Robby Permata
Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Bung Hatta – Padang
PT REKAYASA PRATAMA KONSULTAN
Pendahuluan
Bisa diturunkan
persamaan closed-form
dengan teori potensial
Pola aliran untuk benda dengan B/D besar (> 2.8)
Fenomena getaran pada jembatan akibat angin
adalah getaran single-degree of freedom pada arah tegak lurus aliran angin dan bersifat
divergen, sehingga bisa menimbulkan kegagalan elemen struktur.
Galloping terjadi jika arah gaya angkat quasi-steady pada benda dengan sudut serang
tertentu bersesuaian dengan arah gerak benda. Hal ini menyebabkan gaya aerodinamik
memberikan amplifikasi pada getaran dan redaman akibat aerodinamik bernilai negatif.
Dari penjelasan mekanisme terjadinya galloping, maka konsep dasar memitigasi
galloping adalah dengan memodifikasi bentuk bawah pada dek jembatan
sehingga terbentuknya inner circulatory flow bisa dihindari.
Contohnya adalah pemasangan lower skirt pada Jembatan Tozaki dan pelat
horisontal pada Jembatan Akses Bandara Kansai.
Pemasangan lower skirt dan double flap pada Jembatan Tozaki
(Fujino dkk, 2012)
Pemasangan pelat horisontal pada Jembatan Akses Bandara Kansai
(Honda dkk, 1990)
Ge dkk (2002)
melakukan studi
terhadap dek jembatan
Yadagawa
Penampang asli
Penampang dengan
40% slot
Penampang dengan
deflector
Penambahan deflector meningkatkan stabilitas dek secara sangat signifikan
Aplikasi modifikasi penampang pada kaki
pylon Jembatan Higashi Kobe
Kaki pylon jembatan ini tidak memiliki upper cross beam, sehingga kaki pylon menjadi
relatif fleksibel. Rasio B/D adalah antara 1.0 – 1.35.
Bentuk penampang dengan adanya corner cut dengan rasio B/D tertentu terbukti
mampu memitigasi galloping pada kaki pylon karena menghindarkan terjadinya inner
circulatory flow akibat terjadinya reattachment (Shiraishi dkk, 1988)
Kesimpulan - Galloping
Seperti pada galloping, flutter juga merupakan getaran yang bersifat divergen dan bisa
menyebabkan ketidakstabilan elemen struktur, terutama pada dek jembatan.
Massa, redaman, kekakuan, bentuk penampang dan karakteristik aliran (seperti sudut
serang) menjadi faktor yang sangat penting dalam flutter.
Fenomena flutter yang umum pada jembatan adalah torsional flutter (hanya melibatkan
gerak torsional) dan coupled flutter (melibatkan interaksi gerak vertikal dan torsional).
Dari penjelasan di atas, diketahui bahwa flutter dipengaruhi oleh 3 hal: karakterisitik
aerodinamik penampang dek, parameter struktur jembatan (kekakuan, massa,
redaman) dan karakteristik aliran.
Karena karakteristik aliran merupakan fenomena alam yang tidak bisa dimodifikasi,
maka pendekatan untuk mitigasi flutter dilakukan dengan 2 cara: pendekatan
aerodinamik dengan mencari bentuk dek dengan sifat aerodinamik yang bagus, serta
pendekatan struktur untuk menghasilkan struktur yang lebih kaku.
Analisis Flutter
Flutter Analysis
2
H
*
F (k ) A1* F (k )
1
k k
2 1 F (k ) G(k ) 1 F (k ) G (k )
H 2* A2*
k 2 2 k
k 2 2 k
F (k ) G (k )
2 F (k ) G(k ) A3*
H 3* k k 2
k k k
2 A4* G (k )
H 4* G (k ) k
k
C(k): Theodorsen function with k: reduced frequency, k=b./U with is circular
frequency=2..f
H 1( 2) (k )
C (k ) ( 2) F (k ) iG (k )
H 1 (k ) iH 0 (k )
( 2)
where Hv(2) is the Hankel function of second kind. The value of C(k) could be
approximated by using equation proposed by R. T. Jones as follows:
Cara free vibration kondisi pengujian mendekati kondisi riil; membutuhkan system
identification untuk bisa meng-ekstrak nilai aerodynamic derivatives tsb., tidak
membutuhkan alat motor yang mahal; set up eksperimen lebih rumit karena harus
meng-adjust frekuensi sistem
Model F
d frequency
4.5 6
4
Ucr=9.8 m/s
3.5
Ur cr=7.39 5
3
4
2.5
2 3
1.5
1 2
0.5
1
0
0 2 4 6 8 10 12 14 16
-0.5
0
-1 0 2 4 6 8 10 12 14 16
A2* terkait dengan stabilitas gerak torsional, dan H1* terkait dengan stabilitas gerak
vertikal. A1* dan H3* berkaitan dengan coupled flutter pada gerakan 2 derajat kebebasan,
di mana A1* terkait besarnya momen aerodinamik akibat gerakan vertikal dan H3* terkait
besarnya gaya angkat aerodinamik akibat gerakan torsional.
