Anda di halaman 1dari 5

TUGAS 3 - SETELAH UTS

Mata Kuliah
Sandi Mata Kuliah
Dosen Pembina
Nama mahasiswa
NIM mahasiswa
E-mail

:
:
:
:
:
:

LANDASAN DAN PROBLEMATIKA PENDIDIKAN


MKK 6035
Dr. Edy Herianto, M.Ed.
Andy Eddy
I2K 013 007
s2apunram.andy@gmail.com

A. Referensi
Dewey, John. 2002. Pengalaman dan Pendidikan. Alih bahasa: John de Santo.
Yogyakarta, Kepel Press.
B. Tujuan penulisan.
1. Menganalisis mengenai pendidikan tradisional dan pendidikan progresif.
2. Mengemukakan cacat fundamental dari masing-masing sistem pendidikan tersebut.
3. Meluruskan penyalahgunaan gagasannya yang sering diangkat dan dikacaukan oleh
gerakan pendidikan progresif.
4. Menjelaskan arti pengalaman dan hubungannya dengan pendidikan.
C. Riwayat Penulis.
John Dewey dilahirkan pada tanggal 20 oktober 1859 disebuah daerah pertanian dekat
Burlington. Vermount. Dia adalah anak seorang pemilik toko di desanya. Ia memperoleh
pendidikan pertamanya disekolah umum Burlington, kemudian melanjutkan ke universitas
Vermount, dan ketika masih menjadi seorang mahasiswa dia berteman baik dengan Prof.
H. A. P. Torrey yaitu orang yang membawa dan menguraikan semacam kelompok realism
yang diadopsi dari Skotlandia. Setelah keluar dari Vermount pada tahun 1875, tahun 1879
Dewey menerima diploma kandidat, kemudian dia mengajar selama 3 tahun.
Berkat intruksi dari Torrey, ia memutuskan untuk melanjutkan kuliahnya pada
universitas John Hopkins dengan desertasinya The Psikologi Of Kant. Ia menyelesaikan
program doktoral dalam bidang filsafat pada universitas tersebut pada tahun 1884. John
Dewey mula-mula mengajar di Chicago kemudian di universitas Columbia New York
yang memiliki satu perguruan tinggi pendidikan guru yaitu teachers college. Di
universitas Chicago ia menjadi ketua jurusan filsafat, psikologi, dan pedagogik, dan di
universitas tersebut ia mendirikan sebuah sekolah percobaan (laboratorium sekolah)
untuk menguji dan mempraktekkan teorinya. Sekolah ini diberi nama university
elementaire school dan menjadi masyhur diseluruh dunia. ia meninggal pada tanggal 1
januari 1952 di New York. selama hidupnya ia banyak menorehkan karya-karya yang
terkenal di dunia diantaranya My Pedagogic Creed (1897), School And Society (1899),
How We Think (1910), Democracy And Education (1916), The American Civil Liberties
(1920), Impressions Of Sovyet Russia And The Revolutionary Word Mexico-China-Turki
(1929), Experience And Education (1938) dan Education Today (1940).
D. Rangkuman (summary).
Dalam Buku ini diawali dengan suatu analisis mengenai pendidikan tradisional dan
pendidikan progresif, serta mengemukakan berbagai cacat fundamental dari masingmasing sistem pendidikan tersebut. Pendidikan Tradisional yang dimaksudkan disini
adalah sekolah gaya lama, sementara Pendidikan Progresif yang dimaksud merupakan
sekolah gaya baru.
Tiga ciri khas Gaya Pendidikan Tradisional, yakni:
1. Ide-ide yang mendasari dirumuskan secara luas tanpa kualifikasi yang diperlukan untuk
suatu pernyataan akurat, maka ide-ide itu menyangkut: Materi Pokok pendidikan terdiri
dari seluruh perangkat informasi dan keterampilan yang telah dihasilkan di masa

