Anda di halaman 1dari 44

PROPOSAL

ANALISIS KESIAPSIAGAAN TANGGAP DARURAT


KEBAKARAN PADA MAHASISWA UNIVERSITAS
BINAWAN
TAHUN 2021

Oleh:
FIQKRY SURYA SETIAWAN
NIM. 031811027

PRODI D.IV KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS BINAWAN
JAKARTA
2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur hanya kepada ALLAH SWT atas berkat dan
rahmatnya sehingga penyusun dapat menyelesaikan proposal dengan
judul “ Analisis Kesiapsiagaan Kebakaran Mahasiswa Universitas Binawan
’’ . Proposal ini dibuat sebagai salah satu persyaratan UJIAN TENGAH
SEMESTER dengan mata kuliah Metode Penelitian.

Penyusun menyadari bahwa proposal ini tidak mungkin dapat


terselesaikan tanpa bantuan dari pihak terkait dalam penyusunan sampai
dengan penyelesaian proposal ini. Peneliti mengucapkan terima kasih
yang ditunjukan kepada Ibu Putri Winda Lestari. Semoga ALLAH SWT
membalas kebaikannya kepada Ibu Putri Winda Lestari yang telah
memberikan motivasi dorongan, bantuan, pengarahan dan bimbingan
kepada penulis.

Penulis pun masih menyadari atas kekurangan dalam penyusunan


proposal ini. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun agar proposal ini menjadi lebih baik lagi. Dan akhir
kata, penulis berharap semoga proposal ini dapat memberikan manfaat
serta menambah wawasan bagi pembaca dan pihak lain.

Jakarta, 15 Mei 2021

Penyusun

Fiqkry Surya Setiawan

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ......................................................................................... i
DAFTAR ISI..................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1
1.1 LATAR BELAKANG ................................................................................ 1
1.2 PERUMUSAN MASALAH........................................................................ 3
1.3 TUJUAN PENELITIAN ............................................................................ 3
1.4 MANFAAT PENELITIAN.......................................................................... 4
1.5 RUANG LINGKUP .................................................................................. 4
BAB II TINJAU PUSTAKA ............................................................................... 5
2.1 DEFINISI ................................................................................................ 5
2.2 PENYEBAB KEBAKARAN ...................................................................... 6
2.3 DAMPAK KEBAKARAN .......................................................................... 6
2.4 PENGUKURAN KEBAKARAN ................................................................. 8
2.5 KERANGKA TEORI .............................................................................. 10
BAB III METODE PENELITIAN ...................................................................... 11
3.1 Kerangka Konsep .................................................................................. 11
3.2 Jenis dan Rancangan Penelitian ............................................................ 13
3.3 Objek Penelitian .................................................................................... 13
3.4 Definisi Operasional .............................................................................. 13
3.5 Sumber Data Penelitian ......................................................................... 14
3.6 Instrument Penelitian ............................................................................. 15
3.7 Pengumpulan Data ............................................................................... 18
3.8 Pengelolaan dan Analisis Data .............................................................. 18
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ........................................ 19
4.1 Gambaran Lokasi Penelitian ................................................................. 19
4.2 Hasil Sistem Tanggap Darurat Kebakaran di Universitas Binawan ........... 19
4.3 Rata-Rata Tingkat Pemenuhan Sistem Tanggap Darurat Kebakaran Di
Area Universitas Binawan ..................................................................... 19
4.4 Keterbatasan Penelitian ......................................................................... 20
4.5 Identifikasi Bahaya Kebakaran di area Universitas Binawan .................... 20
4.6 Klasifikasi Bahaya Kebakaran di Universitas Binawan ............................. 21
4.7 Manajemen Tanggap Darurat ................................................................ 21
4.8 Sarana Protektif Aktif ............................................................................. 22

ii
4.9 Sarana Penyelamat Jiwa ....................................................................... 26
BAB V PENUTUP .......................................................................................... 31
5.1 Kesimpulan ........................................................................................... 31
5.2 Saran ................................................................................................... 33
LAMPIRAN .................................................................................................... 34
DATA WAWANCARA .................................................................................... 36
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 39

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Menurut UU RI No. 24 Tahun 2007, Kesiapsiagaan Tanggap


Darurat Bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk
mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui
1
langkah yang tepat guna dan berdaya guna.
Menurut Peraturan Menteri PU No. 26 Tahun 2008 bahaya
kebakaran adalah bahaya yang diakibatkan oleh adanya ancaman
potensial dan derajat terkena pancaran api sejak dari awal terjadi
kebakaran hingga penjalaran api, asap, dan gas yang ditimbulkan.
Tingginya kasus kebakaran yang terjadi setiap tahunnya membuat
bencana kebakaran menjadi masalah yang serius bagi kehidupan
manusia. Kebakaran di Indonesia banyak terjadi mulai dari kebakaran
di pemukiman, hutan, industri, tempat usaha dan kampus.2
kampus merupakan gedung atau bangunan yang memilik risiko
terjadi kebakaran. Hal tersebut dikarenakan sifat mahasiswa beragam
yang ada ditempat tersebut memiliki kegiataan, mulai dari kegiatan
medis, penggunaan peralatan listrik, kegiatan yang menggunakan
sumber api intensif misalnya bagian dapur kantin dan hubungan arus
pendek. Selain itu adanya berbagai macam bahan kimia yang memiliki
sifat atau karakteristik mudah terbakar, mudah meledak dan bahan
kimia oksidasi yang dapat menyebabkan terjadinya kebakaran.

1
rs-hga.co.id/pelatihan-dan-simulasi-kesiapsiagaan-tanggap-darurat-bencana
2
eprints.uad.ac.id/15240/7/T1_1500029318_NASKAH%20PUBLIKASI.pdf

1
Dalam satu peristiwa, api melalap suatu tempat yang
merupakan gudang di Kampus Binawan, Jl Dewi Sartika, Jaktim.
Kebakaran ini menarik perhatian warga sekitar dan siswi perawat di
sekitar lokasi. Asap tampak mengepul pekat dari gudang yang
terbakar.
Pantauan detikcom, Jumat (11/4/2014) di lokasi, banyak yang
menyaksikan kebakaran itu. Akibatnya lalu lintas di sekitar lokasi
macet. Mobil pemadam pun sempat kesulitan untuk masuk ke lokasi.
Namun akhirnya bisa tembus dan pompa air bisa disemprotkan.
Di lokasi ada 21 mobil pemadam yang bergerak melakukan
pemadaman. Api juga menghanguskan sebuah gudang milik kampus
Binawan di Kramat Jati, Cawang.
Meski kebakaran hanya membakar tumpukan kasur, namun
kepulan asapnya membuat seluruh mahasiswa sekolah keperawatan
itu berlarian keluar gedung kampus. Dugaan sementara, kebakaran
berasal dari puntung rokok.
Rokok yang masih menyala dibuang sembarangan dari kios
fotokopi yang berada 1 bangunan dengan gudang. Tidak ada korban
jiwa,tetapi aktivitas perkuliahan di kampus Binawan sempat terganggu.
Kebakaran merupakan api yang tidak terkendali yang dapat
terjadi karena bereaksinya 3 unsur, yaitu bahan mudah terbakar,
sumber panas, dan oksigen. Suatu kejadian yang tidak terkendali
diluar kemampuan dan keinginan manusia. Kebakaran merupakan
suatu peristiwa atau kejadian yang sangat merugikan semua pihak,
baik pihak pengelola dan perusahaan, hal ini menimbulkan berbagai
macam kerugian yang bersifat ekonomi maupun non ekonomi seperti
sakit, cidera bahkan meninggal dunia. Jika kebakaran sudah terjadi,
maka perusahaan harus melakukan penanggulangan yang tepat dan
sesuai dengan standar atau prosedur yang berlaku agar pekerja
selamat, meminimalkan kerusakan, dan ancaman bahaya bagi orang
sekitarnya dapat terhindar. Bahaya tersebut dapat dicegah apabila
perusahaan memiliki kemauan dan kemampuan untuk mencegahnya.

