Anda di halaman 1dari 7

TEORI BELAJAR JOHN DEWEY

05/24/2011

0 Comments

Kondisi kehidupan manusia, kadang tidak selamanya berjalan sesuai dengan apa yang kita inginkan. Dan mungkin

kita tidak tahu alasan mengapa kita berbuat sesuatu. Kalau kita mau bercermin pada pendapat Paulo Freire, maka

kita dapat membaca jalan pikiran seseorang. Apakah ia termasuk pada kategori orang yamg berkesadaran magic,

naif, atau kritis.Adanya wacana tentang tingkatan kesadaran tersebut, mau tidak mau guru atau dosen sebagai

penanggungjawab akan perubahan pada peserta didik harus memformat pola pendidikan untuk membawa

kesadaran manusia pada tingkatan yang lebih tinggi.

Pendidikan dalam perjalanannya selalu berusaha mencari format untuk dapat mencapai tujuan pendidikan tersebut,

yaitu memanusiakan manusia. Banyak tokoh pendidikan berusaha menawarkan format pendidikan menurut

pemahaman dia mengenai pendidikan itu sendiri, tujuan, dan segala sesuatu yang berhubungan dengan

pendidikan.John Dewey sebagai salah seorang tokoh pendidikan berkebangsaan Amerika menawarkan tentang pola

pendidikan partisipatif. Yang bertujuan untuk lebih memberdayakan peserta didik dalam jalannya proses pendidikan.

Pendidikan partisipatif membawa peserta didik untuk mampu berhadapan secara langsung dengan realitas yang ada

dilingkungannya. Sehingga, peserta didik dapat mengintegrasikan antara materi yang ia pelajari di kelas dengan

realitas yang ada.Konsep pendidikan John Dewey, tidak bisa serta merta diterapkan di bumi Indonesia. Sebab,

secara psikologis dan sosiologis negara kita berbeda dengan Amerika. Oleh karena itulah maka saat kita akan

menerapkan konsep tersebut maka dasar psikologis dan sosiologis pun perlu kita perhatikan.

John Dewey dan Pendidikan


Pembahasan di sini difokuskan pada John Dewey sebagai seorang pendidik, meskipun konsepsi
pendidikan yang dirumuskannya sangat kental dengan pemikiran filosofisnya. Tidak dapat
dipungkiri bahwa pemikiran-pemikiran Dewey banyak berpengaruh pada praktek pendidikan
masa kini. Seiring itu pula, pemikiran-pemikiran Dewey, banyak memperoleh tanggapan pro dan
kontra dari berbagai kalangan. Bagi mereka yang pro, pemikiran Dewey merupakan penyelamat
pendidikan Amerika. Sebaliknya, mereka yang tidak sepakat, gagasan Dewey disebutnya sebagai
lebih rusak dari gagasan Hitler. John Dewey adalah seorang filsuf dan pendidik, yang lahir tahun
1859 dan meninggal tahun 1952. Pragmatisme, meskipun Dewey sendiri lebih sering
menggunakan istilah instrumentalisme dan eksperimentalisme. Menurut Garforth (1996) filosofi
pragmatisme sering diarahkan sebagai filosofi konsekuensi yang menggunakan hasil atau
konsekuensi sebagai kriteria dalam keputusan. Inti kebebasan pada Dewey adalah kebebasan
inteligensi, dimana kebebasan observasi dan justifikasi dilakukan atas dasar keinginan yang
memiliki arti secara intrinsik, yaitu bagian yang dimainkan oleh pikiran dalam belajar. Konsepsi
pendidikan sebagai suatu proses sosial diterapkan tidak hanya ke anak di sekolah melainkan juga
sekolah dan masyarakat.Analisis Terhadap Pragmatisme John Dewey Secara etimologi
pragmatisme berasal dari bahasa Yunani, pragmayang berarti guna, sesuatu yang dilakukan, tindakan kerja. Adapun

secara terminologi pragmatisme dapat diartikan sebagai aliran filsafat yang mengajarkan bahwa yang benar adalah

apa saja yang membuktikan dirinya sebagai benar dengan akibat-akibat (konsekuensi) yang bermanfaat secara

praktis. Sehingga disini benar atau tidaknya suatu teori tergantung pada bermanfaat atau tidaknya teori itu bagi

kehidupan manusia; dan ukuran untuk segala perbuatan tergantung pada manfaatnya dalam praktek.

