Anda di halaman 1dari 8

BAB IV

TINJAUAN PUSTAKA

4.1 Embriologi Sistem Pencernaan


Pembentukan sistem pencernaan dimulai pada usia embrio minggu keempat yang
diawali oleh pembentukan primitive gut, berbentuk tabung yang merupakan bagien dari
endoderm yang dilapisi oleh yolk.1,2 Primitive gut dibatasi pada pars cranial oleh membrane
orofaringeal dan pada pars kaudal oleh membrane kloaka. 1 Bagian bagian dari primitive gut
dibedakan menjadi 3 yakni foregut, midgut, dan hindgut. Foregut akan membentuk
esophagus, gaster, duodenum, liver dan kantung empedu serta pankreas. Midgut membentuk
sepertiga distal duodenum hingga 2/3 transversum.1 Sementara hindgut membentuk kolon
desenden hingga 2/3 proksimal kanalis anal.1
Selain pembentukan sistem intestinal, endoderm dari hindgut juga menjadi
pembentuk epithelial lumen dari kandung kemih dan uretra. 1,2 Dalam prosesnya, terminal dari
hindgut akan memasuki bagian posterior dari kloaka dan membentuk kanal anorektal,
sementara bagian anterior kloaka akan dimasuki oleh alantois dan membentuk sinus
urogenital.2 Kedua pars kloaka ini dipisahkan oleh septum urorektal yang merupakan derivat
dari mesoderm yang berasal dari alantois.Pada usia fetus di akhir minggu ke 7, membrane
kloaka akan ruptur dan membentuk bukaan anus di posterior dan sinus urogenital di anterior.
Sementara ujung dari septum urorektal akan membentuk perineal body. Pada akhir minggu
ke 9, proliferasi ectoderm akan membentuk sepertiga distal dari kanal anal.1,2

Gbr. 1 Pembentukan kanal anorektal Gbr.2 Peran urorektal septum


dan sinus urogenital dalam pemisahan kloaka
4.2 Atresia Ani
Atresia ani yang dikenal dengan istilah imperforasi ani merupakan kelainan
kongenital dimana tidak terbentuk anus secara sempurna dengan atau tanpa fistula. 3,4.
Klasifikasi secara lengkap yakni sebagai berikut3

Gbr. 3 Klasifikasi atresia ani

4.3 Diagnosis

Tatalaksana pada neonatus laki-laki dengan kecurigaan malforasi anorektal harus


didahului oleh pemeriksaan yang seksama pada daerah perineum. 3,4 Meski pemeriksaan ini
terkadang cukup untuk memberikan informasi mengenai jenis malformasi yang terjadi,
kolostomi ataupun operasi primer sebaiknya tidak dilakukan sebelum 24 jam pertama,
mengingat bahwa diperlukan tekanan intraluminal yang signifikan untuk memaksa
mekonium keluar melalui fistel.4 Fistel yang sempit membutuhkan waktu lebih lama untuk
mengeluarkan mekonium, dan pengeluaran mekonium melalui fistel akan menjadi tanda
mengenai keberadaan dan lokasi fistel.4

Pemeriksaan radiologi yang dilakukan sebelum 24 jam pertama kehidupan dapat


memberikan hasil yang tidak akurat karena rektum masih kolaps.4 Dibutuhkan tekanan
intraluminal yang signifikan untuk melawan tonus otot pada sfingter, sehingga pemeriksaan
radiologi yang dilakukan sebelum 24 jam dapat memberikan kesan rektum letak tinggi dan
menyebabkan kesalahan diagnosis dan tatalaksana yang tidak tepat.4

Pada neonatus dengan malforasi anorektal yang tidak mengeluarkan mekonium


setelah 24 jam kehidupan, pemeriksaan radiologis cross-table lateral dapat dilakukan dengan
pasien dalam posisi knee-chest. Apabila udara pada rektum terletak di bawah os coccyx dan
pasien dalam kondisi baik tanpa kelainan kongenital lainnya, operasi PSRAP dapat dilakukan
tanpa didahului oleh kolostomi protektif.4 Sebaliknya, apabila udara pada rektum tidak
melebih rektum, mengeluarkan mekonium bersamaan dengan urin atau kondisi penyulit
lainnya, kolostomi lebih dianjurkan untuk memungkinkan dilakukannya kolostogram, yang
akan memberikan gambaran kelainan anatomis yang lebih baik.4 Terapi definitif dapat
dilakukan 1-2 bulan kemudian.

Gambar 4. Alur tatalaksana pada neonatus laki-laki dengan malforasi anorektal.


Gambar 5 Teknik melakukan foto polos cross-table lateral (A) posisi knee-chest memungkinkan terjadinya
perpindahan udara ke rektum, dan (B) udara terlihat dan dinilai posisinya terhadap os coccyx dan anal dimple.

Pada pasien neonatus perempuan dengan malformasi anorektal, penegakan diagnosis


dan tatalaksana juga didahului oleh pemeriksaan daerah perineum. Inspeksi pada daerah
perineum dapat menentukan jumlah bukaan - apabila hanya ditemukan satu bukaan pada
daerah perineum, temuan ini mengakkan diagnosis kloaka pada pasien, yang memiliki
kemungkinan tinggi untuk mengalami defek anatomi lainnya dan memerlukan tatalaksana
yang lebih kompleks.3,4

Pemeriksaan foto polos cross-table lateral dilakukan pada pasien dengan malforasi
anorektal tanpa fistel dan mekonium dalam 24 jam pertama kehidupan, dengan cara yang
digambarkan pada gambar 3.1. Tatalaksana lanjutan pada pasien neonatus perempuan dengan
malforasi anorektal tanpa fistel sama dengan pasien neonatus laki-laki; apabila ada keadaan
penyulit yang tidak memungkinkan untuk dilakukan anorektoplasti pada neonatus, kolostomi
dapat dilakukan terlebih dahulu dan terapi definitif dilakukan beberapa bulan setelahnya.

