Anda di halaman 1dari 16

TUGAS INDIVIDU

MAKALAH FINANSIAL TEKNOLOGI ( FINTECH ) KONVENSIONAL DAN SYARIAH

MATA KULIAH BANK DAN LEMBAGA KEUANGAN

DOSEN : ARYA MUSLIM, S. E, M.M.

Disususn Oleh :

NAMA : ENDI KASPARI

JURUSAN : EKONOMI SYARIAH

UNIVERSITAS
STEI BINA CIPTA MADANI
Komplek Bizpark No B 18 Jalan Interchange Tol Karawang Barat Desa Purwadana
Teluk Jambe Timur Karawang
Kata Pengantar
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah- Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
“ Finansial Teknologi konvensional dan syariah” ini tepat pada waktunya.ank
dan Lembaga Keuangan . Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah
wawasan tentang “ Finansial Teknologi Konvensional dam Syariah.” bagi para
pembaca dan juga bagi penulis.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Arya Muslim, S.E.


M.M., selaku dosen mata kuliah Bank dan Lembaga Keuangan, yang telah
memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan
sesuai dengan bidang studiyang penulis tekuni.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membagisebagian pengetahuannya sehingga dapat menyelesaikan makalah ini.

penulis menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan
demi kesempurnaan makalah ini.

Karawang, 30 Mei 2022


Penulis
DAFTAR ISI

Sampul………………………………………………………………………………....

Kata Pengantar………………………………………………………………………..

BAB I PENDAHULUAN..……………………………………………….……….......

1.1.Latar Belakang Masalah………………………………………………….......


1.2. Identifikasi Masalah…………………………………………………….........
1.3.Manfaat dan Tujuan Masalah………………………………………………..

BAB II PEMBAHASAN………………………………………………………………

2.1 Pengertian Fintech Konfensional dan Syariah…………………………......

2.2. Jenis-Jenis Financial Technology (Fintech)………………………………...

2.3. Perbedaan fintech Konvensional dan Syariah……………………………...

2.4. Jenis-jenis Fintech dalam syariah…………………………………………...

2.5. Jenis-Jenis Akad dalam fintech syariah…………………………………….

2.6. Fintech dalam Pandangan Syariah………………………………………….

2.7. Sistem dan Prinsip Keuangan Syariah……………………………………...

BAB III PENUTUP……………………………………………………………………

3.1. Kesimpulan…………………………………………………………………...

Daftar Pustaka…………………………………………………………………………
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah


Industri Financial Technology (FinTech) saat ini berkembang sangat
signifikan di Indonesia. Berdasarkan data OJK (Otoritas Jasa Keuangan) sampai
dengan 19 Februari 2020 terdapat 161 perusahaan penyelenggara FinTech
terdaftar dan berijin. Fintech sebenarnya merupakan singkatan dari financial
technology. Sesuai dengan kepanjangannya, Fintech merupakan perkembangan
teknologi yang berkaitan dengan urusan finansial. National Digital Research
Centre atau NDRC menjelaskan pengertian Fintech sebagai segala inovasi yang
berkaitan dengan teknologi finansial atau jasa keuangan, baik berupa aplikasi
maupun rancangan ide yang masih erat kaitannya dengan pemanfaatan teknologi.
Fintech bisa meliputi segala bidang yang berkaitan dengan finansial, mulai dari
sistem pembayaran, pembukuan, pengumpulan dana, pinjaman, dan bahkan
pengelolaan aset. Oleh karena itu, tak heran jika Fintech tak bisa lepas dari
berbagai aspek kehidupan, terutama dunia bisnis. Fintech adalah hal-hal penting
seiring dengan berkembanganya teknologi. Pasalnya semua aspek kehidupan
sudah pasti melibatkan finansial alias keuangan. Jika aspek lain sudah go digital,
maka proses transaksi keuangan juga harus didigitaliasi agar selaras dan segala hal
yang sudah memanfaatkan teknologi bisa dilakukan lebih mudah dan cepat.
Perkembangan fintech di Indonesia yang mengalami peningkatan yang
positif membuat banyak orang mulai memilih Fintech untuk layanan transaksinya.
Menurut data dari Darmin Nasution selaku Menko Perekonomian diantara
banyaknya fintech yang berkembang Peer-to-Peer (P2P) Lending adalah jenis
Fintech yang mengalami peningkatan cukup signifikan dibandingkan beberapa
jenis Fintech lainnya seperti payment, wealth management dan lainnya. Pelaku
Fintech di Indonesia masih dominan berbisnis pada segmen Payment (43%),
pinjaman (17%) dan sisanya berbentuk agregrator, crowdfunding dan lain-lain.
2.1. Identifikasi Masalah
1. Apa pengertian fintech ?
2. Bagaimana Proses Fintech konvensional dan syariah itu terjadi ?
3. Apa Perbedaan Fintech Konvensional dan Syariah ?
4. Apa Manfaat dari Fintech ?
2.3. Manfaat dan tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui pengertian Fintech
2. untuk mengetahui perbedaan dari fintech konvensional dan Syariah
3. untuk mengetahui kegunaan dari fintech
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.Pengertian Fintech konvensional dan Syariah
Pengertian Financial Technology (Fintech) Financial technology
(Fintech) mengacu kepada defenisi National Digital Research Center (NDRC)
yaitu sebagai inovasi keuangan pada lingkup jasa keuangan atau financial,
Adapun Inovasi ini menggabungkan antara financial dan teknologi modern.
Secara sederhana fintech merupakan penggabungan antara jasa keuangan dan
teknologi terkini, fintech sendiri dapat diistilahkan sebagai usaha dalam
memaksimalkan pemakaian teknologi mulai dari metode pembayaran, transfer,
pinjaman, pengumpulan dan hingga pengelolaan asset, untuk memperkuat,
mengubah dan mempercepat berbagai bidang pelayanan keuangan yang dapat
dilakukan secara cepat dan ringkas Maulida (2019).