lampau karena Tujuan utama sekolah ialah mewariskan segala pengetahuan tersebut
kepada generasi yang baru.
2. Di masa lampau sudah dikembangkan pula berbagai patokan dan aturan tingkah laku;
pembinaan moral terdiri dari upaya membentuk kebiasaan kegiatan yang sesuai dengan
semua peraturan dan patokan tersebut.
3. Pola umum dari organisasi sekolah menjadikan sekolah sebagai intitusi yang sangat
berbeda dengan segala institusi sosial lainnya. Seperti : semua hubungan antara murid
dengan murid dan antara murid dengan guru; seluruh tatanan ruang sekolah biasa,
jadwal waktunya, skema klasifikasi, pengujian dan kenaikan jenjang, serta peraturan
tata tertib.
Ketiga ciri khas yang baru saja disebutkan itu menentukan tujuan, metode pengajaran
dan disiplin. Tujuan atau sasaran utamanya ialah mempersiapkan generasi muda untuk
berbagai tanggung jawab masa depan dan demi kebrhasilan dalam hidup mereka lewat
proses penguasaan atas seperangkat informasi dan berbagai bentuk keterampilan yang telah
disiapkan. Maka, sikap para murid pada umumnya haruslah dicirikan oleh kepatuhan,
kesediaan untuk menerima dan ketaatan. Buku-buku, merupakan wakil utama adat istiadat
dan pengetahuan serta kebijaksanaan masa lampau, Sementara para guru merupakan
sarana, melaluinya para murid secara efektif diperkenalkan dengan materi.
Jika melihat ciri khas yang dimiliki oleh pendidikan tradisional, maka dapat dikatakan
bahwa pendidikan tradisional sangat erat hubungan dengan pendekatan behavior.
Pendekatan behavior merupakan suatu pendekatan belajar dimana terjadinya perubahan
tingkah laku siswa disebabkan adanya stimulus yang diberikan oleh guru. Selain dari itu,
kaitan yang sangat mendasar antara pendidikan tradisional dengan pendekatan behavior
adalah terletak pada bahan pelajaran menjadi pusat seluruh kegiatan (materio sentris).
Kebangkitan pendidikan progresif sebagai sekolah gaya baru merupakan suatu hasil dari
rasa tidak puas terhadap pendidikan tradisional. Sesungguhnya pendidikan progresif adalah
kritikan terhadap pendidikan Tradisional tersebut. Jadi, Prinsip umum yang terdapat dalam
pendidikan progresif, ialah :
1. Paksaan dari atas dipertentangkan dengan ekspresi individualistis dan usaha
menumbuhkannya;
2. Disiplin eksternal dipertentangkan dengan kegiatan bebas;
3. Belajar dari buku dan guru dipertentangkan dengan proses belajar melalui pengalaman;
4. Penguasaan atas keterampilan dan teknik murni secara terpisah melalui latihan yang
terus menerus dipertentangkan dengan penguasaan atas keterampilan dan teknik
tersebut sebagai sarana untuk mencapai tujuan-tujuan yang langsung dirasa vital bagi
hidupnya;
5. Persiapan bagi masa depan yang agak jauh dipertentangkan dengan upaya menggunakan
semaksimal mungkin seluruh kesempatan hidup sekarang ini;
6. Tujuan dan materi pelajaran statis dipertentangkan dengan upaya membiasakan diri
secara kognitif dengan suatu dunia yang terus berubah.
Pendidikan progresif mengemukakan bahwa: anak seharusnya mengalami proses
berpikir sendiri dari awal hingga akhir, sesuai dengan tingkat kematangan pribadinya.
Kecerdasan murid harus dikembangkan supaya timbul hasrat dalam dirinya untuk dapat
menyelidiki secara teratur, berfikir secara objektif dan logis. Yang diutamakan adalah
proses berpikir itu sendiri dan bukannya apa yang ia pikirkan. Guru hanya berfungsi
sebagai petunjuk jalan dan pengamatan tingkah laku anak. Materi pelajaran disesuaikan
dengan kesenangan-kesenangan yang mungkin tak teratur atau hanya direduksikan kepada
latihan-latihan kejuruan. Bila memperhatikan secara seksama pola belajar pada pendidikan
progresif, sangat erat kaitannya dengan pendekatan belajar konstruktivisme. Dimana
pendekatan konstruktivisme merupakan teknik pembelajaran yang melibatkan peserta didik