Gambar 6. Alur tatalaksana pada neonatus laki-laki dengan malforasi anorektal.


4.4 Tatalaksana

Kolostomi

Gambar 7. Kolostomi yang ideal pada neonatus dengan malformasi anorektal letak tinggi.

Hingga saat ini kolostomi yang dianggap ideal dalam tatalaksana malformasi
anorektal adalah divided descending colostomy.4 Hal ini disebabkan karena kolostomi ini
memungkinkan terjadinya dekompresi yang adekuat, dan segmen kolon distal non-fungsional
yang pendek namun tidak mengganggu proses pull-through pada tahap terapi definitif.4
Kolostomi pada kolon desendan atau sigmoid juga dianggap lebih menguntungkan dibanding
dengan kolostomi transversal, karena proses pembersihan kolon distal pada proses kolostomi
menjadi lebih mudah. Pada pasien dengan fistel rektouretra, seringkali urin mengalami arus
balik dan masuk ke dalam kolon. Kolostomi pada lokasi yang lebih proksimal membuat
waktu transit urin dalam kolon menjadi lebih lama dan memungkinkan terjadinya absorbsi
dari urin, menyebabkan terjadinya asidosis metabolik. 4 Loop colostomy memungkinkan
masuknya feses dari stoma proksimal ke distal, dan dapat menyebabkan terjadinya infeksi,
dilatasi rektal, dan impaksi feses. Kesalahan lain yang sering terjadi adalah kolostomi pada
rektosigmoid bagian bawah - proses ini membuat segmen distal menjadi terlalu pendek dan
sulit untuk dimobilisasi pada proses pull through.4
Gambar 8. Kolostomi pada bagian bawah rektosigmoid. Segmen distal menjadi terlalu pendek dan
menghambat mobilisasi rektum pada proses terapi definitif.

Posterior Sagital Anorectoplasty

Sebanyak 90% malformasi anorektal pada neonatus laki-laki dapat diperbaiki dengan
melakukan PSARP tanpa membuka rongga abdomen, meski tatalaksana pada setiap kasus
memiliki perbedaan tergantung pada variasi anatomis pasien.4 Dilatasi pada rektum umumnya
lebih jarang terjadi apabila operasi dilakukan pada usia dini dan dilakukan kolostomi yang
adekuat. Pada pasien dengan kolostomi, PSARP dilakukan setelah pemeriksaan distal
kolostogram untuk menentukan lokasi pasti dari fistel dan rektum - melakukan proses ini
tanpa kolostogram meningkatkan risiko terjadinya kerusakan pada vesika seminalis, prostat,
uretra dan inervasi kandung kemih.4

Proses PSARP pada pasien malformasi anorektal dengan fistel rektovesika melibatkan
seluruh tubuh bagian bawah dari pasien dan operasi dilakukan dengan laparoskopi. Bidang
diseksi dimulai pada peritoneum di sekitar rektum distal untuk kemudian dilanjutkan ke arah
distal. Bidang diseksi harus tetap berada di dinding rektum hingga mencapai kandung
kemih.4 Bidang komunis dari kandung kemih dan rektum kemudian dibebaskan dan bagian
fistel pada kandung kemih diligasi atau dijahit. 4 Pembuluh darah yang meperdarahi rektum
distal kemudian dibebaskan sehingga segmen rektum yang terbebas cukup panjang untuk
kemudian dilakukan penarikan hingga ke daerah perineum. Pembuatan kolostomi yang terlalu
distal dapat menghambat proses mobilisasi rektum pada tahap ini. Saat rektum telah
dibebaskan, kanula dengan trokar tumpu dilewatkan melalui perineum, anterior dari os
coccyx. Rektum distal kemudian ditahan dan diposisikan sedemikian rupa di tengah sfinkter.
Fiksasi dilakukan dengan penjahitan di empat kuadran, dengan tiga jahitan tambahan di
antara setiap dua jahitan. 4
Gambar 9. Bidang diseksi pada PSARP (kiri), proses penjahitan pada anoplasti (kanan, A) dan penjahitan
subkutikuler (kanan, B).
DAFTAR PUSTAKA

1. Sadler TW. Langman’s Medical Embryology. 11th ed. Lippincott Williams and
Wilkins Inc. 2011. p.302-16

2. The Digestive System. In: Moore KL, Persaud TVN. The Developing Human. 9th ed.
Philadelphia: Saunders Elsevier. 2013.
3. Pena A, Levitt MA. Anorectal Malformations. In .Grosfeld JL,O’Neill JA, Fonkalsrud
EW, Coran AG. Pediatric Surgery.6th ed. Mosby Elsevier Inc. 2006. p1566-73
4. Pena A, Levitt MA. Imperforate Anus and Cloacal Malformations. In Holcomb GW,
Murphy JP. Ashcraft’s Pediatric Surgery. 5th ed. Elsevier Inc. 2010. p468-84

Anda mungkin juga menyukai