Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

PSIKOLOGI PENDIDIKAN

Oleh :

Nama : Umi Umami

Nim : 222015154

SEKOLAH PASCASARJANA MANAJEMEN INOVASI

UNIVERSITAS TEKNOLOGI SUMBAWA

TAHUN 2023
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Kata ‘Pendidikan’ dan ‘Pengajaran’ itu seringkali dipakai Bersamasama. Sebenarnya
gabungan kedua kata itu dapat mengeruhkan pengertiannya yang asli. Ketahuilah, bahwa
sebernarnya yang dinamakan ‘pengajaran’ (onderwijs) itu merupakan salah satu bagian dari
Pendidikan. Maksudnya, pengajaran itu tidak lain adalah Pendidikan dengan cara memberi ilmu
atau berfaedah buat hidup anak-anak, baik lahir maupun batin.
Menurut pengertian umum, berdasarkan apa yang dapat kita saksikan dalam beragam jenis
Pendidikan itu, Pendidikan diartikan sebagai ‘tuntunan dalam hidup tumbuhnya anak-anak’.
Maksud Pendidikan yaitu: menuntun segala kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka dapat
mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun
sebagai anggota masyarakat.
Pertama kali harus diingat, bahwa Pendidikan itu hanya suatu ‘tuntunan’ di dalam hidup
tumbuhnya anak-anak kita. Artinya, bahwa hidup tumbuhnya anak itu terletak di luar kecakapan
atau kehendak kita kaum pendidik. Anak-anak itu sebagai makhluk, manusia, dan benda hidup,
sehingga mereka hidup dan tumbuh menurut kodratnya sendiri. Seperti penjelasan sebelumnya,
bahwa ‘kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu’ tiada lain ialah segala kekuatan yang ada
dalam hidup batin dan hidup lahir dari anak-anak itu karena kekuasaan kodrat.
Psikologi pendidikan (educational psychology) merupakan studi terkait tingkah laku
manusia dalam pembelajaran, serta penerapan konsep dan beberapa teori psikologi dalam
pendidikan. Psikologi pendidikan ialah cabang dari psikologi, terfokus diri pada suatu pemahaman
tentang proses belajar, dan pembelajaran dalam lingkungan Pendidikan. (Santrock, 2008)
Berdasarkan hal tersebut, dapat dikatakan bahwa masalah sentral dalam psikologi pendidikan
adalah masalah pembelajaran. Hal demikian tidak mengherankan, karena belajar dan pembelajaran
merupakan tindak pelaksanaan dalam usaha pendidikan. Di dalam usaha mendidik, peserta didik
belajar dan pendidik melaksanakan pembelajaran kepada peserta didik tersebut. Oleh karena itu,
perlu dibahas lebih lanjut terkait konsep dasar psikologi Pendidikan, meliputi; pengertian
psikologi, pengertian pendidikan, serta pengertian psikologi Pendidikan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, maka dalam makalah ini penulis merumuskan masalah sebagai
berikut.
1. Apa yang dimaksud dengan Psokologi Pendidikan
2. Siapa saja tokoh-tokoh Psikologi Pendidikan
3. Apa saja paradigma dalam Psikologi Pendidikan

C. Tujuan
Tujuan Utama yang hemdak di capai dalam makalah ini adalah :
1. Mengetahui tentang paaradigma psikologi Pendidikan pada umumnya.
2. Mengetahui tokoh-tokoh yang mengembangkan teori psikologi Pendidikan
3. Mengetahui apa dan bagaimana paradigma dalam psikologi Pendidikan.
PEMBAHASAN