Aliran Pragmatisme ini dikembangkan oleh orang-orang Amerika. Dengan dipelopori oleh Pierce, William James dan

John Dewey. Sehingga orang-orang Amerika yang pada saat itu sedang sibuk mempelajari filsafat dari luar mulai

sadar bahwa sebenarnya dinegara mereka terdapat filsafat yang telah digali dan digarap di tanah airnya

sendiri.Untuk menganalisis teori kebenaran bagi Dewey, kami sedikit mengutip dari penjelasan Dewey dalam

bukunya Harun Hadiwijono: “Kebenaran sama sekali bukan hal yang sekali ditentukan dan tidak boleh diganggu

gugat, sebab dalam prakteknya kebenaran memiliki nilai fungsional yang tetap. Segala pernyataan yang kita anggap

benar pada dasarnya dapat berubah”. Dari sedikit penyataan itupopop..setidaknya bisa dipahami bahwa menurut

Dewey kebenaran itu selalu berubah-ubah, progresif, dan bukan final. Jika memang demikian maksud Dewey

alangkah sulitnya untuk mengatur kehidupan di dunia ini. Bisa dibayangkan apabila semua kebenaran yang ada

sekarang hanya bersifat sementara, dan tidak ada kebenaran tetap. Kita akan hidup pada pegangan hidup yang

tidak kuat dan serba bimbang. Memang banyak kebenaran yang sifatnya sementara, sedang menjadi, belum final,

tetapi apakah itu berlaku pada semuanya. Lalu bagaimana misalnya dengan pernyataan-pernyataan sederhana

berikut ini ;“Gajah adalah hewan yang lebih besar dari semut”, Membunuh orang yang tidak bersalah adalah

perbuatan salah”, “Memberi maaf pada seseorang adalah lebih baik dari pada membenci seseorang” Bagaimana

Dewey memberikan penjelasan terhadap pernyataan tersebut. Sesuai dengan filsafat pragmatismenya, menurut

pandangan Dewey tidak menghendaki adanya norma atau kaidah yang tetap dan yang terlebih dulu ditentukan oleh

sejarah atau agama, karena ia tidak turut campur tangan pada waktu membuatnya. Norma harus timbul dari

masyarakat sendiri yang selalu berubah, berganti sesuai dengan keadaan masyarakat yang senantiasa mengalami

proses dan pergantian, dari suatu zaman ke zaman yang lain. Juga tujuan hidup yang erat hubungannya dengan

kaidah itu wajib pula selalu berubah dan berganti menurut masanya. “Tak ada sesuatu yang tetap”Disamping itu

juga, istilah bahwa segala sesuatu itu baik “apabila berguna” juga perlu di kritisi. Apabila itu dipergunakan secara

umum dapat membahayakan.

