Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH PSIKOLOGI PENDIDIKAN

Mengenal Sosok John Dewey dan Teori Pendidikan Konstruktivisme

Disusun Untuk Tugas Individu,Mata Kuliah psikologi pendidikan


Dosen Pengampuh: Dr. Hj. Hadi Machmud M. Pd.

Disusun Oleh;

Nama : Aprilia
Nim : 2021010101239

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KENDARI
2022
Kata pengantar

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya
sehingga makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami
mengucapkan terima kasih terhadap bantuan dari pihak yang telah
berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun
materinya. Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah
pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih
jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-
hari. Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan
dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan
pengalaman Kami. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran
yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini
PENDAHULUAN

John dewey merupakan salah satu figure yang sangat penting di dunia pendidikan, dia
juga termasuk filosof yang sangat berpengaruh di amerika. John dewey memperkenalkan
konsep pendidikannya melalui Experiential learing, dimana pendikan dapat di peroleh
melalui pengalaman. Karena bagi john dewey pendidikan itu sebagai bentuk kehidupan.
Dewey menjelaskan bahwa pendidikan berarti perkembangan yang sudah tumbuh sejak lahir
hingga menjelang kematian.

Ada be berapa prinsip mendasar yang ditawarkan oleh john dewey yaitu prinsip
kebebasan yang diarahkan kepada peserta didik dalam melakukan eksperimen dan
menentukan kebenaran. Pendidikanmelalui pengalaman (Experience) merupakan nilai yang
sangat penting karena belajar melalui pengalaman adalah sarana dan tujuan pendidikan ( john
dewey,2004).

Di dalam bidang pendidikan, kita pernah mendengar sebuah teori, atau sebut saja


sebuah metode 'belajar sambil melakukan'- learning by doing. Teori dan metode tetsebut
pertama kali dikenalkan oleh seorang filosof asal Amerika yang lahir pada 20 October 1859
di Burlington, Vermont Amerika Serikat, yaitu John Dewey.

John Dewey lulus dengan gelar sarjana dari University of Vermont pada tahun 1879.
Setelah menerima gelar doktor dalam bidang filsafat dari Universitas Johns Hopkins pada
tahun 1884, ia mulai mengajar filsafat dan psikologi di University of Michigan. Di sana
minatnya secara bertahap bergeser dari filosofi Georg Wilhelm Friedrich Hegel ke psikologi
eksperimental baru yang dikembangkan di Amerika Serikat oleh G. Stanley Hall dan filsuf
dan psikolog pragmatis William James.

Kemudian studi lebih lanjut tentang psikologi anak mendorong Dewey untuk
mengembangkan filosofi pendidikan yang akan memenuhi kebutuhan masyarakat demokratis
yang berubah.bagi john dewey,pendidikan harus memampukan peserta didik dalam memakai
rangkaian pengalamannya,sehingga peserta didik terus bertumbuh dan diprekaya oleh
pengalaman tersebut.

Sebagai filosof dan banyak menulis mengenai pendidikan, John Dewey dikenal
sebagai bapak Konstruktivisme dan Discovery Learning. Ia mengemukakan bahwa belajar
tergantung pada pengalaman dan minat siswa sendiri dan topik dalam kurikulum seharusnya
saling terintergrasi bukan terpisah atau tidak mempunyai kaitan satu sama lain. Belajar harus
bersifat aktif, langsung terlibat, berpusat pada siswa dalam konteks pengalaman sosial.

