Anda di halaman 1dari 42

Judul : Aku ingin menjadi…

Tema : Pendidikan

Pemeran : 8 Orang

Penokohan drama :

Nita : Pemberani

Tina : Tegas

Wina : Penakut

Lia : Pemalu

Ibu Feni : Penegak

Pras : Baik hati

Joni : Rela berkorban

Tegar : Cuek

Sinopsis Drama

Pertanyaan dari Ibu Feni membuat ke tujuh siswanya memiliki impian yang besar dan timbul keseruan
ketika jam pelajaran.

Dialog Drama

Kring! Kring! Kring!

Bel masuk telah diberbunyi. Para siswa SD Harapan 345 saatnya untuk masuk kelas dan menerima
pelajaran dari wali kelasnya masing-masing. Pemandangan di kelas 4 masih gaduh. Ada yang berkelahi.

Joni : Kamu mau jadi pahlawan di kelas ini?


Pras : Bel masuk telah berbunyi.

Joni : Semuanya masuk!

Nita : Iya Pak ketua kelas (cetus Nita).

Joni : Berkelahi gara-gara merobekkan buku seperti tidak ada pekerjaan lain saja!

Ibu Feni : Selamat pagi anak-anak. Sebelum memulai pelajaran kita berdoa dahulu. Berdoa dimulai.

Ibu Feni : Selesai. Saya tadi mengetahui kalau ada keributan di luar kelas padahal sudah ada bel masuk.

Joni : Iya kan Ibu Feni marah (bisik Joni kepada Pras).

Pras : Kayaknya hanya mengingatkan saja deh Jon.

Joni : Tadi ada yang berkelahi Bu. Tapi sudah dilerai.

Bu Feni : Ya sudah besok-besok jangan diulangin ya.

Serempak siswa kelas 4 mengiyakan ucapan Ibu Feni.

Ibu Feni: Buka buku paket bahasa Indonesia kalian mengenai impian dan cita-cita. Siapa yang tahu
definisi impian dan cita-cita?
Tina: Impian adalah harapan dari seseorang yang perlu dibuktikan. Kalau cita-cita adalah harapan dan
perjuangan yang disertai dengan kemampuan untuk meraihnya.

Ibu Feni : Bagus jawabanmu Tina. Terus perbedaan antara keduanya apa Tina?

Tina : Ehmm (Pikir Tina dalam-dalam).

Nita : Tidak ada bedanya Bu!

Ibu Feni : Ya pasti ada. Bagaimana menurutmu Lia?

Lia : Perbedaannya tipis Bu. Kalau impian sudah dirancang sejak lahir. Kalau cita-cita harapan dari
banyak orang bukan diri kita sendiri.

Ibu Feni : Betul. Jika kita membicarakan tentang impian dari sekian banyak siswa di sini bisa dijelaskan
mengenai impian kalian? Bisa dimulai dari kamu Pras.

Pras : Aku Bu? Impianku ingin menjadi reporter yang bisa meliput berita sekaligus jalan-jalan di mana-
mana.

Joni : Sukanya jalan-jalan saja.

Ibu Feni: Waduh, Pras impiannya hebat. Kamu Joni? Bantah saja!.

Joni : Impian saya ingin pergi ke bulan seperti minnion Bu?

Ibu Feni : Minnion?

Tegar : Itu film kartun Bu. Joni suka menonton film kartun jadinya suka berkhayal.
Serempak siswa kelas 4 tertawa.

Ibu Feni : Sudah! Sudah! Kamu ini bisa saja Joni. Bagus juga itu. Kamu Wina?

Wina : Saya bermimpi untuk menjadi polisi wanita Bu.

Joni : Kamu saja takut dengan cecak mau jadi polisi. Tidak salah? Hahaha…

Lagi-lagi seluruh siswa tertawa atas lakon Joni.

Ibu Feni : Impian yang mulai Wina. Kalau kamu Tegar?

Tegar : Impian saya sama seperti Ibu jadi guru di sekolah dasar.

Joni : Tampang belagak tidak pantes jadi guru.

Berkali-kali seluruh siswa tertawa.

Ibu Feni : Joni, sekali lagi kamu ngeledek temanmu. Ibu jewer!

Tiba-tiba suasana kelas menjadi hening atas bentakan Bu Feni kepada Joni.

Ibu Feni : Kalau kamu Tina dan Nita.


Nita dan Tina : Kita mempunyai jadi penulis Bu (kompak menjawab).

logo

mobile-menu

Masukkan topik yang Anda cari

5 Contoh Naskah Drama 4 Orang Dan 8 Orang Singkat

Drama yang baik pasti menggunakan yang namanya naskah. Karena tanpa naskah, drama yang kita buat
tidak akan tertata dan mungkin bisa tidak sesuai dengan yang kita harapkan.

03 April 2022

Bella Carla

Bagikan

linkedin_icon

twitter_icon

facebook_icon

Contoh Naskah Drama – Sejak di bangku sekolah dasar, seni pertunjukan drama sudah mulai diajarkan
dan direalisasikan. Sebuah drama tentu tidak akan berjalan sempurna apabila tidak memiliki naskah
drama yang bagus.

Selain pertunjukannya sendiri, naskah drama pun masuk dalam salah satu karya seni sastra yang patut
diapresiasi lho. Buat kamu yang ingin menuliskan sebuah naskah drama, di bawah ini Mamikos bagikan
contoh naskah drama singkat untuk 4 orang dan 8 orang.

Deretan Contoh Naskah Drama Singkat

Daftar Isi [hide]


Deretan Contoh Naskah Drama Singkat

Apa Itu Naskah Drama?

Struktur Naskah Drama

Ciri-ciri Naskah Drama

Unsur-unsur Naskah Drama

Jenis-jenis Naskah Drama

Contoh Naskah Drama 4 Orang

Contoh Naskah Drama 8 Orang

Contoh Naskah Drama

unsplash.com

Drama yang baik pasti menggunakan yang namanya naskah. Karena tanpa naskah, drama yang kita buat
tidak akan tertata dan mungkin bisa tidak sesuai dengan yang kita harapkan.

Membuat naskah drama tentu menjadi perkara yang gampang-gampang sulit. Agar kamu tidak
kebingungan, kamu bisa menjadikan contoh naskah drama singkat di bawah ini sebagai referensi.

Apa Itu Naskah Drama?

Naskah drama adalah kumpulan percakapan yang telah tersusun secara sistematik sehingga
menghasilkan sebuah kisah yang memiliki akhiran sesuai keinginan dan kebutuhan penulis.

Di mana dari percakapan inilah pemeran dalam sebuah drama mendapatkan dialog dan peran yang akan
dimainkannya dalam sebuah drama. Kata drama sendiri berasal dari bahasa Yunani yang berarti
tindakan.

Struktur Naskah Drama

Prolog
Merupakan bagian pembukaan atau peristiwa pendahuluan dalam sebuah drama atau sandiwara.

