Anda di halaman 1dari 5

MAKALAH

RATIFIKASI KEBIJAKAN KEHUTANAN

RAMSAR DAN PERLINDUNGAN LAHAN BASAH

Oleh:

Shinta Trisilvana

20190720039

FAKULTAS KEHUTANAN

UNIVERSITAS KUNINGAN

NOVERMBER 2021
Konvensi Ramsar dan Perlindungan Lahan Basah

Bencana kabut asap yang melanda Sumatera dan Kalimantan selama beberapa bulan terakhir
membuat kita miris. Semua sendi kehidupan masyarakat terganggu oleh kabut asap pekat.
Kualitas udara yang sangat berbahaya bagi kesehatan telah menurunkan kualitas hidup
puluhan juta warga masyarakat yang terpapar. Bahkan hingga akhir Oktober 2015 sedikitnya
12 orang dilaporkan telah meninggal dunia. Jika tidak ditangani lebih serius, peristiwa ini
sangat berpotensi mengakibatkan terjadinya lost generation. Sebenarnya, pemerintah dan
bangsa Indonesia tidak harus sendirian menguras energi dalam menangani bencana ekologis
kabut asap ini. Pada 16 September 2014 Indonesia telah mengesahkan dan meratifikasi
Persetujuan Asean tentang Pencemaran Asap Lintas Batas (Asean Agreement on
Transboundary Haze Pollution/AATHP).

Sebagai negara dengan hutan terluas di kawasan Asean, maka Indonesia dapat bekerja sama
dan meminta bantuan kepada Negara-negara tetangga untuk mengatasi kebakaran hutan dan
lahan yang kemudian memicu asap lintas batas. Persetujuan AATHP tersebut digagas oleh
negara-negara anggota Asean setelah peristiwa kebakaran hutan dan lahan hebat melanda
Indonesia pada 1997 yang asapnya sampai menyelimuti angkasa semua negeri jiran. Pada
pertemuan tingkat tinggi informal Asean II di Kuala Lumpur tahun 1997 diagendakan
pembahasan penanganan asap lintas batas. Tahun 2002 seluruh negara anggota Asean
menyepakati untuk menandatangani AATHP yang berlaku secara resmi mulai 25 November
2003.

Konvensi Ramsar

Indonesia merupakan Negara anggota Asean terakhir yang meratifikasi AATHP. Itu pun
dilakukan setelah melalui desakan bertubitubi dari masyarakat negeri jiran. Itulah sebabnya
pada 2006 lalu sekitar 100 orang aktivis lingkungan Malaysia berunjuk rasa di depan
Kedutaan Besar RI di Kuala Lumpur. Mereka berorasi dan membentangkan spanduk
bertuliskan “Keep Our Skies Blue! Sign Now!” Mereka mendesak agar Pemerintah Indonesia
segera meratifikasi perjanjian regional AATHP tersebut. Ratifikasi AATHP oleh Indonesia
seharusnya menjadikan Indonesia lebih aktif memainkan peran pada pengambilan keputusan
dalam pengendalian kebakaran hutan dan lahan di kawasan Asean. Perjanjian regional
tersebut juga dimaksudkan untuk melindungi masyarakat dari dampak negatif yang
ditimbulkan oleh kebakaran hutan dan lahan di berbagai sendi kehidupan. Selain itu juga
untuk melindungi kekayaan sumber daya hutan dan lahan dari bencana kebakaran.