Kesadaran sosial menjadi tujuan dari semua pendidikan. Belajar membutuhkan


keterlibatan siswa dan kerjasama tim dalam mengerjakan tugas. Guru bertindak sebagai
fasilitator, mengambil bagian sebagai anggota kelompok dan diadakan kegiatan diskusi dan
reviu teman. John Dewey juga menyarankan penggunaan media teknologi sebagai sarana
belajar. Konsep John Dewwey ini sudah banyak dipakai Indonesia untuk pembelajaran di
perguruan tinggi.
John Dewey mengemukakan bahwa belajar tergantung pada pengalaman dan minat siswa
sendiri dan topik dalam kurikulum seharusnya saling terintegrasi bukan terpisah atau tidak
mempunyai kaitan satu sama lain (Sugihartono dkk, 2007:108).
Apabila belajar siswa tergantung pada pengalaman dan minat siswa maka suasana belajar
siswa akan menjadi lebih menyenangkan dan hal ini akan mendorong siswa untuk berfikir proaktif
dan mampu mencari pemecahan masalah, di samping itu kurikulum yang diajarkan harus saling
terintegrasi agar pembelajaran dapat berjalan dengan baik dan memiliki hasil maksimal.
John Dewey dalam bukunya Democracy and Education (1950: 89 90, dalam Dwi Siswoyo
dkk, 2011), pendidikan adalah rekonstruksi atau reorganisasi pengalaman yang menambah makna
pengalaman, dan yang menambah kemampuan untuk mengarahkan pengalaman selanjutnya.  
Seperti telah diuraikan di muka bahwa dalam teori pendidikan disebutkan bahwa permasalahan
muncul dibangun dari rekonstruksi yang dilakukan oleh siswa sendiri, hal ini dapat dikatakan bahwa
dalam pendidikan ada keterkaitan antara siswa dengan permasalahan yang dihadapi dan siswa
tersebut yang merekonstruksi lewat pengetahuan yang dimiliki. Selain itu dari teori kognitif yang
menegaskan pengalaman sebagai landasan pembelajaran juga sangat relevan. (Baca juga
mengenai teori empirisme )
John Dewey tidak hanya mengembangkan teori pendidikan yang terangkum dalam teori
kognitif tetapi juga mengembangkan teori perkembangan moral peserta didik. John Dewey membagi
perkembangan moral anak menjadi tiga konsepan, yaitu konsep premoral atau preconventional,
konsep conventional, dan konsep autonomous (Dwi Siswoyo dkk, 2011).

Teori perkembangan moral peserta didik sangat berhubungan dengan teori pembelajaran
kognitif. Hal ini dapat dilihat dalam teori perkembangan moral peserta didik, seseorang mengalami
beberapa tahap dalam bertingkah laku di lingkungan sosial atau kelompoknya dan hal ini akan
membawa pengalaman dan memberi pengetahuan pada siswa tersebut.

Teori kognitif  pada dasarnya membahas faktor faktor kognisi yang berhubungan dengan jiwa
atau kondisi psikologi seseorang. Definisi dari kognisi yaitu suatu proses atau upaya manusia dalam
mengenal berbagai macam stimulus atau informasi yang masuk ke dalam alat inderanya, menyimpan,
menghubung hubungkan, menganalisis, dan memecahkan suatu masalah berdasar stimulus atau
informasi tersebut (Sugihartono dkk, 2007).
Pengertian tersebut mengandung arti bahwa gejala kognisi sering dikaitkan dengan proses
belajar seseorang yang didapat dari pengamatan termasuk pengalaman dan melalui alat indera hingga
pada akhirnya dapat digunakan untuk memecahkan masalah.

Penerapan Model Pembelajaran Konstruktivisme Sebagai Upaya Meningkatkan


Kemampuan Menulis Esai

Pada tahun 1894 ia bergabung dengan fakultas filsafat di University of Chicago,


tempat ia mengembangkan pedagogi progresifnya lebih lanjut di Sekolah Laboratorium
universitas. Pada tahun 1904 Dewey meninggalkan Chicago ke Universitas Columbia di New
York City, di mana ia menghabiskan sebagian besar karirnya dan menulis karya filosofisnya
yang paling terkenal, Experience and Nature (1925). Tulisannya berikutnya, yang termasuk
artikel dalam majalah populer, membahas topik dalam estetika, politik, dan agama.

John dewey juga memberikan keyakinan, bahwa dalam belajar melalui penglaman
peserta didik harus berproses aktif sehingga dapat terlibat langsung dalam mengerjakan tugas
serta dalam menjalani tantangan kehidupan yang nyata. Karena pendidikan yang baik harus
memiliki tujuan untuk dapat bersosialisasi dengan lingkungannya sehingga dapat
terefleksikan prinsip-prinsip dan gagasan yang memotivasi masyarakat dalam memperoleh
pengetahuan.

Dalam teori dan metodenya ini,  ia berpendapat bahwa untuk mempelajari sesuatu,
tidak perlu orang terlalu banyak mempelajari itu.  Dalam melakukan apa yang hendak
dipelajari itu, dengan sendirinya ia akan menguasai gerakan-gerakan atau perbuatan-
perbuatan yang tepat, sehingga ia bisa menguasai hal yang dipelajari itu dengan sempurna. Ia
mengambil contoh tentang seorang yang akan belajar berenang. Menurutnya, seorang itu
tidak perlu diajari macam-macam teori tetapi cukup ia langsung disuruh masuk kolam renang
dan mulai berenang, dengan cepat seorang itu akan menguasai kemampuan berenang.

