Anda di halaman 1dari 24

PSIKOLOGI BELAJAR

JOHN DEWAY
1. Veriza Nuki Orienta 1107010014
2. Faza Akmala Mahmuda 1407010072
3. Adzkya Irham F. 1407010083
4. Ayu Sasmita 1407010101
5. Triyanti 1407010116
6. Theresia M.J Fun 1407010124
7. Dennis hermawan P. 1407010112
HASIL PEMBAHASAN

BIOGRAFI

TEORI BELAJAR JOHN DEWAY

KESIMPULAN
BIOGRAFI
John Dewey adalah seorang filsuf, teoritikus, dan reformator
pendidikan, serta kritikus sosial yang sangat memengaruhi
masyarakat Amerika Serikat di awal dan pertengahan abad XX.
Bersama Charles Sanders Peirce dan William James, ia menjadi
jurubicara utama filsafat khas Amerika, Pragmatisme, dan ia
adalah pemimpin gerakan pendidikan progresif.
John Dewey lahir 20 Oktober 1859 di Burlington, Vermont. Ia
anak ketiga dari empat bersaudara buah hati pasangan
Artchibald Dewey dan Lucina Rich. Setelah menyelesaikan
pendidikan persiapan di sekolah negeri Burlington, ia masuk ke
Universitas Vermont pada tahun 1875, tetapi baru pada tahun
keempat ia menemukan minat khusus intelektualnya. Pada tahun
1882, ia mengikuti program pasca sarjana di Universitas John
Hopkins yang pada waktu itu baru didirikan.
Pada tahun 1886 Dewey menikahi mantan muridnya, Harriet
Chipman, dan mereka dikaruniai enam orang anak. Istrinya
sangat berminat pada pandidikan dan masalah-masalah social,
dan hal ini memengaruhi Dewey.
Dewey mengawali karya besarnya dalam teori dan praktik
pendidikan di Universitas Chicago, saat ia menjabat kepala
departemen filsafat, psikologi, dan pedagogi pada tahun 1894.
Saat di Chicago inilah Dewey menjadi terkenal dalam dunia
pendidikan.
Pada tahun 1904, karena pertentangannya dengan rector
mengenai pengelolaan dan pembiayaan departemen pendidikan,
Dewey meninggalkan Chicago dan menjadi professor filsafat di
Universitas Culumbia, New York.
Istri Dewey meninggal dunia setelah 41 tahun pernikahan
mereka dan selama 19 tahun berikutnya Dewey tinggal
berpindah-pindah dari satu anak ke anak yang lain. Lalu pada
usia 87 Dewey menikah lagi dengan Roberta Lowitz Grant, yang
berusia 42 tahun. Tak lama setelah menikah mereka mengadopsi
dua anak Belgia yang menjadi yatim-piatu akibat perang.
Dewey dikaruniai kesehatan yang baik sampai ia berusia 80
tahun. Pada November 1951 tulang pinggulnya patah dan gagal
disambung kembali dengan baik. Pada 1 Juni 1952, Dewey
meninggal akibat pneumonia.
KONSEP DASAR PEMIKIRAN PENDIDIKAN
DEWAY

Pola pemikiran Dewey tentang pendidikan sejalan dengan


konsepsi instrumentalisme yang dibangunnya, dimana konsep-
konsep dasar pengalaman (experiencee), pertumbuhan
(growth), eksperimen (experiment), dan transaksi
(transaction) memiliki kedekatan yang akrab, sehingga Dewey
mendeskripsikan filosofi sebagai teori umum pendidikan.