2
Oleh karena itu, potensi bahaya kebakaran harus ditemukan
dan diteliti, agar selanjutnya risiko yang dihasilkan tidak berdampak
besar atau bahkan dapat dicegah, berbagai langkah dan upaya
penanggulangan bahaya kebakaran merupakan hal penting yang perlu
diterapkan dan dilaksanakan guna mencegah terjadinya bahaya
kebakaran. Upaya yang dilakukan untuk mencegah terjadinya bahaya
kebakaran dapat dilakukan melalui pengertian dan pemahaman yang
baik tentang sebab-sebab terjadinya kebakaran, proses terjadinya
kebakaran dan akibat yang dapat ditimbulkan sebagai prinsip dasar
dalam melakukan penanggulangan kebakaran.
Dibutuhkan suatu sistem tanggap darurat guna sebagai
penanggulangan bahaya kebakaran. Upaya pencegahan bahaya
kebakaran haruslah menjadi program dalam kebijaksanaan
manajemen perusahaaan dan juga harus didukung oleh segenap
pekerja.

1.2 PERUMUSAN MASALAH


Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dibuat suatu rumusan
masalah yaitu:

1.2.1 Bagaimana kesiapsiagaan tanggap darurat kebakaran di


Universitas Binawan.

1.3 TUJUAN PENELITIAN


Tujuan dilaksanakannya penelitian ini adalah :

1.3.1 Untuk mengetahui kesiapsiagaan tanggap darurat


kebakaran diUniversitas Binawan.

3
1.4 MANFAAT PENELITIAN
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan diharapkan
dapatmemberikan manfaat bagi :

1. Dapat mengetahui secara nyata ilmu yang didapat dari


bangkukuliah di Universitas Binawan.
2. Dapat menambah wawasan tentang sistem tanggap
daruratkebakaran di Universitas Binawan.
3. Dapat mengetahui permasalahan Keselamatan dan Kesehatan
Kerja beserta sistemnya di Universitas Binawan.

1.5 RUANG LINGKUP

1.5.1 Materi Yang Diteliti

Lingkup materi pada penelitian ini adalah rencana


kesiapsiagaan tanggap darurat kebakaran di Universitas Binawan.
Rencana kesiapsiagaan tanggap darurat kebakaran di Universitas
Binawan sudah sesuai untuk aturan yang telah berlaku. Dan apakah
Universitas Binawan sudah memenuhi sistem tanggap darurat
kebakaran yang baik.

1.5.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada tanggal 20 Maret 2021.

1.5.3 Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Universitas Binawan.

1.5.4 Subyek atau Obyek Penelitian

Penelitian ini ditujukan untuk para mahasiswa di Universitas


Binawan.

4
BAB II

TINJAU PUSTAKA

2.1 DEFINISI

2.1.1 Keadaan Darurat


Keadaan darurat merupakan suatu kejadian mendadak
yang menyebabkan banyak kematian atau cedera yang parah
kepada pekerja dan masyarakat sekitar atau yang dapat
mengganggu dan menghentikan proses industri, perdagangan,
dan menyebabkan kerusakan lingkungan, serta merugikan
secara finansial dan citra masyarakat secara umum.

Setiap perusahaan memiliki potensi bencana yang


berasal dari alam maupun non alam. Oleh sebab itu dibutuhkan
persiapan dalam menghadapi bencana/ keadaan darurat untuk
meminimalkan kerugian yang dapat terjadi akibat keadaan
darurat tersebut, sehingga dibutuhkan kesiapsiagaan tanggap
darurat.

2.1.2 Definisi Kebakaran

Kebakaran ialah nyala api baik kecil maupun besar pada


tempat, situasi dan waktu yang tidak dikehendaki yang bersifat
merugikan dan pada umumnya sulit untuk dikendalikan.

Kebakaran merupakan salah satu keadaan darurat yang


paling umum terjadi (OSHA, 1984). Bahaya kebakaran adalah
bahaya yang diakibatkan oleh adanya ancaman potensial
terkena pancaran api sejak dari awal terjadi kebakaran hingga
penjalaran api, asap, dan gas yang ditimbulkan (Permen PU No.
26/2008). Kebakaran juga merupakan peristiwa yang sangat
merugikan semua pihak, hal ini menimbulkan menimbulkan
berbagai macam kerugian yang bersifat ekonomi maupun non
ekonomi seperti sakit,cedera, dan bahkan meninggal dunia.

5
2.1.3 Definisi Kesiapsiagaan

Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang


dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui
pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan
berdaya guna (Undang- Undang No. 24 Tahun 2007, 2007).

Menurut Carter (1991) dalam LIPI-UNESCO/ISDR (2006),


kesiapsiagaan adalah tindakan-tindakan yang memungkinkan
pemerintah, organisasi, keluarga, dan individu untuk mampu
menanggapi suatu situasi bencana secara cepat dan tepat guna
untuk mengurangi kerugian maupun korban jiwa.

2.2 PENYEBAB KEBAKARAN


Faktor Penyebab Kebakaran yaitu diantaranya :

2.2.1 Faktor Manusia

Kelalaian, kecerobohan, kurang hati-hati dan kurang waspada


terhadap aturan pemakai/konsumen energi listrik merupakan
faktorutama yang menyebabkan terjadinya kebakaran listrik.

2.2.2 Faktor Teknis

Kebakaran dapat terjadi karena faktor teknis. Faktor teknis


meliputi proses kimia, tenaga listrik, dan fisik/

2.2.3 Faktor Alam

Kebakaran dapat terjadi secara alami antara lain disebabkan


oleh petir, letusan gunung berapi, batu bara yang terbakar,
curah hujan juga merupakan faktor alam yang dapat
mempengaruhi peristiwa kebakaran

2.3 DAMPAK KEBAKARAN


Dampak kebakaran yang sangat dirasakan manusia berupa
kerugian ekonomis yaitu hilangnya manfaat dari potensi hutan
6
seperti tegakan pohon hutan yang biasa digunakan manusia untuk
memenuhi kebutuhannya akan bahan bangunan, bahan makanan,
dan obat- obatan, serta satwa untuk memenuhi kebutuhan akan
protein hewani dan rekreasi. Kerugian lainnya berupa kerugian
ekologis yaitu berkurangnya luas wilayah hutan, tidak tersedianya
udara bersih yang dihasilkan vegetasi hutan serta hilangnya fungsi
hutan sebagai pengatur tata air dan pencegah terjadinya erosi.

Dampak global dari kebakaran hutan dan lahan yang langsung


dirasakan adalah pencemaran udara dari asap yang ditimbulkan
mengakibatkan gangguan pernapasan dan mengganggu aktifitas

7
seharihari. Peristiwa kebakaran hutan yang terjadi di Indonesia
pada tahun 1997 – 1998 dan 2002 – 2005 menghasilkan asap
yang juga dirasakan oleh masyarakat Malaysia, Singapura, dan
Brunei Darussalam serta mengancam terganggunya hubungan
transportasi udara antar negara.