A. PARADIGMA PSIKOLOGI PENDIDIKAN


1. Definisi Psikologi Pendidikan

Menurut Slavin (2018), psikologi pendidikan adalah sebuah studi tentang pelajar,
pembelajaran, dan pengajar. Psikologi pendidikan pada dasarnya merupakan penerapan ilmu-
ilmu psikologi yang berfokus pada proses belajar dan mengajar dalam dunia pendidikan. Oleh
karena itu, bahasan dari psikologi pendidikan ini tidak jauh dari aktivitas belajar. Namun,
aktivitas belajar yang dimaksud tidak hanya terbatas pada ruang kelas saja. Psikologi
pendidikan juga melihat pandangan yang lebih luas, baik dari segi pendidikan formal, informal,
maupun nonformal.
Proses belajar yang ditinjau dalam psikologi pendidikan juga bukan hanya terpacu
pada hal akademik, tetapi juga kemampuan interaksi sosial dan pengelolaan emosi. Sebagai
contoh, guru sebaiknya tidak hanya memikirkan cara supaya siswa menguasai suatu bab di
mata pelajaran tertentu, tetapi juga perlu mempertimbangkan cara agar siswa dapat bekerja
sama dan saling menghargai dengan sesama.
2. Tujuan Psikologi Pendidikan
Setelah kita mengetahui pengertiannya, lalu sebenarnya apa tujuan dari psikologi
pendidikan? Menurut Santrock (2011), psikologi pendidikan menjadi sebuah alat untuk
membentuk kegiatan belajar dan mengajar yang efektif. Selain itu, dari pembelajaran yang
efektif tersebut diharapkan peserta didik mampu menyerap dan mempertahankan hasil dari
aktivitas belajar yang dilaluinya. Hal ini dapat berupa pemahaman materi, kreativitas,
kemampuan bersosialisasi, dan lain sebagainya.
Psikologi pendidikan bertujuan untuk menjadi pedoman dalam menyusun sistem dan
strategi belajar. Selain itu, psikologi pendidikan juga berperan dalam meninjau sisi psikologis
pengajar maupun peserta didik. Hal ini bertujuan agar pengajar mampu mengandalkan
kemampuannya dengan baik serta peserta didik dapat tumbuh dan berkembang secara optimal.

3. Konsep-Konsep Dasar Psikologi Pendidikan

Slavin (2018) dalam bukunya yang berjudul “Educational Psychology” memaparkan


konsep-konsep dasar dalam psikologi pendidikan seperti konsep perkembangan dan konsep
belajar. Psikologi pendidikan erat kaitannya dengan psikologi perkembangan yang mana di
dalamnya terdapat perkembangan kognitif, sosial, dan emosi. Proses belajar mengajar perlu
memperhatikan konsep perkembangan dari peserta didik karena hal ini akan mempengaruhi
efektivitas belajar. Pengajar yang memahami perkembangan muridnya akan merancang
pendekatan strategi pembelajaran yang paling sesuai yang bisa diterapkan.
Dalam membuat rancangan strategi kegiatan belajar mengajar, diperlukan pula
konsep dasar lainnya yang perlu dipertimbangkan seperti:
 Keberagaman dan keunikan peserta didik
 Penggunaan teknologi pembelajaran
 Pembuatan kurikulum
 Motivasi pembelajar
 Lingkungan belajar yang efektif
 Sistem pengujian dan penilaian

B. TOKOH-TOKOH PSIKOLOGI PENDIDIKAN


Berikut ini beberapa tokoh psikologi pendidikan yang terkenal:

1. John Dewey (1859-1952)

Dewey menekankan pentingnya pendidikan sebagai sarana untuk membantu seseorang


belajar dan berkembang sepanjang hidupnya. Menurut Dewey, proses belajar tidak terpisah dari
kehidupan nyata seseorang, sehingga ia menekankan pentingnya memasukkan pembelajaran ke
dalam aktivitas sehari-hari seseorang.
Dewey juga mempercayai bahwa pendidikan harus bertujuan untuk mengembangkan
kemampuan seseorang untuk memecahkan masalah, membuat keputusan, dan belajar dari
pengalaman. Ia juga percaya bahwa pendidikan harus merangkul pendekatan holistik, dengan
memperhatikan kebutuhan sosial, emosional, dan intelektual seseorang.
Dewey juga menekankan pentingnya pendidikan demokratis, di mana semua orang
memiliki kesempatan yang sama untuk belajar dan berkembang sesuai dengan potensi mereka.
Ia percaya bahwa sistem pendidikan yang merata akan membantu membangun masyarakat yang
lebih adil dan sejahtera.
Pemikiran Dewey tentang psikologi pendidikan telah memengaruhi pendidikan di
seluruh dunia, terutama di negara-negara Barat. Ia dianggap sebagai salah satu tokoh
pendidikan terkemuka abad ke-20 dan terus dipelajari dan diakui hingga saat ini.

2. Jean Piaget (1896-1980)

Jean Piaget adalah seorang psikolog yang mempelajari perkembangan kognitif anak-
anak dan bagaimana cara anak-anak memahami dunia di sekitarnya. Ia mengembangkan teori
kognitif yang menjelaskan bagaimana anak-anak belajar dan memahami dunia di sekitarnya
melalui proses belajar dan pemecahan masalah.
Menurut Piaget, anak-anak melalui tiga tahap perkembangan kognitif utama:
sensorimotor, praoperasional, dan operasional formal. Pada tahap sensorimotor, anak-anak
belajar tentang dunia di sekitarnya melalui indera dan gerakan. Pada tahap praoperasional,
anak-anak belajar menggunakan simbol dan konsep-konsep abstrak. Dan pada tahap
operasional formal, anak-anak belajar memahami dan memecahkan masalah secara logis.
Piaget juga percaya bahwa anak-anak harus diizinkan untuk mengeksplorasi dunia di
sekitarnya secara bebas dan harus diberi kesempatan untuk mencari jawaban atas pertanyaan-
pertanyaan mereka sendiri. Ia percaya bahwa proses belajar yang efektif adalah proses yang
memungkinkan anak-anak untuk memecahkan masalah dan memahami dunia di sekitarnya
secara aktif.

3. Lev Vygotsky (1896-1934)

Lev Vygotsky adalah seorang psikolog yang mempelajari bagaimana proses belajar
terjadi dan bagaimana lingkungan sosial mempengaruhi perkembangan intelektual seseorang. Ia
mengembangkan teori pembelajaran situasional yang menekankan pentingnya lingkungan sosial
dalam proses belajar.
Menurut Vygotsky, proses belajar terjadi melalui interaksi sosial antara seseorang
dengan orang lain yang lebih ahli dalam suatu bidang tertentu. Ia menyebut ini sebagai “zona
proximal perkembangan”, yang merujuk pada potensi seseorang untuk belajar melalui interaksi
sosial dengan orang lain.
Vygotsky juga percaya bahwa pembelajaran terbaik terjadi melalui aktivitas yang
terfokus pada masalah dan pemecahan masalah, di mana anak-anak dapat belajar dengan
mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan mereka sendiri. Ia juga percaya bahwa
pembelajaran terbaik terjadi melalui interaksi sosial yang terfokus pada pemecahan masalah, di
mana anak-anak dapat belajar dengan bantuan orang lain yang lebih ahli.