Ratifikasi AATHP diharapkan memberikan kontribusi positif terkait upaya pengendalian


kebakaran hutan dan lahan yang menyebabkan pencemaran asap lintas batas. Isinya, antara
lain, meliputi (1) Penguatan regulasi dan kebijakan nasional; (2) Pemanfaatan sumber daya di
negara ASEAN dan di luar negara ASEAN; (3) penguatan manajemen dan kemampuan
teknis pengendalian kebakaran hutan dan lahan yang menyebabkan pencemaran asap lintas
batas. Dalam hal pengelolaan sumber daya hutan dan lahan, selain telah meratifikasi AATHP,
Pemerintah Indonesia melalui Keputusan Presiden Nomor 48 tahun 1991 juga telah
meratifikasi Convention on Wetlands of International Importance Especially as Waterfowl
Habitat. Konvensi ini dideklarasikan di kota Ramsar, Iran, pada 2 Februari 1971. Konvensi
ini kemudian lebih dikenal dengan sebutan Konvensi Ramsar.

Hingga kini Konvensi Ramsar telah diratifikasi oleh 162 negara dengan jumlah situs Ramsar
sebanyak 2.045 lokasi dan mencakup kawasan seluas 193.553.062 hektare. Isi dari Konvensi
Ramsar berupa perjanjian multilateral untuk perlindungan lahan basah yang bernilai penting
bagi dunia internasional serta memanfaatkan secara bijaksana sumber daya alam hayati yang
ada di dalamnya. Konvensi ini menekankan pengelolaan lahan basah yang secara ekologis
melintasi lebih dari satu negara, termasuk di dalamnya perlindungan terhadap satwa migran
seperti burung air yang memiliki lintasan terbang antar negara.

Secara umum tujuan Konvensi Ramsar adalah melakukan konservasi dan pemanfaatan lahan
basah secara bijaksana melalui aksi nasional untuk mewujudkan pembangunan secara
berkelanjutan di seluruh dunia. Indonesia memiliki lahan basah gambut tropis terbesar di
dunia yang sangat kaya keanekaragaman hayati (biodiversity). Masyarakat internasional
punya kepentingan untuk ikut menjaga kelestarian lahan gambut ini. Peristiwa kebakaran
hutan dan lahan yang terjadi saat ini dua-pertiga terletak di lahan basah gambut tersebut
sehingga dunia internasional harus terlibat aktif memadamkannya. Lahan basah merupakan
kawasan konsentrasi tinggi bagi sebagian besar jenis satwa, seperti ikan, burung, reptil,
mamalia, amfibi, dan binatang tak bertulang belakang.

Lahan basah juga berperan penting bagi berbagai jenis flora yang memiliki nilai sangat
penting bagi kehidupan global. Lahan basah juga memegang peranan penting bagi
pemenuhan kebutuhan manusia akan air bersih. Berkembangnya peradaban dan populasi
penduduk dunia saat ini telah meningkatkan konsumsi air bersih sampai pada tingkat yang
sangat tinggi. Diperkirakan konsumsi ini akan menjadi lebih besar lagi seiring pertambahan
penduduk dunia sampai tahun 2025. Kawasan ini juga berfungsi dalam mempertahankan
keseimbangan iklim.

