Disusun oleh:
ANANDA FITRI
CABANG SUMBAWA
2022
KATA PENGANTAR
Teriring salam dan doa semoga allah swt, senantiasa melimpahkan rahmat, taufik dan
hidayah serta inayah-nya kepada kita semua. Amin.
Alhamdulillah, berkat Rahmat Dan Hidayah-Nya, Penulis akhirnya dapat menyusun
Jurnal yang berjudul ” ORGANISASI PEMUDA SEBAGAI WAHANA
KADERISASI PEMIMPIN DALAM MEMBANGUN KARAKTER BANGSA
YANG BERJIWA PANCASILA” Jurnal yang Disusun untuk memenuhi persyaratan
mengikuti Intermediated training (LK II) yang Dilaksanakan oleh Himpunan
Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Sumbawa Tingkat Regional BADKO BALI-NUSRA.
Terima kasih kepada HMI cabang sumbawa dan sejajaran pengurus yang telah
memberikan bentuk dorongan dan motivasi yang sangat bermanfaat. Penulis menyadari
bahwa dalam penyusunannya, tidaklah mudah dan masih terdapat kekurangan, sehingga
penulis mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif sebagai bahan penyempurnaan
jurnal ini.
Akhir kata, semoga Jurnal ini bermanfaat dalam menambah wawasan dan membuka
cakrawala pengetahuan demi menjalankan mandat mulia dari Allah Swt yang maha
pengasih lagi maha penyayang.
Penulis
Ananda Fitri
ABSTRAK
ABSTRAC
PENDAHULUAN
PEMBAHASAN
A. Organisasi Kepemudaan :
1. Pengertian Organisasi
Organisasi adalah wadah atau tempat berkumpulnya dua orang atau
sekelompok orang yang bekerja sama untuk mencapai suatu tujuan yang telah
disepakati sebelumnya.
2. Organisasi kepemudaan di Indonesia :
a. HMI
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) adalah salah satu organisasi massa
yang ikut mengawal perkembangan Indonesia di awal kemerdekaan.
Organisasi ini didirikan di Yogyakarta pada tanggal 14 Rabiul Awal 1366 H
bertepatan dengan tanggal 5 Februari 1947. Organisasi ini lahir atas prakarsa
15 mahasiswa Sekolah Tinggi Islam (STI), yang kini menjadi Universitas
Islam Indonesia (UII) di tahun 1947. Lafran Pane adalah salah satu tokoh yang
mencetuskan ide pendirian HMI. Saat itu, dia melihat dan menyadari bahwa
mahasiswa Islam yang hidup di zamannya, umumnya belum memahami dan
mengamalkan ajaran agama.
Penyebabnya adalah sistem pendidikan dan kondisi masyarakat yang
belum terlalu mendukung pelaksanaan agama di dalam kehidupan sehari-hari.
Untuk itu, demi mengubah keadaan, maka perlu dibentuk sebuah organisasi.
Organisasi mahasiswa ini diharapkan dapat mengantarkan mahasiswa
mengikuti pembaruan atau inovasi di berbagai bidang, sekaligus
mengakomodasi pemahaman dan penghayatan ajaran agama yaitu agama
Islam.
Mengutip laman HMI, pada 5 Februari 1947, Lafran Pane mengadakan
rapat mendadak dengan mengambil waktu pada jam perkuliahan Tafsir. Rapat
dilakukan di salah satu ruang kuliah STI yang saat itu berdomisili di Jalan
Setiodiningratan (Jalan Panembahan Senopati), Kota Yogyakarta. Lafran
mengatakan persiapan untuk pembentukan organisasi mahasiswa Islam sudah
beres.
Lalu, ajakan Lafran tersebut disambut 14 mahasiswa STI lain yang
hadir dalam rapat. Akhirnya, terbentuklah HMI dengan menerima siapa pun
yang ikut bergabung dan tidak menggubris lagi dengan siapa pun yang
menentangnya.