Defenisi Financial technologi (FinTech) menurut Bank Indonesia dalam
Marginingsih (2019) yaitu hasil perpaduan antara tehnologi terkini dengan jasa
keuangan yang mengubah model bisnis sederhana pembayaran secara langsung
, membayar dengan uang cash) menjadi berimbang (misalnya transaksi tidak
secara langsung tetapi menggunakan media online dan juga melakukan
pembayaran secara online).
Sedangkan defenisi Fintech syariah merupakan penggabungan antara
teknologi dan keuangan yang menghasilkan kemudahan pada proses informasi
dan transaksi pada bidang teknologi keuangan yang berdasarkan syariat atau
hukum Islam.
Fenomena fintech konvensional yang terjadi di masyarakat yang
memberikan stigma negatif akhir-akhir ini di masyarakat. Cara penagihan yang
kasar bahkan bermacam-macam bentuk dan medianya serta sampai kepada
banyaknya kasus bunuh diri karena ketidakmampuan membayar pinjaman
online via fintech konvensional yang ditawarkan oknum fintech di Indonesia
menjadi suatu peluang bagi fintech syariah untuk meyakinkan bahwa fintech
syariah berbeda dari fintech konvensional.
Disaat bersamaan, dengan munculnya fenomena dan stigma negative
tersebut mengakibatkan masyarakat memberikan anggapan bahwa tidak
terdapat perbedaan antara Fintech Syariah dan Fintech Konvensional. Hal ini
dikuatkan juga dengan kenyataan bahwa penyebab terbesar mengapa
masyarakat seolah menyamaratakan fintech konvensional maupun fintech
syariah terletak dalam edukasi dan komunikasi serta literasi prinsip-prinsip
Islam dalam kehidupan sehari-hari yang masih belum optimal untuk
masyarakat Indonesia.
Sejauh ini belum ada perundang-undangan yang mengatur secara
khusus mengenai industri ini, hanya mengacu pada KUHP perdata Semata dan
menjadi salah satu hambatan fintech dikalangan yang lebih besar lagi, Hal Ini
menegaskan perbedaan fintech syariah dan fintech kovensional merupakan
salah satu tugas besar bagi para pelaku fintech syariah, kunci nya terletak pada
akad berdasarkan prinsip syariah yang digunakan dalam skema transaksi
fintech syariah mengemukakan keunggulan penggunaan akad dalam fintech
syariah kepada masyarakat merupakan salah satu upaya yang bisa dilakukan.
Kemudian, menegaskan kembali terkait haramnya keterlibatan kita
dalam sistem bunga (yang ada di dalam fintech konvesional) dengan dilandasi
dasar fatwa DSN MUI No. 1 Tahun 2004 tentang Hukum Bunga (Interest) yang
meliputi:
a. Praktek pembungaan uang saat ini telah memenuhi kriteria riba yang terjadi
pada zaman Rasulullah SAW, yakni riba nasi’ah. Dengan demikian, praktek
pembungaan uang termasuk salah satu bentuk riba, dan riba haram hukumnya.
b. Praktek pembungaan tersebut hukumnya adalah haram, baik dilakukan oleh
Bank, Asuransi, Pasar Modal, Pegadaian, Koperasi dan Lembaga Keuangan
lainnya maupun dilakukan oleh Individu. Serta menegaskan regulasi Fintech
Syariah yang sudah dihalalkan dan diatur kegiatanya oleh MUI melalui
beberapa mekanisme dalam fatwa DSN MUI No. 117 tentang Layanan
Pembiayaan Berbasis Teknologi Informasi Berdasarkan Prinsip Syariah
(Fintech Syariah).