2.4 PENGUKURAN KEBAKARAN


Berikut ini adalah aneka fire detector yang bisa kamu beli untuk
mendeteksi kebakaran di gedung yang kamu miliki.

2.4.1 Pendeteksi Asap atau Smoke Detector

Dari namanya kita sudah langsung tahu bahwa alat pendeteksi


kebakaran ini fungsinya mendeteksi adanya asap di dalam
ruangan. Asap tentunya akan muncul apabila ada api yang
menyala di dalam gedung. Begitu alat ini mendeteksi kemunculan
asap, maka alarm pun akan berbunyi dan memberitahu penghuni
gedung.

Berdasarkan sistem kerjanya, alat pendeteksi asap ini juga


terbagi menjadi beberapa jenis. Ada alat pendeteksi asap yang
memiliki dua kabel, empat kabel, dan alat pendeteksi asap yang
multi fungsi. Alat pendeteksi asap paling canggih tentunya yang
memiliki sistem stand alone alias tidak memerlukan koneksi ke
kontrol panel karena merupakan sistem mandiri.

2.4.2 Pendeteksi Panas atau Heat Detector

Selain ada asap, saat terjadi kebakaran pasti ada yang


namanya perubahan suhu. Suhu panas diasumsikan terjadi akibat
adanya nyalaapi. Oleh karena itu diciptakan alat pendeteksi panas
untuk mengetahui deteksi dini terhadap bahaya kebakaran.

Alat detektor kebakaran dengan sistem fixed heat biasanya


akan berfungsi jika suhu udara sudah mencapai 50 hingga 60
derajat celcius. Alarm penanda kebakaran akan berbunyi dan
memberitahu pemilik gedung lokasi pasti sumber panas.
8
2.4.3 Pendeteksi Kobaran Api atau Flame Detector

Sesuai dengan namanya, pendeteksi kobaran api ini akan


langsung bereaksi apabila ada api yang tersulut. Biasanya alat
pendeteksi kobaran api ini menggunakan metode optik untuk
mengetahui ada tidaknya api. Salah satu sistem pendeteksi yang
sangat umum digunakan oleh alat ini adalah deteksi menggunakan
sinar ultra violet.

9
Api memiliki unsur sinar ultra violet sehingga tentunya dapat
dideteksi oleh flame detector. Kemudian alat ini akan
membunyikan alarm kebakaran untuk memberitahu penghuni
gedung bahwa sedangterjadi kebakaran.

2.4.4 Pendeteksi Kebocoran Gas atau Gas Detector

Apabila gedung tempat kamu tinggal atau berkantor sudah


dilengkapi dengan saluran gas yang terkoneksi langsung antara
satu dan yang lain, maka wajib hukumnya untuk memiliki alat
deteksi kebocoran gas. Alat deteksi ini juga berfungsi untuk
mendeteksi adanya kebakaran atau tidak, lho.

Logikanya saat terjadi kebakaran biasanya akan terjadi


kebocoran gas juga, terlebih ledakan gas bisa mengakibatkan
kejadian kebakaran yang hebat. Gas yang bisa dideteksi oleh alat
ini antara lain LPG ( Liquefied Petroleum Gas) dan juga LNG
(Liquefied Natural Gas). Tempat yang paling pas untuk alat
detektor kebocoran gas ini biasanya di dapur.

2.5 KERANGKA TEORI

Kesiapsiagaan

Kebakaran

Dampak Penanggulangan

Mengedukasi mahasiswa Tanggap darurat


untuk selalu siapsiaaga
Sistem proteksi
dalam bencana

Gambar 1. Kerangka Teori


10
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Kerangka Konsep

Berdasarkan teori dan latar belakang yang telah diuraikan,


peneliti ingin mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi
kesiapsiagaan tanggap darurat di gudang PT.VSL Indonesia dalam
menghadapi keadaan darurat kebakaran. Dari banyaknya variabel
faktor pada kerangka teori, yang dijadikan variabel faktor yang diteliti
merupakan yang paling relevan menurut peneliti. Karena dapat
memberikan pengaruh dan relevan dengan karakteristik dari subjek
penelitian.

INPUT

Kesiapsiagaan di Universitas Binawan.

Kesiapsiagaan Kepada Mahasiswa kebakaran di Universitas Binawan.

PROSES

OUTPUT

Diketahui dari analisis Kesiapsiagaan Mahasiswa di Universitas Binawan.


Berdasarkan metode wawancar

11
Gambar 2. Kerangka Konsep

12
3.2 Jenis dan Rancangan Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah Kualitatif dengan
Berdasarkan Modul Rancangan Penelitian (2019) yang diterbitkan
Ristekdikti, penelitian kualitatif bisa dipahami sebagai prosedur riset
yang memanfaatkan data deskriptif, berupa kata-kata tertulis atau lisan
dari orang-orang dan pelaku yang dapat diamati.

3.3 Objek Penelitian

Objek penelitian ini meliputi mahasiswa yang terkait dengan


Universitas Binawan untuk mengetahui kesiapsiagaan bencana
kebakarandi Universitas Binawan.

3.4 Definisi Operasional


Definisi operasional adalah mendefinisikan variabel secara
operasional berdasarkan karakteristik yang diamati, sehingga
memungkinkan peneliti untuk melakukan analisa dan pengukuran
secara cermat terhadap suatu objek atau fenomena. Definisi
operasional ditentukan berdasarkan parameter yang dijadikan ukuran
dalam penelitian. Sedangkan cara pengukuran merupakan dimana
variabel dapat diukur dan ditentukan karakteristiknya (Hidayat, 2007).

No. Variable Definisi Alat ukur Cara Hasil Ukur Skala


Uku
r
1 Kesiapsiagaan Dilakukan Kuesioner Observasi 20 – 25 Nominal
Mahasiswa responden Tahun
dalam
keadaan
hidup

13
2 Upaya Informasi Kuesioner Observasi Menggunakan Metode Nominal
tanggap yang di wawancara 1 mahasiswa
darurat miliki tentang kesiapsiagaan
Mahasisw seseorang tanggapdarurat kebakaran
a untuk
bidang
tertentu.

3.5 Sumber Data Penelitian

3.5.1 Data Primer


Yaitu data yang diperoleh berdasarkan atau dikumpulkan
langsung melalui kuisioner oleh mahasiswa K3 di Universitas
Binawan tentang kesiapsiagaan bencana kebakaran.

3.5.2 Data Sekunder

Yaitu data yang dikumpulkan oleh pihak lain, bukan dari


periset sendiri atau tujuan lain. Artinya, periset adalah tangan
kedua yang sekedar mencatat, mengakses atau meminta data
tersebut yang kadang sudah berwujud informasi dari pihak lain
yang mengumpulkannya di Universitas Binawan.