Dan, secara lengkap tokoh yang menghadiri berdirinya HMI saat itu
adalah Lafran Pane (Yogya), Karnoto Zarkasyi (Ambarawa), Dahlan Husein
(Palembang), Siti Zainah (Palembang), Maisaroh Hilal (Singapura), Soewali
(Jember), Yusdi Ghozali ( Pendiri PII-Semarang), Mansyur Anwar (Malang),
Hasan Basri (Surakarta), Marwan (Bengkulu), Zulkarnaen (Bengkulu), Tayeb
Razak (Jakarta), Toha Mashudi (Malang), dan Bidron Hadi (Yogyakarta).
Ada dua tujuan yang hendak dicapai atas berdirinya HMI. Pertama,
mempertahankan dan mempertinggi derajat rakyat Indonesia. Kedua,
menegakkan dan mengembangkan ajaran agama Islam.
b. PMII
PMII, atau yang disingkat dengan Pergerakan Mahasiswa Islam
Indonesia (Indonesian Moslem Student Movement), lahirnya PMII bukan
berjalan mulus, banyak sekali hambatan dan rintangan. Hasrat mendirikan
organisasi NU sudah lama bergolak. Namun pihak NU belum menganggap
perlu adanya organisasi tersendiri buat mewadahi anak-anak NU yang belajar
di perguruan tinggi. Banyak organisasi Mahasiswa bermunculan di bawah
naungan payung induknya. Misalkan saja HMI yang dekat dengan Masyumi,
SEMI dengan PSII, KMI dengan PERTI, IMM dengan Muhammadiyah dan
Himmah yang bernaung di bawang Al-Washliyah. Wajar saja jika kemudian
anak-anak NU ingin mendirikan wadah tersendiri dan bernaung di bawah panji
bintang sembilan.
Sampai pada kongres IPNU yang ke-2 (awal 1957 di Pekalongan) dan
ke-3 (akhir 1958 di Cirebon), NU belum memandang perlu adanya wadah
tersendiri bagi anak-anak mahasiswa NU. Namun kecenderungan ini sudah
mulai diantisipasi dalam bentuk kelonggaran menambah Departemen Baru
dalam kestrukturan organisasi IPNU, yang kemudian departemen ini dikenal
dengan nama DPT (Departemen Perguruan Tinggi) IPNU.Baru setelah
Konferensi Besar IPNU (14-16 Maret 1960 di Kaliurang), disepakati untuk
mendirikan wadah tersendiri bagi mahasiswa NU, yang disebut dengan
berkumpulnya tokoh-tokoh mahasiswa NU yang tergabung dalam IPNU,
dalam sebuah musyawarah bersama selama tiga hari (14-16 April 1960) di
Taman Pendidikan Putri Khadijah (Sekarang UNSURI) Surabaya.
Dengan semangat membara, mereka membahas nama dan bentuk
organisasi yang telah lama mereka idam-idamkan. Bertepatan dengan itu,
Ketua Umum PBNU, KH. Idham Khalid memberikan lampu hijau. Bahkan
memberi semangat kepada mahasiswa NU agar mampu menjadi kader partai,
menjadi mahasiswa yang mempunyai prinsip, “Ilmu untuk diamalkan, bukan
ilmu untuk ilmu”.
Maka lahirlah organisasi mahasiswa di bawah naungan NU pada
tanggal 17 April 1960. Kemudian organisasi itu diberi nama Pergerakan
Mahasiswa Islam Indonesia (PMII).
Di samping latar belakang lahirnya PMII seperti di atas, sebenarnya
pada waktu itu anak-anak NU yang ada di organisasi lain seperti HMI merasa
tidak puas atas pola gerak HMI. Menurut mereka (mahasiswa NU), bahwa
HMI sudah berpihak pada satu golongan yang kemudian ditengarai bahwa
HMI adalah underbow-nya partai Masyumi, sehingga wajar kalau mahasiswa
NU di HMI juga mencari alternatif lain.Hal ini juga diungkap oleh Deliar
Noer (1987), beliau mengatakan bahwa PMII merupakan cerminan
ketidakpuasan sebagian mahasiswa muslim terhadap HMI, yang dianggap
bahwa HMI dekat dengan golongan modernisme (Muhammadiyah) dan dalam
urusan politik lebih dekat dengan Masyumi.