Dengan adanya fatwa-fatwa MUI yang mendukung jalannya


operasional Fintech Syariah diharapkan akan senantiasa menjadikan Fintech
Syariah sebagai pilihan dalam berkecimpung di dunia Fintech terkait
ketenangan yang dijamin oleh Allah SWT karena sudah berlandaskan prinsip
syariah dengan adanya aturan-aturan yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah
NasionalMajelis Ulama Indonesia (DSN-MUI).
Selain AlQur’an dan Hadits, di Indonesia DSN-MUI merupakan
patokan aturan kita dalam bermuamalah serta menjalani kehidupan seharihari,
maka dari itu ketanangan kita yang melibatkan akad-akad berdasar prinsip
syariah dalam Fintech Syariah menjadikan Fintech sangat berbeda dari Fintech
Konvensional dan sangat terlihat perbedaannya dari Fintech konvensional.
Tugas para pelaku fintech dan umat islam untuk selalu menggaungkan
kelebihan dan perbedaan menonjol dari Fintech Syariah.
Bahwa FinTech atau teknologi keuangan adalah istilah yang digunakan
untuk menunjukkan perusahaan yang menawarkan teknologi modern di sektor
keuangan. Perusahaan-perusahaan tersebut telah menjadi tren yang nyata sejak
tahun 2010. Perusahaan-perusahaan FinTech kebanyakan adalah perusahaan
mikro, kecil atau menengah yang tidak memiliki banyak ekuitas, tetapi
memiliki gagasan yang jelas tentang bagaimana memperkenalkan baru atau
bagaimana meningkatkan layanan yang ada dalam keuangan pasar layanan.
Umumnya, ini adalah fintech start-up, jumlah yang terus meningkat (dengan
berbagai perkiraan, jumlah mereka telah melampaui sepuluh ribu perusahaan).
Sebagai aturan, investasi ventura dan crowdfunding digunakan untuk
membiayai perusahaan-perusahaan FinTech.
Dewasa ini perkembangan dunia yang dianggap sebagai disrupsi
inovatif yang berdampak terhadap perubahan cara-cara dalam melakukan
interaksi sosial dan hubungan personal sehingga juga mempengaruhi cara
betransaksi dalam kegiatan ekonomi yang direfleksikan dengan
berkembangnya entitas usaha dan bisnis yang berbasis internet.
Fintect merupakan inovasi dalam bidang jasa keuangan dengan
mengubah transaksi yang tadinya menggunakan uang kertas menjadi digital
agar lebih efisien. Secara umum, fintech yang sering kali kita gunakan
tergolong dalam fintech konvensial.
Namun, selain fintech konvensial ternyata di Indonesia juga terdapat
fintech syariah. Lantas apa perbedaan fintech syariah dan fintech konvensional.
Secara umum dari segi fungsi, fintech syariah dengan fintech konvensional
tidak ada bedanya. Sebab, kedua jenis tersebut sama-sama ingin memberikan
layanan dalam bidang keuangan. Perbedaan dari keduanya hanyalah akad
pembiayaan saja dimana pada fintech syariah mengikuti aturan-aturan dari
syariat islam.
Ada tiga prinsip syariah yang harus dimiliki fintech ini yaitu tidak boleh
maisir (bertaruh), gharar (ketidakpastian) dan riba (jumlah bunga melewati
ketetapan). Walaupun mengglunakan dasar syariah, rujukan dasar juga telah
dibuat oleh Dewan Syariah Nasional terkait dengan keberadaan financial
technology syariah ini. Dasarnya adalah MUI No.67/DSN-MUI/III/2008 yang
mengatur tentang ketetapan apa saja yang harus diikuti lembaga teknologi
keuangan terbaru di Indonesia tersebut.
Terhitung hingga September 2018, baru ada 4 perusahaan teknologi
keuangan syariah yang diresmikan oleh OJk. Teknologi yang membawa
transparansi, keadilan, dan akses yang meluas sesuai dengan nilai-nilai syariah.
Fintech syariah ini memang terhitung masih baru khususnya di wilayah
indonesia, namun perkembangannya terbilang sangat cepat seiring dengan
perkembangan teknologi dan informasi. Islam yang juga memiliki sumber
hukum ekonomi syariah tentunya diharuskan mengatur aktivitas fintech
tersebut, dilatarbelakangi oleh hal tersebut maka lahirlah FinTech Syariah.
Saat ini, ada tujuh anggota AFSI (Asosiasi Fintech Syariah Indonesia)
yang terdaftar di OJK di bawah aturan Peer-to-Peer (P2P) lending sementara
dalam aturan Inovasi Keuangan Digital (IKD), sudah ada 12 FinTech Syariah
yang terdaftar. Melihat fenomena ini, tentu saja nasabah harus lebih banyak
mempelajari rambu–rambu syariah di area Fintech, mulai dari akad, syarat,
rukun, hukum, administrasi pajak, akuntansi hingga audit.
Gambar 1. Profil Fintech di Indonesia (Berdasarkan Sektor)