Dialog

Merupakan media kiasan yang melibatkan tokoh-tokoh drama yang diharapkan dapat menggambarkan
kehidupan dan watak manusia, problematikan hidup yang dihadapi, dan cara manusia dalam menyikapi
persoalan hidupnya.

Epilog

Merupakan bagian akhir dari sebuah drama yang berfungsi untuk menyampaikan inti sari cerita atau
bagian yang menafsirkan maksud cerita oleh salah seorang aktor atau dalang pada akhir cerita.

Baca Juga :

Contoh Naskah Drama Pendek Mengandung Pesan Moral Beserta Unsur-unsurnya

Ciri-ciri Naskah Drama

Adapun ciri-ciri naskah drama antara lain:

Semua dialog dituangkan dalam tulisan, dialog untuk pemain maunpun narator.

Naskah drama tidak menggunakan tanda petik karena bukan merupakan kalimat langsung.

Naskah drama ditampilkan pada sebuah pertunjukan sekali tayang. Maksudnya adalah tidak ada
pengulangan take pada drama tersebut. Untuk itu semua pemeran harus menghapal dengan baik dialog
masing masing.

Naskah drama sendiri terletak tepat diatas dialog dan bisa juga terletak disamping kiri dialog.

Unsur-unsur Naskah Drama

Terdapat 6 poin penting yang tercantum di dalam sebuah naskah drama, antara lain:

Tema yang diangkat merupakan ide pokok dan merupakan sebuah gagasan utama didalam cerita drama
tersebut.

Memiliki gambaran jalan cerita yang berlangsung dari awal hingga akhir.

Memiliki pemeran utama yang sering disebut primadona, dan pemeran pembantu atau figuran.
Terdapat watak protagonis yang umumnya bersifat baik, dan watak antagonis yang bersifat jahat.

Memiliki latar di mana tempat, waktu dan suasana tercipta dalam sebuah drama.

Berisikan amanat, di mana amanat ini merupakan pesan yang terkandung dalam cerita tersebut. Baik
dari cerita itu sendiri, maupun pesan yang diberikan oleh penulis naskah.

Jenis-jenis Naskah Drama

Jenis drama berdasarkan dari penyajian kisah, terbagi menjadi 8 jenis, yaitu:

Tragedi: drama yang menceritakan tentang sebuah kesedihan.

Komedi: drama yang memberikan kesan lucu yang menceritakan kisah lawakan atau komedi.

Tragekomedi: drama yang merupakan perpaduan dari kisah drama komedi dan drama tragedi.

Opera: jenis drama dimana dialog ditampilkan dengan bernyanyi dan diiringi musik.

Melodrama: jenis drama yang penyampaian dialognya diiringi musik.

Farce: jenis drama yang terkesan degelan namun tidak seluruh dialog berisi degelan.

Tablo: jenis drama dimana cerita dalam drama ini disampaikan melalui beberapa gerak tanpa suara dari
para pemain atau pelakonnya.

Sendratari: jenis drama yang menggabung seni drama dengan seni tarian.

Sedangkan, berdasarkan dilihat dari sarana pementasan, drama memiliki jenis sebagai berikut ini.

Drama Panggung: drama yang keseluruhan pertunjukkannya hanya ditampilkan diatas panggung.

Drama Radio: drama yang ditampilkan melalui media radio dan hanya dapat dinikmati melalui suara.

Drama Televisi: umumnya memiliki kesamaan dalam drama panggung. Perbedaannya terletak saat take
karena biasanya drama ditelevisi melakukan beberapa kali take, sedangkan drama panggung hanya
sekali take.

Drama Film: jenis drama yang ditampilkan menggunakan layar yang lebar, seperti bioskop.

Drama Wayang: jenis drama yang ditampilkan bersama dengan tampilan pagelaran wayang.

Drama Boneka: jenis drama yang pemainnya menggunakan media boneka yang seolah dapat berbuat
seperti manusia di mana pada kenyataannya tetap dimainkan oleh manusia.
Ada juga jenis drama yang dibedakan berdasarkan ada atau tidaknya naskah dari drama tersebut, Jenis
drama ini terbagi menjadi dua jenis, yakni:

Drama Tradisional: jenis drama yang tidak disertakan naskah drama dalam persiapan untuk tampil.

Drama Modern: jenis drama yang menggunakan naskah drama.

Baca Juga :

Contoh Karya Ilmiah Lengkap Beserta Jenisnya

Contoh Naskah Drama 4 Orang

Di bawah ini merupakan 3 contoh dari beberapa tema naskah drama untuk 4 orang, antara lain.

1. Contoh Naskah Drama Persahabatan

Contoh Naskah Drama Persahabatan

pixabay.com

Judul: Kepedulian Seorang Sahabat

Tema: Sosial & Persahabatan

Alur: Pendek

Pemeran: 4 orang

Penokohan:

Dina: Patuh pada perintah orangtua

Winda: Sosok sahabat yang baik

Astrid: Sosok sahabat yang peduli terhadap teman

Hesti: Adik Astrid

Sinopsis Drama
Dina diminta ibunya untuk mengantarkan barang titipan tantenya. Dina meminta Winda untuk
menemaninya kerumah tantenya. Ditengah perjalanan, motor Dina bannya kempes dan tidak ada
bengkel disekitar jalan yang mereka lewati.

Secara kebetulan, Astrid dan Hesti melihat mereka saat sedang mendorong motor. Astrid pun
memberikan pertolongan kepada Winda dan Dina dengan cara mendorong motor secara bergantian
hingga sampai disebuah bengkel.

Dialog Drama

Dina: Win, besok pagi kan libur sekolah.. kamu ada waktu nggak untuk nemenin aku ke rumah tanteku?

Winda: Besok? aku belum tahu ya.. emangnya kamu ada perlu apa kerumah tante kamu?

Dina: Aku disuruh ibuku nganterin barang titipan tanteku.

Winda: Emangnya barang apa?

Dina: Aku belum tahu. Entah apa barangnya. Gimana, kamu besok bisa apa nggak?

Winda sebenarnya ada acara sendiri, namun dia sulit menolak permintaan Dina.

Winda: Ya sudah deh, besok aku anterin kamu. Jam berapa besok? aku kerumah kamu atau kamu yang
kerumahku?

Dina: Terserah kamu deh, jam 8 atau jam 9 gitu.. kalau kamu mau mending kamu aja yang kerumah aku.
Winda: Ya sudah, besok jam 8.30 aku kerumah kamu, terus kita langsung kerumah tante kamu.

Keesokan harinya Winda dan Dina berangkat menuju rumah tante si Dina yang jaraknya sekitar 20 km
dari rumah Dina. Pas ditengah-tengah jalan moto yang dikendarai Dina bannya bocor, dan tidak ada
tempat penambalan ban disekitar situ.

Dhussss… bunyi ban motor Dina

Dina: Aduh.. gimana nih, bannya bocor? kayaknya pecah nih ban!