Konsep Dasar Pemikiran Pendidikan Dewey


Pola pemikiran Dewey tentang pendidikan sejalan dengan konsepsi instrumentalisme
yang dibangunnya, dimana konsep-konsep dasar pengalaman (experience),
pertumbuhan (growth), eksperimen (experiment), dan transaksi (transaction) memiliki
kedekatan yang akrab, sehingga Dewey mendeskripsikan filosofi sebagai teori umum
pendidikan. Pendidikan dan filosofi saling membutuhkan satu sama lain; dimana tanpa
filosofi, pendidikan kering akan arahan inteligensi. Dalam Democracy and Education,
Dewey (1961) mendefinisikan pendidikan sebagai penuntun secara intelegensia
terhadap pengembangan tentang kemungkinan-kemungkinan yang melekat pada
kebiasaan pengalaman. Jika dielaborasi lebih lanjut, pemikiran di atas dapat diartikan
bahwa untuk dapat tertarik pada sesuatu hendaknya terlibat dalam transaksi yakni
dengan mengalami. Tesis ini berlaku baik pada anak maupun berbagai bentuk
organisme lain. Pengalaman adalah suatu proses yang bergerak terus menerus dari
suatu tahap ke tahapan rekonstruksi sebagaimana problem baru mendorong inteligensi
untuk memformulasikan usulan-usulan baru untuk bertindak. Pada prinsipnya,
pengembangan pengalaman datang melalui interaksi berbagai aktivitas (means) di
mana pendidikan pada dasarnya merupakan suatu proses sosial. Menurut Dewey
dalam Experience and Education, pendidikan merupakan persiapan. Dengan demikian
pendidikan merupakan suatu rekonstruksi pengalaman, langkah ke depan, untuk
persiapan berikutnya. Anak-anak dididik untuk menjadi warganegara (citizenship), untuk
kejuruan (vocational), untuk pariwisata (leisure); mereka diajar membaca, berhitung,
geografi, karena akan berguna untuk mereka dalam hidupnya. Namun, pemikiran ini
hanya bisa diberlakukan dengan asumsi bahwa keterampilan yang dipelajari saat ini
dapat secara efektif digunakan untuk kepentingan masa depan yang kemungkinan
sekali berubah. Dalam hal ini, penggunaan keterampilan saat ini sebagai persiapan
masa depan merupakan kontradiksi dengan pemikirannya bahwa pendidikan
merupakan suatu proses kehidupan dan bukan suatu persiapan untuk kehidupan
mendatang. Sumbangan Pemikiran John Dewey Terhadap Pendidikan Apresiasi dan
sumbangan pemikiran pendidikan John Dewey tidak dapat dipungkiri telah berdampak
luas, tidak hanya di Amerika tetapi dunia. Di Amerika, disebutkan bahwa dialah orang
yang lebih bertanggung jawab terhadap perubahan pendidikan Amerika selama tiga
dekade yang lalu. Pengaruh Dewey telah memberikan rujukan terhadap praktek
persekolahan, dari yang bersifat formal dan pengajaran yang penuh dengan gaya
memerintah, ke arah konsep pembelajaran yang lebih manusiawi. Dalam hal ini
pemikiran Dewey memberi rujukan tentang pusat dalam pembelajaran anak dan
berproses dalam pengalamannya. Garis besar pemikiran pendidikan yang selalu
dikaitkan dengan Dewey dan telah banyak memberikan kontribusi terhadap konsep-
konsep pendidikan perlu digarisbawahi di sini. Menurut Garforth (1966) terdapat tiga
pengaruh pemikiran Dewey dalam pendidikan yang dirasakan sangat kuat hingga saat
ini. Pertama, Dewey melahirkan konsepsi baru tentang kesosialan pendidikan, di sini
dijelaskan bahwa pendidikan memiliki fungsi sosial yang dinyatakan oleh Plato dalam
bukunya, Republic, dan selanjutnya oleh banyak penulis disebutkan sebagai teori
pendidikan yang umum. Tetapi Dewey lebih dari itu, bahwa pendidikan adalah
instrumen potensial tidak hanya sekedar untuk konservasi masyarakat, melainkan juga
untuk pembaharuannya. Selanjutnya, hubungan yang erat antara pendidikan dan
masyarakat bahwa dalam pendidikan harus terefleksikan dalam manajemennya dan
dalam kehidupan di sekolah terefleksi prinsip-prinsip dan gagasan-gagasan yang
memotivasi masyarakat. Akhirnya, proses pembelajaran adalah lebih tepat
disuasanakan sebagai aktivitas sosial, sehingga iklim kerjasama dan timbal balik
menggeser suasana kompetisi dan keterasingan dalam memperoleh
pengetahuan. Kedua, Dewey memberikan bentuk dan substansi baru terhadap konsep
keberpusatan pada anak (child-centredness). Bahwa konsep pendidikan adalah
berpusat pada anak, telah sejak lama dilontarkan, bahkan oleh Aristoteles. Dalam hal
ini Dewey mendasarkan konsep keberpusatan pada anak pada landasan-landasan
filosofis, sehingga lebih kuat jika dibandingkan dengan para pendahulunya. Demikian
pula, pada sebuah penelitiannya tentang anak, menjadi lebih menyakinkan dengan
dukungan pendekatan keilmuan dan tidak terkesan sentimental. Ketiga, Proyek dan
problem-solving yang mekar dari sentral konsep Dewey tentang Pengalaman telah
diterima sebagai bagian dalam teknik pembelajaran di kelas. Meskipun bukan sebagai
pencetus, namun Dewey membangunnya sebagai alat pembelajaran yang lebih
sempurna dengan memberikan kerangka teoritik dan berbasis eksperimen. Dengan
demikian Dewey lah yang telah membawa orang menjadi tertarik untuk menerapkannya
dalam kegiatan pembelajaran sehari-hari di sekolah, termasuk digalakkannya kegiatan
berlatih menggunakan inteligensi dalam rangka penemuan (discovery) . Relevansi

pemikiran John Dewey pada pendidikan di Indonesia

Pendidikan partisipatif, yaitu pendidikan yang dalam prosesnya menekankan pada keterlibatan peserta didik dalam

pendidikan. Pola pendidikan partisipatif menuntut para peserta didik agar dapat melakukan pendidikan secara aktif.