Sumber : https://investor.id/archive/konvensi-ramsar-dan-perlindungan-lahan-basah
Lahan basah merupakan sumber kehidupan yang sangat vital bagi seluruh mahluk
hidup. Menyadari begitu besar manfaat dan fungsi lahan basah, beberapa perwakilan negara-
negara di dunia telah menandatangani suatu kesepakatan untuk melestarikan lahan basah
yang ada di bumi ini. Kesepakatan yang dikenal dengan Konvensi Ramsar ini tepatnya terjadi
pada tanggal 2 Februari 1971 di kota Ramsar, Iran. Indonesia masuk menjadi anggota
Konvensi Ramsar pada tahun 1991 dengan diterbitkannya Keppres 48 Tahun 1991 yang
merupakan Ratifikasi Konvensi Ramsar di Indonesia. Setiap anggota Ramsar berhak
mendaftarkan lokasi-lokasi lahan basahnya yang diakui memiliki kepentingan intenasional.
Konvensi yang pada awalnya lebih berfokus pada masalah burung air dan burung migran,
selanjutnya berkembang kepada kesadaran keutuhan lingkungan dan konservasi, termasuk
keanekeanekaragaman hayatinya, bahkan kesadaran tersebut saat ini lebih bermulti fokus
menyangkut seluruh aspek kehidupan manusia (Triana, 2011:1).
Konvensi Ramsar adalah perjanjian internasional untuk konservasi dan pemanfaatan
lahan basah secara berkelanjutan. Nama resmi konvensi ini adalah The Convention on
Wetlands of International Importance,especially as Waterfowl Habitat. Konvensi Ramsar
diratifikasi pemerintah Indonesia pada tahun 1991 melalui Keputusan Presiden RI No. 48
tahun 1991. Konvensi Ramsar disusun dan disetujui negara-negara peserta sidang di Ramsar,
Iran pada tanggal 2 Februari 1971 dan mulai berlaku 21 Desember 1975. Sejumlah 1.889
lokasi lahan basah dengan luas keseluruhan 1.854.370 km² dimasukkan ke dalam Daftar
Ramsar Lahan Basah Penting bagi Dunia. Lokasi lahan basah yang dilindungi Konvensi
Ramsar disebut situs Ramsar. Negara yang memiliki sisitus Ramsar terbanyak adalah Britania
Raya (168 situs), sedangkan Kanada memiliki situs Ramsar terluas dengan sekitar 130.000
km² lahan basah, termasuk Teluk Queen Maud yang luasnya 62.800 km². Sampai tanggal
2010 terdapat 159 negara penandatangan konvensi yang merupakan peningkatan dari
sejumlah 119 negara pada tahun 2000, dan 18 negara pendiri pada tahun 1971. Negara
peserta konvensi bertemu setiap 3 tahun sekali di Konferensi Para Pihak yang pertama kali
diadakan tahun 1980 di Cagliari, Italia. Amandemen disetujui di Paris (tahun 1982) dan di
Regina (tahun 1987). konvensi Ramsar memiliki komisi tetap, panel inspeksi keilmuan, dan
sekretariat. Markas besar Konvensi Ramsar terletak di Gland, Swiss bersama-sama dengan
IUCN (Wikipedia).
Isi konvensi lahan basah internasional berkaitan dengan perjanjian antar negara untuk
berkomitmen pada perlindungan lahan basah yang bernilai penting bagi dunia internasional
dan melakukan pemanfaatan secara bijaksana sumber daya alam hayati yang ada di
dalamnya. Urgensi penanganan perjanjian ini terutama pada pengelolaan lahan basah yang
secara ekologis membentang melintasi lebih dari satu negara, termasuk di dalamnya
perlindungan terhadap burung air migran yang memiliki lintasan terbang antar negara. Di
Indonesia sendiri telah terdapat 6 situs Ramsar, yaitu TN Rawa Aopa Watumohai Sulawesi
Tenggara, TN Sembilang, TN Berbak, Danau Sentarum, TN Wasur dan Pulau Rambut.
Adaptasi (Adaptation) adalah tindakan penyesuaian oleh sistem alam atau manusia
yang berupaya mengurangi kerusakan terhadap dampak yang ditimbulkan oleh perubahan
iklim. Ketika iklim berubah, hutan dan manusia terpaksa harus terbiasa dengan perubahan
curah hujan dan suhu udara yang terjadi secara perlahan. Mereka juga akan lebih sering
menghadapi berbagai kejadian yang berkaitan dengan kondisi cuaca ekstrem seperti musim