untuk membangun sendiri pengetahuannya secara aktif dengan menggunakan pengetahuan


yang telah dimiliki sebelumnya. Jadi kaitan yang sangat mendasar antara pendidikan
progresif dengan pendekatan konstruktivisme ialah pada kehidupan menjadi pusat bahan
pengajaran (life central education).
Cacat fundamental yang terdapat pada pendidikan Tradisional dan pendidikan
Progresif, dimana pendidikan tradisional mengandalkan berbagai pokok persoalan dan
warisan budaya sebagai isinya, sementara pendidikan progresif mengutarakan dorongan
dan minat pelajaran serta berbagai masalah perubahan sosial yang telah berlangsung.
Menurut dewey, tidak satupun dari semua perangkat nilai ini yang cukup bagi dirinya
sendiri. Kedua-duanya penting, Kiranya masuk akal bahwa pengalaman merupakan
pendidikan, terutama sekali meliputi kontinuitas dan interaksi antara si pelajar dan objek
yang sedang ia pelajari. Dewey berpendapat bahwa Pendidikan tradisional (gaya lama)
maupun pendidikan progresif (gaya baru), sama-sama tidak memadai. Masing-masing
merupakan sistem pendidikan yang salah, sebab keduanya tidak menerapkan prinsipprinsip suatu filsafat pengalaman yang dikembangkan secara hati-hati. Dewey menegaskan
pentingnya warisan budaya dan sikap hati-hati terhadap keinginan untuk hanya
memperoleh pendidikan melalui pengalaman.
Dewey beranggapan bahwa di tengah segala ketidakpastian itu terdapat suatu kerangka
acuan yang tetap; yaitu hubungan organis antara pendidikan dan pengalaman pribadi atau
bahwa filsafat baru mengenai pendidikan itu mengikatkan dirinya pada sejenis fisafat
emperisme dan eksperimental. Untuk mengetahui arti emperisme kita perlu memahami apa
itu pengalaman. Keyakinan bahwa semua pendidikan sejati terjadi lewat pengalaman, tidak
berarti bahwa semua pengalaman pada dasarnya bersifat edukatif. Pendidikan dan
pengalaman tidak dapat secara langsung disamakan begitu saja. Karena sejumlah
pengalaman bersifat salah didik. Setiap pengalaman bersifat salah didik kalau pengalaman
itu mempunyai dampak mencacatkan proses pertumbuhan pengalaman selanjutnya.
Kualitas pengalaman apa saja memiliki dua aspek, yaitu :
1. Aspek langsung, yaitu menyenangkan atau tidak menyenangkan;
2. Aspek pengaruh, yaitu pengaruh atas berbagai pengalaman kemudian.
Aspek langsung sangat jelas dan mudah dinilai, aspek pengaruh atau akibat dari suatu
pengalaman tidak akan langsung kelihatan. Adalah tugas pendidik untuk menata beberapa
jenis pengalaman, yang walaupun tidak menjemukan para murid tetapi agaknya
merangsang seluruh kegiatannya, bagaimanapun juga tugas seperti itu lebih baik daripada
hanya memberi kesenangan langsung karena pengalaman-pengalaman tersebut
memungkinkan diperolehnya berbagai pengalaman mendatang yang diinginkan.
Persoalan pokok dari suatu pendidikan yang didasarkan atas pengalaman ialah
memilih jenis pengalaman sekarang yang berpengaruh secara kreatif dan produktif dalam
seluruh pengalaman berikutnya. Semakin jelas dan serius anggapan bahwa pendidikan
merupakan suatu perkembangan di dalam pengalaman, melalui pengalaman, dan untuk
pengalaman, maka semakin penting pula konsep yang jelas mengenai apa itu pengalaman.
Setiap pengalaman sejati memiliki suatu sisi aktif yang dalam tingkat tertentu
mengubah semua kondisi objektif dimana pengalaman itu diperoleh. Dewey menyatakan
ada dua prinsip utama yang sangat fundamental dalam proses pembentukan pengalaman,
yaitu:
1. Kontinuitas, prinsip kontinuitas dalam arti tertentu berlaku dalam setiap kasus, kualitas
pengalaman sekarang mempengaruhi caranya prinsip itu di terapkan.
2. Interaksi, prinsip ini memberikan hak yang sama kepada kondisi objektif dan kondisi
internal dalam pengalaman.
Prinsip kontinuitas dan prinsip interaksi tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Kedua
prinsip tersebut saling mendukung dan bersatu. Keduanya merupakan aspek longitudinal