Teori Pengetahuan

Fokus sentral dari minat filosofis Dewey sepanjang kariernya adalah apa yang secara
tradisional disebut "epistemologi," atau "teori pengetahuan". Akan tetapi, ini menunjukkan
sikap kritis Dewey terhadap upaya masa lalu di bidang ini bahwa ia secara tegas menolak
istilah "epistemologi," lebih memilih "teori penyelidikan" atau "logika eksperimental"
sebagai mewakili pendekatannya sendiri.

Dalam pandangan Dewey, epistemologi tradisional, apakah rasionalis atau empiris,


telah menarik perbedaan yang mencolok antara pemikiran, domain pengetahuan, dan dunia
fakta yang konon disebut pemikiran: pikiran diyakini ada terpisah dari dunia, secara
epistemis sebagai objek kesadaran langsung, ontologis sebagai aspek unik dari diri. 

 Pahami Belajar Konstruktivisme agar Siswa Lebih Aktif

Komitmen rasionalisme modern, yang berasal dari Descartes, ke doktrin ide bawaan,
ide-ide yang terbentuk sejak lahir dalam hakikat pikiran itu sendiri, telah mempengaruhi
dikotomi ini; tetapi kaum empiris modern, dimulai dengan Locke, telah melakukan hal yang
sama persis dengan komitmen mereka terhadap metodologi introspektif dan teori ide-ide
representasional.Pandangan yang dihasilkan membuat misteri dari relevansi pemikiran
dengan dunia: jika pemikiran merupakan domain yang berdiri terpisah dari dunia, bagaimana
bisa keakuratannya sebagai sebuah bagian dari perhitungan dunia menjadi ada ? Bagi Dewey,
sebuah model baru, yang menolak anggapan tradisional, menginginkan, sebuah model yang
berusaha ia kembangkan dan sempurnakan selama bertahun-tahun dalam penulisan dan
refleksi.

Menurut pragmatisme Dewey, atau yang disebutnya "instrumentalisme," adalah


pandangan bahwa pengetahuan dihasilkan dari ketajaman korelasi antara peristiwa, atau
proses perubahan. Penyelidikan membutuhkan partisipasi aktif dalam proses-proses tersebut:
penyelidik memperkenalkan variasi spesifik di dalamnya untuk menentukan perbedaan apa
yang terjadi dalam proses terkait dan mengukur bagaimana suatu peristiwa tertentu berubah
dalam kaitannya dengan variasi dalam peristiwa terkait. 

 Teori Konstruktivisme Komunikasi

Sebagai contoh, penyelidikan eksperimental dapat berupaya untuk mengetahui


bagaimana keganasan dalam suatu organisme manusia berubah dalam kaitannya dengan
variasi dalam bentuk-bentuk perlakuan tertentu, atau bagaimana siswa menjadi pembelajar
yang lebih baik ketika terpapar metode pengajaran tertentu.Pragmatisme juga merupakan
respons terhadap apa yang oleh para filsuf disebut teori kebenaran dan makna: gagasan
bahwa dalam belajar kita adalah reseptor pasif dari rangsang sensorik. Pragmatisme,
sebaliknya, menegaskan bahwa individu itu terutama aktif dalam pembangunan dunianya,
dan bahwa makna yang kita peroleh dalam hidup kita adalah hasil dari hubungan yang
kompleks antara ide yang diterima dan pengalaman sekarang.

Dalam teori instrumentalisme, pikiran-pikiran berfungsi dalam penemuan-penemuan


yang berdasarkan pengalaman yang mengenai konsekuensi-konsekuensi di masa depan.
Menurut dewey, kita hidup dalam dunia yang belum selesai penciptaannya. Sikap Dewey
dapat dipahami dengan sebaik-baiknya dengan meneliti tiga aspek dari yang kita namakan
instrumentalisme. Pertama, kata temporalisme yang berarti ada gerak dan kemajuan nyata
dalam waktu. Kedua, kata futurisme, mendorong kita untuk melihat hari esok dan tidak pada
hari kemarin. Ketiga, milionarisme, berarti bahwa dunia dapat dibuat lebih baik dengan
tenaga kita. Pandangan ini juga dianut oleh William James.
PEMBAHASAN