Dengan demikian, ide dasar pendirian PMII adalah murni dari anak-
anak muda NU sendiri. Bahwa kemudian harus bernaung di bawah panji NU
itu bukan berarti sekedang pertimbangan praktis semata, misalnya karena
kondisi pada saat itu yang memang nyaris menciptakan iklim dependensi
sebagai suatu kemutlakan.Tetapi, keterikatan PMII kepada NU memang sudah
terbentuk dan sengaja dibangun atas dasar kesamaan nilai, kultur, akidah, cita-
cita dan bahkah pola pikir, bertindak dan berperilaku.Kemudian PMII harus
mengakui dengan tetap berpegang teguh pada sikap Dependensi timbul
berbagai pertimbangan menguntungkan atau tidak dalam bersikap dan
berperilaku untuk sebuah kebebasan menentukan nasib sendiri.
Oleh karena itu harus diakui, bahwa peristiwa besar dalam sejarah
PMII adalah ketika dipergunakannya istilah Independent dalam deklarasi
Murnajati tanggal 14 Juli 1972 di Malang dalam MUBES III PMII, seolah
telah terjadi pembelahan diri anak ragil NU dari induknya.Sejauh
pertimbangan-pertimbangan yang terekam dalam dokumen historis, sikap
independen itu tidak lebih dari proses pendewasaan. PMII sebagai generasi
muda bangsa yang ingin lebih eksis di mata masyarakat bangsanya ini terlihat
jelas dari tiga butir pertimbangan yang melatarbelakangi sikap. Independensi
PMII tersebut di antaranya adalah:
1. PMII melihat pembangunan dan pembaharuan mutlak memerlukan insan-
insan Indonesia yang berbudi luhur, takwa kepada Allah Swt., berilmu dan
cakap serta tanggungjawab, bagi keberhasilan pembangunan yang dapat
dinikmati secara merata oleh seluruh rakyat.
2. PMII selaku generasi muda Indonesia sadar akan perannya untuk ikut serta
bertanggungjawab, bagi keberhasilan pembangunan yang dapat dinikmati
secara merata oleh seluruh rakyat.
3. Bahwa perjuangan PMII yang senantiasa menjunjung tinggi nilai-nilai
moral dan idealisme sesuai Deklarasi Tawangmangu, menurut
berkembangnya sifat-sifat kreatif, keterbukaan dalam sikap, dan
pembinaan rasa tanggungjawab.Berdasarkan pertimbangan itulah, PMII
menyatakan diri sebagai “Organisasi Independent”, tidak terikat baik sikap
maupun tindakan kepada siapapun, dan hanya berkomitmen terhadap
perjuangan organisasi dan cita-cita perjuangan nasional yang berlandaskan
Pancasila.
Berdasarkan pertimbangan itulah, PMII menyatakan diri sebagai
“Organisasi Independent”, tidak terikat baik sikap maupun tindakan kepada
siapapun, dan hanya berkomitmen terhadap perjuangan organisasi dan cita-cita
perjuangan nasional yang berlandaskan Pancasila.
c. GMNI
Gagasan untuk melakukan peleburan muncul pertama kali dari ketua
Gerakan Mahasiswa Demokrat Indonesia, S.M. Hadiprabowo pada September
1953. Didasari keinginan untuk menyatukan organisasi-organisasi
mahasiswa nasionalis, S. M Hadiprabowo kemudian mengatur pertemuan
dengan pimpinan dua organisasi lainnya. Hadiprabowo kemudian bertemu
dengan Slamet Djajawidjaja, Slamet Rahardjo, dan Haruman dari Gerakan
Mahasiswa Merdeka. Ia kemudian bertemu Wahyu Widodo, Subagio
Masrukin, dan Sri Sumantri dari Gerakan Mahasiswa Marhaenis.