Pendidikan dan filosofi saling membutuhkan satu sama lain;


dimana tanpa filosofi, pendidikan kering akan arahan
inteligensi. Democracy and Education, Dewey mendefinisikan
pendidikan sebagai penuntun secara intelegensia terhadap
pengembangan tentang kemungkinan-kemungkinan yang
melekat pada kebiasaan pengalaman. Jika dielaborasi lebih
lanjut, pemikiran di atas dapat diartikan bahwa untuk dapat
tertarik pada sesuatu hendaknya terlibat dalam transaksi
yakni dengan mengalami. Ini berlaku baik pada anak maupun
berbagai bentuk organisme lain.
Menurut Garforth, 1966 dalam (Yusrin Orbyt 2012)
terdapat tiga pengaruh pemikiran Dewey dalam pendidikan
yang dirasakan sangat kuat hingga saat ini:
1. Dewey melahirkan konsepsi baru tentang kesosialan
pendidikan.
2. Dewey memberikan bentuk dan substansi baru terhadap
konsep keberpusatan pada anak (child-centredness).
Bahwa konsep pendidikan adalah berpusat pada anak,
telah sejak lama dilontarkan, bahkan oleh Aristoteles.
3. Proyek dan problem-solving yang mekar dari sentral
konsep Dewey tentang Pengalaman telah diterima sebagai
bagian dalam teknik pembelajaran di kelas.
KONSEP BELAJAR DAN TEORI PEMBELAJARAN
KOGNITIF

Setiap orang telah mempunyai pengalaman dan pengetahuan di dalam


dirinya yang tertata dalam bentuk struktur kognitif (Sugihartono dkk,
2007: 105). Pengalaman dan pengetahuan diperoleh melalui proses
penginderaan selanjutnya akan masuk ke memori serta tersusun dalam
struktur kognitif. Selanjutnya akan bekerja secara psikomotorik untuk
pemecahan masalah bagi siswa. Dapat disimpulkan bahwa faktor
kognitif berasal dari pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki oleh
siswa.
Menurut teori ini, proses belajar akan berjalan dengan baik bila materi
pelajaran yang baru beradaptasi (bersinambungan) secara tepat dan
serasi dengan struktur kognitif yang telah dimiliki siswa (Sugihartono
dkk , 2007:105). Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa
proses belajar harus dilakukan secara terus-menerus agar berjalan
dengan baik. proses belajar yang berkesinambungan akan lebih memiliki
manfaat bagi siswa seperti siswa akan lebih banyak memiliki alternatif
pemecahan masalah sehingga masalah yang dihadapi akan terselesaikan
dengan cara yang efisien.
Teori pembelajaran kognitif dapat dibagi menjadi dua aliran
yaitu:
1. Teori gestalt
2. Teori Konstruktivistik

Teori gestalt adalah insight yaitu pengamatan atau


pemahaman mendadak terhadap hubungan-hubungan
antarbagian di dalam suatu situasi permasalahan.
Teori konstruktivistik adalah permasalahan yang muncul dari
dalam diri siswa itu sendiri atau dapat dikatakan sebagai
faktor internal.

Perbedaan teori gestalt dengan konstruktivistik terletak


pada permasalahan yakni pada gestalt permasalahan yang
dimunculkan berasal dari pancingan eksternal sedangkan pada
konstruktivistik permasalahan muncul dibangun dari
pengetahuan yang direkonstruksi oleh siswa sendiri.
John Dewey mengemukakan bahwa belajar tergantung pada
pengalaman dan minat siswa sendiri dan topik dalam kurikulum
seharusnya saling terintegrasi bukan terpisah atau tidak
mempunyai kaitan satu sama lain (Sugihartono dkk, 2007:108).
Apabila belajar siswa tergantung pada pengalaman dan minat
siswa maka suasana belajar siswa akan menjadi lebih
menyenangkan dan hal ini akan mendorong siswa untuk berfikir
proaktif dan mampu mencari pemecahan masalah, di samping
itu kurikulum yang diajarkan harus saling terintegrasi agar
pembelajaran dapat berjalan dengan baik dan memiliki hasil
maksimal.
John Dewey dalam bukunya Democracy and Education
(Dwi Siswoyo dkk, 2011 dalam Just Weare Noegayya,
2012), pendidikan adalah rekonstruksi atau reorganisasi
pengalaman yang menambah makna pengalaman, dan yang
menambah kemampuan untuk mengarahkan pengalaman
selanjutnya.
Seperti telah diuraikan di muka bahwa dalam teori
konstruktivisme disebutkan bahwa permasalahan muncul
dibangun dari rekonstruksi yang dilakukan oleh siswa
sendiri, hal ini dapat dikatakan bahwa dalam pendidikan ada
keterkaitan antara siswa dengan permasalahan yang
dihadapi dan siswa tersebut yang merekonstruksi lewat
pengetahuan yang dimiliki. Selain itu dari teori kognitif
yang menegaskan pengalaman sebagai landasan
pembelajaran juga sangat relevan.
TAHAP PERKEMBANGAN MORAL PESERTA DIDIK