14
3.6 Instrument Penelitian

Instrument penelitian ini adalah perangkat yang digunakan untuk


mengungkap data sehingga data dapat di analisis dan akhirnya dapat
mencapai tujuan yang diinginkan. Instrumen penelitian yang
digunakan adalah sebagai berikut :

15
(1) Peneliti sendiri, artinya dalam penelitian kualitatif, peneliti sebagai
instrument pengumpul data utama, karena hanya peneliti yang ada
dapat berhubungan dengan responden dan mengamati secara
langsung peristiwa – peristiwa yang berkaitan dengan obyek yang
diteliti. Menurut Moleong (2014: 169-172) cirri – cirri umum
manusia (peneliti) sebagai instrument yaitu:

(a) Responsif terhadap lingkungan dan terhdapa pribadi – pribadi


yangmenciptakan lingkungan

(b) Dapat menyesuaikan diri, manusia sebagai instrument hampir


tidakterbatas dapat menyesuaikan diri pada keadaan dan situasi
pengumpulan data

(c) Menekankan keutuhan, manusia sebagai instrument


memanfaatkan imajinasi dan kreativitasnya dan memandang
dunia sebagai suatu keutuhan, jadi mereka memandang dirinya
sendiri dan kehidupannya sebagai sesuatu yang riil, benar, dan
mempunyai arti

(d) Mendasarkan diri atas perluasan pengetahuan, manusia


sebagai instrument terdapat kemampuan untuk memperluas dan
meningkatkan penngetahuan berdasarkan pengetahuan –
pengetahuan praktisnya

(e) Memanfaatkan kesempatan untuk megklarifikasikan dan


mengikhtisarkan, manusia sebagai instrument memiliki
kemampuan menjelaskan sesuatu yang kurang dipahami oleh
subjek atau responden dalam wawancara

(f) Memanfaatkan kesempatan untuk encari respon yang tidak


lazim dan idisonkratik, manusi sebagai instrument memiliki
kemampuan untuk menggali informasi lebih dalam, yang tidak
direncnakan semula, yang tidak diduga terlebih dahulu, atau

16
yang tidak lazim terjadi

(2) Pedoman wawancara atau Interview Guide. Dalam melakukan


wawancara, peneliti menggunakan pedoman wawancara yang
berisikan serangkaian pokok – pokok pertanyaan yang hendak
diajukan kepada responden dalam penelitian. Hal ini bertujuan
untuk mengarahkan penulis dalam rangka mencari data

(3) Perangkat penunjang lapangan. Merupakan alat yang diperlukan


penulis untuk mengumpulkan data, seperti tape recorder atau
kamera

17
untuk merekaam suara dan foto – foto aktivitas yang dilakukan
responden. Hal ini bertujuan untuk memudahkan penulis ketika
pelaksanaan wawancara ada bagian yang tidak dapat ditangkap
langsung oleh penulis

(4) Dokumen dan arsip – arsip, artinya instrument ini berupa data dari
salinan arsip atau catatan resmi yang digunakan penulis untuk
menambah hasil penelitian yang berkaitan dengan fokus penelitian

3.7 Pengumpulan Data


Pengambilan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
wawancara dan dokumentasi.

3.7.1 Wawancara

Wawancara dilakukan untuk mengetahui pengetahuan


mahasiswaterhadap kesiapsiagaan tanggap darurat bencana
kebakaran dan kuisioner yang diisi oleh responden.

3.7.2 Dokumentasi

Dalam penelitian ini peneliti melakukan dokumentasi pada saat


penelitian dengan bantuan foto. Dokumen lainnya berdasarkan
dokumenyang berupa berkas, jurnal yang relevan dalam penelitian ini

3.8 Pengelolaan dan Analisis Data

3.8.1 Triangulasi

Triangulasi dapat dilakukan dengan menggunakan teknik yang


berbeda (Nasution, 2003:115) yaitu wawancara, observasi dan
dokumen. Triangulasi ini selain digunakan untuk mengecek kebenaran
data juga dilakukan untuk memperkaya data. Menurut Nasution, selain
itu triangulasijuga dapat berguna untuk menyelidiki validitas tafsiran
peneliti terhadap data, karena itu triangulasi bersifat reflektif.

18
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Lokasi Penelitian

Universitas Binawan merupakan salah satu gedung berstandar


internasional yang memproduksi lulusan-lulusan mahasiswa terbaik
di Indonesia dan termasuk tempat dengan resiko dan bahaya yang
cukup tinggi karena dalam gedung tersebut masih banyak
pembaharuan dan perbaikan sarana dan prasarana sehingga
banyak sekali resiko yang dapat menyebabkan cidera hingga
kematian jika tidak di perhatikan dengan baik.

4.2 Hasil Sistem Tanggap Darurat Kebakaran di Universitas Binawan


Pemaparan hasil sistem tanggap darurat dijelaskan berdasar kan
area. Namun manajemen tanggap darurat dibahas secara terpisah,
hal tersebut dikarenakan area Universitas Binawan hanya memiliki
1 manajemen tanggap darurat untuk seluruh area.

4.3 Rata-Rata Tingkat Pemenuhan Sistem Tanggap Darurat


Kebakaran Di Area Universitas Binawan
Rata-rata tingkat pemenuhan sistem tanggap darurat di area
Universitas Binawan Tahun 2021 adalah 81.76 % yaitu baik (B)
dimana semua komponen sistem proteksi kebakaran berfungsi
sempurna, sehingga gedung dapat digunakan secara optimum,
dimana para pemakai gedung dapat melakukan kegiatannya
dengan mendapat perlindungan dari kebakaran yang baik.

19
4.4 Keterbatasan Penelitian

1. Tidak melakukan pemeriksaan terhadap kelengkapan tapak.


2. Tidak melakukan tes fungsi APAR, hidran, alarm dan sprinkler
karena kebijakan dari perusahaan.
3. Tidak semua hasil pemeriksaan sarana proteksi aktif diteliti,
sebagian menggunakan data sekunder dikarenakan kebijakan dari
perusahaan

4.5 Identifikasi Bahaya Kebakaran di area Universitas Binawan


Pada penelitian ini, area-area yang diteliti merupakan area yang
berbentuk bangunan. Area- area yang menjadi objek penelitian
adalah Ruang Kelas, Ruang Dosen, Perpustakaan, Toilet, Kantin
dan gudang. Di area-area tersebut terdapat bahan-bahan yang
mudah terbakar yang digunakan dalam proses pekerjaan.
Secara umum terdapat 4 jenis sumber bahaya yang dapat
menyebabkan kejadian kebakaran. Setiap area memiliki potensi
yang berbeda- beda, namun masih dalam jenis kelas yang sama.
Bahan-bahan berbahaya yang ada di area Ruang Kelas, Ruang
Dosen, Perpustakaan, Kantin dan gudang yaitu komputer, kayu
kertas, listrik dan kabel yang berada di ruangan.
Sedangkan untuk toilet dan kantin bahan-bahan berbahaya yang
dapat menyebabkan kejadian kebakaran adalah kayu, listrik dan
kabel.
Dilihat dari uraian diatas terdapat 4 jenis kelas kebakaran yang
dapat terjadi di Universitas Binawan diantaranya: kebakaran kelas
A (kebakaran pada bahan padat kecuali logam), kelas B
(kebakaran pada zat cair atau gas yang mudah terbakar), kelas C
(kebakaran pada listrik yang bertegangan/kebakaran yang
diakibatkan dari kebocoran listrik) dan kelas D (kebakaran pada
logam). Dan pengklasifikasian kelas kebakaran tersebut mengacu
pada standar NFPA mengenai pengelompokan jenis kelas
kebakaran berdasarkan jenis bahan yang terbakar.
20
4.6 Klasifikasi Bahaya Kebakaran di Universitas Binawan
Berdasarkan klasifikasi bangunan berdasarkan KEPMEN PU No.10
Tahun 2000, office termasuk jenis bangunan kelas 5, yaitu
bangunan kantor yang merupakan bangunan gedung yang
dipergunakan untuk tujuan-tujuan usaha profesional, pengurusan
administrasi, atau usaha komersial. Dan yang gudang termasuk
jenis bangunan kelas 7 yaitu bangunan penyimpanan/gudang yang
merupakan bangunan gedung yang dipergunakan penyimpanan,
termasuk: tempat parkir umum atau gudang atau tempat pamer
barang-barang produksi untuk dijual atau cuci gudang.
Berdasarkan tingkat bahaya kebakaran di bangunan Universitas
Binawan termasuk pada bangunan yang memiliki tingkat bahaya
kebakaran sedang I. hal ini dikarenakan PT PJB UP Muara Karang
termasuk meteran listrik dan komponen alat-alat listrik. Tingkat
bahaya sedang ini merupakan karakteristik kebakaran dimana api
permukaan bisa menyebar pesat atau dengan intensitas sedang.