Winda: Gimana ya.. nggak ada bengkel tambal ban lagi disini.

Mereka bedua pun mendorong motor tersebut sambil keringat membasahi tubuh mereka. Setelah
hampir 30 menit mendorong motor, tiba-tiba ada sebuah mobil box yang menghampiri mereka.
Pengendara mobil box itu menawarkan jasa pengangkutan motor hingag ke bengkel tedekat kepada
Dina.

Sopir mobil box: Kenapa non? bannya bocor ya?

Dina: Iya. bisa minta tolong angkutin motor aku sampai bengkel nggak?

Sopir mobil box: bisa saja, tapi kasih ongkos 100 ribu ya?

Dina: Kok mahal amat, bang? 50 ribu ya?

Sopir mobil box itu menolak, alhasil Dina dan Winda harus meneruskan mendorong motor mereka.
Sopir mobil box: Murah amat non.. ya sudah kalau nggak mau.

Setelah mendorong moto selama 45 menit, tiba-tiba ada salah seorang sahabat Winda, yaitu Astrid yang
kebetulan lewat di jalan itu. Astrid bersama adiknya bernama Hesti.

Astrid: Stop.. stop, hes…

Hesti: Kenapa kak? ada apa?

Astrid: Itu kayknya Winda deh.. Win… Win…

Winda: Eh itu Astrid..

Astrid: Motor kamu bocor bannya? kasihan sekali.. kamu mau kemana nih?

Winda: Nih aku mau nganterin Dina kerumah tantenya. Nggak tahu nih, bengkel kayaknya masih jauh..
aku udah capek banget dorong motor dari tadi.

Astrid berusaha memberi pertolongan kepada sahabatnya itu, namun dia juga tidak bisa berbuat banyak
karena disekitar itu memang cukup sepi.

Astrid: Aduh.. gimana ya.. ok, gini aja.. kalian kan sudah capek banget nih. Sekarang biar aku yang
dorong moto kamu, terus kamu bawa motor aku sambil ngikutin dari belakang.

Winda: Emang kamu nggak kecapekan entar? berat lo dorong motor ini..
Astrid: Ya tentu saja kau bakal capek, makanya kita gantian gitu..

Motor tersebut didorong oleh mereka berempat secara bergantian hingga akhirnya mereka tiba diasalah
satu bengkel tambal ban.

Pesan sosial dari drama diatas adalah tentang kepedulian seorang sahabat. Jika ada sahabat kita yang
sedang dalam masalah atau kesulitan, maka kita harus menolongnya.

Baca Juga :

6 Contoh Teks Ceramah Singkat dan Strukturnya, Tentang Berbagai Topik

2. Contoh Naskah Drama Kontemporer

Contoh Naskah Drama Kontemporer

unsplash.com

Tema : Kehidupan Anak Sekolahan JaDul (Jaman Dulu)

Judul : Berbuat Baik Hasilnya Baik

Tokoh : Majun, Pepeb, Tomi, Tina

Deskripsi Karakter:

Majun : Berprestasi, pandai menyontek

Pepeb : Rajin, jujur, polos

Tomi : Tampan, paling keren, baik hati, jago basket, tidak pandai dalam mata pelajaran

Tina : Pintar, pelit

Dialog / Percakapan
Waktu tepat menunjukkan pukul 7 di pagi hari, bangku di dalam ruang kelas sudah dipenuhi oleh siswa
siswi kelas 6 yang sedang melaksanakan ujian dengan khidmat. Di antara seluruh siswa, ada 2 deretan
bangku yang bersebelahan samping kiri-kanan, serta depan-belakang, duduklah di sana empat orang
siswa siswi, yakni Pepeb, Tomi, Tina, dan Majun. Tina duduk di depan Pepeb, sedangkan di bangku
seberang kanan Pepeb duduklah si Tomi di belakang Majun.

Mereka terlihat tengan serius untuk mengerjakan soal yang dianggap paling sulit dan rumit, yakni
Matematika. Tina terlihat mengembangkan senyum karena Ia merasa bisa mengerjakan semua soal
dengan baik.

Tina: (mengerjakan soal nomor 1 sampai 3 dengan cepat dengan cara berpikir kilat tanda menguasai
semuanya) Nah, aku tau jawaban ini! Aha! Ini rumusnya yang kupelajari kemarin, nih.

Sementara itu, suasana berbeda terlihat di seberang kanan Tina,

Majun: (menggaruk kepalanya dengan ujung pensil hingga tidak terasa bahwa ujungnya patah). Aduh,
gimana ini ya! Kok sulit amat, mana gak mirip sama latihan soal yang kucontek dari si Tina kemarin! ( Si
Majun kemudian menolehkan kepalanya sedikit kea rah si Tina, ia berusaha melirik jawaban si Tina
dengan menyipitkan mata agar tidak ketahuan menyontek).

Saat Majun mengangkat lehernya untuk melihat lembar jawaban ujian milik Tina dengan jelas, tiba-tiba..

Tina: (Kresek! Ia langsung menoleh ke kanan, dan melihat si Madun dengan tatapan sinis). (Kemudian
Tina bergumam pelan dengan mulutnya untuk mengancam si Madun tanpa suara).

Madun: Dasar pelit, Kau! (berbisik pelan kemudian menoleh kea rah si Pepeb yang duduk di belakang
Tina)
Pepeb terlihat sangat serius mengerjakan soal, meskipun di kelas Ia belum pernah mendapatkan juara 1
hingga 3 besar, tetapi masih termasuk dalam juara 5 besar di kelas. Karena Pepeb tergolong sebagai
murid yang rajin, maka Majun berusaha menyontek lembar jawaban ujiannya juga.

Pepeb: (sedang serius menghitung jawaban soal nomor 10, Ia tidak menghiraukan apapun dan siapapun,
termasuk si Majun yang sedang menyonteknya)

Majun: Wah, kesempatan nih! Mumpung Pak Guru lagi ke WC, sip sip! (Ia menegakkan badan dan kepala
serta berusaha mencari posisi tepat untuk bisa melihat seluruh lembar jawaban si Pepeb) Yes, berhasil!
(Majun berhasil mendapatkan jawaban soal nomor 5 kemudian dilingkarilah lembar jawaban milik
Majun)

Waktu bergerak cepat, jam ujian hamper habis, Madun masih baru mengisi hingga 6 soal dari 15 soal
matematika yang modelnya belum pernah ditemui di berbagai sesi sebelumnya. Ia pun masih sibuk
menengok ke kiri dan ke kanan tanpa henti. Ia memiliki target untuk bisa bertahan minimal di peringkat
2. Ia sebenarnya pandai dan cerdas tapi ia malas belajar, sedangkan saat ujian berlangsung Ia selalu
berhasil mencontek jawaban murid yang dianggapnya paling pintar.