4. Erik Erikson (1902-1994)

Erik Erikson adalah seorang psikolog yang mempelajari perkembangan manusia


sepanjang hidupnya. Ia mengembangkan teori perkembangan yang terkenal, yang menjelaskan
bagaimana individu mengalami serangkaian tahap perkembangan yang terorganisir secara
teratur sepanjang hidupnya.
Menurut Erikson, perkembangan manusia terdiri dari delapan tahap, yang masing-
masing terfokus pada suatu masalah psikologis yang harus diselesaikan pada setiap tahap
tersebut. Setiap tahap terdiri dari dua kemungkinan hasil yang berlawanan, yaitu “eksitasi” dan
“inkonsistensi”. Eksitasi mengacu pada hasil yang positif, di mana individu mampu
menyelesaikan masalah tersebut dengan baik, sedangkan inkonsistensi mengacu pada hasil yang
negatif, di mana individu gagal menyelesaikan masalah tersebut dengan baik.
Erikson juga percaya bahwa proses belajar terjadi sepanjang hidup seseorang, dengan
individu terus belajar dan berkembang melalui interaksi dengan lingkungan di sekitarnya. Ia
menekankan pentingnya proses belajar yang terintegrasi dengan kehidupan nyata seseorang dan
menyarankan agar pendidikan tidak hanya terfokus pada pengetahuan teoritis saja, tetapi juga
harus mencakup pengalaman praktis dan aplikasi dari pengetahuan tersebut.

5. Howard Gardner (1943-sekarang)

Howard Gardner adalah seorang psikolog yang mempelajari bagaimana manusia belajar
dan memahami dunia di sekitarnya. Ia mengembangkan teori inteligensi terpisah yang
menyatakan bahwa ada beberapa jenis inteligensi yang terpisah, yaitu inteligensi linguistik,
inteligensi logis-matematis, inteligensi spasial, inteligensi musikal, inteligensi kinestetik,
inteligensi interpersonal, dan inteligensi intrapersonal.
Menurut Gardner, setiap orang memiliki kemampuan yang berbeda dalam setiap jenis
inteligensi, dan tidak semua orang memiliki kemampuan yang sama dalam setiap jenis
inteligensi. Ia percaya bahwa pendidikan harus mengakomodasi kemampuan yang berbeda ini
dengan memberikan peluang yang sama bagi semua orang untuk belajar dan berkembang sesuai
dengan potensi mereka.
C. PARADIGMA PSIKOLOGI PENDIDIKAN
1. Paradigma Pendidikan Konservatif
a. Paradigma pendidikan Konserfatif
Pendidikan Konservatif adalah konstruksi pemikiran tentang suatu model
pendidikan yang memiliki dasar filosofis tertentu. Sedangkan koservatif berasal dari kata
dalam bahasa Latin converse, yang dapat diartikan sebagai “melestarikan, menjaga,
memelihara, mengamalkan keadaan dan tradisi lama
b. Fundamentalisme Pendidikan

Konservatisme pendidikan ini berbeda dengan kedua ideologi yang ada di atas
karena ideologi konservatisme ini cenderung untuk mendukung ketaatan terhadap lembaga-
lembaga dan proses-proses budaya yang sudah teruji oleh waktu. Konservatisme ini
menaruh hormat terhadap hukum dan tatanan sebagai landasan perubahan sosial yang
konstruktif.
c. Kelemahan Aliran Konservatif
Paradigma ini memandang, bahwa ketidaksetaraan masyarakat merupakan suatu
hukum keharusan alami, suatu hal yang mustahil bisa dihindari serta sudah merupakan
ketentuan sejarah.
Paradigma pendidikan konservatif ini memandang tujuan pendidikan sebagai
pemelihara nilai-nilai yang dipercaya sudah mapan, telah teruji sejarah bahwa nilai-nilai
tersebut benar.
d. Peranan Pendidikan Konservatif
Peranan pendidikan konservatif ialah salah satu tanggung jawab kurikulum untuk
mentranmisikan dan mentafsirkan warisan sosial kepada generasi muda. Maka, sekolah
sebagai salah satu lembaga sosial dapat mempengaruhi dan membina tingkah laku para
siswa sesuai dengan nilai-nilai sosial yang ada dalam masyarakat
e. Ciri-Ciri Konservatif