4.7 Manajemen Tanggap Darurat

Berdasarkan KEPMEN PU No.11/KPTS/2000, bangunan yang


memiliki luas bagunan minimal 5000 m2 atau dengan baban hunian
500 orang, atau dengan luas area/site minimal 5000 m2 atau
terdapat bahan berbahaya yang mudah terbakar diwajibkan
menerapkan Manajemen Penanggulangan Kebakaran (MPK).
Besar kecilnya organisasi MPK ditentukan oleh risiko bangunan
terhadap bahaya kebakaran. Adapun yang termasuk manajemen
tanggap darurat diantaranya: organisasi tanggap darurat, prosedur
tanggap darurat dan pelatihan tanggap darurat kebakaran.

21
4.8 Sarana Protektif Aktif
Menurut KEPMEN PU No.10/KPTS/2000, sarana proteksi
kebakaran aktif adalah sistem perlindungan terhadap kebakaran
yang dilaksanakan dengan mempergunakan peralatan yang dapat
bekerja secara otomatis maupun manual, digunakan oleh penghuni
atau petugas pemadam kebakaran dalam melaksanakan operasi
pemadaman. Adapun yang termasuk kedalam sistem proteksi
kebakaran aktif, adalah: APAR, detektor kebakaran, alarm,
sprinkler, hidran.

4.8.1 APAR dan APAB


APAR merupakan alat pemadam api yang dapat dijinjing
dengan berat yang tidak melebihi 10 kg adapun media
pemadam yang digunakan adalah air, serbuk kimia, busa dan
gas. APAR bersifat praktis dan mudah cara penggunaannya,
tapi hanya efektif untuk memadamkan kebakaran kecil atau
awal kebakaran sesuai dengan klasifikasi kebakarannya
(Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No:
PER.04/MEN/1980). Sedangkan menurut NFPA 10, APAR
adalah suatu peralatan ringan yang berisi tepung, cairan atau
gas yang dapat disemprotkan bertekanan untuk tujuan
pemadaman kebakaran.
Berdasarkan pemeriksaan dengan menggunakan daftar
checklist mengenai APAR dalam NFPA 10, tingkat
pemenuhan APAR di area Universitas Binawan mencapai
98.33 %. Area Universitas Binawan memiliki potensi
kebakaran tipe A, B, C dan D. Namun APAR yang tersedia
hanya mampu memadamkan kelas kebakaran tipe A, B dan
C.
Berdasarkan perhitungan jumlah kebutuhan APAR, area
Universitas Binawan hanya membutuhkan 7 buah APAR dan
4 buah APAB. Di area Universitas Binawan seluruh APAR
yang ada tidak diletakan di dalam cabinet, namun semua
APAR tersebut diletakan di rak. Melihat kondisi tersebut, maka

22
peneliti menghilangkan daftar checklist mengenai APAR yang
memiliki cabinet (lemari) tidak boleh dikunci dan APAR yang
diletakan di cabinet harus diletakan sedemikian rupa sehingga
instruksi operasi pemadaman dapat terlihat dari depan.
Sedangkan untuk komponen lainnya, APAR dan APAB yang
ada di area ini sudah sesuai dengan NFPA 10.
Saran yang dapat diberikan terhadap Universitas Binawan
adalah menyediakan APAR khusus untuk memadamkan kelas
kebakaran D dan agar tetap melakukan pemeriksaan secara
rutin yang sesuai dengan standar. Sehingga APAR selalu
dalam keadaan berfungsi dengan baik dan siap untuk
digunakan. Jadi ketika terjadi kebakaran, karyawan dapat
menggunakannya untuk penanggulangan dengan segera.

4.8.2 Alarm
Universitas Binawan sudah memiliki alarm yang terintegrasi
dengan detektor. Alarm yang terdapat di area-area ini adalah
alarm kebakaran yang berupa audible dan visible alarm.
Sedangkan berdasarkan cara pengaktifannya, alarm yang
terdapat di Universitas Binawan yaitu alarm manual dan panel
indikator kebakaran. Untuk di area Universitas Binawan alarm
yang digunakan adalah alaram manual tipe full down.
Area Universitas Binawan memiliki tingkat pemenuhan alarm
sebesar 85.71 %. Di area ini semua mesin terhubung dengan
panel indikator kebakaran control room 4, 5. Dimana panel
tersebut terhubung dengan detektor-detektor yang ada di
setiap mesin-mesin produksi. Jadi ketika terjadi kebakaran
karyawan mengetahui area/ mesin mana yang mengalami
kebakaran sehingga dapat ditanggulangi secara cepat oleh
tim pemadam kebakaran. Namun masih terdapat alarm
manual dengan tipe full down yang terletak di samping pintu
keluar area ini.
Alarm manual ini memiliki tinggi 1,47 m dari lantai dan
berjarak maksimal 20 m dari semua bagian area Universitas
23
Binawan.
Komponen yang tidak sesuai dengan NFPA 72 adalah alarm
yang ada di area Universitas Binawan tidak terhubung dengan
sprinkler. Saran yang dapat diberikan adalah menyediakan
sprinkler karena terdapat kemungkinan terjadi kebakaran yang
tidak terdeteksi oleh sarana proteksi aktif dan hanya terlihat
oleh karyawan saja.

4.8.3 Sprinkler
Sprinkler adalah alat pemancar air untuk pemadaman
kebakaran yang mempunyai tudung berbentuk deflektor pada
ujung mulut pancarnya, sehingga air dapat memancar ke
semua arah secara merata (KEPMEN PU No.10/KPTS/2000).
Sedangkan menurut NFPA 13, sistem sprinkler untuk tujuan
perlindungan kebakaran, merupakan suatu sistem terpadu
dari pipa bawah tanah dan dia atas tanah yang dirancang
sesuai dengan standar teknik proteksi kebakaran.
Tidak terdapat sistem sprinkler yang terpasang di area
Universitas Binawan. Menurut pihak K3, hal tersebut
dikarenakan alat proteksi lainnya dirasakan cukup untuk
mencegah dan menanggulangi kejadian kebakaran. Apabila
terjadi kebakaran untuk area Universitas Binawan sehingga
dapat menggunakan APAR ataupun hidran untuk
menanggulanginya. Saran yang dapat diberikan adalah agar
menyediakan sprinkler karena terdapat kemungkinan terjadi
kebakaran yang tidak terdeteksi oleh sarana proteksi aktif dan
hanya terlihat oleh karyawan saja.