dan lateral dari pengalaman. Kontinuitas dan interaksi dalam kesatuan aktif mereka
memberikan tolok ukur bagi arti dan nilai edukatif dari suatu pengalaman. Dalam
penerapan edukatif prinsip kontinuitas juga berarti bahwa masa depan harus
diperhitungkan pada setiap tahap proses pendidikan.
Kontrol terhadap tindakan perseorangan dipengaruhi oleh seluruh situasi dimana
semua individu terlibat dan mengambil bagian secara bersama-sama, dan dimana mereka
menjadi bagian dari proses interaksi dan kerjasama. Sumber utama kontrol sosial terletak
hanya pada sifat dasar itu sendiri, dari pekerjaan yang dilaksanakan sebagai suatu usaha
sosial dimana semua pribadi berkesempatan untuk menyumbangkan dan yang terhadapnya
semua merasa diri bertanggung jawab.
Ada tiga hal yang perlu diperhatikan guru dalam kontrol sosial untuk memberikan
kebermaknaan bagi peserta didik ialah Kondisi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan
faktor konvensional.
E. Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan.
a. Dari masa ke masa, seringkali para ahli maupun praktisi mempertemukan pertentangan
konsep Pendidikan Tradisional dan Pendidikan Progresif sebagai suatu kenyataan
terhadap dinamika perubahan kebutuhan hidup manusia di bidang pendidikan.
1) Eksistensi pendidikan tradisional dan pendidikan progresif saat ini. Sejak
ditetapkannya kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) tahun 2004. Pendidikan
Indonesia mengalami loncatan besar dan totalitas dari pendidikan sentralisasi (gaya
lama) menjadi desentralisasi (gaya baru). konseptual arah pendidikan di Indonesia
sudah mengarah kepada pendidikan Progresif seperti apa yang dikemukan oleh john
Dewey, akan tetapi implimentasinya dilapangan belum sepenuhnya dapat
dilaksanakan bahkan masih banyak yang bertahan dengan gaya lama atau pendidikan
tradisional.
2) Dalam sejarah Indonesia pendidikan progresif pernah di implimentasikan oleh
Mohamad Syafei dengan mendirikan sebuah sekolah yang diberi nama Indonesische
Nederland School (INS) pada tanggal 31 oktober 1926. Di Kayu Tanam, sekitar 60
km disebelah Utara kota Padang. Mohammad Syafei adalah nasionalime pragmatis
yang didasarkan pada agama,yaitu nasionalisme yang tertuju pada membangun
bangsa melalui pendidikan agar menjadi bangsa yang pandai berbuat untuk kehidupan
manusia atas segala sesuatu yang diciptakan oleh Tuhan.Mohammad Syafei
menyatakan bahwa Tuhan tidak siasia menciptakan manusia dan alam lainnya.Tiap
tiapnya mesti berguna, dan kalau ini tidak berguna hal itu disebabkan karena kita
yang tidak pandai menggunakannya. Pandangan pendidikan Mohammad
Syafei sangat dipengaruhi oleh aliran Develomentalisme ,terutama oleh
gagasan sekolah kerja yang dikembangkan John Dewey dan George Kerschensteiner
(Suyitno. 2009: 7-8). Sementara Implimentasi pendidikan tradisional telah lahir sejak
masa penjajahan belanda dan masih bertahan sampai saat ini, walaupun sudah
mengalami perubahan dan modernisasi. Salah satu bentuk pendidikan tradisional di
indonesia adalah pendidikan pesantren (soyomukti. 2010: 161).
3) Keterkaitan antara Pendidikan Tradisional dengan pendekatan behavioristik sangat
erat sebagaimana kita ketahui bahwa pendidikan tradisional terpusat pada materi
pengajaran, begitu juga dengan pendekatan behavioristik. Pendapat saya ini dikuatkan
oleh pernyataan soyomukti (2010:160) psikologi behaviorial memiliki pengaruh
yang jelas dalam pendidikan tradisional.... sedangkan pendidikan progresif sangat
erat keterkaitannya dengan pendekatan Konstruktivisme karena keduanya terpusat
pada partisipasi pebelajar dan kehidupan. selain dari itu, John dewey merupakan
pelopor dari pendekatan konstruktivisme (Sugihartono dkk, 2007:108).