Pimpinan ketiga organisasi akhirnya setuju untuk mengadakan
pertemuan. Pertemuan diadakan di rumah dinas Walikota Jakarta (setara
dengan Gubernur Jakarta saat ini), Soediro. Dalam pertemuan tersebut, ketiga
organisasi berhasil mencapai kesepakatan untuk berfusi, baik secara organisasi
maupun secara ideologi. Dalam pertemuan tersebut, nama Gerakan Mahasiswa
Nasional Indonesia (GMNI) dipilih sebagai nama organisasi hasil fusi,
disepakati pula nasionalisme dan marhaenisme menjadi ideologi GMNI.
Selain dua hal tersebut, pertemuan juga memutuskan Kongres I GMNI akan
diadakan di Surabaya.
Pada 23 Maret 1954, Kongres I GMNI diadakan dengan restu langsung
dari Presiden Soekarno. Kongres I menetapkan S.M Hadiprabowo sebagai
ketua pertama GMNI. Tanggal tersebut juga dipatenkan sebagai hari lahir
GMNI dan diperingati sebagai dies natalis atau hari kelahiran GMNI.
Karena adanya kesamaan ideologi dan pengaruh dari Soekarno dan
tokoh politik nasionalis, GMNI kemudian perlahan-lahan
menjadi underbow dan berafiliasi menjadi sayap mahasiswa dari Partai
Nasional Indonesia (PNI), partai yang dibentuk dan dipimpin oleh Soekarno.
Namun, hubungan antara PNI dengan GMNI secara resmi putus setelah
rezim Orde Baru melaksanakan kebijakan fusi partai pada 1973, di mana PNI
digabung dengan partai nasionalis lain ke dalam Partai Demokrasi Indonesia
(PDI).
2. Manajemen
Manajemen kepemimpinan adalah suatu ilmu yang mengkaji secara
komprehensif bagaimana seseorang melaksanakan kepemimpinan dengan
mempergunakan seluruh sumberdaya yang dimiliki serta dengan selalu
mengedepankan konsep dan aturan yang berlaku dalam ilmu manajemen (Fahmi,
2012 : 2). Salah satu bagian terpenting dalam ilmu manajemen adalah
menggunakan seni dalam menggerakkan orang lain untuk mencapai tujuan
organisasi. Dengan seni ini, seorang pemimpin dapat memberikan arahan kepada
seseorang untuk melaksanakan suatu pekerjaan secara tepat.
Ilmu manajemen juga mendukung pemimpin dalam melaksanakan konsep
”the right man in the right place” secara tepat. Konsep ini berarti bahwa dalam
menempatkan seorang karyawan dalam tugas pekerjaan, disesuaikan dengan
kemampuan dan kompetensinya. Jack Welch dalam Slater (2001 : 35) tugas
seorang pemimpin adalah menempatkan orang terbaik pada posisi dengan peluang
terbaik, mentransfer ide, mengalokasikan sumber daya dan mengalokasikan dana
pada bidang yang tepat. Dengan demikian, manajemen kepemimpinan jelas akan
dapat mendukung terlaksananya pekerjaan secara tepat, sehingga pencapaian
tujuan organisasi akan dapat dilaksanakan secara lebih baik.
a. Implementasi Manajemen Kepemimpinan Dalam Organisasi
Implementasi manajemen kepemimpinan sangat diperlukan dalam
mencapai tujuan sebuah organisasi. kepemimpinan dalam sebuah
organisasi harus ditopang dengan karakter-karakter kepemimpinan
(leadership characters) dan prinsip-prinsip kepemimpinan (leadership
principles) yang melekat pada diri pemimpin. Kedua hal ini dapat disebut
sebagai bahan dasar kepemimpinan (leadership ingredient). Melalui fungsi
panutan (role modeling) pemimpin harus membudayakan (culturing)
karakter dan prinsip kepemimpinan tersebut di kalangan anak buah
(followers).