4.8.4 Detektor
Menurut NFPA, detektor kebakaran otomatis adalah sebuah
alat yang didesain untuk mendeteksi adanya kebakaran dan
melakukan tindakan. Sedangkan menurut Permenaker
PER.02/MEN/1983 peralatan pendeteksian secara otomatis
disebut juga dengan Fire Detector yang secara otomatis akan
24
mendeteksi kebakaran, kemudian mengaktifkan alarmnya.
Tidak terdapat detektor di area Universitas Binawan. Area
Universitas Binawan tentunya memiliki banyak bahan
berbahaya yang dapat menimbulkan risiko kebakaran.
Mengenai identifikasi potensi bahaya kebakaran, area
Universitas Binawan memiliki potensi kebakaran komputer,
kertas, kayu dan listrik, besi dan baja dari mesin produksi
yang ada di area ini. Selain dengan besarnya potensi
kebakaran yang ada, di area ini karyawan yang bekerja setiap
shift sangatlah terbatas. Saran yang dapat diberikan adalah
menyediakan sistem detektor yang sesuai dengan kondisi
area desalination plant untuk meminimalisir potensi terjadinya
kejadian kebakaran.

4.8.5 Hidran
Berdasarkan KEPMEN PU No.10/KPTS/2000, yang dimaksud
dengan hidran adalah alat yang dilengkapi dengan slang dan
mulut pancar (nozzle) untuk mengalirkan air bertekanan, yang
digunakan bagi keperluan pemadaman kebakaran.
Sedangkan menurut NFPA 14, sistem pipa berdiri adalah
pengaturan dari pemipaan, katup, sambungan selang, dan
peralatan bersatu dipasang di sebuah bangunan atau struktur
dengan sambungan selang yang terletak di sedemikian rupa
sehingga air dapat dialirkan atau disemprotkan melalui selang
dan nozzlel terpasang, yang bertujuan untuk pemadaman
kebakaran dan melindungi sebuah bangunan atau struktur
dan isinya selain untuk melindungi penghuni.
Area Universitas Binawan memiliki tingkat pemenuhan hidran
halaman sebesar 100 %. Hidran halaman terletak di dekat
water intake dengan jarak 5-10 m ke area Universitas
Binawan.
Saran yang dapat diberikan adalah pemeriksaan rutin hidran
agar tetap dilakukan secara continue sesuai dengan standar
minimal. Agar hidran selau berfungsi dengan baik dan siap
25
untuk digunakan kapanpun. Selain hal itu karena bencana
selalu terjadi secara tiba-tiba dan tidak dapat diprediksi, maka
nozzle harus sudah dipasang pada selang kebakaran.
Sehingga kapan pun terjadi kebakaran yang tidak dapat
ditanggulangi oleh alat proteksi kebakaran lainnya, dapat
langsung menggunakan hidran.

4.9 Sarana Penyelamat Jiwa


Sarana penyelamatan adalah sarana yang dipersiapkan untuk
dipergunakan oleh penghuni maupun petugas pemadam kebakaran
dalam upaya penyelamatan jiwa manusia maupun harta-benda bila
terjadi kebakaran pada suatu bangunan gedung dan lingkungan.
Sarana penyelamat jiwa tersebut terdiri dari petunjuk jalan keluar,
sarana jalan keluar, pintu darurat, tangga darurat, penerangan
darurat dan titik berkumpul.

4.9.1 Petunjuk Jalan Keluar


Petunjuk arah jalan keluar adalah tanda gambar dan tulisan
dalam suatu bangunan gedung atau industri yang memberikan
petunjuk arah jalan keluar dari lokasi. Biasanya ditempatkan di
beberapa lokasi strategis, misalnya di persimpangan jalan
koridor atau lorong-lorong dalam lokasi gedung. (Perda DKI
No.03 tahun 1992)
Area Universitas Binawan memiliki tingkat pemenuhan
petunjuk jalan keluar sebesar 100 %. Hal tersebut
menunjukan bahwa petunjuk jalan keluar yang berada di area
desalination plant sudah sesuai dengan NFPA 101 dan
Kepmen PU No.10/KPTS/2000. Saran yang dapat diberikan
untuk pihak perusahaan adalah pemeliharaan petunjuk jalan
keluar sehingga tetap dapat berjalan sebagaimana fungsinya.
Selain hal tersebut sebaiknya pihak perusahaan membuat
papan petunjuk jalan keluar dengan ukuran yang lebih besar.
Sehingga karyawan maupun pihak selain karyawan dapat

26
melihat tanda tersebut dengan mudah.

4.9.2 Sarana Jalan Keluar


Menurut NFPA 101, akses keluar adalah sebagian sarana
jalan keluar yang mengarah ke pintu masuk untuk keluar.
Sedangkan dalam KEPMEN PU No.10/KPTS/2000 tentang
Ketentuan Tehnik Pengaman Terhadap Bahaya Kebakaran
pada Bangunan Gedung dan Lingkungan, Eksit atau jalan ke
luar adalah:
1. Salah satu atau kombinasi dari berikut ini jika memberikan
jalan ke luar menuju ke jalan umum atau ruang terbuka:
1) bagian dalam dan luar tangga,
2) ramp,
3) lorong yang dilindungi terhadap kebakaran,
4) bukaan pintu yang menuju jalan umum atau ruang
terbuka.

2. Jalan ke luar horisontal atau lorong yang dilindungi


terhadap kebakaran yang menuju ke eksit horisontal.
Berdasarkan tabel 5.13 area desalination plant memiliki
tingkat pemenuhan sarana jalan keluar sebesar 66.66 %.
Hal tersebut menunjukan bahwa sarana jalan keluar yang
ada di area desalination plant masih terdapat kekurangan
yang belum sesuai dengan NFPA 101. Komponen yang
masih belum sesuai dengan NFPA 101 adalah lebar
minimal jalan keluar adalah 2 m, jumlah jalan keluar
terdapat lebih dari 1 dan letaknya berjauhan. Namun
terdapat pengecualian, sarana jalan keluar diperbolehkan
dengan jumlah 1 buah apabila semua karyawan yang
berada di dalam area tesebut dapat dievakuasi dengan
aman selama terjadinya kejadian darurat.
Area Universitas Binawan hanya memiliki 1 sarana jalan
keluar.. Saran yang dapat diberikan adalah agar tetap
menjaga sepanjang sarana jalan keluar agar tetap bersih
27
dan bebas dari benda-benda yang dapat menghambat
proses evakuasi. Sehingga ketika tejadi keadaan darurat
karyawan dapat dengan segera dievakuasi dengan aman
tanpa adanya hambatan.

4.9.3 Pintu Darurat


Menurut Puslitbang Departemen Pekerjaan Umum pintu
kebakaran adalah pintu-pintu yang langsung menuju tangga
kebakaran dan hanya dipergunakan apabila terjadi kebakaran.
Sedangkan menurut NFPA 101, pintu darurat atau pintu
kebakaran adalah pintu yang dipergunakan sebagai jalan
keluar untuk usaha penyelamatan jiwa manusia pada saat
terjadi kebakaran.
Pintu darurat yang berada di area Universitas Binawan
memiliki tingkat pemenuhan sebesar 85.71 %. Hampir seluruh
komponen kesesuaian pintu darurat sudah dipenuhi. Namun
para karyawan menggunakan pintu tersebut untuk keluar
masuk area setiap harinya.
Saran yang dapat diberikan untuk pihak perusahaan adalah
memberlakukan pintu darurat tersebut sesuai fungsinya, yaitu
hanya digunakan ketika terjadi kejadian darurat kebakaran
saja. Maka ketika terjadi keadaan darurat kebakaran para
karyawan dapat mengevakuasi dirnya dengan segera melalui
pintu-pintu darurat tersebut.