b. Belajar di kelas, pada prinsipnya adalah upaya guru untuk memberikan pengalaman
belajar kepada siswa dan siswi.
1) Makna belajar, pengalaman, dan pengalaman belajar.
Belajar adalah usaha memperoleh Pengatahuan yang bermanfaat.
Pengalaman adalah sesuatu interaksi yang dialami seseorang yang berkelanjutan.
pengalaman belajar adalah Suatu yang didapatkan dari interaksi dalam usaha
memperoleh pengatahuan yang dapat memberi manfaat dalam kehidupan.
2) keterkaitan antara ketiga makna tersebut ialah pengalaman belajar dimiliki setelah
belajar melalui pengalaman.
3) yang harus dilakukan oleh guru agar pengalaman belajar dapat diperoleh siswa siswi
secara menyenangkan ialah memperhatikan aspek-aspek pengalaman (Aspek langsung
dan Aspek Pengaruh) dan Kriteria pengalaman yang disampaikan oleh John dewey
(Interaksi dan kontinuitas). Contoh:
Memberi kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan gagasannya dengan
bahasa sendiri.
Memberi kesempatan kepada siswa untuk berfikir tentang pengalamannya sehingga
menjadi lebih kreatif dan imajinatif.
Memberi kesempatan kepada siswa untuk mencoba gagasan baru.
c. Pada tahap implementasinya, prinsip kontrol sangat dibutuhkan dalam bidang
penyelenggaraan pendidikan. Secara spesifik, pada saat guru menyelenggarakan
pembelajaran di kelas perlu dikontrol agar dapat dipastikan adanya tingkat keoptimalan
kinerjanya dalam memberikan kebermaknaan bagi siswa dan siswi.
1) Agar hal ini dapat diwujudkan secara tepat dan optimal, maka beberapa hal yang perlu
dikontrol pada kegiatan pembelajaran di kelas, ialah :
Kondisi pembelajaran
Kegiatan pembelajaran
Faktor konvensional atau tatakrama
2) Orang yang seharusnya melakukan kontrol terhadap hal itu, ialah: Guru atau pendidik
3) Cara melakukan kontrol terhadap hal itu, ialah:
Cara melakukan kontrol kondisi pembelajaran ialah secara luwes dan tegas.
Cara melakukan kontrol kegiatan pembelajaran ialah menyusun rancangan kegiatan
pembelajaran.
Cara melakukan kontrol faktor konvensional ialah konvensi dengan memperhatikan
minat intelektual dan emosional siswa terhadap pembelajaran.
4) Target akhir dari seluruh aktivitas kontrol terhadap hal itu, ialah:
Target akhir dari sikap luwes adalah untuk memberi peluang timbulnya pengalaman
khas setiap individu, sedangkan sasaran dari sikap tegas ialah untuk memberikan
arah menuju perkembangan kemampuan yang terus menerus.
Target akhir dari menyusun rancangan kegiatan pembelajaran adalah agar
berlangsungnya interaksi dan interkomunikasi yang baik dalam pembelajaran.
Target akhir dari konvensi adalah menjadi pelumas untuk mencegah atau
mengurangi terjadinya percekcokan.
Daftar Rujukan :
Sugihartono, dkk. 2007. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press
Suyitno, Y. 2009. Tokoh-tokoh Pendidikan Dunia (dari Dunia Timur, Timur Tengah, dan
Barat). Bandung: Sekolah Pascasarjana UPI.
Soyomukti, nurani. 2010. Teori-Teori Pendidikan: Tradisional, neo liberal, marxis
sosialis, dan postmodern. Yokyakarta: Arrus Media.

Anda mungkin juga menyukai