John Dewey tidak hanya mengembangkan teori


konstruktivistik yang terangkum dalam teori kognitif
tetapi juga mengembangkan teori perkembangan moral
peserta didik. John Dewey membagi perkembangan moral
anak menjadi tiga tahapan, yaitu:

1. Tahap premoral. Tingkah laku seseorang didorong oleh


desakan yang bersifat fisikal atau sosial.
2. Tahap convention. Seseorang mulai bisa menerima nilai
dengan sedikit kritis berdasarkan kepada kriteria
kelompoknya.
3. Tahap autonomous. Seseorang sudah mulai bisa berbuat
atau bertingkah laku sesuai dengan akal pikiran dan
pertimbangan dirinya sendiri, tidak sepenuhnya menerima
kriteria kelompoknya
Teori perkembangan moral peserta didik sangat berhubungan
dengan teori pembelajaran kognitif. Hal ini dapat dilihat dalam teori
perkembangan moral peserta didik, seseorang mengalami beberapa
tahap dalam bertingkah laku di lingkungan sosial atau kelompoknya
dan hal ini akan membawa pengalaman dan memberi pengetahuan
pada siswa tersebut.
Teori kognitif pada dasarnya membahas faktor-faktor kognisi
yang berhubungan dengan jiwa atau kondisi psikologi seseorang.
Definisi dari kognisi yaitu suatu proses atau upaya manusia dalam
mengenal berbagai macam stimulus atau informasi yang masuk ke
dalam alat inderanya, menyimpan, menghubung-hubungkan,
menganalisis, dan memecahkan suatu masalah berdasar stimulus atau
informasi tersebut.
Gejala kognisi sering dikaitkan dengan proses belajar seseorang
yang didapat dari pengamatan termasuk pengalaman dan melalui
alat indera hingga pada akhirnya dapat digunakan untuk
memecahkan masalah.

Yang termasuk gejala pengenalan adalah penginderaan dan


persepsi, asosiasi, memori, berpikir, dan intelegensi. Salah satu
faktor-faktor kognitif yang paling berpengaruh terhadap proses
pembelajaran seseorang adalah berpikir.

Salah satu bentuk berpikir adalah reasoning. Reasoning adalah


bentuk berpikir di mana kemungkinan-kemungkinan pemecahan
ditimbang-timbang secara simbolis.
Menurut John Dewey, Reasoning itu adalah
serangkaian langkah yang berurutan dan langkah-
langkah itu antara lain :
1. Maladjusment. Orang yang dimotovir menghadapi
suatu rintangan (menghadapi problem).
2. Diagnosis. Orang itu melokalisir sumber problimnya
dan mempertimbangkan strukturnya. Langkah ini
menyangkut kemampuan analisis untuk mengabstraksi
dan membentuk konsep.
3. Hipotesis. Orang itu membuat satu atau lebih
dugaan. Langkah ini menyangkut imajinasi kreatif.
4. Deduksi. Orang itu berusaha menentukan bahwa
dugaannya itu akan benar. Langkah ini menyangkut
logika dan pengalaman.
5. Verifikasi. Orang itu mengecek langkah keempat
dengan fakta-fakta yang ada. Langkah
ini menyangkut sampling dan eksperimen.
METODE PENGAJARAN JOHN DEWAY
Menurut John Dewey dalam (Anwar Holil, 2008) metode reflektif di
dalam memecahkan masalah, yaitu suatu proses berpikir aktif, hati-
hati, yang dilandasi proses berpikir ke arah kesimpulan-kesimpulan
yang definitif melalui lima langkah.
1. Siswa mengenali masalah, masalah itu datang dari luar diri siswa itu
sendiri.
2. Selanjutnya siswa akan menyelidiki dan menganalisa kesulitannya
dan menentukan masalah yang dihadapinya.
3. Menghubungkan uraian-uraian hasil analisisnya itu atau satu sama
lain, dan mengumpulkan berbagai kemungkinan guna memecahkan
masalah tersebut. Dalam bertindak dipimpin oleh pengalamannya
sendiri.
4. Kemudian ia menimbang kemungkinan jawaban atau hipotesis dengan
akibatnya masing-masing.
5. Selajutnya ia mencoba mempraktekkan salah satu kemungkinan
pemecahan yang dipandang terbaik.
APLIKASI TEORI KOGNITIF JOHN DEWAY PADA PEMBELAJARAN
SISWA