4.9.4 Tangga Darurat


Tangga darurat atau tangga kebakaran digunakan sebagai
sarana jalan jika terjadi kebakaran. Menurut KEPMEN PU
No.10/KPTS/2000, tangga kebakaran adalah tangga yang
direncanakan khusus untuk penyelamatan bila terjadi
kebakaran. Di area desalination tidak dilakukan pemeriksaan
mengenai tangga darurat. Hal tersebut dikarenakan area ini
hanya terdiri dari satu lantai saja.
28
4.9.5 Penerangan Darurat
Penerangan darurat merupakan penerangan untuk menerangi
sepanjang jalur evakuasi jika penerangan utama tidak
berfungsi pada waktu terjadi kebakaran, sehingga
memudahkan usaha penyelamatan. Penerangan darurat yang
digunakan untuk sarana jalan keluar harus bersumber dari
aliran listrik yang dapat diandalkan dan
dipertanggungjawabkan. Lampu darurat dipasang pada
tangga kebakaran, bordes, jalan penghubung dan jalan-jalan
yang akan dilalui pada saat evakuasi. (Perda DKI, 1992)
Area desalination tidak memiliki lampu darurat. Namun
terdapat 3 sumber listrik di area ini yaitu: AC listrik, DC listrik
(batterai) dan diesel. AC listrik digunakan sebagai sumber
listrik utama yang digunakan untuk seluruh kepentingan
kegiatan yang berlangsung. Saran yang dapat diberikan
adalah agar perusahaan tetap menyediakan lampu darurat di
area ini, walaupun sudah ada 3 sumber listrik yang berbeda.

4.9.6 Tempat berhimpun


Suatu tempat di area sekitar atau di luar lokasi yang
diperuntukan sebagai tempat berhimpun dan dilakukan
penghitungan saat terjadi keadaan darurat. Tempat ini pula
merupakan lokasi akhir yang dituju sebagaimana digambarkan
dalam rute evakuasi. Tempat berhimpun darurat harus aman
dari bahaya kebakaran dan lainnya. (NFPA 101)
Berdasarkan hasil pemeriksaan tempat berhimpun dengan
menggunakan daftar checklist NFPA 101, Universitas
Binawan memiliki tingkat pemenuhan sebesar 100 %. Tempat
berhimpun yang berada di area Universitas Binawan terletak
di depan gedung dikarenakan tempat tersebut strategis.

29
Area-area Universitas Binawan lainnya berada di dekat
gedung tersebut. Sehingga satu tempat berhimpun saja dirasa
cukup.
Saran yang dapat diberikan terhadap Universitas Binawan
adalah agar tetap memelihara kondisi tempat berhimpun
selalu dalam kondisi aman. perawatan garis pembatas dan
tanda petunjuk tempat berhimpun sehingga selalu dalam
keadaan baik dan dapat dilihat dengan mudah oleh karyawan.

30
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan
1. Hasil identifikasi bahaya kebakaran yang ada di area Universitas
Binawan tahun 2021 adalah potensi bahaya kebakaran kelas
A,B,C dan D.

2. Ruang Kelas

a. Simulasi kebakaran yang diinfokan terlebih dahulu kepada


karyawan.

b. Tidak tersedia APAR jenis D.

c. Tidak tersedia sprinkler.

d. Pintu darurat digunakan untuk keluar masuk area setiap


hari.

e. Tidak terdapat lampu darurat.

3. Ruang Dosen

a. Simulasi kebakaran yang diinfokan terlebih dahulu kepada


karyawan.

b. Tidak tersedia APAR jenis D.

c. Jarak antar alarm melebihi 30 m.

d. Tidak terdapat tata cara penggunaan hidran dan nozzle


belum terpasang pada selang kebakaran

e. Pintu darurat digunakan untuk keluar masuk area setiap


hari.

f. Tidak terdapat penerangan darurat

4. Perpustakaan

a. Simulasi kebakaran yang diinfokan terlebih dahulu kepada


karyawan.

b. Tidak tersedia APAR jenis D.

c. Tidak terdapat sprinkler


31
d. Alarm memiliki jarak maksimal 36 m dari semua bagian
area.

e. Tidak terdapat petunjuk cara penggunaan hidran dan


seluruh nozzle hidran gedung belum terpasang pada
selang kebakaran.

f. Pintu darurat digunakan untuk keluar masuk area setiap


hari.

g. Tidak terdapat tangga darurat

h. Tidak terdapat penerangan darurat

5. Kantin

a. Simulasi kebakaran yang diinfokan terlebih dahulu kepada


karyawan.

b. Tidak tersedia APAR jenis D.

c. Jarak alarm ke seluruh bagian area melebihi 30 m.

d. Tidak terdapat petunjuk cara penggunaan hidran dan


seluruh nozzle hidran gedung belum terpasang pada
selang kebakaran.

e. Pintu darurat digunakan untuk keluar masuk area setiap


hari.

f. Tidak terdapat tangga darurat

g. Tidak terdapat penerangan darurat

6. Gudang

a. Simulasi kebakaran yang diinfokan terlebih dahulu kepada


karyawan.

b. Tidak tersedia APAR jenis D.

c. Tidak terdapat hidran.

d. Hanya terdapat satu jalan keluar saja.

e. Pintu darurat digunakan untuk keluar masuk area setiap


hari.

f. Lampu darurat berwarna putih


32
5.2 Saran
Sistem tanggap darurat kebakaran yang terdapat pada area
Universitas Binawan harus terpenuhi agar dampak dari kebakaran
dapat diminimalisir. Namun setelah dilakukan pemeriksaan terdapat
beberapa komponen yang belum terpenuhi standar. Maka pengurus
Universitas Nasional harus melakukan berbagai hal untuk
pemenuhan sistem tanggap darurat kebakaran. Agar benacana
kebakaran dapat diminimalisir pada area Universitas Binawan.

33
LAMPIRAN

Nama :

Umur :

Jenis Kelamin : Laki-laki/Perempuan

Kelas :

1. Bagaimanakah ``bahaya dari kebakaran gedung terhadap


mahasiswa
?
2. Apakah sudah terdapat memiliki rencana (disaster preparedness
plan) untuk antisipasi kebakaran?
a. Pencegahan
b. Kesiapsiagaan
c. Respon
d. Pemulihan
3. Sudahkah dilakukan kesiapsiagaan? Dalam bentuk apa saja?
4. Sejak kapan memiliki perhatian terhadap kebakaran?
5. Bagaimana pemahaman mahasiswa mengenai kebakaran?
Sudahkah dilakukan latihan periodik simulasi bencana
kebakaran?Kalau tidak, bagaimana rencana ke dapannya?
Apakah pernah
menerima sosialisasi?
6. Apakah ada tim khusus untuk menanggulangi bencana? Terutama
bencana kebakaran?
7. Peralatan apa saja yang digunakan mahasiswa dalam siaga
menghadapi kebakaran?
a. APAR
Sudah berapa kali pernah digunakan?
Berapa jarak penempatan apar satu dengan yang
lainnya? Menggunakan jenis apa?

34
Kelebihan dan kekurangannya?
Bagaimana dengan pemeliharaan dan pemeriksaannya?

B. Smoke alarm
detectorAda berapa?
Kinerjanya seperti apa?
Pemahaman mahasiswa?
8 Bagaimanakah dengan anggaran khusus untuk perlatan
kesiapsiagaan menghadapi bencana kebakaran ters ebut?
9. Dengan siapa bekerja sama dalam hal kesiapsiagaan menghadapi
bencana kebakaran? Sejak kapan? Bentuk kerja samanya?
10. Faktor apa yang menjadi penghambat dalam siaga menghadapi
kebakaran? Dan bagaimana cara mengatasinya?