Ia melakukannya sejak duduk di kelas 4 SD, dan kelakuannya pun berhasil menjadikannya murid dengan
peringkat bertahan di juara 2. Hal itu karena teman sebangkunya sangat pintar dan bisa diandalkan
selama ini. Namun, saat berada di kelas 6 teman sebangkunya meninggal karena kecelakaan, kemudian
sekarang tempat duduknya bersama si Tomi yang disarankan oleh Pak Guru. Majun tau kalua Tomi tidak
terlalu pintar dalam mata pelajaran, karena ia ahli di bidang olahraga.

Kini saat ujian sedang berlangsung, tempat duduk selama ujian harus dipisah, dan tiap orang diharuskan
menduduki satu bangku sendirian. Majun menjadi semakin kesulitan apalagi teman sebangkunya yang
duduk di bangku belakang tidak bisa diandalkan. Namun, Majun juga sadar bahwa waktu hampir habis,
Ia pun semakin bingung dan geliah, karena tidak bisa menjawab satu soal pun dengan kemampuannya
sendiri semua yang diisinya berdasarkan jawaban milik temannya.

Saat Majun berhasil mencontek lembar jawaban Pepeb, ia sangat senang. Sementara itu Pepeb hanya
membiarkan si Majun karena tidak sadar sedang dicontek.
Tina: (Tiba-tiba Tina menolehkan kepalanya ke belakang pada Pepeb, lalu berbisik) Sssttt! Peb, Peb!
Awas lembar jawabanmu dicontek sama si Majun tuh, jangan dibiarin dong!”

Pepeb: (sedikit kaget dan spontan melihat ke arah si Majun, sementara si Majun segera memalingkan
muka darinya. Tapi si Pepeb masih terlihat bengong karena bingung tentang apa yang baru saja terjadi)

Tingkah laku Pepeb yang diam saja sambal sedikit melongo membuat Pak Guru curiga dan menegurnya.

Pak Guru: Pepeb! Kamu kenapa sedang bengong? Jawabannya sudah terisi semua? (Sambil berjalan
menuju ke tempat duduk si Pepeb)

Pepeb: (agak terkejut, kemudian menjawab pertanyaan Pak Guru dengan sedikit gagap) Ah, iya pak,
sudah, pak! (seluruh kelas pun makin terkejut karena Pepeb satu-satunya murid yang telah selesai
mengerjakan soal ujian yang dianggap paling susah. Demikan juga dengan Majun, Ia justru semakin
kebingunan dan tidak menyangka bahwa Pepeb selesai begitu cepat.

Pepeb: (berdiri sambil membawa lembar jawaban ujian beserta soal ke depan di meja guru, kemudian Ia
mengambil tas merah mudanya di samping meja guru. Ia memasukkan pensil beserta penghapusnya ke
dalam tas, lalu sekaligus berpamitan untuk pulang kepada Pak Guru)

Majun: Waduh gimana ini! (Majun gelagapan sambal menoleh ke samping dan ke belakang. Kemudian
dilihatnya lembar jawaban Tomi terbuka lebar dan bisa dilihatnya) Kenapa harus Tomi, sih. Kalo gini aku
nggak bisa masuk peringkat tiga besar, nih. (Ia kembali menghadap ke bangkunya sendiri, karena masih
ragu untuk menyontek si Tomi. Jawaban Majun yang masih kosong berjumlah 9 nomor, berkali-kali
dipandangnya lembar jawaban itu sambil memegang kepala dengan raut muka cemas.)

Tina: Duluan ya, Jun! (Ia tersenyum sambil berdiri membawa soal beserta lembar jawabannya,
sedangkan Majun hanya meliriknya dengan pandangan sinis)

Tomi: Yeah, hampir selesai, sip dah! (Ia sangat bersemangat melingkari lembar jawaban yang kurang 2
nomor lagi)
Majun mendengar gumaman si Tomi, kemudian tanpa berpikir panjang lagi Ia mencuri kesempatan
untuk menoleh ke belakang tanpa sepengetahuan si Tomi.

Majun: (sibuk melingkari jawaban dengan cepat karena waktu tinggal 5 menit lagi) Syukurlah, hampir
penuh! (gumam si Majun, kemudian Ia mengarang jawaban dua nomor terakhir karena tidak bisa
membpercayai jawab si Tomi sepenuhnya).

Hari pembagian nilai ujian pun tiba, semua murid tidak sabar untuk melihat hasil perjuangan mereka
untuk ujian ini. Sementara si Majun justru memasang muka murung dan pasrah, Ia merasa bahwa ujian
kali ini benar-benar kacau, tidak hanya di satu mata pelajaran saja, tetapi hampir di semua mata
pelajaran. Ia ingin segera pulang ke rumah tanpa mengetahui hasil ujiannya.

Beberapa saat kemudian Pak Guru memanggil nama masing-masing murid beserta nilai yang didapatkan
oleh mereka.

Pak Guru: Tina Setiowati, mendapatkan nilai 85 (diiringi tepuk tangan meriah), Tomi Stianto Kurniawan
80 (tepuk tangan semakin meriah karena Tomi jarang mendapatkan nilai di atas batas minimal
kelulusan), Pepeb Puspita Prapti 95 (makin meriah, wajah si Pepeb pun sangat senang dan ceria
mendengar hasil ujiannya),

Majun Mauri (pak guru diam sejenak) 50, (kemudian suasana kelas menjadi hening seketika)

Majun: (maju sambil menundukkan kepala)

Pak Guru: Majun! Kamu kenapa? Kok bisa nilaimu jadi anjlok begini?

Majun: Tidak tahu, Pak (Dalam hati si Majun sangat menyesali perbuatannya dan berjanji untuk belajar
dengan keras pada tahap selanjutnya).
Baca Juga :

3 Contoh Teks Ulasan Beserta Strukturnya, Buku, Novel, Film Lengkap

3. Contoh Naskah Drama Komedi

Contoh Naskah Drama Komedi

unsplash.com

Judul: Drama Komedi Satu Babak dari tanah Spanyol

Karya: Serafin dan Joaquin Alvarez Quintero

Terjemahan: Drs. Sapardi Joko Damono

Tempat Kejadian:

Madrid – Spanyol

Di suatu tempat – Taman terbuka

Di jaman ini juga

Pemain:

Donna Laura: Wanita tua, berumur kira-kira 70 tahun. Masih nampak jelas bahwa dulunya cantik dan
tindak tanduknya menunjukkan bahwa mentalnya juga baik.

Don Gonzalo: Lelaki tua, berumur kira-kira 70 tahun lebih. Agak congkak dan selalu tampak tidak
sabaran.

Petra: Gadis pembantu Laura

Juanito: Pemuda pembantu Gonzalo

(Donna dan Laura masuk sambil berpegangan tangan pada Petra. Tangannya yang lain membawa
payung yang juga untuk tongkatnya)
LAURA : Aku selalu merasa gembira sekali di sini. Syukur bangkuku tidak ditempati orang lain. Duhai,
pagi yang cerah! Cerah sekali.