1. Memiliki kecenderungan tidak modern atau kuno.


2. Lebih keras kepala dan sulit diajak kompromi.
3. Selalu memegang teguh pendapat sesuai yang dipercaya saja.
4. Populer dengan istilah kolot.
5. Akan merasa kesulitan bila berada di tempat baru.
6. Memiliki kecenderungan sulit mengubah perubahan karena hanya ingin
mempertahankan hal-hal yang dipercaya
f. Dampak Konservatif
1. Tradisi dapat terus dilestarikan.
2. Tidak mudah mendapat pengaruh buruk dari pemikiran baru.
3. Sulit mendapat kemajuan karena sulit menyesuaikan diri dengan kebiasaan baru.
4. Menjalani hidup yang monoton.
5. Dipandang kolot oleh orang-orang di sekitarnya.
6. Sulit diajak kompromi.
7. Sulit mendapat kepercayaan dari orang lain.
8. Hanya bisa hidup dengan mengandalkan apa saja yang dipercaya di masa lalu. Padahal,
perkembangan zaman di masa sekarang sudah lebih mempermudah hidup dengan
keberadaan teknologi yang terbarukan.
9. Tidak mudah menerima ideologi baru, meski zaman sudah berganti.
2. Paradigma Pendidikan Liberal

a. Ideologi Pendidikan Liberal

Paradigma Liberal, berangkat dari keyakinan bahwa tidak ada masalah dalam sistim
yang berlaku ditengah masyarakat, masalahnya terletak pada mentalitas, kreativitas,
motivasi, ketrampilan teknis, serta kecerdasan anak didik.
Paradigma pendidikan liberal kemudian menimbulkan suatu kesadaran, yang
dengan meminjam istilah Freire (1970) disebut sebagai kesadaran naif. Keadaan yang di
katagorikan dalam kesadaran ini adalah lebih melihat 'aspek manusia' menjadi akar
penyebab masalah masarakat. Dalam kesadaran ini 'masalah etika, kreativitas, 'need for
achevement' dianggap sebagai penentu perubahan sosial.
Berkaitan dengan pendidikan, kaum liberal beranggapan bahwa persoalan
pendidikan terlepas dari persoalan politik dan ekonomi masyarakat. Dan pendidikan tidak
memiliki kewajiban untuk menjadi pendorong terjadinya perubahan sosial. Pendidikan
kemudian lebih diarahkan pada penyesuaian atas sistem dan struktur sosial yang berjalan.
Yang lebih diperhatikan adalah bagaimana meningkatkan kualitas dari proses belajar
mengajar sendiri, melalui pembangunan fasilitas dan kelas yang baru, modernisasi
peralatan sekolah, penyeimbangan rasio guru-murid. \
Kaum Liberal sama sama berpendirian bahwa pendidikan adalah a-politik, dan
"excellence" haruslah merupakan target utama pendidikan. Kaum Liberal beranggapan
bahwa masalah mayarakat dan pendidikan adalah dua masalah yang berbeda. Mereka tidak
melihat kaitan pendidikan dalam struktur kelas dan dominasi politik dan budaya serta
diskriminasi gender dimasyarakat luas. Bahkan pendidikan bagi salah satu aliran liberal
yakni 'structural functionalisme' justu dimaksud sebagai sarana untuk menstabilkan norma
dan nilai masyarakat. Pendidikan justru dimaskudkan sebagai media untuk
mensosialisasikan dan mereproduksi nilai nilai tata susila keyakinan dan nilai nilai dasar
agar masyarakat luas berfungsi secara baik.
b. Tujuan Utama Pendidikan Liberal
Tujuan jangka panjang pendidikan liberal adalah tentang peningkatan kualitas serta
melestaraikan tatanan sosial dengan cara mengajarkan setiap peserta didik bagaimana cara
problem solving tentang kehidupannya sendiri secara efektif (O’neil, 2008: 412).
tercapainya tujuan pendidikan kaum liberal menganggap problem solving yang menjadi
konsentrasi pendidikannya. Tujuan ini mempunyai efek yang cukup beragam. Dari sudut
pandang kurikulum akan ditemukan konsep kurikulum yang integral antara teori dan
prakteknya. Tidak akan tercapai tujuan utama tentang problem solving serta meningkatkan
kualitas tatanan sosial jika konsep kurikulum yang ada hanya memberikan teori saja dalam
kegiatan belajar mengajar. Tidak akan memberikan dampak apapun dalam pendidikan
sesuai tujuan pendidikan liberal.
3. Paradigma Pendidikan Kritis

