nyalanya lampu darurat.

B. Klasifikasi bangunan lantai 3 asrama

Menurut Ketentuan Teknis Pengamanan Terhadap Bahaya Kebakaran

Pada Bangunan Gedung dan Lingkungan, Keputusan Menteri Negara Pekerjaan

Umum No. 10/KPTS/2000 (2000 : 3 ).

Lantai 3 asrama setinggi (-+) 14 sampai 16 meter sehingga sangat susah

jika terjadi kebakaran karena akses air sangat terbatas untuk itu perlu pengadaan

APAR (alat pemadam kebakaran) disetiap lantainya yang dimana masing-

masing lantainya terdapat 2 APAR sehingga total ada 6 APAR untuk asrama.

C. Ketentuan penetapan dan penggunaan APAR

1. Mudah dilihat, diakses dan diambil serta dilengkapi dengan tanda

pemasangan APAR / Tabung Pemadam.

2. Tinggi pemberian tanda pemasangan ialah 125 cm dari dasar lantai tepat di

atas satu atau kelompok APAR bersangkutan (jarak minimal APAR /

Tabung Pemadam dengan laintai minimal 15 cm).


3. Jarak penempatan APAR / Tabung Pemadam satu dengan lainnya ialah 15

meter atau ditentukan lain oleh pegawai pengawas K3 atau Ahli K3.

4. Semua Tabung Pemadam / APAR sebaiknya berwarna merah.

Tata cara penggunaan APAR (Alat Pemadam Api Ringan) / Tabung

Pemadam sebagai berikut:

1. Tarik/Lepas Pin pengunci tuas APAR / Tabung Pemadam.

2. Arahkan selang ke titik pusat api.

3. Tekan tuas untuk mengeluarkan isi APAR / Tabung Pemadam.

4. Sapukan secara merata sampai api padam.

D. Sumber-sumber kebakaran

1. Kebocoran gas LPG

2. Instalasi listrik

3. Sambungan kabel

E. Antisipasi sumber api

1. Selalu melakukan pengecekan pada instalasi listrik

2. Selalu memastikan tdk adanya kebocoran gas

3. Merapikan kabel-kabel yang berserakan

Dari serangkaian proses analisa diatas tidak lepas dari penggunaan mesin

dengan tingkat resiko bahaya tinggi, kelalaian manusia, kurangnya komunikasi, dan

terpenting selalu melakukan maintenance agar terhindari dari hazard yang dapat

menimbulkan resiko tinggi.


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan dari hasil analisa dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa jalur

evakuasi pada Asrama Putra 1 Kabupaten Banggai di Makassar sangat diperlukan

karena dapat dilihat dari perbandingan waktu simulasi pada setiap ruangan yang

berada pada lantai tersebut.

5.2 Saran

Hasil penelitian ini dapat ditindaklajuti melalui :

1. Memperluas cakupan penelitian tidak hanya pada hunian Asrama, tetapi untuk

semua jalur seperti pasar, perusahaan, sehingga rute jalur evakuasi optimal yang

akan dipilih semakin banyak dan dapat menjangkau kepentingan masyarakat

luas.

2. Mengembangkan penelitian ini menjadi sebuah acuan dalam pelaksanaan

prinsip K3.
DAFTAR PUSTAKA

Ikhsanudin., (2011). KAJIAN TERHADAP SARANA “EMERGENCY EXIT”

PADA PUSAT PERBELANJAAN DI YOGYAKARTA. Pusat

Perbelanjaan JogjaTronik Yogyakarta

Sunarno., (2010). KAJIAN TERHADAP SARANA “ EMERGENCY EXIT ”

PADA PLASA AMBARUKMO YOGYAKARTA. Fakultas Teknik

Universitas Negeri Yogyakarta

Ron Coté, P.E. Dan Gregory E. Harrington, P.E., (2009). National Fire

Protection Association. Handbook

Lia Nur Hidayah., (2011). IDENTIFIKASI BAHAYA DAN PENILAIAN RISIKO

PADA UNIT PENGERJAAN PLAT (PPL) SEBAGAI UPAYA

UNTUK MENCEGAH KECELAKAAN KERJA DI PT. INKA

(PERSERO) MADIUN. Jawa Timur

Lia Nur Hidayah., (2011). IDENTIFIKASI BAHAYA DAN PENILAIAN RISIKO

PADA UNIT PENGERJAAN PLAT (PPL) SEBAGAI UPAYA

UNTUK MENCEGAH KECELAKAAN KERJA DI PT. INKA

(PERSERO) MADIUN. Jawa Timur

Taufik Alimuddin. (2011). DESAIN JALUR EVAKUASI PENGGUNA

BANGUNAN PADA KONDISI DARURAT DI GEDUNG FTI- UMI

LANTAI IV MENGGUNAKAN ALGORITMA FLOYD WARSHALL.

Anda mungkin juga menyukai