kering panjang dan banjir. Strategi adaptasi dapat membantu manusia dalam mengelola
dampak perubahan iklim dan melindungi sumber penghidupan atau matapencaharian
mereka. Adaptasi merupakan bidang baru dalam penelitian kebijakan hutan, namun demikian
ada beberapa contoh yang dapat dilihat yaitu :
 Menjamin bahwa adanya luasan hutan dalam daerah tangkapan air dengan tutupan
yang cukup untuk menahan erosi tanah dan dapat mengantisipasi curah hujan yang
intensitasnya semakin tinggi akibat perubahan iklim.
 Menyediakan koridor hutan agar jenis tumbuhan dan satwa dapat berpindah atau
dipindahkan ke suatu tempat atau ruang dengan iklim yang sesuai dengan keperluan
hidupnya.
 Membuat daerah penyangga (buffer zones) untuk menghentikan menjalarnya
kebakaran hutan.
 Menanam jenis pohon yang lebih toleran terhadap suhu yang lebih tinggi dan cuaca
ekstrem.
Salah satu program yang telah dijalankan dalam upaya mengelolan lahan basah
dengan pendekatan adaptasi adalah Program Adaptasi dan Mitigasi Lahan Basah
Berkelanjutan (Sustainable Wetlands Adaptation and Mitigation Program/ SWAMP), dimana
program ini melakukan pengukuran ekstensif dan terperinci atas cadangan karbon pada
ekosistem mangrove yang relatif tidak terganggu dan atas fluks gas rumah kaca dari lahan
gambut alami dan yang dikelola. SWAMP antara lain akan menggunakan Lidar berbasiskan
lapangan (untuk mengembangkan persamaan biomassa tanpa mengganggu ekosistem), radar
penetrasi lapangan (untuk mengukur kedalaman gambut) dan merotasi tabel kemiringan
permukaan (untuk mengukur penambahan dan pengurangan). SWAMP juga mengelola suatu
jaringan kerja peneliti mangrove dan lahan gambut yang terus berkembang di dunia dan
memberi peluang untuk peningkatan kapasitas. Bidang yang baru untuk SWAMP adalah
menelaah isu-isu adaptasi pada ekosistem mangrove dan lahan gambut (CIFOR,2014:9).
Program lain yang berhubungan dengan pengelolaan lahan basah dengan pendekatan
adaptasi adalah pengembangan Rencana Pengelolaan Daerah Penyangga Taman Nasional
Berbak selama tahun 1997-2000 oleh Pemerintah Daerah Jambi yang didanai oleh World
Bank, mendapat dukungan dari PT. Amythas yang bekerjasama dengan Wetlands
International-Indonesia Programme (WI-IP). Kegiatan yang dilaksanakan antara lain
penanganan kebakaran di daerah penyangga termasuk penanaman tanaman tahan api,
peningkatan kesadaran masyarakat akan bahaya dan akibat kebakaran, dan juga program
pengelolaan daerah tangkapan air untuk mencegah keringnya hutan rawa gambut. Beberapa
aktivitas yang telah direkomendasikan dalam dokumen tersebut pada Oktober 2000 yaitu
kampanye penyadaran, peningkatan kapasitas pengelolaan kawasan, dan peningkatan status
daerah Sembilang sebagai sebuah Tamana Nasional (Lubis dan Suryadiputra, 2004:111).
Sebagai contoh kegiatan perambahan hutan dan alih fungsi lahan basah menjadi
pemukiman, industri, pertanian, dan perkebunan dengan melakukan pembakaran. Konvensi
Ramsar kemudian diselenggarakan sebagai bentuk perjanjian antar negara agar berkomitmen
pada perlindungan lahan basah yang bernilai penting bagi dunia internasional dan melakukan
pemanfaatan secara bijaksana sumber daya alam hayati yang ada di dalamnya.
Upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah kebakaran lahan adalah
penyuluhan pencegahan kebakaran, membuat sekat bakar, melibatkan masyarakat setempat
dalam penanggulangan kebakaran agar masyarakat memiliki rasa tanggungjawab terhadap
kebakaran.
Sumber : Fitri R Harahap.Pengelolaan Lahan Basah Terkait Semakin Maraknya Kebakaran Dengan
Pendekatan Adaptasi Yang Didasarkan Pada Kovensi Ramsar.

Anda mungkin juga menyukai