Konsep Pendidikan John Dewey

Konsep pendidikan Dewey memberi prioritas pada kegiatan yang bermakna dalam
pembelajaran dan partisipasi dalam demokrasi kelas. Tidak seperti model pengajaran
sebelumnya, yang mengandalkan otoriterianisme dan hafalan, pendidikan progresif
menegaskan bahwa siswa harus diinvestasikan dalam apa yang mereka pelajari. Dewey
berpendapat bahwa kurikulum harus relevan dengan kehidupan siswa. Dia melihat belajar
dengan melakukan dan mengembangkan keterampilan hidup praktis sebagai hal penting
untuk pendidikan anak-anak. Beberapa kritikus berasumsi bahwa, di bawah sistem Dewey,
siswa akan gagal memperoleh keterampilan dan pengetahuan akademik dasar. Yang lain
percaya bahwa tata ruang kelas dan otoritas guru akan hilang.

Bagi Dewey, keharusan etis sentral dalam pendidikan adalah demokrasi. Setiap
sekolah, seperti yang ditulisnya di The School and Society, harus menjadi "kehidupan
komunitas embrio, aktif dengan jenis pekerjaan yang mencerminkan kehidupan masyarakat
yang lebih luas dan meresap ke seluruh dengan semangat seni, sejarah dan sains. Ketika
sekolah memperkenalkan dan melatih setiap anak masyarakat untuk menjadi anggota dalam
komunitas kecil seperti itu, menjenuhkannya dengan semangat pelayanan, dan memberinya
instrumen pengarahan diri sendiri yang efektif, kita akan memiliki jaminan terdalam dan
terbaik dari masyarakat yang lebih besar yang layak, menyenangkan dan harmonis. "

Dalam bukunya Democracy and Education (1916), Dewey menawarkan suatu konsep
pendidikan yang adaptif dan progresif bagi perkembangan masa depan.

"Dewey elaborated upon his theory that school reflect the community and be patterned after
it so that when children graduate from school they will be properly adjusted to asumse their
place in society."

Kutipan di atas dapat dipahami secara bebas bahwa pendidikan harus mampu
membekali anak didik sesuai sengan kebutuhan yang ada pada lingkunga sosialnya.
Sehingga, apabila anak didik tersebut telah lulus dari lembaga sekolah, ia bisa beradaptasi
dengan masyarakatnya.Untuk merealisasikan konsep tersebut, Dewey menawarkan dua
metode pendekatan dalam pengajaran. Pertama, problem solving method. Dengan metode ini
anak dihadapkan pada berbagai situasi dan masalah-masalah yang menantang, dan anak didik
diberi kebebasan sepenuhnya untuk memecahkan masalah-masalah tersebut sesuai dengan
perkembangan kemampuannya. 

Dalam proses belajar mengajar model ini guru bukannya satu-satunya sumber, bahkan
kedudukan seorang guru hanya membantu siswa dalam memecahkan kesulitan yang
dihadapinya. Dengan metode semacam ini, dengan sendirinya pola lama yang hanya
mengandalkan guru sebagai satu-satunya pusat informasi (metode pedagogy) diambil alih
kedudukannya oleh metode andragogy yang lebih menghargai perbedaan individu anak didik.
Kedua, Learning by doing. Konsep ini diperlukan untuk menjembatani kesenjangan antara
dunia pendidikan dengan kebutuhan dalam masyarakat. Supaya anak didik bisa eksis dalam
masyarakat bila telah menyelesaikan pendidikannya, maka mereka dibekali keterampilan-
keterampilan praktis sesuai dengan kebutuhan masyarakat sosialnya.
Teori Konstruktivisme

Beberapa kalangan menyebutkan bahwa pendiri teori konstruktivisme adalah Jean Piaget.
Namun John Dewey sering dikutip sebagai pendiri filosofis dari pendekatan teori konstruktivisme ini.
Bruner dan Piaget dianggap sebagai ahli teori utama di antara konstruktivis kognitif, sementara
Vygotsky adalah ahli teori utama di antara konstruktivis sosial. Dalam konstruktivisme John Dewey
menolak anggapan bahwa sekolah harus fokus pada pengulangan, hafalan yang menghafal &
mengusulkan metode "hidup terarah" - siswa akan terlibat dalam lokakarya praktis di dunia nyata di
mana mereka akan menunjukkan pengetahuan mereka melalui kreativitas dan kolaborasi. Siswa harus
diberi kesempatan untuk berpikir dari diri mereka sendiri dan mengartikulasikan pemikiran mereka.