35
DATA WAWANCARA

Peneliti : Fiqkry Surya

SetiawanNarasumber : Dwi Septya

Hari,Tanggal : Rabu, 30 Juni 2021

Media : Google Meet

Link Video :

https://drive.google.com/file/d/1jkDBP7PJyxlXtT1EvW_mrHavq-
KZuBR5/view?usp=drivesdk

1. Bagaimanakah bahaya dari kebakaran gedung terhadap mahasiswa


?

Jawab : Bahaya Kebakaran Gedung terhadap mahasiswa sangat


mengancam keselamatan dari mahasiswa, tidak hanya
mahasiswa namun mengancam seluruh keselamatan staff dan
aset-aset pentingdi dalam gedung
2. Apakah sudah terdapat memiliki rencana (disaster preparedness
plan) untuk antisipasi kebakaran?
Jawab : Sejauh ini untuk antisipasi di dalam binawan sudah
cukupbaik karena diadakan nya pelatihan

a. Pencegahan

b. Kesiapsiagaan

c. Respon

d. Pemulihan
3. Sudahkah dilakukan kesiapsiagaan? Dalam bentuk apa saja?
Jawab : Kesiapsiagaan nya terkhusus untuk mahasiswa K3
yaitu pelatihan Safety Fire disetiap tahunnya, dan tersedia apa
di sudut-sudut gedung

4. Sejak kapan memiliki perhatian terhadap kebakaran?


Jawab : Kurang tau, namun sejak saya masuk kuliah di jurusan K3

36
fokus terhadap kebakaran memang sudah ada karena ada di mata
kuliah dan menjadi agenda tahunan pelatihan safety fire

5. Bagaimana pemahaman mahasiswa mengenai kebakaran?


Sudahkah dilakukan latihan periodik simulasi bencana
kebakaran?Kalau tidak, bagaimana rencana ke dapannya?
Apakah pernah menerima sosialisasi?
Jawab : Sejauh ini terkhusus mahasiswa K3 sudah paham terkait
kebakaran, untuk simulasi bencana kebakaran sudah ada disetiap
tahunnya untuk mahasiswa K3, dan sejauh ini belum ada
sosialisasisecara detail terkait simulasi kebakaran untuk seluruh
warga Universitas Binawan
6. Apakah ada tim khusus untuk menanggulangi bencana? Terutama

bencana kebakaran?
Jawab : Sejauh ini belum pernah ada tim khusus
yangmenanggulangi bencana kebakaran
7. Peralatan apa saja yang digunakan mahasiswa dalam siaga
menghadapi kebakaran?

a. APAR

Sudah berapa kali pernah digunakan?


Jawab : Belum diketahui

Berapa jarak penempatan apar satu dengan yang


lainnya?Jawab : 15 Meter

Menggunakan jenis

apa?Jawab : Foam

Kelebihan dan kekurangannya?


Jawab :
Kelebihannya : terdapat di tempat yang bisa
dijangkauKekurangan : Auditnya tidak terjadwal

Bagaimana dengan pemeliharaan dan pemeriksaannya?


Jawab : kurang diperhatikan karena masih ada apar yang expired

B. Smoke alarm detector

37
Ada berapa?

Jawab : Kurang Tau

Kinerjanya seperti

apa?
Jawab : yang saya ketahui apabila ada asap alarmnya akan
berbunyi

Pemahaman mahasiswa?
8 Bagaimanakah dengan anggaran khusus untuk perlatan
kesiapsiagaan menghadapi bencana kebakaran tersebut?
Jawab : sejauh ini saya belum mengetahui terkait anggaran
yangdiberikan untuk kesiapsiagaan bencana kebakaran

9. Dengan siapa bekerja sama dalam hal kesiapsiagaan menghadapi


bencana kebakaran? Sejak kapan? Bentuk kerja samanya?
Jawab : Tim Pemadam Kebakaran wilayah sekitar, sejak adanya
gedung tersebut, membentuk tim siaga bencana kebakaran

10. Faktor apa yang menjadi penghambat dalam siaga


menghadapikebakaran? Dan bagaimana cara mengatasinya?
Jawab : Menurut saya faktor penghambat kesiapsiagaan bisa
jadi dari anggaran dan ilmu penanganan kebakaran yang
dimiliki dari karyawan dan mahasiswa gedung Universitas
Binawan

38
DAFTAR PUSTAKA

Ashari, M. L., Prastiwi, T., Annabila, A., Rahmadani, N., & Kusuma,
A. D. P. (2018). Sosialisasi Kebakaran dan Penangannya pada Siswa
Sekolah Dasar di Surabaya Guna Meningkatkan Sel-Readiness
terhadap Bencana Kebakaran. Jurnal Cakrawala Maritim, 21–24.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana.2017. “Buku Pedoman Latihann
Kesiapsiagaan Bencana Nasional,Membangun Kesadaran
Kewaspadaan Dan Kesiapsiagaan Dalam Menghadapi Bencana”.
Jakarta
Depnaker. Bahan Training Keselamatan Kerja Penanggulangan
Kebakaran.Jakarta: DEPNAKER- UNDP- ILO. 1987
Iskandar, Redion. Evaluasi Alat Proteksi Kebakaran Aktif dan Gambaran
Pengetahuan Pekerja Mengenai Penggunaan Alat Proteksi Aktif di
Gedung Wet Paint Production PT International Paint Indonesia Tahun
2008. UI. 2008
KEPMEN PU No.10/KPTS/2000 tentang Ketentuan Tehnik Pengaman
Terhadap Bahaya Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan
KEPMEN PU No.11/KPTS/2000 tentang Ketentuan Teknis Manajemen
Penanggulangan Kebakaran Di Perkotaan
Puslitbang Departemen Pekerjaan Umum, Pd-T-11-2005-C tentang
Pemeriksaan Keselamatan Kebakaran Bangunan Gedung, 2005
Martanto, C., Aji, A., & Parman, S. (2017). Kajian Kesiapsiagaan Masyarakat
dalam menghadapi Bencana Kebakaran di Kelurahan Kembangsari
Kecamatan Semarang Tengah. Edu Geography, 5(2), 10–17.
NFPA 10 tentang Standard For Portable Fire Checklist, 2010
NFPA 13 tentang Standard For Installation Of Sprinkler Checklist, 2010
NFPA 14 tentang Standard installation of Standpipe and Hose System and
Hose System Checklist, 2010
NFPA 72 tentang Nation Fire Alarm Code Checklist, 2010
NFPA 101 tentang Life Safety Code Checklist, 2009

39
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No: PER.04/MEN/1980
tentang Syarat-syarat Pemasangan dan Pemeliharaan Alat Pemadam Api
Ringan.

Perda DKI Jakarta No.3 tahun 1992 tentang Penanggulangan Bahaya


Kebakaran dalam Wila yahDaerah Khusus Ibukota Jakarta.

Permenaker No.05/MEN/1996 tentang Pedoman Teknis Audit Sistem Manajemen


Kesehatan danKeselamatan Kerja

Rasyid Fachmi.(2014).Jurnal Lingkar Widyaiswara ( www.juliwi.com) Edisi 1


No. 4, Oktober – Desember 2014, p.47 – 59 ISSN: 2355-4118

Sahab, Syukri. Teknik Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja. PT


Bina Sumber DayaManusia. Jakarta. 1997

Suma’mur, P.K. Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan. Jakarta: PT


Gunung Agung,1997

T. Lewis, Bernard. The Facility Manager’s Emergency Preparedness


Handbook. New York:Amacom. 2003

UU No.24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana

40

Anda mungkin juga menyukai