PETRA : Tapi matahari agak panas, Senora.

LAURA : Ya, kau masih duapuluh tahun (ia duduk di bangku belakang). Aku merasa lebih letih dari
biasanya (melihat petra yang nampak tak sabaR), pergilah kalau kau ingin ngobrol dengan tukang
kebunmu itu!

PETRA : Dia bukan tukang kebunku, Senora, dia tukang kebun taman ini!

LAURA : Ia lebih tepat disebut milikmu daripada milik taman ini. Cari saja dia. Tapi jangan sampai terlalu
jauh hingga tak kau dengar panggilanku.

PETRA : Saya sudah melihatnya di sana, menanti.

LAURA : Pergilah, tapi jangan lebih dari sepuluh menit!

PETRA : Baik, Senora (berjalan ke kanan)

LAURA : Hei, nanti dulu!

PETRA : Ada apa lagi, Senora?

LAURA : Berikan remah-remah roti itu!

PETRA : Ah, pelupa benar aku ini!


LAURA : (senyum) Aku tahu! Pikiranmu sudah lekat ke sana, heh, si tukang kebun itu!

PETRA : Ini, Senora (mengeluarkan bungkusan roti. Keluar ke kanan)

LAURA : Adios! (memandang ke arah pepohonan). Ha, mereka datang. Mereka tahu kapan mesti datang
menemui aku (bangkit dan menyerahkan remah-remah roti). Ini buat yang putih, ini untuk yang coklat,
dan ini untuk yang paling kecil tapi kenes. (tertawa dan duduk lagi memandang merpati yang sedang
makan). Ah, merpati-merpati yang manis. Itu yang besar mesti lebih dulu, kentara dari kepalanya yang
besar, dan itu … aduh , kenes benar. Hai, yang satu itu selesai mematuk terus terbang ke dahan.
Bersunyi diri. Agaknya

Ia suka berfilsafat. Tapi dari mana saja mereka ini datang? Seperti kabar angin saja! Meluas dengan
mudah. Ha, ha, jangan bertengkar. Masih banyak. Besok kubawakan yang lebih banyak lagi!

(Gonzalo dan Juanito masuk dari kiri. Gonzalo bergantung sedikit pada juanito. Kakinya bengkak, agak di
seret)

GONZALO : Membuang-buang waktu melulu! Mereka itu suka benar bicara yang bukan-bukan.

JUANITO : Duduk di sini sajalah, senior. Hanya ada seorang wanita.

(Laura menengok dan mendengarkan)

GONZALO : Tidak, Juanito. Aku mau tersendiri.

JUANITO : Tapi tak ada .


GONZALO : Yang di sana itu kan milikku!

JUANITO : Tiga orang pendeta duduk di sana, Senior!

GONZALO : Singkirkan saja mereka! … … … Sudah pergi!

JUANITO : Tentu saja belum! Mereka tengah bercakap-cakap.

GONZALO : Seperti merekat pada bangku saja mereka itu! Heh, tak ada harapan lagi, Juanito. Mari!

JUANITO : (menggandeng ke arah merpati-merpati)

LAURA : (marah). Awas hati-hati!

GONZALO : Apa Senora berbicara dengan saya?

LAURA : Ya, dengan tuan!

GONZALO : Ada apa?

LAURA : Tuan menakut-nakuti burung-burung merpati saya!

GONZALO : Peduli apa burung-burung itu!

LAURA : Apa, ha?


GONZALO : Ini taman umum, Senora!

LAURA : Tapi kenapa tadi tuan mengutuki pendeta-pendeta di sana itu?

GONZALO : Senora, tapi kita belum pernah jumpa! Dan kenapa tadi Senora menegur saya? Ayo, juanito!
(melangkah ke kanan)

LAURA : Buruk amat perangai si tuan itu! Kenapa orang mesti jadi tolol dan pandir kalau sudah
meningkat tua? (melihat ke kanan). Syukur. Ia tidak mendapat bangku! Itu, orang yang menakut-nakuti
merpati-merpatiku. Ha, ia marah-marah. Ya, ayo, carilah bangku kalau kau dapat! Aduh, kasihan, ia
menyeka keringat di dahi. Nah, itu dia kemari lagi. Debu-debu mengepul seperti kereta lewat! (juanito
dan gonzalo masuk)

GONZALO : Apa sudah pergi pendeta-pendeta yang ngobrol itu, Juan?

JUANITO : Tentu saja belum, Senior?

GONZALO : Walikota seharusnya lebih banyak menaruh bangku-bangku di sini! Terpaksa juga aku kini
duduk bersama wanita tua itu!

(ia duduk di ujung bangku,memandang dengan iri kepada laura, dan memberi hormat dengan
mengangkat topi). Selamat pagi.

LAURA : Jadi tuan di sini lagi?

GONZALO : Ku ulang lagi, kita kan belum pernah jumpa!


LAURA : Saya toh cuma membalas salam tuan!

GONZALO : “Selamat Pagi”, mestinya cukup dibalas dengan “selamat pagi” saja.

LAURA : Tapi tuan seharusnya juga minta ijin untuk duduk di bangku saya ini.

GONZALO : Ahai, bangku ini kan milik umum!

LAURA : Kenapa bangku yang di san itu juga tuan katakan milik tuan, hah?

GONZALO : Baik, baik! Sekian sajalah!

(pada dirinya sendiri) Dasar perempuan tua! Patutnya dia di rumah saja, merenda atau menghitung
tasbih.

LAURA : Jangan mengoceh lagi. Aku juga tokh, tak akan pergi untuk sekedar menyenangkan hatimu!

GONZALO : (mengelap sepatunya dengan sapu tangan). Kalau disiram air sedikit tentu lebih baik. Tak
berdebu lagi jadinya taman ini.

LAURA : Apa tuan biasa menggunakan saputangan sebagai lap?

GONZALO : Kenapa tidak?!

LAURA : Apa tuan juga menggunakan lap sebagai sapu tangan?


GONZALO : Hah? Nyonya kan tak punya hak untuk mengeritik saya!

LAURA : Toh sekarang saya ini tetangga tuan!

GONZALO : Juanito! Buku! Bosan mendengarkan nonsense macam itu!

LAURA : Alangkah sopan santun tuan ini!

GONZALO : Maaf saja nyonya. Tapi saya mengharap nyonya tidak bernapsu campur tangan urusan orang
lain!

LAURA : Saya memang biasa melahirkan pikiran-pikiran saya.

GONZALO : Hhh, Juanito! Buku!

JUANITO : Ini, tuan! (mengambil buku dari kantong, don gonzalo memandang dengki pada laura; gonzalo
mengeluarkan kaca pembesar dan kacamata: membuka buku)

LAURA : Oh, saya kira tuan mengeluarkan teleskop.

GONZALO : Nyonya bicara lagi!

LAURA : Tentunya penglihatan tuan masih baik sekali!!

GONZALO : Jauh lebih baik dari penglihatan nyonya!