Strategi untuk mendapatkan dek yang lebih stabil adalah dengan memodifikasi
aerodynamic derivatives sehingga:
1. A2*, H1* memiliki nilai negatif (untuk menghindari redaman negatif) dan
2. A1* , H3* memiliki nilai absolut yang rendah atau mendekati nol (artinya interaksi
antar gerakan torsional dan vertikal sangat kecil).
dari Matsumoto dkk, 2002)
Chen & Cai, 2003:
Frekuensi torsi
dan vertikal
tidak berimpit
saat flutter
terjadi
Redaman
gerak torsi = 0
pada
kecepatan 87
m/detik.
Aerodynamic derivatives H3*
menyebabkan terjadinya gaya angkat
vertikal akibat gerakan
torsional/rotasional
Usulan tahapan studi flutter suatu dek dengan bentuk penampang yang baru:
Tahap A adalah mengukur unsteady pressure characteristics dek dengan uji terowongan
angin atau simulasi CFD,
selanjutnya bisa ditampilkan dalam bentuk riwayat waktu tekanan permukaan pada dek
ketika mengalami getaran seperti pada gambar B.
Dengan data tekanan permukaan, maka bisa dikonstruksi perkiraan bentuk medan
aliran di sekitar dek seperti pada gambar C (pendekatan yang lebih valid adalah
menggunakan visualisasi aliran).
Nilai aerodynamic derivatives (D) bisa dihitung dengan mengintegrasikan nilai unsteady
pressure characteristics, dengan pengukuran langsung di uji terowongan angin atau
simulasi CFD.
Data aerodynamic derivatives bisa digunakan untuk menghitung kecepatan kritis flutter
(E).
Tahap terakhir adalah verifikasi hasil analitis dengan uji terowongan angin free vibration
Contoh kasus:
perbandingan flutter dengan karakterisik aerodynamic derivatives
yang berbeda, dan validasi hasil Selberg formula
Test case: NF-II-A and SC (aerodynamic derivatives data dari Trein, 2009)
Aerodynamic derivatives penampang
NF-II-A dan SC
Penampang SC memenuhi
kriteria dek stabil menurut
Matsumoto.
Model Ur cr ratio Ur cr
F 5.74 1.00
F +f 6.10 1.06
F +w 6.56 1.14
F +f+w 6.98 1.22
1B unstable -
1B +f 6.42 1.12
1B +w 6.59 1.15
1B +f+w 7.50 1.31
2B unstable -
2B +f 6.96 1.21
2B +w 7.31 1.27
2B +f+w 8.21 1.43
6 unstable -
6 +f 9.39 1.64
6 +w 24.80 4.32
6 +f+w 9.88 1.72
Winglet sangat penting untuk menjamin stabilitas terhadap torsional flutter
Besarnya spasi antar segmen dek atau slotted sangat mempengaruhi stabilitas
flutter
Kesimpulan - Flutter
Sering kali laporan hasil pengujian terowongan angin hanya memberikan kecepatan
kritis flutter tanpa ada informasi lainnya seperti aerodynamic derivatives.
Hal ini mungkin bisa diterima jika bentuk dek sudah umum, namun akan menjadi
masalah jika dilakukan pada kajian bentuk dek yang baru atau pada jembatan bentang
sangat panjang
VORTEX-INDUCED VIBRATION
(VIV)
Beberapa karakter VIV:
terjadi pada kecepatan yang relatif lebih rendah dari flutter
Terjadi hanya pada rentang kecepatan tertentu
Pemasangan flap dan bottom plate pada dek jembatan cable
stayed di Jepang (Katsuchi dkk, 2013)
Pemasangan guide vane di bawah dek Jembatan Great Belt East (kiri, dari Larsen
dkk, 2000) dan mekanisme reduksi trailing edge vortex oleh guide vane (kanan,
dari Larsen & Poulin, 2005)
Optimasi sudut sisi miring dek box girder (< 150) untuk mereduksi
getaran vertikal VIV (Larsen & Wall, 2012)
Kesimpulan - VIV
Cukup dengan menggunakan hanger berupa strand atau tension rod yang berbentuk
lingkaran, maka masalah ini bisa diatasi.
Profil H, meskipun secara aerodinamik tidak bagus, masih tetap menjadi pilihan
karena kemudahan pemasangan dan penyambungan, ketersediaan material dan
fabrikator/kontraktor sudah sangat familiar dengan bentuk penampang ini.
Chen dkk (2012) mempelajari hanger dengan bentuk profil H dan menganalisis
pengaruh lubang di sayap atau badan terhadap stabilitas aerodinamik hanger
tersebut.
Penambahan
lubang di badan malah
cenderung
mengurangi stabilitas
terhadap torsional
flutter
Penambahan
lubang di badan malah
meningkatkan
stabilitas terhadap
galloping
Tabel S1, S2 dan S3 malah tidak ditemukan pada paper ini (???)
Andika dkk (2018) juga
melakukan studi
terhadap hanger profil
H, hexagonal dan
lingkaran
Terjadinya VIV sangat
dipengaruhi oleh sudut
serang.
Pada sudut serang 0o dan
15o, profil H lebih rentan
terhadap VIV pada
kecepatan rendah
Pada sudut serang 30o, profil
hexagonal tetap lebih stabil
tetapi terjadi VIV pada
kecepatan tinggi dengan
amplitudo sangat besar
Profil lingkaran lebih aman terhadap VIV pada kecepatan rendah, tetapi
pada kecepatan tinggi terjadi VIV dengan amplitudo sangat besar
Kesimpulan – Getaran pada hanger