a. Ideologi Paradigma Pendidikan Kritis

Paradigma pendidikan kritis, yaitu paradigma pendidikan yang menganut bahwa


pendidikan adalah diorientasikan pada refleksi kritis terhadap sistem dan struktur sosial
yang menyebabkan terjadinya berbagai ketimpangan. Paradigma pendidikan kritis
mengarahkan peserta didik pada kesadaran kritis, yaitu jenis kesadaran yang melihat
realitas sebagai satu kesatuan yang kompleks dan saling terkait satu sama lain.

Pendidikan kritis pada dasarnya merupakan kelanjutan dari gerakan pembebasan


dari berbagai sudut pandang keilmuan. Maka dalam perspektif “pembembasan” dan kritis
merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Selain banyak terinspirasi dari pemikiran
kritik ideologi yang dilancarkan oleh Jurgen Habermas, semangat pembebasan dalam
pendidikan kritis belajar dari berbagai tokoh di beberapa disiplin ilmu. Pendidikan kritis
banyak terinspirasi dari konsep teologi pembebasan yang dicanangkan oleh Gustavo
Guterez, dari Guatemala. Dalam konsepsi teologi pembebasannya, Guterez, mencanangkan
perlunya pemaknaan teologi bagi pembebasan spiritual dan sosio-kultural orang orang yang
termarginalkan oleh laju pembangunan dunia modern.

b. Karakteristik Pendidikan Kritis

Menurut Paulo Freire, karakteristik paradigma pendidikan kritis adalah pendidikan


yang senantiasa berorientasi pada penyelesaian masalah yang terjadi sesuai dengan konteks
zaman. Pendidikan kritis mengarahkan peserta didik untuk berani membicarakan masalah-
masalah yang terjadi dalam lingkungannya, serta berani untuk turun tangan langsung dalam
menyelesaikan permasalahan tersebut. Pendidikan yang membebaskan bukanlah model
pendidikan yang membuat akal manusia harus menyerah pada keputusan-keputusan yang
diambil oleh orang lain.

c. Metode Penerapan Pendidikan Kritis

Metode penerapan paradigma pendidikan kritis adalah dilibatkannya secara aktif


dan proporsional tiga unsur dasar dalam proses pendidikan dalam suatu hubungan dialektis
yang ajeg. Ketiga unsur dasar tersebut adalah, pendidik, peserta didik, dan realitas dunia.
Pendidik dan peserta didik diposisikan sebagai subjek yang sadar (cognitive) dan realitas
dunia adalah objek yang disadari (cognizable). Hubungan dialektis semacam inilah yang
tidak pernah ada di dalam paradigma dan sistem pendidikan yang ada selama ini
(pendidikan liberal dan pendidikan konservatif).

Dianne Lapp, menyebutkan tingkah laku mengajar guru dengan istilah “Gaya
Mengajar atau Teaching Style” pelaksanaan pengajaran guru terhadap murid-muridnya.
Teaching style tersebut sangat dipengaruhi oleh pandangannya sendiri tentang mengajar,
konsep-konsep psikologi yang digunakan, kurikulum yang dilaksanakan, serta materi yang
disajikan. Dari konsep teaching style yang digambarkan oleh Dianne Lapp tersebut,
menggambarkan otoritas guru yang begitu besar dalam menentukan pola pengajaran,
dimana pola pengajaran sangat ditentukan oleh subjektifitas guru sehingga murid pun
menjadi objek yang larut dalam subjektifitas guru.
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Dari pembahasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa :

1. Psikologi Pendidikan merupakan ilmu yang mempelajari tentang belajar, pertumbuhan, dan
kematangan individu serta penerapan prinsip – prinsip ilmiah terhadap reaksi manusia.
Pendidikan tersebut bertujuan untuk mempengaruhi proses mengajar dan belajar.
2. Tokoh-Tokoh Psikologi Pendidikan adalah: Jhon Dewey, Jean Piaget, Lev Vygotsky, Erik
Erikson dan Howard Gardner.
3. Dalam dunia pendidikan agenda utama seorang konservatif adalah melestarikan pola sosial dan
tradisi yang sudah ada. Pembagian ke dalam dua definitif, baik secara teologis maupun sekuler
lebih pada penjelasan yang menitikberatkan pada aspek bagaimana cara seorang konservatif
mempertahankan sebuah tatanan yang sudah ada, terlepas tatanan tersebut bernilai rancu atau
bahkan tidak tepat sama sekali.
4. Liberasionisme bersudut pandang pada pelurusan terhadap sistem dan tatanan politik yang ada
dengan segala konsekuensinya, jenis paradigma ini tentu saja sebagai bagian dari ekspresi
kebebasan individu semaksimal mungkin. Bagi seorang liberasionisme, sekolah haruslah
bersifat objektif (rasionalilmiah), namun tidak sentral.
5. Paradigma Pendidikan Kritis adalah :paradigma pendidikan yang menerapkan pola kritis,

kreatif, dan aktif kepada para peserta didik dalam menempuh proses pembelajaran.
B. SARAN

Demikian yang dapat saya sajikan dalam makalah ini. Mungkin masih banyak kekurangan
yang perlu dibenahi. Saya membuka lebar pintu kritik dan saran bagi
yang berkenan, untuk pembenahan makalah ini. Sehingga kesalahan yang ada dapat dibenahi serta
menjadi pelajaran untuk pembuatan makalah yang lebih sempurna lagi.

Kesalahan dalam belajar adalah sesuatu yang wajar dan maklum. Tetapi perlu
adanya perbaikan sehingga kesalahan yang sama tidak terulang lagi. Semoga makalah ini dapat ber
manfaat khususnya bagi penulis, umumnya bagi semua yang berkenan menelaahtulisan kami ini.
Sekian, terima kasih
TINJAUAN PUSTAKA

Santrock, J. W. (2011). Educational psychology, 5th Edition. McGraw-Hill Education.


Slavin, R. E. (2018). Educational Psychology: Theory and Practice, 12th Edition. Pearson
Liputan6.com (Penulis: Laudia Tysara, Editor: Fadila Adelin. Published: 7/10/2021)

Arikunto, Suharsimi. 2009. Ed. Revisi. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara.

Barnadib, I. (1987). Filsafat Pendidikan Sistem Dan Metode. Yogyakarta: Penerbit Andi.

Modul Sekolah Pendidikan Kritis 2019, oleh PMII Rayon Wisma Tradisi, UIN Sunan Kalijaga

Suharto, Toto. Pendidikan Kritis Dalam Prespektif Epistemologi Islam, paper, Surabaya : IAIN
Sunan Ampel Surabaya.

Waseso, Hendri Purbo. 2016. Pendidikan Kritis dan Rekonstruksi Kurikulum Madrasah. Jurnal
Wahana Akademika, 2(2), 115.

Mappasiara. 2017. Filsafat Pendidikan Islam. Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Alauddin
Makassar, 6(2), 273.

Lubis, Akhyar Yusuf. 2006. Deskontruksi Epistemologi Modern, Jakarta : Pustaka Indonesia Satu.

Fakih, Mansour. 2001. Pendidikan Popular : Membangun Kesadaran Kritis, Yogyakarta : Insist. Al-
Husein, Muhammad Said. 1999. Kritik Sistem Pendidikan. Bandung: Pustaka Kencana.

Anda mungkin juga menyukai