LAURA : Ahai, tentu saja!

GONZALO : Kalau tidak percaya, tanyakan saja kepada kelinci-kelinci dan burung-burung.

LAURA : Artinya tuan suka berburu kelinci dan burung?

GONZALO : Saya pemburu memang. Dan sekarang pun saya tengah berburu.

LAURA : Ya, tentunya! Begitulah!

GONZALO : Ya, Senora. Tiap Minggu saya menyandang bedil bersama anjing saya pergi ke Arazaca.
Iseng-iseng berburu! Membunuh waktu!

LAURA : Ya, membunuh waktu! Apa hanya waktu saja bisa tuan bunuh?

GONZALO : Nyonya kira begitu? Saya bisa menunjukkan kepala beruang besar dikamar saya!

LAURA : Dan saya juga bisa menunjukkan kepala singa di kamar tamu saya, meskipun saya bukan
pemburu!

GONZALO : Sudahlah nyonya, sudah! Saya mau membaca. Percakapan cukup! Ngomong putus!

LAURA : Ha, tuan menyerah!

GONZALO : Tapi saya mau ambil obat bersin dulu. (mengambil tempat obat). Nyonya mau?
(memberikan obat itu)
LAURA : Kalau cocok!

GONZALO : Ini nomor satu! Nyonya tentu akan suka!

LAURA : Memang biasanya akan menghilangkan pusing.

GONZALO : Saya pun begitu.

LAURA : Tuan suka bersin?

GONZALO : Ya tiga kali.

LAURA : Persis sama dengan saya! (setelah mengambil bubukan, keduanya bersin berganti-ganti masing-
masing tiga kali).

GONZALO : Ehaaaah, agak enakan sekarang.

LAURA : Saya pun merasa enak sekarang.

(Ke Samping) Obat itu telah mendamaikan kami rupanya!

GONZALO : Maaf, saya mau membaca keras. Tidak mengganggu kan?

LAURA : Silahkan sekeras mungkin, tuan tidak menggangu saya lagi.


GONZALO : (membaca) “Segala cinta itu menyakitkan hati. Tetapi bagaimana jugapun pedihnya cinta
adalah sesuatu yang terbaik

yang pernah kita miliki “ Nah, bait itu dari penyair Campoamor.

LAURA : Ah!

GONZALO : (membaca) “ Anak-anak dari para bunda yang pernah kucinta menciumku, sekarang seperti
bayangan hampa “ Baris-baris ini agak lucu juga rasanya.

LAURA : (tertawa) Kukira juga begitu.

GONZALO : Ada beberapa sajak bagus dalam buku ini. Dengar! (membaca) “ Duapuluh tahun berlalu Ia
pun kembalilah “

LAURA : Cara tuan membaca dengan kaca pembesar itu sungguh agak menggelikan saya.

GONZALO : Jadi nyonya bisa membaca tanpa kaca pembesar?

LAURA : Tentu saja, tuan.

GONZALO : Setua itu? Ahai, nyonya main-main saja!

LAURA : Coba saya pinjam buku tuan itu! (mengambil buku dan membacanya keras-keras) “Duapuluh
tahun berlalu dan ia pun kembalilah. (Masing-masing saling memandang dan berkata : Mungkinkah dia
orangnya? Ya Allah, dimana oranya itu? )
GONZALO : Hebat! Saya iri hati pada penglihatan nyonya.

LAURA : (kesamping) Hmm, saya hafal tiap kata syair itu.

GONZALO : Saya gemar sekali puisi-puisi yang bagus. Sungguh gemar sekali. Bahkan ketika masih muda,
kadang-kadang suka bersyair.

LAURA : Sajak-sajak bagus juga?

GONZALO : Ya, macam-macamlah. Saya dulu sahabat dari Exprosoda, Zorilla, Bocquer, dan penyair-
penyair lain. Saya kenal Zorilla pertama kali di Amerika.

LAURA : Eh, tuan pernah ke Amerika?

GONZALO : Sering juga. Pertama kesana saya waktu umur 6 tahun.

LAURA : Tentunya dulu tuan ikut Colombus.

GONZALO : (tertawa) Yah, tidak sejelek itu nasibku! Saya sudah tua, tapi belum pernah kenal Raja
Ferdinand serta Ratu Isabella!

(keduanya tertawa). Saya juga teman Campoamor, berjumpa pertama kali di Valensia. Saya warga kota
di sana.

LAURA : Apa sungguh?

GONZALO : Saya dibesarkan disana. Dan masa mudaku habis di kota itu. Apa nyonya pernah ke Valensia?
LAURA : Pernah! Tiada jauh dari Valensia ada sebuah villa dan kalau masih berdiri sekarang, bisa
mengembalikan kenangan-kenangan yang manis. Saya pernah tinggal beberapa musim di sana. Tapi
sudah lama lampau. Villa itu dekat laut, tersembunyi antara pohon jeruk. Mereka menyebutnya … ah …
lupa … o ya, Villa Maricella.

GONZALO : Maricella?

LAURA : Maricella. Apa tuan pernah mendengarnya?

GONZALO : Tak asing lagi nama itu … ah, kita tambah tua tambah pelupa … di Villa itu dulu ada seorang
wanita paling cantik yang pernah saya lihat dan saya kenal. Dan namanya … O ya, Laura Liorento!

LAURA : (kaget) Laura Liorento?

GONZALO : Benar (mereka saling tatap)

LAURA : (sadar lagi) Ah, tak apa-apa, hanya mengingatkan saya pada teman karib saya.

GONZALO : Aneh juga.

LAURA : Memang aneh! Dia diberi sebutan “ Perawan Bagai Perak”.

GONZALO : Tepat, “Perawan Bagai Perak”. Nama itulah yang terkenal di sana. Sekarang saya seperti
melihatnya kembali di jendela di antara kembang mawar merah itu. Nyonya ingat jendela itu?

LAURA : Ya, saya ingat itulah jendela kamarnya.


GONZALO : Dulu dia suka berjam-jam di jendela.

LAURA : (melamun) Ya, memang dulu dia suka begitu.

GONZALO : Dia gadis ideal. Manis bagai kembang lilia. Rambutnya hitam. Sungguh mengesankan sekali!
Mengesankan sampai kapan saja. Tubuhnya ramping sempurna. Betapa Tuhan telah menciptakan
keindahan seperti itu. Dia seperti impian saja.

LAURA : (ke samping) Jika seandainya tuan tahu bahwa impian itu ada di samping tuan, tuan akan sadar
impian macam apa itu, heh? (keras-keras) Dia adalah gadis yang malang yang gagal cinta.

GONZALO : Betapa sedihnya (mereka saling memandang)

LAURA : Tuan pernah mendengar kabarnya?

GONZALO : Ya, pernah.

LAURA : Nasib malang meminta yang lain, (kesamping) Gonzalo!

GONZALO : Si jago cinta cakap itu! Peristiwa cinta yang sama.