Bukan hanya pasif, mendengar, mengikuti, mentaati, dan mencontoh guru. Tanpa mengetahui apakah yang
diikutinya baik atau buruk. Dalam pendidikan partisipatif seorang pendidik lebih berperan sebagai tenaga fasilitator,

sedangkan keaktifan lebih dibebankan kepada peserta didik.

Pendidikan partisipatif dapat diterapkan dengan cara mengaktifkan peserta didik pada proses pembelajaran yang

berlangsung. Siswa dituntut untuk dapat mengembangkan kecerdasan emosional, keterampilan, kreatifitas. Dengan

cara melibatkan siswa secara langsung ke dalam proses belajar. Sehingga nantinya peserta didik dapat secara

mandiri mencari problem solving dari masalah yang ia hadapi. Model pendidikan partisipatif bertumpu pada nilai-nilai

demokratis, pluralisme, dan kemerdekaan peserta didik. Dengan landasan nilai-nilai tersebut fungsi pendidik lebih

sebagai falisitator yang memberikan ruang seluas-luasnya bagi peserta didik untuk berekspresi, berdialog, dan

berdiskusi. Sebenarnya di Indonesia sudah banyak disekolah SMA, SMK dan STM. Dari segi gurunya, dengan

menggunakan pendidikan partisipatif, maka guru bukan lagi sebagai sentral pengajaran. Akan tetapi fungsi guru lebih

sebagai fasilitator, sehingga setiap siswa turut berpartisipaif dalam proses belajar. Dengan demikian maka seorang

guru akan dapat membawa siswa menuju apa yang dicita-citakannya.