Lembaga keuangan syariah juga tidak ketinggalan dalam memanfaatkan


fenomena Fintech ini. Perusahaan fintech berbasis syariah merupakan
kombinasi inovasi di bidang financial technology yang didasarkan pada nilai-
nilai Islam (syariah).
2.2.Jenis-Jenis Financial Technology (Fintech)
Menurut Siregar (2016) Fintech (Financial Technology) dapat dibedakan ke
dalam beberapa kategori:
1. Payment Channel/System, yaitu sistem pembayaran atau layanan elektronik
menggunakan kartu danemoney atau dapat juga berupa sistem pembayaran
berbasis kriptografi (blockchain) misalnya Bitcoin yang telah banyak di
gunakan oleh masyarakat dunia. Sistem ini digunakan untuk menggantikan
fungsi uang kartal maupun giral sebagai alat pembayaran.
2. Digital Banking, yaitu sistem yang digunakan oleh perbankkan untuk
memberikan layanan dengan memanfaatkan teknologi digital/online dalam
memenuhi kebutuhan nasabahnya. Contoh dari digital Banking dapat
berupa SMS banking, internet banking, phone banking, mobile banking,
video banking dan yang paling dikenal oleh masyarakat yaitu ATM, dan
juga EDC. Selain itu, ada juga beberapa bank meluncurkan Layanan
Keuangan Tanpa Kantor dalam rangka Keuangan Inklusif (Laku Pandai),
layanan ini merupakan layanan keuangan tanpa kantor (branchless
banking) yang sudah sesuai dengan kebijakan OJK. Adapun tujuan yang
paling esensial adalah diarahkan kepada seluruh masyarakat yang belum
memiliki akses ke perbankan.
3. Online/Digital Insurance, layanan ini digunakan oleh perusahaan-
perusahaan asuransi dimana nasabah dapat memanfaatkan teknologi digital
ini. Misalnya web portal yang digunakan oleh beberapa perusahaan
asuransi untuk mempromosikan produk asuransinya, menerbitkan polis,
dan juga menerima laporan klaim dari nasabah.
Di samping itu, sebagian besar perusahaan-perusahaan asuransi
menggunakan website atau mobile application untuk menawarkan jasa
perbandingan premi (digital consultant) dan juga keagenan (digital
marketer).
4. Lending Peer to peer (P2P) yaitu sistem layanan keuangan yang
memposisikan dirinya sebagai market untuk mempertemukan antara pihak
peminjam dengan pihak pemberi pinjaman dengan cara memanfaatkan
teknologi digital, dimana kebanyakan layanan ini menggunakan website.
5. Crowdfunding yaitu merupakan sistem untuk mengumpulkan modal
menggunakan website atau teknologi digital lainnya dengan tujuan
investasi maupun kegiatan sosial.
2.3.Perbedaan Fintech syariah dan Konvensional
Perbedaan antara Fintech konvensional dan syariah terletak pada
Prinsip dasarnya. Fintech Konvensional menggunakan sistem bunga sedangkan
Fintech syariah menggunakan syariat Islam. Dalam menjalankan kegiatan
usahanya, fintech berbasis syariah maupun konvensioanal harus menaati
peraturan yang dikeluarkan oleh OJK Nomor 77/POJK.01/2016 tanggal 26
Desember 2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi
Informasi, namun khusus Fintech Syariah terdapat tambahan selain mengacu
kepada peraturan yang sudah diterbitkan oleh OJK, juga mengacu kepada
Fatwa Dewan Syariah Nasional. Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) No:
117/DSN-MUI/II/2018 tentang Layanan Pembiayaan Berbasis Teknologi
Informasi Berdasarkan Prinsip Syariah.
2.4.Jenis-jenis Akad dalam Fintech Syariah
Ketua Umum Asosiasi Fintech Syariah Indonesia (AFSI) Ronald Yusuf
Wijaya dalam Evandio (2020) mengatakan Transaksi antara pemberi pinjaman,
dan peminjam bersifat kerja sama artinya fintech syariah tidak mengenakan
bunga melainkan sistem bagi hasil dengan tenor yang telah disepakati
sebelumnya. Menurut Ronald terdapat enam jenis akad yang diperbolehkan
dalam fintech syariah, yaitu:
1. Al-bai' (jual-beli), yaitu akad jual beli dimana terjadi pertukaran baik barang
maupun jasa antara pedagang dan konsumen yang mengakibatkan beralihnya
hak milik.
2. Ijarah merupakan suatu akad yang dilakukan dengan memberi ujrah atau upah
atas barang atau jasa yang telah dipindahkan hak guna/manfaatnya.
3. mudharabah merupakan suatu akad kerjasama yang dilakukan oleh pemilik
modal dengan pengelola modal dengan syarat bahwa keuntungan dari usaha
tersebut akan dibagi sesuai nisbah yang disepakati.Sementara itu jika terjadi
kerugian maka akan ditanggung oleh pemilik modal.
4. Musyarakah, merupakan suatu akad persekutuan antara dua atau lebih
kelompok dalam membuat/membuka suatu kegiatan bisnis tertentu, di mana
semua pihak memberikan andil berupa modal usaha. Pada konsep akad
Musyarakah ini terdapat ketetapan yaitu jika perusahaan/usaha yang dijalani
mengalami keuntungan maka hasil keuntungan akan dibagi sesuai poporsi yang
telah disepakati, sedangkan jika terjadi kerugian maka ditanggung oleh semua
pihak secara proporsional.
5. Wakalah bi al ujrah merupakan akad untuk pemberian kuasa kepada seseorang
ataupun usaha dalam melakukan aktivitas hukum tertentu yang disertai dengan
imbalan berupa ujrah (upah).
6. Qardh merupakan suatu akad pinjam meminjam (pinjaman yang diberikan oleh
donatur) dengan ketentuan bahwa penerima pinjaman wajib mengembalikan
uang yang diterimanya sesuai dengan waktu dan cara yang telah disepakati
sebelumnya.
2.5. Fintech dalam Pandangan Syariah
a. Qur’an Surat Al-Baqarah: 281