Teori kognitif John Dewey dapat diaplikasikan dalam


pembelajaran siswa khususnya pada pembelajaran kognitif.
Pembelajaran kognitif menekankan pada keaktifan siswa dalam
berpikir untuk memecahkan masalah dengan cara merekonstruksi
masalah dengan pengetahuan dan pengalaman yang telah didapat.

Teori kognitif merupakan landasan pokok bagi pembelajaran siswa


karena teori ini mengutamakan kemampuan siswa secara verbal.
Tujuan pendidikan menurut teori belajar kognitif adalah:
1. Menghasilkan individu atau anak yang memiliki kemampuan
berfikir untuk menyelesaikan setiap persoalan yang dihadapi.

2. Kurikulum dirancang sedemikian rupa sehingga terjadi situasi


yang memungkinkan pengetahuan dan keterampilan dapat
direkonstruksi oleh peserta didik. Selain itu, latihan
memecahkan masalah seringkali dilakukan melalui belajar
kelompok dengan menganalisis masalah dalam kehidupan
sehari-hari.

3. Peserta didik diharapkan selalu aktif dan dapat menemukan


cara belajar yang sesuai bagi dirinya. Guru berfungsi sebagai
mediator, fasilitator, dan teman yang membuat situasi
menjadi kondusif untuk terjadinya konstruksi pengetahuan
pada diri peserta didik.
Dari penjelasan tersebut dapat dikatakan bahwa pendidikan

kognitif lebih mengarah pada kemandirian siswa dengan kata

lain guru hanya menjadi mediator atau menyampaikan materi

pendidikan. Dengan cara tersebut maka kemampuan siswa

menjadi lebih berkembang sehingga kualitas pendidikan yang

dimiliki oleh siswa tersebut menjadi lebih baik. Salah satu

metode pembelajaran kognitif yang paling tepat untuk

diaplikasikan pada pembelajaran siswa adalah model CBSA

atau cara belajar siswa aktif. Cara ini dianggap paling

efektiv untuk pengembangan kognisi siswa.


KESIMPULAN
• Tiga pengaruh pemikiran Dewey dalam pendidikan yang dirasakan sangat
kuat hingga saat ini. Pertama, Dewey melahirkan konsepsi baru tentang
kesosialan pendidikan. Kedua, Dewey memberikan bentuk dan substansi
baru terhadap konsep keberpusatan pada anak (child-centredness).
Ketiga, Proyek dan problem-solving yang mekar dari sentral konsep
Dewey tentang Pengalaman telah diterima sebagai bagian dalam teknik
pembelajaran di kelas.
• John Dewey mengemukakan bahwa belajar tergantung pada pengalaman
dan minat siswa sendiri dan topik dalam kurikulum seharusnya saling
terintegrasi bukan terpisah atau tidak mempunyai kaitan satu sama lain.
• John Dewey membagi perkembangan moral anak menjadi tiga tahapan,
yaitu tahap premoral atau preconventional, tahap conventional, dan
tahap autonomous.
• Teori kognitif John Dewey dapat diaplikasikan dalam pembelajaran siswa
khususnya pada pembelajaran kognitif.

Anda mungkin juga menyukai