Dewey menyerukan agar pendidikan didasarkan pada pengalaman nyata. Dia menulis, "Jika
Anda ragu tentang bagaimana pembelajaran terjadi, terlibatlah dalam penyelidikan berkelanjutan:
belajar, merenungkan, mempertimbangkan kemungkinan alternatif dan sampai pada keyakinan Anda
yang didasarkan pada bukti."John Dewey mengemukakan bahwa belajar tergantung pada pengalaman
dan minat siswa sendiri dan topik dalam kurikulum seharusnya saling terintegrasi bukan terpisah atau
tidak mempunyai kaitan satu sama lain. Sugihartono dkk, 2007 dalam (Just Weare Noegayya 2012).
Apabila belajar siswa tergantung pada pengalaman dan minat siswa maka suasana belajar siswa akan
menjadi lebih menyenangkan dan hal ini akan mendorong siswa untuk berfikir proaktifdan mampu
mencari pemecahan masalah, di samping itu kurikulum yang diajarkan harus saling terintegrasi agar
pembelajaran dapat berjalan dengan baik dan memiliki hasil maksimal

Menurut John Dewey, pendidikan adalah rekonstruksi atau reorganisasi pengalaman yang
menambah makna pengalaman, dan yang menambah kemampuan untuk mengarahkan pengalaman
selanjutnya. Seperti telah diuraikan di muka bahwa dalam teori konstruktivisme disebutkan bahwa
permasalahan muncul dibangun dari rekonstruksi yang dilakukan oleh siswa sendiri, hal ini dapat
dikatakan bahwa dalam pendidikan ada keterkaitan antara siswa dengan permasalahan yang dihadapi
dan siswa tersebut yang merekonstruksi lewat pengetahuan yang dimiliki. Dapat disimpulkan, bahwa
pendekatan konstruktivisme mempunyai beberapa konsep umum seperti:

1. Pelajar aktif membina pengetahuan berasaskan pengalaman yang sudah ada.

2. Dalam konteks pembelajaran, pelajar seharusnya mampu membina pengetahuan mereka secara
mandiri.

3. Pentingnya membina pengetahuan secara aktif oleh pelajar sendiri melalui proses saling
memengaruhi antara pembelajaran terdahulu dengan pembelajaran terbaru.

4. Unsur terpenting dalam teori ini ialah seseorang membina pengetahuan dirinya secara aktif dengan
cara membandingkan informasi baru dengan pemahamannya yang sudah ada.

5. Ketidakseimbangan merupakan faktor motivasi pembelajaran yang utama. Faktor ini berlaku
apabila seorang pelajar menyadari gagasan-gagasannya tidak konsisten atau sesuai dengan
pengetahuan ilmiah.

6. Bahan pengajaran yang disediakan perlu mempunyai perkaitan dengan pengalaman pelajar untuk
menarik minat pelajar.
PENUTUP

Kesimpulan

Teori kognitif John Dewey dapat diaplikasikan dalam pembelajaran siswa khususnya pada
pembelajaran kognitif. Pembelajaran kognitif menekankan pada keaktifan siswa dalam berpikir untuk
memecahkan masalah dengan cara merekonstruksi masalah dengan pengetahuan dan pengalaman
yang telah didapat.

Hal ini tentunya akan melatih siswa untuk berpikir secara rasional dalam memecahkan masalah.
Proses pembelajaran kognitif harus dilakukan secara berkelanjutan agar ada perkembangan dalam
kemampuan berpikir siswa.

Sugihartono dkk, (2007) menjelaskan misi dari pemerolehan pengetahuan melalui strategi
pembelajaran kognitif adalah kemampuan memperoleh, menganalisis, dan mengolah informasi
dengan cermat serta kemampuan pemecahan masalah.

Dalam hal ini siswa dituntut untuk menjalani proses pembelajaran yang bersifat intensif agar siswa
memiliki kemampuan untuk memperoleh informasi hingga memperoleh kemampuan memecahkan
masalah. Berdasarkan pandangan kognitif tentang bagaimana pengetahuan diperoleh atau dibentuk,
belajar merupakan proses aktif dari pembelajar untuk membangun pengetahuannya (Sugihartono dkk,
2007).

 Memberi kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan gagasannya dengan bahasa sendiri
 Memberi kesempatan kepada siswa untuk berfikir tentang pengalamannya sehingga menjadi lebih
kreatif dan imajinatif
 Memberi kesempatan kepada siswa untuk mencoba gagasan baru
 Memberi pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang telah dimiliki siswa
 Mendorong siswa untuk memikirkan perubahan gagasan mereka
 Menciptakan lingkungan belajar yang kondusif.

Anda mungkin juga menyukai