Proses pembudayaan ini dilakukan dengan menginternalisasikan
karakter dan prinsip kepemimpinan tersebut ke seluruh anak buah
sehingga mereka memahami, menghayati, dan melakukannya. Ketika
proses pembudayaan ini berlangsung massal dan mencakup seluruh orang
didalam organisasi, ia akan dapat membentuk iklim kepemimpinan
(leadership climate) dalam organisasi.
b. Fungsi Manajemen kepemimpinan Dalam Organisasi
Fungsi Manajemen kepemimpinan dalam organisasi menurut George
R. Terry, 1958 dalam bukunya Principles of Management (Sukarna, 2011:
10) membagi empat fungsi dasar manajemen, yaitu
1. Planning (Perencanaan) yaitu “Perencanaan adalah pemilih fakta dan
penghubungan fakta - fakta serta pembuatan dan penggunaan perkiraan
- perkiraan atau asumsi – asumsi untuk masa yang akan datang dengan
jalan menggambarkan dan 20 merumuskan kegiatan – kegiatan yang
diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan”.
2. Organizing (Pengorganisasian) yaitu “Pengorganisasian ialah
penentuan, pengelompokkan, dan penyusunan macam - macam
kegiatan yang dipeelukan untuk mencapai tujuan, penempatan orang -
orang (pegawai), terhadap kegiatan - kegiatan ini, penyediaan factor -
faktor physik yang cocok bagi keperluan kerja dan penunjukkan
hubungan wewenang, yang dilimpahkan terhadap setiap orang dalam
hubungannya dengan pelaksanaan setiap kegiatan yang diharapkan.”
3. Actuating (Pelaksanaan/Penggerakan) “Penggerakan adalah
membangkitkan dan mendorong semua anggota kelompok agar supaya
berkehendak dan berusaha dengan keras untuk mencapai tujuan dengan
ikhlas serta serasi dengan perencanaan dan usaha - usaha
pengorganisasian dari pihak pimpinan”.
4. Controlling (Pengawasan yaitu “Pengawasan dapat dirumuskan
sebagai proses penentuan apa yang harus dicapai yaitu standard, apa
yang sedang dilakukan yaitu pelaksanaan, menilai pelaksanaan, dan
bila mana perlu melakukan perbaikan - perbaikan, sehingga
pelaksanaan sesuai dengan rencana, yaitu selaras dengan standard
(ukuran)”. Pengawasan mempunyai peranan atau kedudukan yang
penting sekali dalam manajemen, mengingat mempunyai fungsi untuk
menguji apakah pelaksanaan kerja teratur tertib, terarah atau tidak.
Dengan demikian control mempunyai fungsi untuk mengawasi segala
kegaiatan agara tertuju kepada sasarannya, sehingga tujuan yang telah
ditetapkan dapat tercapai
Karakter dan prinsip kepemimpinan yang dibangun dengan baik dan mulia
akan menciptakan iklim kepemimpinan yang kondusif. Iklim yang kondusif ini pada
akhirnya akan mengefektifkan organisasi dalam mengeksekusi strategi dan
mendorong tercapainya kinerja yang luar biasa. Sebaliknya apabila karakter dan
prinsip kepemimpinan yang dibangun kurang baik, iklim yang tercipta akan bersifat
destruktif, sehingga organisasi akan terkendala dalam mengeksekusi strategi, sehingga
kinerja yang diraih menjadi buruk. Demikianlah, apabila manajemen kepemimpinan
ini benar-benar dilaksanakan dengan baik, maka organisasi akan dapat mencapai
tujuannya dengan lebih baik.
C. Kepemimpinan Pancasila
Jenjang Pendidikan
1. TK Negeri Pembina
2. SDN Brang Biji
3. SMP Negeri 1 Labuhan Badas
4. SMKN 1 Sumbawa Besar
5. Universitas Samawa
Pengalaman Organisasi
1. Sekretaris Umum HMI Cabang Sumbawa Komisariat Fisikomta-UNSA