MetodePembelajaran

Metode adalah cara atau teknik yang digunakan seseorang dalam mencapai suatu tujuan. Metode
– metode yang kami pilih dibawah ini merupakn metode yang kami pikir sesuai dengan
pernyataan John Dewey dalam teori pragmatisme. Metode – metode yang kami pilih
diantaranya:
1. Metode Proyek
Metode belajar proyek adalah metode yang dimaksudkan agar peserta didik mampu mendiasain
suatu alat yang berhubungan dengan materi pembelajaran yang ada. Metode ini bertujuan agar
peserta didik mampu berkreasi sekaligus menguasai konsep dari materi yang dipelajari..mengapa
kami memilih metode ini? Kami memilih metode ini karena menurut kami metode ini sesuai
dengan pernyataan John Dewey yang menyebutkan bahwa pendidikan sejalan dengan konsepsi
instrumentalisme yang dibangunnya, dimana konsep-konsep dasar pengalaman (experience),
pertumbuhan (growth), eksperimen (experiment), dan transaksi (transaction) memiliki kedekatan
yang akrab, sehingga Dewey mendeskripsikan filosofi sebagai teori umum pendidikan.
Pendidikan dan filosofi saling membutuhkan satu sama lain; dimana tanpa filosofi, pendidikan
kering akan arahan inteligensi. Dalam Democracy and Education, Dewey (1961) mendefinisikan
pendidikan sebagai penuntun secara intelegensia terhadap pengembangan tentang kemungkinan-
kemungkinan yang melekat pada kebiasaan pengalaman.
2. Metode Karyawisata
Metode Karyawisata adalah metode dalam proses belajar mengajar siswa perlu diajak keluar
sekolah, untuk meninjau tempat tertentu atau objek yang mengandung sejarah, hal ini bukan
rekreasi, tetapi untuk belajar atau memperdalam pelajarannya dengan melihat langsung atau
kenyataan. Karena itu, dikatakan teknik karyawisata, adalah cara mengajar yang dilaksanakan
dengan mengajak siswa ke suatu tempat atau objek yang bersejarah untuk mempelajari atau
meneliti sesuatu, seperti meninjau peninggalan-peninggalan sejarah di Indonesia sendiri,, metode
ini dilakukan dalam waktu singkat dan ada pula waktu yang panjang. Metode ini kami pilih
karena sesuaidengan konsepsi instrumentalisme yang dibangun dewey, dimana konsep-konsep
dasar pengalaman (experience), pertumbuhan (growth), eksperimen (experiment), dan transaksi
(transaction) memiliki kedekatan yang akrab. Dapat dikaitkan bahwa dengan adanya
karyawisata, anak memperoleh pengalaman baru di luar sekolah.
3. Metode problem solving
Metode problem solving dapat dikatan pula sebagai metode pemacahan
masalah. Metode ini dilakukan dengan membangkitkan akal dan kemampuan berfikir
anak didik secara logis. Metode ini adalah metode mendidik dengan membimbing anak
didik untuk memahami problema yang dihadapi dengan menemukan jalan keluar yang
benar dari berbagai macam kesulitan denga melatih anak didik menggunakan
pikirannya dalam menata dan menginventarisasi masalah, dengan cara memilah-milah,
membuang mana yang salah, meluruskan yang bengkok dan mengambil yang
benar. Metode ini sesuai dengan pernyataan dewey bahwa Pengalaman adalah suatu
proses yang bergerak terus menerus dari suatu tahap ke tahapan rekonstruksi
sebagaimana problem baru mendorong inteligensi untuk memformulasikan usulan-
usulan baru untuk bertindak. 4. Metode Praktek
Dimaksudkan supaya mendidik dengan memberikan materi pendidikan baik menggunakan alat
atau benda, seperti diperagakan dengan harapan anak didik menjadi jelas dan mudah sekaligus
dapat mempraktekkan materi yang dimaksud. Metode ini juga sesuai dengan pernyataan dewey
bahwa pendidikan sejalan dengan konsepsi instrumentalisme yang dibangunnya, dimana konsep-
konsep dasar pengalaman (experience), pertumbuhan (growth), eksperimen (experiment), dan
transaksi (transaction).
Penerapan Metode Pembelajaran
Penerapan metode proyek yang sesuai dengan pernyataan Dewey bahwa pendidikan sejalan
dengan konsepsi instrumentalisme yang dibangunnya, dimana konsep-konsep dasar pengalaman
(experience), pertumbuhan (growth), eksperimen (experiment), dan transaksi (transaction)
memiliki kedekatan yang akrab, sehingga Dewey mendeskripsikan filosofi sebagai teori umum
pendidikan. Pendidikan dan filosofi saling membutuhkan satu sama lain; dimana tanpa filosofi,
pendidikan kering akan arahan inteligensi. Dalam Democracy and Education, Dewey (1961)
mendefinisikan pendidikan sebagai penuntun secara intelegensia terhadap pengembangan
tentang kemungkinan-kemungkinan yang melekat pada kebiasaan pengalaman. dalam
penyampaian materi diaplikasikan saat guru memberikan instruksi tentang pembuatan alat
peraga. Saat guru mengintruksikan siswa agar membuat alat peraga yang dapat membuktikan
adanya gaya gesek. Maka disinilah siswa dituntut agar mampu berkreasi membuat alat peraga
tersebut sesuai dengan kreasinya.
Penerapan metode karya wisata yangsesuai dengan pernyataan dewey
bahwa Pengalaman adalah suatu proses yang bergerak terus menerus dari suatu tahap
ke tahapan rekonstruksi sebagaimana problem baru mendorong inteligensi untuk
memformulasikan usulan-usulan baru untuk bertindak. dalam fisika,menurut kami
sangat cocok bila diaplikasikan dalam materi tentang tata surya, guru dapat membawa
siswa berkunjung ke planetarium. Disana siswa dapat melihat bagaimana awal mula
terbentuknya tata surya. Siswa juga mendapatkan pegalaman baru yang ia dapat dari
kunjungan ke planetarium tadi. Setidaknya siswa dapat melihat simulasi bagaimana
proses terbentuknya tata surya atau apa saajaa yang termasuk dalam tata
surya. Penerapan metode problem solving digunakan setelah guru usai menyampaikan materi,
disini teaptnya kami mengambil materi fluida. Guru menjelaskan pkok;pokok bahasan tentang
fluida, kemudian di akhir kegiatan jam belajar guru memberikan soal atas apa yang ia jelaskan
tadi mengenai materi fluida. Dengan begitu,siswa termotivasi untuk mengunakan akalnya agar
dapat menyelesaikan soal-soal tersebut.
Kemudian penerapan dari metode praktek yang sesuai dengan pernyataan Dewey
bahwa pendidikan sejalan dengan konsepsi instrumentalisme yang dibangunnya, dimana konsep-
konsep dasar pengalaman (experience), pertumbuhan (growth), eksperimen (experiment), dan
transaksi (transaction). Disini penerapan yang sederhana dalam praktek pembelajaran fisika
menurut kami materi yang sesuai adalah dalam materi besaran, guru memperlihatkan beberapa
alat yang digunakan dalam mengukur untuk mengetahui besaran, yaitu mistar (penggaris),
jangka sorong dan mikrometer skrup,guru memberi sedikit penjelasan bagaimana teknis
menggunakan alat tersebut. Kemudian guru memerintahkan siswa untuk mengukur tinggi,tebal
maupun diameter beberapa benda.

Anda mungkin juga menyukai