LAURA : Ah, duel itu.

GONZALO : Tepat, duel itu. Si Jago Cinta itu adalah … saudara sepupu saya. Saya juga sayang sekali
kepadanya.
LAURA : Oh ya, saudara sepupu. Seorang temanku menyurati saya dan bercerita tentang mereka. Dia …
saudara sepupu tuan itu … tiap pagi lewat di depan jendelanya dengan naik kuda, dan melemparkan ke
atas seberkas kembang yang segera disambut gadisnya.

GONZALO : Dan tak lama kemudian, dia … saudara sepupu saya itu … lewat lagi untuk menerima
kembang dari atas. Begitu?

LAURA : Benar. Dan keluarga gadis itu ingin agar ia kawin dengan saudagar yang tidak ia cintai.

GONZALO : Dan pada suatu malam, ketika saudara sepupuku tadi tengah menanti gadisnya menyanyi …
di bawah jendela, lelaki itu muncul dengan tiba-tiba.

LAURA : Dan menghina saudara tuan itu.

GONZALO : Kemudian pertengkaran terjadi.

LAURA : Dan kemudian … duel!

GONZALO : Ya, waktu matahari terbit, di tepi pantai, dan si Saudagar itu luka-luka parah. Saudara
sepupu saya itu harus bersembunyi dan kemudian melarikan diri.

LAURA : Tuan rupanya mengetahui benar ceritanya.

GONZALO : Nyonya pun begitu agaknya.

LAURA : Saya katakan tadi, seorang teman telah menyurati saya.


GONZALO : Saya pun diceritai oleh saudara sepupu saya. (melihat ke samping) Heh, inilah Laura itu! Tak
salah!

LAURA : (Melihat ke samping) Kenapa menceritakan padanya? Dia tak curiga apa-apa.

GONZALO : (Melihat ke samping) Dia sama sekali tak bersalah.

LAURA : Dan apakah tuan pula yang menasihati saudara tuan itu untuk melupakan Laura?

GONZALO : Ooo, saudara sepupu saya tak pernah melupakannya.

LAURA : Bagaimana begitu?

GONZALO : Akan saya ceritakan segalanya kepada nyonya.

Gonzalo itu bersembunyi di rumah saya, takut menanggung akibatnya yang buruk sehabis menang duel
itu. Dari rumah saya ia terus lari ke Madrid. Ia kirim surat-surat kepada Laura, di antaranya sajak-sajak.
Tapi tentunya surat-surat itu jatuh ke tangan orang tuanya. Buktinya tak ada balasan. Kemudian Gonzalo
pergi ke Afrika, sebab cintanya telah gagal sama sekali, masuk tentara dan terbunuh di sebuah selokan
sambil menyebut berulangkali nama Lauranya yang sangat tercinta.

LAURA : (ke samping) Dusta! Heh, dusta kotor belaka!

GONZALO : (ke samping) Saya tak bisa membunuh diriku lebih ngeri lagi.

LAURA : Tuan tentunya telah ditumbangkan kesedihan yang sangat


GONZALO : Memang betul, nyonya. Dia seperti saudaraku sendiri. Dan saya kira tak lama kemudian,
Laura telah melupakannya. Kembali bermain memburu kupu-kupu seperti biasanya. Tak pernah
meratapinya.

LAURA : Tidak, Senior. Sama sekali tidak!

GONZALO : Biasanya perempuan memang begitu!

LAURA : Kalaupun itu sudah sifat perempuan, “Perawan Bagai Perak” adalah terkecuali! Teman saya itu
menanti berhari-hari, berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun dan tak selembar suratpun tiba. Suatu
senja ketika matahari terbenam, dia meninggalkan rumahnya dan dengan langkah tergesa menuju
pantai tempat kekasihnya menjaga nama baiknya. Ia menuliskan namanya di pasir, lalu duduk di atas
karang, memandang ke kaki langit. Ombak menyanyikan tembang duka yang kekal, dan menggapai batu
karang di mana perawan itu duduk. Air pasang segera tiba dan menyapu gadis itu dari muka bumi.

GONZALO : Ya Allah!

LAURA : Para nelayan di situ sering menceritakan bahwa nama yang ditulis gadis itu lenyap ditelan air
pasang. Toh kamu tak tahu aku reka-reka sendiri cerita kematianku!

GONZALO : Dia berdusta lebih ngeri dari dustaku!

LAURA : Ah, Laura yang malang!

GONZALO : Wahai Gonzalo yang malang!

LAURA : (Melihat ke samping) Aku takkan bercerita kepadanya bahwa aku kawin dua tahun kemudian
setelah duel itu!
GONZALO : (Melihat ke samping) Aku takkan bercerita kepadanya bahwa dua bulan kemudian aku
mengawini penari ballet dari Paris!

LAURA : Nasib memang selalu aneh. Di sini, tuan dan saya, dua orang asing, bertemu secara kebetulan
dan saling menceritakan kisah cinta yang sama dari dua teman lama yang telah bertahun lalu terjadi,
seperti sudah akrab benar kita ini!

GONZALO : Ya, memang aneh. Padahal mula-mula kita bertemu tadi, kita bertengkar.

LAURA : Tuan juga yang tadi mengganggu merpati-merpati saya.

GONZALO : Memang agak kasar saya tadi.

LAURA : Memang kasar. (ramah) Tuan datang lagi besok pagi?

GONZALO : Tentu, asal pagi secerah ini. Dan takkan lagi mengganggu merpati-merpati itu, tapi saya akan
membawa remah-remah roti besok.

LAURA : Oh, terima kasih. Burung-burung selalu tahu berterimakasih. Hei! Mana pembantuku tadi? –
Petra!

GONZALO : (melihat Laura yang membelakang) Tidak! Tak akan kukatakan siapa aku ini sebenarnya. Aku
sudah tua dan lemah. Biarlah dia mengangankan aku sebagai penunggang kuda tampan yang lewat di
bawah jendelanya.

LAURA : Nah, itu dia.

GONZALO : Itu Juanito! Dia sedang bercanda dengan gadisnya! (mengisyarati)


LAURA : (memandang Gonzalo yang membelakang) Tidak, aku sudah berubah tua. Lebih baik ia
mengingatku sebagai gadis bermata hitam yang melempar bunga dari jendela.

(Juanito dan Petra masuk) Hei, Petra!

GONZALO : Juanito, kau sedikit lambat.

PETRA : Si tukang kebun memberikan bunga-bunga ini kepada Seniora.

LAURA : Alangkah bagusnya. Terima kasih. Sedap benar baunya! (beberapa bunga gugur ke tanah)

GONZALO : Ini semua sungguh menyenangkan, Senora!

LAURA : Demikian juga saya, Senior!

GONZALO : Sampai besok, nyonya!

LAURA : Sampai besok, tuan!

GONZALO : Agak panas hari ini!

LAURA : Pagi yang cerah. Tuan besok pergi ke bangku tuan?