            

   

Artinya: Dan peliharalah dirimu dari (azab yang terjadi pada) hari yang pada
waktu itu kamu semua dikembalikan kepada Allah. kemudian masing-masing diri
diberi Balasan yang sempurna terhadap apa yang telah dikerjakannya, sedang
mereka sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan).
b. Hadis
“Akan datang suatu masa pada umat manusia, mereka tidak lagi peduli dengan cara
untuk mendapatkan harta, apakah melalui cara yang halal ataukah dengan cara yang
haram” (HR. Bukhari).
2.7. Sistem dan Prinsip Keuangan Syariah
a. Sistem keuangan syariah
Merupakan sistem keuangan yang menjembatani antara pihak yang
membutuhkan dana melalui produk dan jasa keuangan yang sesuai dengan
prinsip-prinsip syariah. Seluruh transaksi yang terjadi dalam kegiatan keuangan
syariah harus dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Prinsip syariah
adalah prinsip yang didasarkan kepada ajaran Al-Quran dan Sunnah. Dalam
konteks Indonesia prinsip syariah adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan
perbankan dan keuangan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang
memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa dibidang Syariah. Sistem
keuangan syariah didasari oleh dua prinsip utama, yaitu prinsip syar’i dan prinsip
tabi’i.
b. Prinsip Sistem Keuangan Syariah
a) Kebebasan bertransaksi
b) Bebas dari maghrib(maysir, yaitu judi, gharar, yaitu ketidakpastian/penipuan;
dan riba, yaitu pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara batil
(tidak sah).
c) Bebas dari upaya mengendalikan, merekayasa dan memanipulasi harga.
d) Semua orang berhak mendapatkan informasi yang berimbang, memadai, dan
akurat agar bebas dari ketidaktahuan dalam bertransaksi.
e) Pihak-pihak yang bertransaksi harus mempertimbangkan kepentingan pihak
ketiga yang mungkin dapat terganggu, oleh karenanya pihak ketiga diberikan
hak atau pilihan.
f) Transaksi didasarkan pada kerjasama yang saling menguntungkan dan
solidaritas (persaudaraan dan saling membantu)
g) Setiap transaksi dilaksanakan dalam rangka mewujudkan kemaslahatan
manusia.
h) Mengimplementasikan zakat.
Teknologi yang semakin berkembang mengharuskan sistem keuangan syariah
mengikuti kemajuan teknologi tersebut agar tidak tertinggal dengan sistem keuangan
dan lembaga keuangan konvensional. Namun dalam pengaplipkasinya perusahaan
Fintech Syariah harus tetap berada dalam koridor syariah yaitu Al-Qur’an dan Hadis
sebagai landasan fundamental.

Dalam sistem keuangan syariah terdapat aturan-aturan bagaimana transaksi


harus dilakukan, hal ini juga berlaku pada perusahaan fintech syariah. mulai dari akad,
syarat, rukun, hukum,administrasi pajak, akuntansi hingga audit.
Dari sisi akad, Fintech tidak bertentangan dengan syariah sepanjang mengikuti
prinsip-prinsip sahnya suatu akad, serta memenuhi syarat dan rukun serta hukum yang
berlaku. Pada dasarnya Fintech harus merujuk kepada salah satu prinsip muamalah
yaitu ‘an taradhin atau asas kerelaan para pihak yang melakukan akad. Asas ini
menekankan adanya kesempatan yang sama bagi para pihak untuk menyatakan proses
ijab dan qabul. Dari sisi Syarat, Rukun dan Hukum. Syarat yang harus dipenuhi adala
harus ada objek (‘aqid), subjek (mu’qud ‘alaihi) dan keinginan untuk melakukan aqad
(sighat) dan rukun yang harus wujud adalah adanya harga/upah serta manfaat.