GONZALO : Tidak, saya akan kemari saja. Itu kalau nyonya tidak berkeberatan.
LAURA : Bangku ini selalu menanti tuan!

GONZALO : Akan saya bawa remah-remah roti!

LAURA : Besok pagi, jadilah!

GONZALO : Besok pagi. (Laura melangkah ke kanan berpegang pada petra. Gonzalo membungkuk susah
payah memungut bunga yang jatuh tadi, dan laura menengok ketika itu)

LAURA : Apa yang tuan kerjakan?

GONZALO : Juanito, tunggu dong!

LAURA : Tak salah, dialah Gonzalo!

(keduanya tersenyum)

Baca Juga :

3 Contoh Makalah Mahasiswa Sesuai Pedoman Dan Struktur yang Baik dan Benar

Contoh Naskah Drama 8 Orang

Di bawah ini merupakan 3 contoh dari beberapa tema naskah drama untuk 8 orang, antara lain.

1. Contoh Naskah Drama Pendidikan

Contoh Naskah Drama Pendidikan


unsplash.com

Judul : Aku ingin menjadi…

Tema : Pendidikan

Pemeran : 8 Orang

Penokohan drama :

Nita : Pemberani

Tina : Tegas

Wina : Penakut

Lia : Pemalu

Ibu Feni : Penegak

Pras : Baik hati

Joni : Rela berkorban

Tegar : Cuek

Sinopsis Drama

Pertanyaan dari Ibu Feni membuat ke tujuh siswanya memiliki impian yang besar dan timbul keseruan
ketika jam pelajaran.

Dialog Drama

Kring! Kring! Kring!

Bel masuk telah diberbunyi. Para siswa SD Harapan 345 saatnya untuk masuk kelas dan menerima
pelajaran dari wali kelasnya masing-masing. Pemandangan di kelas 4 masih gaduh. Ada yang berkelahi.

Joni : Kamu mau jadi pahlawan di kelas ini?


Pras : Bel masuk telah berbunyi.

Joni : Semuanya masuk!

Nita : Iya Pak ketua kelas (cetus Nita).

Joni : Berkelahi gara-gara merobekkan buku seperti tidak ada pekerjaan lain saja!

Ibu Feni : Selamat pagi anak-anak. Sebelum memulai pelajaran kita berdoa dahulu. Berdoa dimulai.

Ibu Feni : Selesai. Saya tadi mengetahui kalau ada keributan di luar kelas padahal sudah ada bel masuk.

Joni : Iya kan Ibu Feni marah (bisik Joni kepada Pras).

Pras : Kayaknya hanya mengingatkan saja deh Jon.

Joni : Tadi ada yang berkelahi Bu. Tapi sudah dilerai.

Bu Feni : Ya sudah besok-besok jangan diulangin ya.

Serempak siswa kelas 4 mengiyakan ucapan Ibu Feni.

Ibu Feni : Buka buku paket bahasa Indonesia kalian mengenai impian dan cita-cita. Siapa yang tahu
definisi impian dan cita-cita?
Tina: Impian adalah harapan dari seseorang yang perlu dibuktikan. Kalau cita-cita adalah harapan dan
perjuangan yang disertai dengan kemampuan untuk meraihnya.

Ibu Feni : Bagus jawabanmu Tina. Terus perbedaan antara keduanya apa Tina?

Tina : Ehmm (Pikir Tina dalam-dalam).

Nita : Tidak ada bedanya Bu!

Ibu Feni : Ya pasti ada. Bagaimana menurutmu Lia?

Lia : Perbedaannya tipis Bu. Kalau impian sudah dirancang sejak lahir. Kalau cita-cita harapan dari
banyak orang bukan diri kita sendiri.

Ibu Feni : Betul. Jika kita membicarakan tentang impian dari sekian banyak siswa di sini bisa dijelaskan
mengenai impian kalian? Bisa dimulai dari kamu Pras.

Pras : Aku Bu? Impianku ingin menjadi reporter yang bisa meliput berita sekaligus jalan-jalan di mana-
mana.

Joni : Sukanya jalan-jalan saja.

Ibu Feni: Waduh, Pras impiannya hebat. Kamu Joni? Bantah saja!.

Joni : Impian saya ingin pergi ke bulan seperti minnion Bu?

Ibu Feni : Minnion?

Tegar : Itu film kartun Bu. Joni suka menonton film kartun jadinya suka berkhayal.
Serempak siswa kelas 4 tertawa.

Ibu Feni : Sudah! Sudah! Kamu ini bisa saja Joni. Bagus juga itu. Kamu Wina?

Wina : Saya bermimpi untuk menjadi polisi wanita Bu.

Joni : Kamu saja takut dengan cecak mau jadi polisi. Tidak salah? Hahaha…

Lagi-lagi seluruh siswa tertawa atas lakon Joni.

Ibu Feni : Impian yang mulai Wina. Kalau kamu Tegar?

Tegar : Impian saya sama seperti Ibu jadi guru di sekolah dasar.

Joni : Tampang belagak tidak pantes jadi guru.

Berkali-kali seluruh siswa tertawa.

Ibu Feni : Joni, sekali lagi kamu ngeledek temanmu. Ibu jewer!

Tiba-tiba suasana kelas menjadi hening atas bentakan Bu Feni kepada Joni.

Ibu Feni : Kalau kamu Tina dan Nita.


Nita dan Tina : Kita mempunyai jadi penulis Bu (kompak menjawab).

Ibu Feni : Dari sekian banyak jawaban kalian mengenai tentang impian bagus-bagus. Namun dalam
meraih impian harus disertai dengan perjuangan, pengorbanan, kerja keras.

Joni : Doa Bu?

Ibu Feni : Jangan lupa untuk selalu berdoa tapi harus disertai perjuangan.

Nita : Tapi kalau seperti Joni apa itu impian Bu?

Joni : Kamu usil saja!

Ibu Feni : Kalau impian Joni terlalu berkhayal tapi impian itu harus setinggi langit. Kalau Joni memang
mempunyai impian itu maka mulai saat ini harus diperjuangkan. Belajar yang tekun biar menjadi
astronot.

Pras : Belajar? Joni suakanya main PS Bu.

Tegar : Iya Bu, gangguin aku belajar.

Ibu Feni : Betul kata Pras dan Tegar?

Joni hanya diam dan melirik dengan mata melotot pada Pras dan Tegar.

Ibu Feni : Sebaiknya bermain itu boleh tapi jangan berlebihan.


Joni : Saya main PS ketika libur dan ada waktu kosong kok Bu. Mereka saja yang iri.

Ibu Feni : Iya Ibu tahu. Kamu anak pinter.Tepuk tangan buat Joni

Serempak seluruh siswa memberi oplos kepada Joni.

Ibu Feni : Tapi nakal.

Serempak disusul tawa yang membahana. Bel istirahat telah datang.

Anda mungkin juga menyukai