Selain persoalan bunga dan denda fintech syariah juga tidak memiliki metode
tersendiri dalam penagihan pinjaman. Seperti diketahui, penagihan sering sekali jadi
persoalan industri fintech seperti intimidasi, pencurian dan penyalagunaan data hingga
pelecehan seksual.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Fintech Syariah dapat dimaknai juga sebagai peraturan untuk “layanan
jual bei/kemitraan/pembiayaan/sewa menyewa syariah” sebagai penyelenggara
layanan jasa keuangan untuk mempertemukan penjual/mitra/pemilik
modal/pemilik asset dengan pembeli/mitra/pekerja/penyewa dalam rangka
melakukan jual beli/pembiayaan secara syariah dalam mata uang rupiah secara
langsung melalui sistem elektronik dengan menggunakan jaringan internet.
Hukum juga harus mengiringi, misalnya berbentuk undang – undang,
fatwa dan sertifikasi halal. Industri fintech syariah membutuhkan peraturan
yang mewadahi untuk menjalankan bisnisnya. Adapun POJK Nomor 77 Tahun
2016 lebih kearah fintech konvensional. Dalam peraturan tersebut, terdapat
aturan mengenai denda dan besaran bunga yang tidak bisa dipakai sebagai
acuan operasi fintech syariah.
Teknologi yang semakin berkembang mengharuskan sistem keuangan
syariah mengikuti kemajuan teknologi tersebut agar tidak tertinggal dengan
sistem keuangan dan lembaga keuangan konvensional. Namun dalam
pengaplipkasinya perusahaan Fintech Syariah harus tetap berada dalam koridor
syariah yaitu Al-Qur’an dan Hadis sebagai landasan fundamental.
DAFTAR PUSTAKA

 Al-Qur’an Al-Karim
 Basrowi. Analisis Aspek Dan Upaya Perlindungan Konsumen Fintech
Syariah. Lex Librum : Jurnal Ilmu Hukum Http://Www.Lexlibrum.Id P-Issn:
2407-3849 E-Issn : 2621-9867.
 Binus University, Perkembangan Fintech dan Pengaruhnya di Indonesia.
https://sis.binus.ac.id. (Diakses 01 Mei 2020).
 Dian Andari, Harmonization of Accounting Standards for Islamic Financial
Institutions: Evidence of the Adoption of FAS No. 17 in Indonesia. Jurnal
Dinamika Akuntansi dan Bisnis Vol. 6(1), 2019, pp 51-70.
http://jurnal.unsyiah.ac.id/JDAB/index.
 Fahmi Firdaus, dkk. Ketegasan Regulasi Laporan Ketaatan Syariah dalam
OptimalisasiFinancial TechnologyLembaga Keuangan Syariah.
 Perisai, Vol 1 (3), October 2017, 47-92 ISSN 2503-3077 (Online) Journal
Homepage: http://ojs.umsida.ac.id/index.php/perisai.
 Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI) Nomor
117/2018.
 Mohammad Obaidullah dalam Andri Sumitra, Bank dan Lembaga Keuangan
Syariah. Jakarta: Kencana, 2012.
 Mukhlisin, Murni. Isyu Legalitas, Akuntansi, Audit, Tata Kelola dan Etika
Fintech Syariah. http://www.tazkia.co.id , (Diakses Senin, 04 Mei 2020).
 Ramadhani, Niko. Sejarah dan Perkembangan Fintech di Indonesia.
https://www.akseleran.co.id, (Diakses Jumat 01 Mei 2020).
 Puspaningtyas, Lida Fintech Syariah Berpotensi Tingkatkan Porsi Ekonomi
Syariah. https://republika.co.id. (Diakses Jumat 01 Mei 2020).
 Techfor id. Pengertian Fintech dan Contoh Pemanfaatannya untuk Kehidupan.
https://www.techfor.id. (Diakses Jumat 01 Mei 2020).
 https://www.ojk.go.id. (Diakses Selasa, 28 April 2020).

Anda mungkin juga menyukai